Hari yang ditunggu pun tiba. Hari ini, Arjun dan Fallen menggelar resepsi pernikahan. Di sebuah gedung mewah, dengan dekorasi serta hidangan yang tak kalah mewah. Fallen dibalut dengan gaun pengantin yang sangat cantik. Begitu juga dengan Arjun, ia terlihat sangat gagah dan berwibawa dengan setelah tuksedo.
Mereka sedang duduk di singgasana bak ratu dan raja. Memperhatikan banyaknya tamu undangan yang hadir menyaksikan acar pernikahan mereka. Tak terkecuali Gunanda, ayah Fallen sendiri. Namun, dalam acara ini, Gunanda hanya sebagai tamu undangan saja, karena Arjun sudah memberitahu dirinya mengenai identitas Fallen yang belum boleh diketahui publik. Hmm, ada apa ya?
Tampak Gunanda sedang berbicara dengan rekan kerjanya di acara itu. Fallen melihat ayahnya dari kejauhan sembari tersenyum. Tampak jelas kerinduan yang melekat di mata gadis itu.
"Jika kau rindu, besok aku bisa mengantarmu ke rumah ayahmu," tawar Arjun.
<Pesta telah usai. Para tamu undangan pun sudah bubar. Tinggallah Arjun, Fallen dan Kate."Ini, hadiahku untuk kalian." Kate memberikan sebuah kunci kepada Arjun."Apa ini?" tanya Arjun."Ini kunci, apa kau buta?""Aku tahu ini kunci, tapi untuk apa?""Ini kunci kamar hotel yang sudah aku dekorasi untuk kalian.""Apa?" Arjun dan Fallen sama-sama terkejut."Kenapa terkejut? Kalian kan sudah menikah. Wajar kalau tidur di hotel.""Kate, aku mengerti maksud tujuanmu baik, tetapi kau sudah tahu 'kan bahwa kami,,,,,""Ya, aku tahu kalian tidak saling suka, tapi setidaknya, kau harus menghargai hadiahku, jika tidak, aku akan marah padamu." Kate menatap serius."Kenapa kau selalu mengusahakan dirimu sendiri?" Arjun menatap heran pada Kate."Kau tahu, 'kan kalau aku
"Kenapa kau gugup?" tanya Arjun setengah berbisik."Maaf, a-aku hanya,,,,,bi-bisakah kau berdiri?""Kenapa? Kau istriku. Bukankah tugas istri adalah melayani suaminya?" Arjun tersenyum menyeringai."Ap-apa maksud mu? Aku ti-tidak mengerti." Fallen mengalihkan pandangannya dari Arjun. Sebisa mungkin ia tidak beradu pandangan dengan pria tampan itu."Jangan pura-pura bodoh. Kau ini memang polos, tetapi pikiranmu agak kotor.""Bu-bukankah tidak ada cin-cinta di antara kita?""Cinta? Jika itu mengenai hasrat, maka tidak perlu cinta." Arjun mengusap leher Fallen. Menyingkirkan rambut yang menutupi leher jenjang itu. Dengan sekali kecupan, tertoreh tanda merah di lehernya.Fallen terkejut setengah mati. Ia tidak menyangka Arjun akan melakukan hal itu padanya. Bahkan, kini kehangatan bibir Arjun masih terasa di lehernya."De
Keesokan harinya, pengawal sudah mengantarkan pakaian Fallen dan Arjun. Mereka pun segera pulang ke rumah, tak lupa Arjun mengganti rugi atas sprei yang sudah dijadikan baju darurat untuk Fallen.Mereka baru saja memasuki rumah. Fallen terlihat menutupi bagian lehernya dengan rambutnya. Namun, Arjun segera mengibaskan rambutnya ke belakang. "Biarkan saja Kate melihatnya."Fallen menghembuskan nafas pelan. Ia pun mengalah, membiarkan leher bagian kiri terlihat jelas."Selamat datang, pengantin baru." Kate datang menghampiri mereka."Selamat pagi, Kak," sahut Fallen."Bagaimana dekorasi yang aku buatkan?" tanya Kate tidak sabar."Oh, sa-sangat bagus, Kak." Fallen menatap dengan ragu."Wah, bagus kalau begitu. Lain, kali, aku akan mendekor kamar kalian." Kate tersenyum senang."Eh, Kakak tidak perlu repot-repot, kami suk
Fallen telah selesai mandi. Dengan langkah yang pelan dan hati-hati, ia segera pergi ke ruang ganti, memilih pakaian yang nyaman untuk ia pakai. Entah mengapa rasanya sangat sakit sekali. Bahkan, saat terkena air pun, rasanya sangat perih."Kalau tahu sakit begini, aku tidak akan mau membayangkan adegan di film yang aku tonton. Kata mereka rasanya nikmat, tetapi yang aku rasakan malah sakit begini. Apalagi, milik Arjun,,,,ah sudahlah kenapa aku malah membayangkannya lagi." Fallen menggelengkan kepalanya, menepis segala bayangan tentang pergumulan panas tadi."Harusnya aku sadar. Dia mencintai orang lain." Wajah Fallen berubah menjadi sedih karena mengingat kekasih Arjun.Selesai memakai baju, Fallen segera membereskan sprei, membawanya ke ruang laundry, lalu mencucinya sendiri. Tentu ia tidak ingin pelayan tahu bercak darah di sprei akibat pergumulan panasnya dengan Arjun tadi.Selesai mencuci, ia se
Beberapa hari kemudian, Arjun tengah bekerja di kantornya. Ia berkutat dengan laptop di depannya. Hingga sebuah ketukan pintu pun terdengar.Arjun melihat dari CCTV dan ternyata yang datang adalah Jim. Ia segera memencet remot, dan pintu pun terbuka. Jim masuk lalu membungkukkan tubuhnya, memberi hormat."Katakan," ucap Arjun tanpa menoleh."Saya sudah mengecek semua CCTV tepat di lokasi kecelakaan itu yang diberikan oleh orang suruhan saya. Beruntung masih ada, berkat bantuan Tuan Alex Wlison. Dalam rekaman CCTV tersebut, tampak mobil yang dikendarai oleh ibu Nona Fallen sempat ugal-ugalan sebelum akhirnya menambrak tembok salah satu bangunan.""Hmmm, aneh sekali, kenapa dia bisa ugal-ugalan?""Menurut keterangan warga karena Nona Fallen mengejutkannya dengan mainan tikus.""Mainan tikus? Mana rekaman videonya?" tanya Arjun.Jim me
Arjun baru saja sampai rumah. Ia bergegas masuk ke dalam rumah, mencari sosok Fallen yang terbaik sedang tidur cantik di atas ranjang. Ia tersenyum menatap wanita kesayangannya itu tertidur dengan lelap. Matanya beralih menangkap sebuah buku kecil yang terletak di atas nakas. Ia pun segera mengambilnya, membuka isinya, lalu membacanya. Dahinya mengernyit saat melihat isi buku itu adalah ciri-ciri wanita yang pernah disebut Arjun sebagai kekasihnya. Ia pun tersenyum penuh kemenangan. "Kini aku benar-benar yakin, kau pasti sangat mencintai ku." Arjun kembali meletakkan buku ditempatnya. Ia akan berpura-pura tidak tahu agar nantinya Fallen tidak merasa malu. Arjun pergi ke kamar mandi, membersihkan dirinya, sembari memikirkan rencana selanjutnya. Ia berdiri di bawah guyuran shower yang membasahi rambut dan tubuhnya. Memejamkan matanya, merasakan sensasi kesegaran dari air tersebut. Saat itu, tiba-tiba saja pintu kamar mandi terbuka. Arjun yang masih memejamkan m
Fallen sedang merenung di kamar lamanya. Ia tidak menyentuh makanannya sedikitpun. Ia tampak sedang memandangi sebuah lukisan ibunya dan dirinya yang tergantung di dinding kamar itu. Ukurannya tidak terlalu besar, namun sangat jelas dan cantik. Lukisan itu dibuat saat Fallen masih berusia lima tahun. Wajahnya masih sangat menggemaskan.Fallen berdiri, lalu mendekati lukisan tersebut. Ia menyentuh kaca lukisan tepat di wajah ibunya. Membuatnya menitihkan air mata. "Bu, ini kamarku, tetapi aku tidak betah berada di sini. Padahal di sini banyak sekali hal-hal yang berkaitan dengan ibu, termasuk lukisan ini.""Sampai kapan ayah akan membenciku, Bu?" Fallen kembali bertanya, menatap sedih pada lukisan itu. Ia mengambil lukisan itu, lalu membawanya duduk di sofa. Ia memangkunya seraya mengusap pelan lukisan tersebut."Kenapa ibu meninggalkan aku dalam keadaan begini, Bu?" Fallen menggoyang-goyangkan lukisan kecil itu pertanda
Arjun dan Fallen telah sampai di rumah. Fallen masih diam, memikirkan tentang flashback yang ia lihat tadi.Namun, baru saja hendak memasuki lift, ia baru teringat akan sesuatu."Tunggu! Aku baru ingat, harusnya aku melihat pertunjukan tadi, kenapa aku pulang?" Fallen menoleh ke belakang, menatap Arjun yang tadi berjalan di belakangnya."Pertunjukan tadi tidak enak, pakaian mereka terlalu terbuka." Arjun melewati Fallen dan masuk ke lift dengan disusul Fallen."Oh ya? Bukankah tadi kau sibuk berbalas pesan dengan pacarmu?""Aku mendengar nada kecemburuan dalam kalimatmu." Tanpa menoleh."Tidak, bukan itu, lupakan saja."Lift berhenti di lantai tiga. Mereka pun segera keluar dari lift, berjalan menuju kamar.Sesampainya di dalam kamar, Fallen duduk di sofa kamar itu, mengambil sebuah buku, lalu membacanya.