Amanda langsung berbalik mendapati sosok tampan berambut coklat dengan iris sewarna almond. Laki-laki yang sama sekali tak dikenalnya itu tersenyum semanis madu sebelum menarik punggung tangan Amanda dan menciumnya.
"Aku Apollo, Pangeran dari Landyork. Kurasa ini pertama kalinya aku melihat wanita secantik Anda di acara seperti ini. Aku tak mungkin melupakan jika pernah bertemu Anda sebelumnya," ujar Apollo sambil melepaskan ciumannya dari punggung tangan Amanda. "Dan siapakah Anda, Lady?"
Amanda terlihat salah tingkah dengan sapaan yang tak disangka akan ia dapatkan di pesta ini. Gadis itu melirik ke sekitar. 'Pria ini menegurku? Ia bertanya namaku 'kan? Atau orang lain?'
Kembali Amanda mengedarkan pandangannya dan terhe
Dukung penulis dengan VOTE dan bintang 5 ya ⭐⭐⭐⭐⭐
“Duke-, kau lebih tahu apa yang terjadi dan dengan siapa putrimu berpihak.” Dengan mata merah seorang pria tua mendekat kearah Pangeran Hitam, sambil berjinjit dia menunjuk Illarion yang menjulang tinggi di hadapannya. “Aku tak menyangka seleramu adalah wanita penyakitan dari keluarga Ratu yang telah membunuh ibumu sendiri.” Amanda terkesiap mendengar informasi itu. ‘Ratu telah membunuh ibu Pangeran Hitam, kenapa tak ada seorang pun memberitahukanku? Karena itulah ketika pertama kali bertemu pria ini begitu membenciku dan bertanya tentang Ratu?’ Pangeran Apollo menatap Amanda. ‘Oh jadi ia keluarga Ratu. Menarik.’ Mata Illarion menyipit, sedikit membungkukkan diri agar pria tua di hadapannya tak perlu berjingkat. “Mantan mertuaku, kau tahu? Bukan salahku jika selera p
Duke Alantoin masih tak menyangka anak Baron Broke ada di acara ini dan berdampingan dengan Pangeran Hitam. “Hamba benar-benar tak menyangka ia akan membawa gadis itu ke istana, bahkan membiarkannya hidup sampai saat ini.” “Kau selalu bodoh dan tak tanggap pada keadaan, karena itu walau aku lebih muda dan seorang wanita, Ayah selalu mengandalkanku,” hina Ratu Minerva. Duke Alantoin menekukan mukanya, ia yang biasa menghina orang-orang sekarang harus bungkam menerima hinaan dari adik kandungnya sendiri. “Tak berguna,” desis Minerva sambil memandang rendah kakaknya, sebelum berdiri menyambut Raja Abraham. “Yang Mulia, Singa Agung Anarka! Raja Abraham!” Semua para hadirin menunduk memberi hormat saat
Pemandangan mesra itu terpampang nyata di hadapan Amanda. ‘Ia tak pernah tersenyum ketika melihat seseorang, dan kali ini wanita cantik lagi sempurna dengan latar belakang yang dapat menguntungkan dirinya melamar Tuan, tentu saja ia akan menerimanya. Bukankah sesuatu hal yang bodoh jika ia menolaknya?’ Hati Amanda kembali begitu perih, semenjak peristiwa Gisella, kembali gadis itu merasakan hal yang sama. Raja terlihat tak begitu senang dengan permintaan Ratu Zaina, “Aku akan mempertimbangkan hal ini, karena Illarion baru saja menikah dengan keluarga Minerva,” ujarnya sambil melihat ke arah Pangeran Hitam. "Aku akan menunggu dengan sabar, yang mulia Baginda Raja," jawab Ratu Zaina tak menyerah. "Izinkan hamba tinggal di istana Anarka hingga Baginda Raja memberi keputusan dan menurunkan izin kepada hamba," pin
Amanda meninggalkan ballroom acara dengan perasaan sesak. Semua perkataan buruk orang-orang tentangnya di acara itu tak lebih menyakitkan saat melihat Illarion Black berdansa mesra dengan Ratu Zaina. Kakinya berhenti di balkon yang menghadap danau buatan, tak ada cahaya bulan hanya bintang di langit malam. “Sadarlah Amanda! Jangan terlalu tamak, ia bahkan tak memandangmu, dan kau tak akan pernah bisa memilikinya! Ingatlah, kau hanya salah satu orang yang berasal dari keluarga musuhnya,” ucap gadis itu sambil menepuk kedua pipinya. Amanda kemudian termenung nyaris menjatuhkan air mata saat patah hati pertamanya untuk seorang pria. Ah tidak, patah hati pertamanya pada ayahnya. Ben Broke. Dan betapa malang gadis itu, ia harus patah hati kembali ketika baru mengenal cinta, bahkan sebelum cinta itu bersemi indah.
Gadis itu belum sempat menutup matanya, hingga ia bisa melihat dengan jelas anak panah itu siap menghujam dirinya. ‘Apakah ini akhir hidupku?’ Illarion memecah dua anak panah itu tepat di depan netra amethyst Amanda. Trak! Anak panah yang terbelah menjadi dua jatuh begitu saja di atas tanah. Bersamaan dengan hilangnya penerangan di taman itu, keadaan hening seketika. Illarion mematikan pencahayaan dengan cara memotong sumbu-sumbu obor di sekitar mereka dengan sekali sabetan pedang. Amanda menahan napas, kepalanya yang bersandar tepat di dada bidang Illarion bisa mendengar detak jantung milik pria itu. ‘Begitu tenang, apa ia biasa menghadapi situasi seperti ini?’ Kontras dengan jantung milik Amanda, seolah organnya yang satu itu ingin melompat keluar dari
Tak menghiraukan gelagat keberatan dari suami sahnya, Amanda berbalik dan melempar sebuah batu, hingga mengenai salah satu lentera yang tergantung di sisi tembok istana terjatuh. Api kecil menyala saat sisa minyak yang tak terlalu banyak dari pecahan lentera itu menggenangi tanah. Illarion menatap frustasi pada gadis yang ia jadikan sebagai tumpuan tubuhnya itu. ‘Ia gila? Apa yang bisa dilakukan api yang bahkan hanya sebesar lilin ulang tahun itu.’ “Ay … o,” paksa Illarion tapi lebih mirip sebuah pinta lemah. ‘Sial, langkah mereka semakin dekat, dan wanita gila ini malah diam dan bermain-main api!’ “Mereka datang?” tanya Amanda berbisik, sambil memperlihatkan beberapa butir buah pinus merah, warna yang berbeda dari buah pinus lainnya yang tergeletak di tanah. Illario
Anarka, lima belas tahun lalu. “Illarion, bangun… Illarion…,” bisik seorang wanita pada putranya yang masih tertidur lelap itu. Bocah kecil berusia sekitar sepuluh tahun itu menggeliat dalam tidurnya, alisnya bertaut karena gangguan bertubi-tubi yang mengusik lelapnya. Akhirnya maniknya yang serupa gelap malam terbuka dengan berat. “Ibu…? Ada apa?” Illarion mengucek matanya, mengalihkan pandangan dari wanita berparas sangat cantik berambut hitam legam seperti dirinya, ke jendela besar di ujung kamar. “Masih malam, aku bahkan masih bisa melihat bintang.” “Kita harus pergi dari sini,” bisik wanita itu tergesa-gesa menyiapkan sebuah buntelan berisi pakaian dan beberapa perhiasan. Masih setengah sadar, bocah kecil itu belum
Seorang pelayan memandang sedih pada Illarion, “Ibu Selir akan dibakar pagi ini di alun-alun. Dan Anda akan dikirim ke medan perang sebagai penebus dosa atas apa yang dilakukan oleh ibunda Anda, Tuan.” Sebuah kabar yang disampaikan oleh pelayannya barusan bagai awal mimpi buruk kehidupan pangeran kecil itu selanjutnya. Dengan perasaan berkecamuk, Illarion berlari kencang di selasar istana, mencari seseorang yang bisa menangguhkan hukuman yang akan ibunya terima. Kamar Baginda Raja tertutup rapat dengan penjagaan yang berlapis. Bocah kecil itu menjerit sejadi-jadinya di luar saat tak diizinkan masuk. Raungan pilunya sampai terdengar ke kamar Pangeran Alexander, pemuda berumur lima belas tahun itu tergeletak bersimbah darah tak berdaya, karena pukulan bertubi-tubi dari ibunya akibat menentang perkataan sang Ratu. Kakak tiri Illarion itu tak menyangk
Awalnya aku selalu melihat ia seperti wanita yang dingin dan tak pernah tersenyum, ekspresinya selalu datar. Ia mirip sepertiku, kecuali satu hal. Gadis berkulit pucat itu selalu gemetar dan terlihat ketakutan. Manik matanya tak pernah benar-benar menatapku, ia selalu menatap kakiku. Entahlah mungkin sepatu kulitku lebih menarik ketimbang parasku, menurutnya. Tapi penampilan yang tak biasa itu cukup menarik perhatianku. Selanjutnya, kupikir untuk membunuh gadis itu secara perlahan. Menyiksanya dulu mungkin? Bagaimanapun ia adalah keluarga wanita iblis itu. “Ma-maaf.” “Maaf, Tuan…” “Maaf.” Itu ucapan yang sering ia lontarkan dari bibir merah cherry dengan tangan gemetar dan tubuh membungkuk. Hanya puncak kepalanya saja ya
“Aku hanya mengundang orang-orang yang terpilih saja untuk datang ke pesta ulang tahunku,” seru seorang anak gendut dengan leher berlipat. Nyaris seluruh anak di sekolah itu berharap diundang ke pesta cucu Duke Serafin, kakek Samuel yang terkenal kaya itu sangat memanjakan bocah gendut yang sekarang sedang berkacak pinggang dengan sombong. Tapi perhatian anak-anak di kantin dengan interior mewah itu langsung terpecah begitu melihat Maximiliam memasuki cafetaria yang menghubungkan asrama laki-laki dan perempuan itu. Beberapa gadis sedikit menjerit melihat kedatangannya. “Ck!” decak Samuel dengan raut muka tak suka. “Kau tak akan kuundang,” ujarnya sambil menunjuk Max yang melintas di depannya. “Aku juga tidak mengharapkannya,” jawab Max yang duduk meletakkan nampannya di sebelah Niana. Tawa pelan berbisik me
“Berkemaslah, kita langsung balik ke Ibu Kota,” perintah Illarion pada para anak buahnya yang masih masih tergeletak horizontal setelah dua hari menggempur pemberontak di wilayah perbatasan. Sebenarnya Kaisar Hitam enggan keluar dari Ibu Kota, atau lebih tepatnya meninggalkan Amanda. Permaisurinya itu ia tinggalkan setelah nyaris sebulan pernikahan mereka diakui publik. Tapi pemimpin pemberontakan kali ini jauh lebih cerdas dan kuat dibanding sebelumnya, karena itu Illarion Black turun tangan. Setelah Illarion masuk ke dalam tenda hitamnya, erangan pelan keluar dari mulut para prajurit itu. “Astaga Kaisar benar-benar manusia apa seorang monster? Tuan ingin kita segera balik ke ibu kota tanpa membiarkan kita bernapas terlebih dahulu,” keluh seorang prajurit yang baru saja kehilangan tiga gigi depannya karena perkelahian semalam.
Hai, perkenalkan saya penulis cerita ini dengan nama pena missingty.Terima kasih sudah mengikuti kisah Amanda White dan Illarion Black sejauh ini, dan yah, kita sudah berada di chapter terakhir kisah ‘Dipaksa Menikahi Pangeran Kejam’. Terima kasih untuk support teman-teman pembaca semua, di note ini juga missingty ingin meminta maaf jika tulisan yang missingty buat jauh dari ekspektasi dan keinginan para pembaca sekalian.Sebagai permintaan maaf, mungkin diantara para pembaca masih ada merasa plothole yang mengganjal di novel online ini, atau mungkin penasaran dengan beberapa kisah yang tidak disebutkan di cerita ini. Silahkan komentar di bawah ya, mungkin nanti missingty akan buatkan bab epilog untuk itu.Sekali lagi terima kasih kepada akak-akak pembaca sekalian, salam sayang dari missingty. I* inspirasikuh.
Ekspresi menyedihkan yang Illarion tampilkan setelah mendengar perkataan Amanda itu membuat Karak kembali menggaungkan tawanya di ruang bawah tanah itu. “Karma! Kau dengar! Itu Karmamu Illarion!” ucap pria tua itu di sela sela tawanya yang tampak mengerikan.“Jangan tinggalkan aku lagi Amanda,” pinta Illarion terdengar lemah mengikuti langkah gadis itu menuju pintu.Amanda mempercepat langkahnya sembari berurai air mata. Perpisahan dan pergi sejauh mungkin dari Illarion Black adalah pikiran Amanda saat ini.“Galela!” teriak lelaki bertubuh tinggi besar yang hanya beberapa langkah dibelakangnya itu.Amanda menghentikan langkahnya mendengar Illarion mengeluarkan nama lain dari mulutnya.“Kau tak ingin memaksanya memintamu untuk kembali padaku kan Amanda?” tanya Illarion dengan suara lirih seakan penuh kesedihan, tapi tatapan mata dari iris kelam itu terlihat sangat dingin.“Apa maksudmu?” tanya Amanda mengabaikan asas kesopanan den
Mata ungu Amanda langsung terbelalak mendengar nama itu. Karak adalah nama pria yang meracuni Illarion saat pesta dansa di ulang tahun baginda Raja Abraham dahulu. Saat itulah mereka bertemu Galela dan Balton yang menyelamatkan Illarion dan memberikan penawar racun itu.‘Apa karena itu, Illarion menyiksa pria ini? Karena ia pernah diracuni olehnya?’“Kau sepertinya mengenalku?” tebak Karak sembari menyipitkan matanya. Rantai-rantai di punggungnya ikut berderak. “Ah kemampuanku memang luar biasa.”‘Aku tak perlu ikut campur hal ini, sebaiknya aku pergi saja.’“Hei, apa kau tak menyimpan dendam pada pria itu?”Amanda yang bersiap balik kembali menghentikan langkahnya. “Karena?”“Mengorbankanmu.”“Apa maksudmu?” tanya Amanda.Karak kembali terkekeh pelan sebelum menjawab pertanyaan Amanda. “Kau kira siapa yang meracuni Raja? Raja terdahulu.”“Ha?” gumam Amanda tampak bingung. ‘Selama ini aku memang penasar
Wajah Putri Hera langsung pucat pasi. “Tentu saja warna musim semi itu yang paling pas seperti warna daun yang berguguran,” ujar Amanda sambil tersenyum dan menepuk lengan kakak iparnya itu.“Ah iya ten-tentu saja,” balas Putri Hera dengan senyum kaku.“Kami membahas warna gaun yang pas di musim semi, Tuan.”“Oh,” gumam Illarion kemudian naik ke dalam kereta kuda itu. “Kakakku akan berhenti di Istana Utama, ia akan tinggal sementara waktu di sana untuk mempersiapkan pesta pernikahan kita,” jelas Illarion pada Amanda.“Ah! Terima kasih, Putri Hera. Kuharap aku tidak merepotkanmu.”“Oh tentu saja tidak, aku senang akhirnya melakukan ini setelah sepuluh tahun menanti pernikahan kaisar,” balas Putri Hera tampak tertawa. Tapi hal itu malah membuat Amanda menautkan keningnya. ‘Kenapa Putri Hera terlihat sangat tidak nyaman di sebelah adiknya sendiri?’Akhirnya Amanda White dan Illarion Black sampai di is
Ancaman Illarion barusan membuat Putri Hera tercekat, matanya yang berkaca-kaca akibat tamparan di pipi barusan masih menatap tajam adik tirinya itu.“Tuan? Putri Hera?” panggilan lembut dari arah belakang Illarion Black memecahkan suasana tegang diantara dua kakak beradik lain ibu itu.Putri Hera langsung balik berlalu tanpa pamit pada Amanda sambil memegang pipinya yang memerah.“Putri Hera,” panggil Amanda pelan, kemudian balik menatap Illarion. “Putri tidak apa-apa?”Illarion kembali tersenyum manis dihadapan istrinya. “Ia tidak apa-apa, sepertinya kakakku terlalu mabuk di pesta dansa barusan.”Amanda menggumam pelan. “Aku akan membuatkan teh pereda pengar untuknya.”Namun, Illarion malah menggendong ala pengantin si gadis berkulit pucat yang sekarang mengenakan pakaian dengan warna senada rambutnya itu. Sama-sama merah muda.“Tak perlu, biarkan para pelayan yang mengurusnya. Malam ini kau hanya perlu mengurus diriku saja,” ti
‘Harusnya aku menyuruh orang untuk menjemputnya,’ batin Illarion sambil mencari-cari Amanda di antara ratusan tamu undangan yang hadir. Hingga lengkungan di wajahnya terbentuk lebar ketika melihat sosok berkulit seputih salju melewati pintu masuk utama aula tempat diadakan pesta dansa itu. Semua mata kembali mengikuti arah langkah Illarion Black sembari berdecak kagum melihat kesempurnaan fisik milik pemimpin pasukan paling mematikan di seantero Benua Hitam itu, hingga napas mereka tertahan ketika Kaisar Hitam berlutut di hadapan seorang wanita. “Siapa dia?” “Kudengar ia putri Duke Gree, bukannya ia sakit-sakitan dan memiliki anak diluar nikah?” Pertanyaan demi pertanyaan terus bergulir dalam nada rendah tak berani meny