Pov AditIbu langsung mematung setelah mendengar pekikanku. Seketika suasana rumah langsung hening."Apa-apaan sih Ibu ini?! Jika Ibu memang tidak suka dengan Rina nggak perlu bawa-bawa nama Romi segala. Romi itu darah dagingku, Bu!" Kali ini perkataan beliau membuatku emosi.Meski aku sudah ingin berpisah dengan Rina, tapi entah kenapa hatiku terasa seperti tak rela jika ibu dari anakku dijelek-jelekkan di hadapanku sendiri. Apalagi menyangkutkan nama Romi di dalamnya. Mau bagaimanapun, akulah ayah biologisnya. Yang aku takutkan adalah jika pembicaraan ini sampai didengar oleh orang lain dan mereka sampai menyebarkan ke pada semua orang bisa dipastikan mereka bakal melabeli Romi sebagai anak haram, dan aku akan benar-benar murka jika hal itu sampai terjadi."Kenapa, Dit? Kamu masih mau membela Rina, ha? Jelas-jelas dia pernah selingkuh. Masih saja kamu menutupinya?""Tidak, Bu. Rina bukan wanita yang seperti itu. Memangnya Ibu ada buktinya?" kataku dengan penuh penekanan.Meski ini ha
Pov AditTanpa komando badanku terhenyak seketika lalu aku berkata, "Apa-apaan sih Ibu ini? Ini punya Romi, Bu!" Tak sadar aku setengah membentak beliau."Kamu sudah berani membentak ibu, ha?!" Ibu membalas bentakanku. Namun bentakan beliau tidak aku tanggapi. Dengan segera aku memunguti mainan dan beberapa lembar baju yang berserakan di lantai."Kalau kamu terus saja mikirin Romi ataupun Rina, lebih baik kamu pergi saja dari rumah ini! Lebih baik ibu tidak mempunyai anak lelaki sekalipun. Punya anak laki-laki seperti kamu bikin aku sakit hati. Ibu sudah ikhlas melepas kamu."Perkataan macam apalagi ini yang keluar dari mulut wanita yang melahirkan aku ini, hingga membuatku langsung menghentikan kegiatanku."Bu, jangan, bicara seperti itu dong, Bu!" kataku masih dalam emosiku."Adit! Kamu sudah berani bentak ibu?! Kamu adalah anak durhaka! Pergi dari sini!" kata ibu sambil melotot ke arahku.Seketika membuatku langsung tersadar. "Ibu, maafin Adit. Adit sudah khilaf. Jangan, usir Adit d
Pov Adit"Apa aku bisa pegang kata-kata kamu, Adit?""Bisa, Bu, percayalah dengan Adit. Adit janji tidak akan mengecewakan Ibu.""Kamu berani bersumpah atas apa yang kamu katakan ini?!" tanya beliau lagi.Aku langsung terdiam mendengar perkataan ibuku."Kenapa kamu, diam? Aku yakin kamu nggak bakalan bisa bersumpah ya, kan? Baiklah, kalau itu maumu."Sambil tersedu-sedu ibu berbicara. Kini racun yang beliau pegang sudah siap masuk ke dalam kerongkongan.Brak! Dengan cepat aku pun menghempaskan racun itu hingga bercecer di lantai."Ibu jangan begitu, Bu. Ibu jangan lakukan itu kepada Adit. Adit sangat sayang sama Ibu."Ku peluk dengan erat tubuh wanita yang telah melahirkan dan merawatku sejak kecil. Di usianya yang sudah tidak muda lagi kini terlihat jelas badannya mulai terlihat mengeriput."Adit bersumpah akan selalu menurut perkataan Ibu.""Baiklah kalau kamu sayang sama ibu, lakukan apa yang ibu minta. Bakar semua mainan Romi dan baju-bajunya yang masih tersisa di sini termasuk b
Setelah semuanya masuk ke dalam tas, aku menoleh ke kanan dan ke kiri. Aku mencari tempat yang aman agar ibu tidak akan bisa menemukannya."Ah lega."Meskipun belum semuanya setidaknya sebagian besar sudah aku amankan. Nanti kalau situasinya mendukung akan aku lakukan lagi.Setelah selesai aku kembali ke dalam rumah. Kelihatannya ibu benar-benar sedang bahagia. Beberapa kali terdengar suara ibu tertawa lepas."Baik, Bu besan. Pokoknya nanti pernikahan Adit dan Zaskia bakalan megah. Serahkan semuanya ke pada kami. Kami tidak akan mengecewakan Ibu besan," kata beliau dalam telepon."Siap Bu Besan. Iya, Bu. Semua pasti beres tenang saja pokoknya.""Ibu tahu sendirilah ya, kita ini selevel. Bisa dipastikan selera kita pasti sama."Beberapa kali ibu tertawa kembali. Memang beliau ini benar-benar bahagia sekali dengan pernikahanku yang ke dua ini. Berbeda sekali dengan pernikahanku dengan Rina dulu.Teringat sangat saat aku meminta pendapat ibu mengenai baju seragam dan dekorasi manten dulu
Pov Adit"Nah, pintar kamu, Dit. Itulah yang ibu harapkan dari kamu, selalu nurut apa yang diperintahkan oleh ibu."Aku hanya menganggukkan kepalaku tanpa mengucapkan sepatah kata pun ke pada beliau."Barang-barang milik Romi yang ada di dalam kamar kamu, apakah sudah kamu bakar sekalian?""Mm ... su-sudah, Bu.""Kamu yakin?""Ya-yakin, Bu, kenapa harus nggak yakin?" jawabku tergagap."Pintar ...." puji ibu sambil mengelus pundakku. Kemudian beliau pergi meninggalkanku yang masih menunggu api di halaman takut merembet ke arah lain."Ibu mau ke mana?!" tanyaku karena ku perhatikan ibu berjalan mengarah ke arah kamarku."Aku mau periksa apakah kamu benar-benar sudah membakar semua barang milik Romi, atau belum," kata beliau sambil terus berjalan meninggalkanku."Sudahlah, Bu, yakinlah sama Adit. Mana mungkin Adit bohong sama ibu." Tak sedikitpun ibu menoleh ke arahku."Bu!" teriakku lagi. Dengan cepat aku pun langsung menyusul beliau."Kenapa, kamu bohong ya?""Siapa yang bohong, Bu? Adi
Pov Adit"Oh, buat fitting baju Zaskia. Iya-iya baiklah, Bu Besan.""Oh ya yang bagus sekalian dong, Bu. Biar Zaskia terlihat sangat cantik. Zaskia kalau dandan pasti wajahnya bakalan cantik mirip artis tipi itu siapa ya namanya Amanda Manopo. Zaskia saja kalau nggak dandan sudah kelihatan cantik apalagi dandan," kata ibu sambil terkekeh. Beliau sekarang sudah ada di dekataku."Oh, baiklah kalau begitu akan saya tambah lima juta lagi ya, Bu. Yang penting baju yang dipakai Zaskia baju yang paling bagus dan terlihat mewah, Bu. Aku kepingin menantu jadi semakin cantik biar Adit semakin jatuh cinta sama dia.""Tunggu ya, Bu, setelah ini akan saya kirim ke sana uangnya.""Loh, sekarang ibu dan keluarga tidak ada di rumah. Baiklah biar nanti saya akan minta tolong Adit bawa saya ke bank saja kalau begitu.""Iya, Bu Besan, tidak masalah. Hati-hati diperjalanan ya, Bu. Jangan lupa nomor rekeningnya dikirimkan ke saya biar segera saya proses.""Baik, Bu, salam untuk semuanya."Tebakanku tadi te
Bab 39Pov Adit"Bu, Ibu! Ibu di mana?!" teriakku sambil melangkahkan kakiku ke dalam rumah. Entah kok bisa secepat itu ibu menghilang.Ku lihat pintu kamar ibu terkunci. Dengan sabarnya aku menunggu ibu di depan pintu namun sudah beberapa menit aku menunggu, beliau tak kunjung membuka pintu. Entah apa yang beliau lakukan di sana."Bu!" teriakku sambil ku gedor-gedor pintu kamar beliau. Karena aku takut jika ibu akan nekad lagi kayak tadi.Beberapa saat kemudian, teriakanku membuahkan hasil, akhirnya ibu membuka kunci pintu kamarnya."Minggir!" kata beliau sambil menyibak badanku setelah pintu kamarnya terbuka.Dengan mata yang tajam seperti elang, beliau meninggalkanku begitu saja. Sangat jelas dari tatapan matanya beliau tengah marah besar ke padaku.Dengan memakai dress berwarna mustard yang panjangnya hampir menyentuh lutut, serta tas kecil berwarna hitam yang sedang beliau jinjing berhasil membuatku melongo. Baru bertemu dengan ibu Zaskia beberapa kali saja dandanan ibu sekarang s
Bab 40Pov Adit"Baiklah kalau itu kemauan Ibu ingin menyumbang keluarga Zaskia, tapi ya nanti dulu kalau tanggal lamarannya sudah ditentukan baru kita transfer.""Tuh, kan, kamu masih bicara seperti itu lagi. Pelit itu jangan dipelihara, Dit. Ibu ini sampai sudah bosen dengar perkataan kamu itu-itu mulu. Susah dikasih tahu ibunya. Harga diri, Dit. Harga diri.""San!" Ibu berjalan menuruni anak tangga rumah saat Hasan sudah sampai dengan sepeda motor maticnya. Dan aku pun segera mengekorinya."Baiklah, Bu. Adit menyerah. Adit akan transfer uangnya ke pada keluarga Zaskia. Tolong nomor rekening Zaskia, Bu.""Halah, pasti kamu mau membohongi ibu, kan?""Tidak, Bu. Ngapain Adit bohong. Adit sungguhan akan mentransfer uang ke pada Zaskia.""Jangan, bohongi ibu, Dit! Ibu sudah tahu maksud kamu.""Benar, Bu, ini sudah aku buka M-Bangking Adit. Tinggal mengisi nomor rekening dan setelah itu isi nominal transfernya." Mau bagaimanapun aku tidak bisa melawan ibu."Ayolah, Bu, Adit minta nomor re
Pov Adit"Memang Zaskia perempuan manja gitu saja sudah lapor ke bapaknya, si*l!" kataku sambil ku pukul-pukul pahaku.Dengan cepat aku mengendarai sepeda motorku ke arah rumah. Jika aku tidak cepat sampai di rumah, ibu pasti semakin marah denganku."Cepetan masuk, Mas! Ibu sudah marah besar," kata Lia sambil terlihat ketakutan saat menyusulku ke depan.Dengan cepat aku memarkirkan sepeda motorku. Dari kejauhan ku lihat ibu sudah menyambutku di pintu masuk.Ingin rasanya pergi jauh dari sini, kalau ujung-ujungnya aku yang jadi seperti ini. Dulu yang aku pikir hanya kerja dan kerja. Kalau sekarang harus ngertiin perempuan segala. Dulu Rina nggak begini banget. Kenapa juga sih Zaskia itu nggak kayak si Rina saja sih? Rina itu selalu nurut dengan ibu untuk ngertiin aku.Saat aku hendak mencium punggung tangan ibuku, ibuku malah menaruh sambal pedas yang bekasnya jari lima nempel di pipiku."Panas sekali rasanya," batinku sambil ku pejamkan mataku. Zaskia-zaskia lihat nanti akan aku balas
Pov AditDengan cepat aku menutup pintu kamarku dan tak lupa menguncinya dari dalam agar Zaskia nggak masuk lagi. Tak butuh waktu sepuluh menit aku sudah selesai mengganti baju, dengan langkah malas aku pun keluar menemui ibu dan Zaskia. Terlihat Zaskia masih cemberut ke padaku. Tapi biarkan saja toh dia juga akan baikan sendiri."Tuh, Mas Adit sudah selesai, Cantik," kata ibu dengan nada yang dibaik-baikkan agar Zaskia selesai cemberutnya."Adit berangkat dulu ya, Bu," kataku sambil mencium punggung tangan wanita yang telah melahirkanku.Setelah aku selesai mencium punggung tangan ibu, Zaskia pun ikut melakukan hal yang sama.Aku sangat yakin ibu tadi sudah membelaku di depan Zaskia. Enak saja wanita kok ingin nyetir laki-laki. Kalau sampai aku nurut dengan wanita mau ditaruh mana letak harga diriku? Semua ini ada alasannya. Karena akulah yang nantinya jadi calon imam bukannya dia. Jadi sudah seharusnya dia harus menurut sama aku."Loh kok naik sepeda motor? Kenapa nggak pakai mobil
Pov AditUntung saja di rumah makan tadi aku belum sempat pesan minuman ataupun makanan. Kalau sampai pesan, bisa dipastikan siang ini aku tidak akan bisa membeli seporsi bakso. Nasib-nasib."Beneran kamu sudah kenyang, Dit? Nih aku mau nambah lagi," kata Rudi sambil berdiri untuk pergi menambah bakso lagi. Kalau nggak datang langsung ke tempatnya katanya nggak afdol.Mau jujur kok ya malu. Untung saja tadi aku menolak ibu untuk tidak membawakanku bekal nasi dari rumah. Bisa tambah hilang lagi ini mukaku. Rasa-rasanya aku sudah tidak kuat kalau harus mengirit begini."Sudahlah, namanya juga diet ya harus bisa nahan lapar, betul kan, Dit," kata Budi sambil menepuk pundakku."Diet kok terus, Dit?" kata yang lain ikut menggoda."Ya jelas diet dong. Calon istrinya adit yang baru ini kan orang kaya, ya harus jaga penampilan dong, betul gitu nggak, Dit?" kata Rudi yang datang sambil membawa semangkok penuh bakso.Bukannya membela, sebenarnya dia sedang mempermalukanku."Pintar kamu, Rud. Ka
Pov Rina"Selamat siang, Pak Syamsuri," kata pak Candra saat masuk ke ruangan diikuti aku yang mengekor di belakang lelaki berlesung pipit ini."Siang juga, Pak Candra." Pak Syamsuri langsung bangun dari duduknya diikuti oleh lelaki yang ada di sebelahnya."Maaf saya datang terlambat, Pak," kata pak Candra sambil menjabat tangan pak Syamsuri."Nggak apa-apa, Pak. Santai saja," jawab pak Syamsuri."Pak Candra perkenalkan ini Pak Wiyoko.""Pak Wiyoko, ini Pak Candra, dan ini sekretarisnya Bu Rina."Lelaki itu tersenyum melihatku, dengan tatapan yang masih sama seperti yang aku ingat saat kejadian sembilan tahun yang lalu.Diarahkannya tangan lelaki yang dulu pernah aku panggil dengan sebutan om Wiyoko itu ke arahku. Rupanya lelaki itu ingin menjabat tanganku.Dengan tangan bergetar, aku mulai memberanikan diri mengangkat tanganku membalas jabat tangan lelaki yang kini terlihat mulai menua itu. Ada rasa takut yang sangat mendalam menghampiri memoriku.Namun belum sampai menjabat tangan p
Pov RinaIbu hanya diam saja tidak menanggapi perkataan Bapak. Kelihatan sangat jelas wajah bapak merah padam menahan emosi. Beliau pun langsung pergi begitu saja meninggalkan kami."Tuh, lihat ibu dan bapak jadi bertengkar seperti ini gara-gara kamu, Rina."Tanpa banyak bicara, aku pun juga langsung pergi meninggalkan ibu seorang diri. Biarkan saja ibu seperti itu. Kalau terus diladeni yang ada malah semakin besar masalahnya.***Hanya butuh waktu dua menit saja aku sudah sampai di depan pintu ruangan Pak Candra. Tanpa buang waktu, aku langsung mengetok pintunya."Ya, masuk!""Apa yang bisa saya bantu, Pak?" tanyaku dengan sopan."Tolong, kamu bawa dan pelajari laporan ini. Satu jam kemudian kita bertemu di lantai bawah. Hari ini ada meeting dadakan dengan Pak Syamsuri pimpinan dari perusahaan Mega Industri. Saya berencana akan mengadakan meeting tersebut di rumah makan baru kita, di Sedap Gurih," katanya dengan suara tenang."Baik, Pak.""Tolong, kamu kabari anak-anak di sana agar m
Pov Rina"Halo, Rin! Denger-denger mantan kamu mau menikah lagi. Kamu nggak cemburu kah, Rin?" goda Prita yang barusan masuk ke ruanganku. "Ah, biarin Prit. Aku sudah tak peduli lagi sama dia.""Yakin, nih?" kata Prita sambil mencolek pinggangku setelah itu duduk di depan meja kerjaku."Ya yakinlah. Buat apa lelaki semacam dia dipelihara. Yang ada malah makan hati saja.""Ciye berarti sudah move on dong?""Move on nggak move on ya harus dimove on-kan, dong.""Kayaknya move on-nya karena terpakasa. Beneran kamu nggak penasaran Adit mau menikah dengan siapa?""Ah, sudahlah, Prit. Jangan, bahas dia lagi! Aku ingin muntah kalau bahas dia. Aku ingin dengan pekerjaanku.""Nah, betul itu. Aku suka gaya kamu. Tapi kalau ada yang mau deketin kamu, kamu mau tidak?""Ah, aku nggak bisa mikir untuk sekarang ini. Yang jelas bagaimana sekarang aku bisa mendapatkan banyak uang untuk masa depan Romi.""Bagus tuh. Tapi saran nih, Rin. Traumanya jangan lama-lama, ya. Kalau ada yang baik mau deketin ka
Pov Adit"Kok ya Ampun, sih? Memangnya kamu nggak ingin jika uang kamu terkumpul?""Ya mau, Bu. Tapi ya nggak gitu juga caranya. Adit bisa malu dengan teman-teman, kalau setiap hari harus nebeng.""Ya sudahlah, terserah kamu," jawab beliau ketus.Ibu pun langsung pergi dari kamarku. Aku jadi heran kenapa ibu jadi semakin aneh begini.Ku miringkan badanku ke arah kanan dan kiri, sambil ku pejam-pejamkan mataku, namun tetap saja tak bisa tidur. Ku lihat jam di dinding masih menunjukkan jam dua belas, tengah malam.Masih teringat pembicaraan dengan Bu Sayuti kalau Rina sekarang menjadi kurusan aku pun berseluncur mencarinya di media sosial namun sia*lnya pencariannku tak membuahkan hasil. Kemungkinan besar Rina sudah memblokir semua media sosialku.Namun aku punya ide aku akan pergi ke sebuah rumah makan yang pernah aku kunjungi di mana aku bertemu dengan dia saat tragedi minuman es Siapa tahu aku bertemu lagi dengan Rina.***Pov Rina"Kenapa harus berakhir seperti ini, Tuhan? Kenapa?
Pov AditPov AditBeberapa menit kemudian ponselku berdering ada pesan masuk daris seseorang yang sedang bahagia di seberang sana.Ku hela nafas dalam-dalam saat akan membuka pesan darinya..[Mas, aku cantik, kan?] Begitulah bunyinya pesan yang di atasnya ada poto dia yang selesai dirias."Kok masih sempat-sempatnya dia berkirim foto ke padaku,"batinku."Siapa itu, Dit?" tanya ibu yang diam-diam mengintip isi pesanku."Calon menantu Ibu," jawabku singkat."Mana?!" kata ibu sambil meraih ponselku karena penasaran melihat poto calon menantu kesayangannya."Ih, cantik sekali dia, Dit," ibu merasa takjub."Mana, Bu Munah? Aku juga mau lihat," kata Bu Sayuti juga ikut penasaran."Eh, iya. Mangklingi banget Zaskia," ucap Bu Sayuti"Cepetan dibalas, Dit! Jangan, lama-lama balasnya!" kata ibu kemudian setelah berhasil mengambil alih ponselku yang dibawa Bu Sayuti dan memberikannya ke padaku."Mau di balas apa, Bu?" kataku malas."Mas Adit ini gimana, sih? Ya bilang cantik gitu atau dipuji yan
Pov Adit"Kamu sudah siap, Mas?" tanya Lia ke padaku."Iya," jawabku sambil tersenyum."Wah, anak ibu kelihatan tampan sekali. Cocok sekali kamu pakai baju ini, Nak. Pantas saja harganya mahal, karena membuat kamu semakin kelihatan gagah. Tak sia-sia ibu kasih uang tambahan ke pada mamanya Zaskia.""Memangnya mamanya Zaskia minta uang lagi, Bu?" tanyaku heran. Mengingat yang aku tahu, mamanya Zaskia hanya minta uang senilai tiga puluh juta saja. Selebihnya belum ada info dari ibu."Eh, enggak. Bukan itu maksud ibu itu ....""Ini yang memilihkan Mbak Zaskia ya, Mas?" ibu belum selesai berbicara, tapi sudah terpotong oleh pertanyaan Lia ke padaku."Iya, Lia, ini yang memilihkan Zaskia.""Pantas bagus banget. Cocok loh, dipakai Mas Adit. Lia saja sampai pangling lihat Mas Adit. Apalagi nanti para tamu dan saudara.""Iya, memang calon istrimu itu sangat berbakat di dunia fashion, Dit. Dia itu sangat paham mana yang paling cocok untuk kamu."Dalam hati kecilku aku sangat berat untuk menjal