Beberapa hari kemudian, Arjun tengah bekerja di kantornya. Ia berkutat dengan laptop di depannya. Hingga sebuah ketukan pintu pun terdengar.
Arjun melihat dari CCTV dan ternyata yang datang adalah Jim. Ia segera memencet remot, dan pintu pun terbuka. Jim masuk lalu membungkukkan tubuhnya, memberi hormat.
"Katakan," ucap Arjun tanpa menoleh.
"Saya sudah mengecek semua CCTV tepat di lokasi kecelakaan itu yang diberikan oleh orang suruhan saya. Beruntung masih ada, berkat bantuan Tuan Alex Wlison. Dalam rekaman CCTV tersebut, tampak mobil yang dikendarai oleh ibu Nona Fallen sempat ugal-ugalan sebelum akhirnya menambrak tembok salah satu bangunan."
"Hmmm, aneh sekali, kenapa dia bisa ugal-ugalan?"
"Menurut keterangan warga karena Nona Fallen mengejutkannya dengan mainan tikus."
"Mainan tikus? Mana rekaman videonya?" tanya Arjun.
Jim me
Arjun baru saja sampai rumah. Ia bergegas masuk ke dalam rumah, mencari sosok Fallen yang terbaik sedang tidur cantik di atas ranjang. Ia tersenyum menatap wanita kesayangannya itu tertidur dengan lelap. Matanya beralih menangkap sebuah buku kecil yang terletak di atas nakas. Ia pun segera mengambilnya, membuka isinya, lalu membacanya. Dahinya mengernyit saat melihat isi buku itu adalah ciri-ciri wanita yang pernah disebut Arjun sebagai kekasihnya. Ia pun tersenyum penuh kemenangan. "Kini aku benar-benar yakin, kau pasti sangat mencintai ku." Arjun kembali meletakkan buku ditempatnya. Ia akan berpura-pura tidak tahu agar nantinya Fallen tidak merasa malu. Arjun pergi ke kamar mandi, membersihkan dirinya, sembari memikirkan rencana selanjutnya. Ia berdiri di bawah guyuran shower yang membasahi rambut dan tubuhnya. Memejamkan matanya, merasakan sensasi kesegaran dari air tersebut. Saat itu, tiba-tiba saja pintu kamar mandi terbuka. Arjun yang masih memejamkan m
Fallen sedang merenung di kamar lamanya. Ia tidak menyentuh makanannya sedikitpun. Ia tampak sedang memandangi sebuah lukisan ibunya dan dirinya yang tergantung di dinding kamar itu. Ukurannya tidak terlalu besar, namun sangat jelas dan cantik. Lukisan itu dibuat saat Fallen masih berusia lima tahun. Wajahnya masih sangat menggemaskan.Fallen berdiri, lalu mendekati lukisan tersebut. Ia menyentuh kaca lukisan tepat di wajah ibunya. Membuatnya menitihkan air mata. "Bu, ini kamarku, tetapi aku tidak betah berada di sini. Padahal di sini banyak sekali hal-hal yang berkaitan dengan ibu, termasuk lukisan ini.""Sampai kapan ayah akan membenciku, Bu?" Fallen kembali bertanya, menatap sedih pada lukisan itu. Ia mengambil lukisan itu, lalu membawanya duduk di sofa. Ia memangkunya seraya mengusap pelan lukisan tersebut."Kenapa ibu meninggalkan aku dalam keadaan begini, Bu?" Fallen menggoyang-goyangkan lukisan kecil itu pertanda
Arjun dan Fallen telah sampai di rumah. Fallen masih diam, memikirkan tentang flashback yang ia lihat tadi.Namun, baru saja hendak memasuki lift, ia baru teringat akan sesuatu."Tunggu! Aku baru ingat, harusnya aku melihat pertunjukan tadi, kenapa aku pulang?" Fallen menoleh ke belakang, menatap Arjun yang tadi berjalan di belakangnya."Pertunjukan tadi tidak enak, pakaian mereka terlalu terbuka." Arjun melewati Fallen dan masuk ke lift dengan disusul Fallen."Oh ya? Bukankah tadi kau sibuk berbalas pesan dengan pacarmu?""Aku mendengar nada kecemburuan dalam kalimatmu." Tanpa menoleh."Tidak, bukan itu, lupakan saja."Lift berhenti di lantai tiga. Mereka pun segera keluar dari lift, berjalan menuju kamar.Sesampainya di dalam kamar, Fallen duduk di sofa kamar itu, mengambil sebuah buku, lalu membacanya. 
Pagi itu, Arjun bangun setelah Fallen membangunkannya dengan sentuhan dan kecupan lembut di pipi. Saat membuka mata, Arjun langsung melihat wajah cantik Fallen sedang tersenyum padanya. Istrinya itu sedang membelai lembut wajahnya yang tampan itu."Sudah bangun?" tanya Fallen."Sudah," sahut Arjun sembari tersenyum."Kalau begitu ayo bangkit, mandi, dan bersiaplah." Fallen hendak beranjak dari posisinya yang tengah duduk di samping Arjun.Akan tetapi, ketika ia hendak berdiri, tiba-tiba saja Arjun menariknya ke dalam pelukannya. Membalikkan tubuhnya sehingga kini posisi Fallen berada di bawah Arjun."Suamiku, lepaskan." Fallen berusaha mendorong tubuh Arjun."Kau sudah membangunkan aku, sekarang aku jadi lapar." Arjun mulai membuka kancing baju Fallen yang tangannya kini terkunci akibat ditindih."Lapar? Ya sudah, ayo makan." Fallen berus
Arjun melangkah terburu-buru saat melintasi lobi kantornya. Banyak pasang mata yang melihat gelagat aneh dari sang pimpinan perusahaan."Kenapa Tuan Arjun terburu-buru?" bisik seseorang kepada rekannya."Mungkin saja ada pertemuan penting.""Tidak ada orang yang membuat Tuan Arjun seperti itu meski dia adalah klien penting. Kebanyakan malah mereka yang menunggu Tuan Arjun.""Mungkin saja ingin cepat-cepat pulang bertemu istrinya, hihihi.""Sssssttt, awas kalau terdengar kau akan dapat masalah besar."Arjun telah sampai di mobil. Ia pun segera menyuruh Chris, supirnya untuk pergi ke toko bunga terbaik di kota ini.Sesampainya di toko bunga, Arjun membeli sebuah bucket bunga yang lumayan besar, berbentuk hati dengan warna pink dan putih. Ia mencium bunga itu, lalu memasuki mobilnya setelah sebelumnya membayar.Pemilik t
Dua bulan telah berlalu. Hari ini, Fallen membawa kabar gembira untuk Arjun. Ya, sebuah surat medis dari dokter Fani yang menyatakan bahwa ia tengah hamil. Dokter Fani memberikan sebuah surat medis kepada Arjun dan Fallen. Memang, beberapa waktu lalu, dokter Fani dipanggil untuk memeriksa keadaan Fallen yang belakangan sering mual dan pusing. Belum lagi sikapnya yang manja dan permintaannya aneh-aneh. "Jadi istri ku hamil?" tanya Arjun masih tidak percaya. "Benar, Tuan. Selamat, Anda akan menjadi seorang ayah." "Sayang, kau hamil?" Arjun langsung memeluk Fallen yang terlihat tak kalah bahagia. "Kita akan menjadi orang tua." Fallen mengusap punggung Arjun. "Fani, bagaimana cara mengurangi mual-mual dan gejala yang lain?" tanya Arjun yang teringat akan kesulitan yang dihadapi Fallen belakangan ini. "Saya akan meresepkan bebera
Seperti yang sudah direncanakan, pagi ini, Arjun, Fallen dan Kate pun berangkat menuju rumah Airin, yang tak lain adalah ibu kandung Arjun.Sepanjang perjalanan, Arjun tampak tak seperti biasanya. Ia terus saja gelisah, keringat terus bercucuran dari wajahnya, padahal mobil yang mereka tumpangi memiliki AC. Fallen yang berada di samping Arjun, langsung menggenggam tangan Arjun dengan erat. Menguatkan sang suami agar tidak khawatir. Sementara Kate yang duduk di bangku ketiga, yaitu di belakang mereka hanya mengusap punggung Arjun.Kedua wanita ini tahu, bahwa bagi Arjun, mengunjungi ibunya adalah yang paling berat dalam hidupnya. Bagaimana tidak, semasa kecil ia disiksa begitu sadis dan tidak manusiawi, dan kini, setelah belasan tahun, ia akan bertemu dengan orang yang telah membuatnya trauma, yaitu sang ibu."Jika ada yang ingin kau ketahui, katakan saja, agar ketika aku berusaha membunuhnya, kau tidak akan terkejut. Kat
Rania yang menyaksikannya juga ikut menangis. Ia tidak menyangka, bahwa wanita yang menikah dengan Arjun ternyata berhati malaikat.Kate ingin datang mendekat, tetapi, mata Airin langsung menjurus dengan tatapan yang begitu tajam dan menusuk. Kate pun berhenti, ia memilih kembali ke tempatnya."Airin, sudah ibu katakan berkali-kali, Kate lah yang membuat semua ini terjadi. Jika bukan karenanya, Fallen dan Arjun tidak akan datang ke sini. Bukankah kau sudah berjanji untuk menerima Kate. Dia juga anak Juna, suami mu." Rania mengingatkan.Airin memilih membuang muka. Sepertinya, rasa bencinya pada Kate belum hilang."Kate, yang sabar ya, Nak." Rania menepuk punggung Kate, mencoba menguatkannya. Kate hanya mengangguk dan mencoba tersenyum.Arjun yang merasa lelah menunggu terus saja menggerutu. Karena tak sabar, ia pun mendatangi kamar Airin. Ia tak sadar bahwa ia akan melihat wajah