“Lakukanlah, anggap saja pesta penyambutanmu juga,” ujar Illarion menanggapi bisikan Ratu Zaina. “Aku membebaskan kalian mengatur semuanya,” lanjut pria bermata segelap malam itu sambil memperhatikan Amanda yang gugup.
“Bagaimana denganku?” ujar Pangeran Apollo dengan wajah kecewa yang dibuat-buat. Tapi tak ditanggapi oleh Illarion dan langsung beranjak pergi dari tempatnya.
***
“Ada kabar?” tanya Illarion begitu masuk ruang kerjanya.
“Maaf Tuan, kami belum mendapat keberadaan pria itu. Tapi informasi yang kami dapat, ia biasa datang ke kota setiap sebulan sekali untuk bertemu kliennya.”
Illarion tampak kesal, “Segera temukan si sialan itu, aku akan membinasakan siapapun yang berani meracuniku.”
Dukung penulis dengan VOTE dan bintang 5 ya
⭐⭐⭐⭐⭐ Di tunggu komentarnya kak ^^
“Tentu! Kesetiaan loyal pada Tuan!” jawab Adam tanpa ragu. “Ki-kira-kira apa yang akan Pangeran Hitam lakukan padaku jika Tuan tahu hal seperti ini?” Adam berpikir sejenak. ‘Sebenarnya Tuan benar-benar tak peduli dengan berapa budget yang dihabiskan, hal ini bahkan tak menyentuh sedikitpun nominal harta yang dimiliki Tuan. Tapi gadis ini perlu diberi pelajaran agar tidak menghambur-hamburkan uang. Ia dan adiknya dulu ternyata sama saja. Ia perlu belajar mengelola uang dengan baik, karena banyak yang lebih membutuhkan ketimbang pesta konyol ini.’ “Menjual ginjalmu mungkin? kudengar orang-orang timur sedang mencari organ dalam beberapa wanita muda untuk eksperimen, mereka akan memberi harga sangat mahal,” terang Adam sambil mengangguk-anggukkan kepala.
Hari yang ditentukan untuk pesta akhirnya tiba. Ini merupakan sebuah hal yang mengejutkan mengingat selama ini Istana Hitam tak pernah mengadakan perhelatan kecuali saat Pangeran Hitam kembali dari medan perang, beberapa waktu lalu. Apalagi ini sebuah perjamuan yang biasa dihadiri oleh para nyonya bangsawan, yang berarti istri Pangeran Hitam lah yang mengundang acara ini. Amanda terlihat gugup sambil mematut dirinya di depan cermin. ‘Aku masih belum terbiasa bertemu banyak orang,’ keluhnya dalam hati. “Pangeran Hitam belum datang?” tanya gadis itu sambil menyibak gaun berwarna lilac yang senada dengan iris amethyst-nya. Aime menggeleng. “Belum Nyonya. Tapi Ratu Zaina sudah datang.” “Betulkah,” tanya Amanda den
Para Nona dan Nyonya bangsawan tertawa meremehkan dibalik kipas-kipas mahal mereka. “Lihat dia berusaha menyamai level Ratu Zaina. Suruh gadis keluarga Ratu Minerva untuk sadar diri.” "Tidak tahu malu, aku heran kenapa Pangeran Hitam tak membunuhnya? Anggap saja pelampiasan karena keluarga si istri membunuh ibu Pangeran Hitam." “Gaun menyamai Ratu Zaina, pesta terlihat membosankan padahal yang kudengar acara ini menelan banyak biaya, dan di atas semua itu, apakah ia tak sadar ia tak diharapkan di sini? Beraninya membuat acara untuk kolega Pangeran Hitam, ia ingin mencoba akrab dengan kami? Sadarlah dan lihat latar belakangmu.” “Ratu Zaina, jujur saja sebenarnya aku tak terlalu ingin datang. Tapi melihat Anda turut mengundang akhirnya aku memutuskan datang,” ujar Dutchess Fito lantang, hadirin yang lain turu
“Te-terima kasih telah datang di acara perdanaku ini. Hamba ah- aku … aku berharap bisa berteman dengan baik dengan Nona dan Nyonya sekalian,” ujar Amanda gagap. ‘Astaga kenapa aku bahkan tak bisa berbicara dengan baik, Pangeran Hitam pasti malu sekali memiliki pendamping sepertiku.’ Kembali tamu-tamu yang hadir menertawakan tingkah Amanda. Namun, kali ini dengan diam-diam karena mereka merasa sungkan pada pria yang berdiri tinggi menjulang di sebelah gadis bersurai perak itu. ‘Sesuai dugaanku, mereka datang hanya untuk merendahkan dirinya,’ batin Illarion sambil melirik Amanda dengan ekor matanya. Walau kebencian para bangsawan kolega Pangeran Hitam itu terhadap Ratu Minerva tak setara dengan kebenciannya, tapi melampiaskannya pada gadis ini, entah kenapa ikut mem
“Apa ia begitu percaya dengan wanita itu? Ia adalah keluarga Ratu.” “Guna-guna, aku yakin itu. Lihat saja penampilan gadis itu seperti penyihir.” Dari sekian banyak pernyataan yang dilontarkan oleh para tamu, seseorang muncul dengan pendapat yang kurang populer. “Apa Pangeran Hitam jatuh cinta?” Ratu Zaina langsung menatap tajam si pemilik komentar. Nona bangsawan itu sadar telah salah berucap, dengan cepat ia bungkam sambil menepuk-nepuk bibirnya sendiri. “Hmm, enak. Aku tak pernah merasakan minuman ini sebelumnya. Ini seperti campuran madu, wine dan lemon grass tapi dengan rasa yang lebih ringan,” komentar Illarion. Para tamu bangsawan pun turut serta mencoba minuman itu dari gelas-gelas m
Amanda mengambil sebuah souvenir juga, dan mengeluarkan isinya. Ia menggigit bibirnya gugup saat mempresentasikan benda itu. Kembali ia menarik salah satu ruas dari benda pipih itu. Sebuah sisir berikut kacanya terbentuk dari benda pipih itu. “Sisir lipat …,” cicitnya sambil menyodorkan barang itu ke Pangeran Hitam. ‘Ide bodoh Amanda,’ rutuk gadis bersurai perak itu dalam hati melihat ekspresi kaku dari suaminya. Illarion membolak-balikkan ‘sisir lipat’ itu. “Aha...hahahaha! Sisir lipat, ya ampun Amanda. Ini sisir.” Tawa renyah pria itu langsung menghipnotis semua kaum hawa yang ada di ruangan. Apa matahari akan terbit dari barat? Sepertinya ini kali pertama mereka melihat Tuan junjungan mereka tergelak begitu riang
‘Menurut mereka.’ Suasana pesta masih berlanjut membicarakan perbedaan derajat antara Pangeran Hitam dengan istri sah hasil perjodohan itu. “Ia sekelas baron, bahkan bukan viscount! Pangeran Hitam memang lebih pantas dengan Ratu Zaina!” Ratu kerajaan Eden itu tersenyum, menyadarkan nyonya bangsawan yang barusan berucap hal itu. “Terima kasih, kami tinggal menunggu izin dari Baginda Raja.” Mata-mata berkilat penasaran ketika hal itu terucap dari bibir tipis Ratu Zaina. “Kurasa sebentar lagi ‘kan? Kudengar Anda juga yang mengobati Baginda Raja.” Wanita dengan iris secerah langit siang itu menyabitkan matanya, membuat
Perjamuan minum teh pun berakhir dengan banyak buah bibir yang muncul di kalangan masyarakat Anarka. Tentang istri baru Pangeran Hitam yang boros, padahal berasal dari bangsawan kalangan rendah, hingga penampilan Amanda yang berusaha menyamai Ratu Zaina, namun berakhir sangat mengerikan. Tentang penguasa Eden yang tampak serasi dengan Pangeran Hitam dan tinggal menunggu waktu direstui sang Baginda Raja. Desas-desus yang bekembang penguasa Anarka itu juga sangat setuju dengan hubungan mereka. Sedangkan, tentang kemesraan yang ditunjukkan Illarion Black dan Amanda White yang seharusnya menjadi topik utama perjamuan itu, malah tak terdengar beritanya. Sepertinya banyak pihak yang meredam berita keharmonisan pasangan yang berada di dalam kemelut politik itu. Tapi sebuah hal positif juga terjadi di antara
Awalnya aku selalu melihat ia seperti wanita yang dingin dan tak pernah tersenyum, ekspresinya selalu datar. Ia mirip sepertiku, kecuali satu hal. Gadis berkulit pucat itu selalu gemetar dan terlihat ketakutan. Manik matanya tak pernah benar-benar menatapku, ia selalu menatap kakiku. Entahlah mungkin sepatu kulitku lebih menarik ketimbang parasku, menurutnya. Tapi penampilan yang tak biasa itu cukup menarik perhatianku. Selanjutnya, kupikir untuk membunuh gadis itu secara perlahan. Menyiksanya dulu mungkin? Bagaimanapun ia adalah keluarga wanita iblis itu. “Ma-maaf.” “Maaf, Tuan…” “Maaf.” Itu ucapan yang sering ia lontarkan dari bibir merah cherry dengan tangan gemetar dan tubuh membungkuk. Hanya puncak kepalanya saja ya
“Aku hanya mengundang orang-orang yang terpilih saja untuk datang ke pesta ulang tahunku,” seru seorang anak gendut dengan leher berlipat. Nyaris seluruh anak di sekolah itu berharap diundang ke pesta cucu Duke Serafin, kakek Samuel yang terkenal kaya itu sangat memanjakan bocah gendut yang sekarang sedang berkacak pinggang dengan sombong. Tapi perhatian anak-anak di kantin dengan interior mewah itu langsung terpecah begitu melihat Maximiliam memasuki cafetaria yang menghubungkan asrama laki-laki dan perempuan itu. Beberapa gadis sedikit menjerit melihat kedatangannya. “Ck!” decak Samuel dengan raut muka tak suka. “Kau tak akan kuundang,” ujarnya sambil menunjuk Max yang melintas di depannya. “Aku juga tidak mengharapkannya,” jawab Max yang duduk meletakkan nampannya di sebelah Niana. Tawa pelan berbisik me
“Berkemaslah, kita langsung balik ke Ibu Kota,” perintah Illarion pada para anak buahnya yang masih masih tergeletak horizontal setelah dua hari menggempur pemberontak di wilayah perbatasan. Sebenarnya Kaisar Hitam enggan keluar dari Ibu Kota, atau lebih tepatnya meninggalkan Amanda. Permaisurinya itu ia tinggalkan setelah nyaris sebulan pernikahan mereka diakui publik. Tapi pemimpin pemberontakan kali ini jauh lebih cerdas dan kuat dibanding sebelumnya, karena itu Illarion Black turun tangan. Setelah Illarion masuk ke dalam tenda hitamnya, erangan pelan keluar dari mulut para prajurit itu. “Astaga Kaisar benar-benar manusia apa seorang monster? Tuan ingin kita segera balik ke ibu kota tanpa membiarkan kita bernapas terlebih dahulu,” keluh seorang prajurit yang baru saja kehilangan tiga gigi depannya karena perkelahian semalam.
Hai, perkenalkan saya penulis cerita ini dengan nama pena missingty.Terima kasih sudah mengikuti kisah Amanda White dan Illarion Black sejauh ini, dan yah, kita sudah berada di chapter terakhir kisah ‘Dipaksa Menikahi Pangeran Kejam’. Terima kasih untuk support teman-teman pembaca semua, di note ini juga missingty ingin meminta maaf jika tulisan yang missingty buat jauh dari ekspektasi dan keinginan para pembaca sekalian.Sebagai permintaan maaf, mungkin diantara para pembaca masih ada merasa plothole yang mengganjal di novel online ini, atau mungkin penasaran dengan beberapa kisah yang tidak disebutkan di cerita ini. Silahkan komentar di bawah ya, mungkin nanti missingty akan buatkan bab epilog untuk itu.Sekali lagi terima kasih kepada akak-akak pembaca sekalian, salam sayang dari missingty. I* inspirasikuh.
Ekspresi menyedihkan yang Illarion tampilkan setelah mendengar perkataan Amanda itu membuat Karak kembali menggaungkan tawanya di ruang bawah tanah itu. “Karma! Kau dengar! Itu Karmamu Illarion!” ucap pria tua itu di sela sela tawanya yang tampak mengerikan.“Jangan tinggalkan aku lagi Amanda,” pinta Illarion terdengar lemah mengikuti langkah gadis itu menuju pintu.Amanda mempercepat langkahnya sembari berurai air mata. Perpisahan dan pergi sejauh mungkin dari Illarion Black adalah pikiran Amanda saat ini.“Galela!” teriak lelaki bertubuh tinggi besar yang hanya beberapa langkah dibelakangnya itu.Amanda menghentikan langkahnya mendengar Illarion mengeluarkan nama lain dari mulutnya.“Kau tak ingin memaksanya memintamu untuk kembali padaku kan Amanda?” tanya Illarion dengan suara lirih seakan penuh kesedihan, tapi tatapan mata dari iris kelam itu terlihat sangat dingin.“Apa maksudmu?” tanya Amanda mengabaikan asas kesopanan den
Mata ungu Amanda langsung terbelalak mendengar nama itu. Karak adalah nama pria yang meracuni Illarion saat pesta dansa di ulang tahun baginda Raja Abraham dahulu. Saat itulah mereka bertemu Galela dan Balton yang menyelamatkan Illarion dan memberikan penawar racun itu.‘Apa karena itu, Illarion menyiksa pria ini? Karena ia pernah diracuni olehnya?’“Kau sepertinya mengenalku?” tebak Karak sembari menyipitkan matanya. Rantai-rantai di punggungnya ikut berderak. “Ah kemampuanku memang luar biasa.”‘Aku tak perlu ikut campur hal ini, sebaiknya aku pergi saja.’“Hei, apa kau tak menyimpan dendam pada pria itu?”Amanda yang bersiap balik kembali menghentikan langkahnya. “Karena?”“Mengorbankanmu.”“Apa maksudmu?” tanya Amanda.Karak kembali terkekeh pelan sebelum menjawab pertanyaan Amanda. “Kau kira siapa yang meracuni Raja? Raja terdahulu.”“Ha?” gumam Amanda tampak bingung. ‘Selama ini aku memang penasar
Wajah Putri Hera langsung pucat pasi. “Tentu saja warna musim semi itu yang paling pas seperti warna daun yang berguguran,” ujar Amanda sambil tersenyum dan menepuk lengan kakak iparnya itu.“Ah iya ten-tentu saja,” balas Putri Hera dengan senyum kaku.“Kami membahas warna gaun yang pas di musim semi, Tuan.”“Oh,” gumam Illarion kemudian naik ke dalam kereta kuda itu. “Kakakku akan berhenti di Istana Utama, ia akan tinggal sementara waktu di sana untuk mempersiapkan pesta pernikahan kita,” jelas Illarion pada Amanda.“Ah! Terima kasih, Putri Hera. Kuharap aku tidak merepotkanmu.”“Oh tentu saja tidak, aku senang akhirnya melakukan ini setelah sepuluh tahun menanti pernikahan kaisar,” balas Putri Hera tampak tertawa. Tapi hal itu malah membuat Amanda menautkan keningnya. ‘Kenapa Putri Hera terlihat sangat tidak nyaman di sebelah adiknya sendiri?’Akhirnya Amanda White dan Illarion Black sampai di is
Ancaman Illarion barusan membuat Putri Hera tercekat, matanya yang berkaca-kaca akibat tamparan di pipi barusan masih menatap tajam adik tirinya itu.“Tuan? Putri Hera?” panggilan lembut dari arah belakang Illarion Black memecahkan suasana tegang diantara dua kakak beradik lain ibu itu.Putri Hera langsung balik berlalu tanpa pamit pada Amanda sambil memegang pipinya yang memerah.“Putri Hera,” panggil Amanda pelan, kemudian balik menatap Illarion. “Putri tidak apa-apa?”Illarion kembali tersenyum manis dihadapan istrinya. “Ia tidak apa-apa, sepertinya kakakku terlalu mabuk di pesta dansa barusan.”Amanda menggumam pelan. “Aku akan membuatkan teh pereda pengar untuknya.”Namun, Illarion malah menggendong ala pengantin si gadis berkulit pucat yang sekarang mengenakan pakaian dengan warna senada rambutnya itu. Sama-sama merah muda.“Tak perlu, biarkan para pelayan yang mengurusnya. Malam ini kau hanya perlu mengurus diriku saja,” ti
‘Harusnya aku menyuruh orang untuk menjemputnya,’ batin Illarion sambil mencari-cari Amanda di antara ratusan tamu undangan yang hadir. Hingga lengkungan di wajahnya terbentuk lebar ketika melihat sosok berkulit seputih salju melewati pintu masuk utama aula tempat diadakan pesta dansa itu. Semua mata kembali mengikuti arah langkah Illarion Black sembari berdecak kagum melihat kesempurnaan fisik milik pemimpin pasukan paling mematikan di seantero Benua Hitam itu, hingga napas mereka tertahan ketika Kaisar Hitam berlutut di hadapan seorang wanita. “Siapa dia?” “Kudengar ia putri Duke Gree, bukannya ia sakit-sakitan dan memiliki anak diluar nikah?” Pertanyaan demi pertanyaan terus bergulir dalam nada rendah tak berani meny