POV Luisa"Bagaimana pekerjaan hari ini, Kang, apakah lancar?" aku menaruh cangkir teh di atas meja. Kang Abdi baru saja keluar dari kamar dengan wajah dan tubuh segar. Ia baru saja pulang dari pabrik pengolahan limbah milik Om Mustopo."Lancar, Non. Masih belajar. Namanya baru dua hari kerja. Kamu gak papa di rumah'kan? Udah ada kabar dari Nisa? Semua aman?" aku tersenyum. Sengaja aku letakkan kepala ini di kedua pahanya. Kang Abdi duduk di bawah sambil meluruskan kakinya. "Satu-satu nanyanya, Kang. Alhamdulillah di rumah aman. Gak ada yang aneh-aneh. Tadi belanja ke warung sayur gak jadi, karena ada tukang sayur keliling di sini. Saya beli di Abang tukang sayur. Terus tadi cek status Nisa lagi makan nasi pecel Lela sama papa. Berarti semua aman. Semoga aja aman terus." Hati ini sedikit meragu. Di rumah sebelah ada Ratih, kakak dari Edmun. Ada juga mantan mertuaku yang sepertinya tinggal bersama Ratih. Ini yang bikin aku sedikit meragu, akan ketenangan hidup bersama Kang Abdi. Kami
"Maaf, Ibu siapa ya?" tanya suamiku sambil tersenyum. Ia berdiri dengan santai menghampiri mantan mama mertuaku."Saya mertuanya Luisa. Eh, maksud saya mantan mertua. Bukan begitu Luisa?" aku hanya diam tanpa bisa berkata-kata. Kejadian seperti ini sudah bisa kutebak bisa terjadi kapanpun. Apalagi hanya lima langkah dari depan rumah. Tidak mungkin aku dan keluarga Edmun tidak berpapasan."Oh, iya, Bu. Mohon maaf sekali lagi. Bukan maksud saya untuk tidak sopan pada orang tua, tetapi saya sebagai suami sudah membuat aturan, bahwa istri saya tidak akan berhubungan dengan masa lalunya. Apalagi jejak cerita saat menjadi menantu Ibu, kurang baik. Suaminya mengambil foto istri saya diam-diam, lalu ia berikan pada Levi. Jadi, baik Edmun dan keluarganya, juga Levi dan keluarganya,saya tidak ijinkan untuk bicara dengan istri saya. Mohon dimaklumi ya, Bu." Aku menghela napas lega begitu mendengar kalimat penolakan santun yang diucapkan suamiku pada ibunya Edmun. Aku mengira, suamiku akan membuk
POV PenulisRana membuka ponsel suaminya menggunakan sidik jari, saat Levi tengah terlelap. Perasaan wanita itu mengatakan ada hal yang tidak beres. Satu per satu pesan ia buka dan yang paling mencolok adalah kontak 'Cintaku' sudah sangat jelas itu bukan dirinya. Karena nama kontaknya di ponsel suaminya 'Mbak Pembantu'Ia membaca riwayat chat yang dikirimkan suaminya pada Luisa. Ia segera mencatat nomor itu, lalu meletakkan kembali ponsel suaminya di atas nakas. Rasa penasaran tidak hanya sampai di situ saja rupanya, karena saat ini ia kembali menggunakan jari telunjuk suaminya untuk membuka ponsel berlogo apel digigit itu. Kali ini ia membuka galeri dan menelusuri galeri sejak enam bulan sampai satu tahun yang lalu. Matanya membulat sempurna saat ada foto Luisa tanpa busana di sana. Ada juga videonya. Rana menghapusnya cepat dengan tangan gemetar. Keringat sudah membanjiri kening dan lehernya. Berkali-kali ia menelan ludah karena gerakan tangannya yang gugup, membuatnya sedikit kes
Jelita menghadiri pesta yang digelar oleh salah satu relasi papanya di Thailand. Dengan menggunakan dres bahan mengkilap, belahan dada rendah, serta dress yang panjangnya hanya sepaha. Janda itu tampil sangat menarik menurutnya. Beda dengan Syabil yang sejak tadi berdiri tidak jauh dari wanita itu. Syabil hanya bisa tertawa saat membayangkan wanita seperti ini tidak akan mungkin membuat Abdi berpaling dari istrinya.Baju kekurangan bahan. Belom lagi operasi sedot lemak yang ternyata tidak terlalu kelihatan. Serta operasi wajah yang ia pikir belum berhasil karena wajah anak majikannya malah ada sedikit mirip dengan Mpok Atik.Syabil menoleh saat Jelita melambaikan tangan padanya. Pemuda itu pun bergegas menghampiri."Ada apa, Non?" tanya Syabil sembari sedikit menunduk. Pakaian yang dikenakan Jelita sangat silau di depan matanya. "Kamu pulang aja duluan. Aku mau kencan satu malam sama Prana." Wanita itu menunjuk lelaki bule berwajah sedikit Asia, yang berdiri di dekat meja bilyard."N
"Rana, Rana!" Mendengar suara yang sangat ia kenal membuat Bu Hera bergegas keluar dari ruangan olah raga. "Levi, kamu kenapa? Ada yang ketinggalan?" tanya Bu Hera dari lantai atas. Levi melangkah dengan sangat lebar langkah melewati dua anak tangga. "Levi, kenapa, Nak?" tanya Bu Hera yang kebingungan. "Mana Rana, Mom?" tanya Levi begitu ia membuka pintu kamar dan tidak menemukan istrinya di dalam sana. "Rana pulang ke kampung. Kakaknya menikah besok. Tadinya Mommy gak kasih, tapi karena kamu mau pergi, jadinya Mommy ijinkan. Rana diantara Pak Samsul. Kenapa? Mau diajak ke Malang?""Bukan, Mom. Siapa yang mau ke Malang sih. Saya mau ke Yogya." Brak!Levi membanting pintu kamar dengan keras. "Heh, tadi pagi kamu bilang mau ke Malang nemuin vendor. Kenapa jadi ke Yogya? Kamu bohongin Mommy? Terus sekarang kenapa kamu gak jadi pergi, malah nyariin Rana? Ada apa?" cecar Bu Hera tak paham."Bukan! Ish, saya mau ke Malang, lalu ke Yogyakarta, Mom." Bu Hera tertawa miring. Ia tahu putr
Rana sudah di rumah orang tuanya. Ayahnya sudah lumayan cukup membaik setelah dioperasi prostat. Biaya operasi pun dibantu oleh mertuanya. Awalnya ia tidak yakin bisa pergi, tetapi karena suaminya pergi dan akhirnya ia pun dibolehkan pulang kampung oleh mertuanya. Paling tidak, ia bisa sedikit menghindar dari suaminya. Ia tahu kemarahan akan ia dapatkan. Bisa jadi, pukulan pun akan ia rasakan, tetapi syukurlah suaminya pergi, sehingga ia bisa mengukur waktu sedikit."Kenapa suami kamu gak diajak, Rana?" tanya wanita yang biasa ia panggil Bude Harti."Suami Rana ada kerjaan di Yogyakarta, Bude. Makanya Rana bisa ke sini. Kalau tidak, Rana repot ijinnya," jawab gadis itu sambil tersenyum ramah. Ada banyak makanan yang ia beli untuk acara pengajian sebelum pernikahan kakaknya besok. Tetangga pada kumpul karena memang mereka ingin melihat Rana yang sudah lama tidak pernah pulang kampung."Kamu tuh nikahnya kontrak kan?" tanya salah satu ibu yang merupakan tetangga bapaknya."Kalau cuma n
Bagaimana, Nyonya?SendPria bernama Samsul panik karena dipaksa mengantar Levi ke kampung Rana. Ia tidak bisa menelepon karena anak majikannya itu masih dalam keadaan setengah sadar duduk di bangku belakang.Aroma anyir muntah yang baru saja keluar dari mulut pria itu membuat Pak Samsul harus menahan napas. Nyonya HeraBawa saja di ke terminal. Bilang kamu menurunkan Rana di sana. Kamu udah kerja sama saya hampir lima belas tahun, tapi kenapa pinternya lama banget?!Oke, baik, Nyonya.SendPria itu pun kembali menekan pedal gas karena lampu hijau menyala. Levi masih tidak sadar ada di mana, sehingga sedikit menguntungkannya. Setengah jam kemudian, Pak Samsul pun tiba di pintu masuk terminal. Ia menepi di tempat aman. Tidak begitu banyak bus berlalu-lalang karena jam di tangannya sudah menunjukkan pukul satu dini hari."Tuan, kita sudah sampai di terminal," kata Pak Samsul sembari menggerakkan kaki Levi dua kali. Pria itu tersentak, dengan mata yang menyipit dalam. "Ini di mana? Se
Luisa tengah duduk di ruang tengah rumah sambil menonton acara televisi. Suaminya sudah berangkat bekerja dan ia sendirian di rumah. Seperti biasa, suaminya yang berbelanja di warung sayur yang buka pada malam hari, untuk ia masak keesokan harinya.Menyantap nasi liwet versi magic com. Ditambah dengan tahu dan tempe goreng. Tidak lupa sambal sebagai penikmat santapan. Bagaimana bisa anak orang kaya dan pernah menjadi istri yang selalu dimanja suami, kini memegang pekerjaan rumah tangga semuanya tanpa terkecuali, tanpa mengeluh? Tentu saja bisa jika dibarengi niat dan juga support dari pasangan. Ditambah Abdi juga senang membantunya menyapu rumah saat pagi hari atau mencuci piring bekas makan. Suaminya tidak pernah berat langkah untuk menolongnyaTok! Tok!"Assalamualaikum." Luisa menoleh ke arah jendela. Sambil menggeser pelan kain gorden, ia harus memastikan siapa tamu di depan sana. Ratih, adik dari Edmun yang datang berkunjung.Tidak Luisa, suami kamu sudah berpesan untuk tidak be