Pak Darmono dan istrinya tentu saja tidak bisa menolak kedatangan tamu yang sangat tidak mereka harapkan. Nisa tetap menguatkan dirinya untuk membukakan pintu rumah, sedangkan Pak Darmono lebih santai. Ia pria dewasa yang tentunya untuk menghadapi masalah harus dengan bijak."Biar saya saja yang buka, kamu buatkan minum di dapur. Setelah selesai, kamu masuk kamar ya. Nanti biar saya yang ambil ke dapur," kata Pak Darmono pada istrinya. Nisa pun mengangguk paham. Keduanya keluar dari kamar, Pak Darmono ke arah pintu rumah, sedangkan Nisa ke dapur. Cklek"Selamat malam." Pak Darmono membuka pintu rumahnya untuk menyambut tamu. "Wah, apa Anda yang bernama Pak Darmono?" tanya Juragan Andri sambil tersenyum."Betul, mari silakan masuk, Pak," ujar Pak Darmono yang enggan memanggil sebutan juragan. Tamu pria dewasa itu pun langsung masuk tanpa basa-basi dan duduk di kursi kayu antik di ruang tamu. Matanya nyalang menatap ke seluruh isi rumah, lalu berhenti pada tirai penyekat antara ruang
"Orang yang sombong begitu, pasti gak akan lama atau dia akan hancur oleh orang kepercayaannya. Kita harus peringatkan Abdi dan Luisa untuk hati-hati. Saya juga udah kontak teman yang ada di Jogyakarta untuk tempat tinggal mereka sementara," ujar Pak Darmono yang menyiratkan kekhawatiran begitu dalam terhadap anak dan menantunya."Iya, Pa, saya juga deg-degan. Juragan Andri terkenal terlalu obsesi." Ucapan Nisa membuat suaminya menghela napas kasar."Seperti Levi. Kadang saya berpikir, apa salah dan dosa saya di masa lalu, hingga anak saya harus bertemu dengan orang-orang yang terlalu posesif. Gimana bisa menjaga Luisa, jika di mana saja bertemu pria berkarakter antagonis seperti itu." Nisa mendekatkan tubuhnya pada suaminya."Papa sibuk sama Luisa dan Kang Abdi, sampai Papa lupa ini ada bayinya. Pengen juga diperhatikan papanya. Masa kakak Luisa aja," rengek Nisa manja. Pak Darmono pun sadar akan hal itu. Ia mengecup kening istrinya dengan lembut, lalu turun ke bibirnya. "Sayang, ja
"Tuan ada perlu apa? Kenapa tiba-tiba masuk dan menampar saya? Apa saya salah menerima telepon dari teman saya? Apa yang benar di rumah ini hanya Tuan? Katakan lekas, Tuan mau apa? Mau makan? Mau minum? Biar saya ke dapur untuk buatkan," cecar Rana dengan suara bergetar. Jika saja tangis ini tidak ia tahan, pastilah meledak semuanya. Bukan karena sakit hati. Sama sekali ia tidak peduli dengan suaminya karena baginya segera melahirkan dan mendapatkan bayarannya. Hanya saja, tamparan dari pria setengah mabuk sangat keras dan pedih. Ia pun merasa ada darah keluar dari sudut bibirnya."Jangan pernah terima telepon dari siapapun dan tidak boleh ada protes di rumah ini. Paham kamu! Cepat buatan mi rebus. Aku dan pacarku lapar!" Teriakan Levi membuat Rana melemparkan begitu saja ponselnya di ranjang. Gadis itu tidak tahu bahwa panggilan belum diputus oleh Adam, sehingga pemuda itu pun tahu yang terjadi pada teman kampungnya itu.Rana membuatkan mie rebus dengan cepat. Pakai telur dan juga ca
"Ke mana Abdi? Kenapa tidak bisa dihubungi?" tanya Juragan Andri pada dDeri; orang suruhannya juga yang terpaksa menggantikan Abdi. "HP-nya gak bisa ditelepon, Juragan. Terakhir tertangkap sinyal GPS di terminal, tapi pas saya cek CCTV terminal, saya gak lihat ada Abdi. Padahal CCTV-nya saya pelototi," jawab Deri sambil mengangkat bahunya. Juragan Andri berdecak sebal."Ke mana dia? Masih mau kerja apa nggak sih, heran saya tiba-tiba ngilang," balas Juragan Andri sembari mematikan cerutunya. Jelita pasti akan sangat kesal dan marah karena harus kehilangan jejak Abdi. Batin Juragan Andri. Benar saja, baru digumam dalam hati, muncul nama Jelita di layar ponselnya. "Halo, Sayang, gimana? Sudah bikin schedule untuk operasi?" "Udah, Pa, dapatnya besok lusa jam sembilan pagi. Dokternya padat jadwal operasi besok dan mau ijin istirahat satu hari. Gak papa deh, hitung-hitung Jelita bisa keliling Jakarta dulu sambil cari pakaian yang pas. Gimana, udah dapat nama rumah sakit tempat istri Ka
Nisa tersenyum sambil menyerahkan cangkir teh pada suaminya. Pak Darmono menerima dengan canggung, lalu cangkir itu ia letakkan di meja kecil yang berada di sebelah ranjang. Tangannya berganti dengan memegang tangan Nisa, lalu membawa istrinya yang imut itu untuk duduk di pinggir ranjang."Saya minta maaf kalau tadi kamu dengar semua apa yang dikatakan Jasmin. Dia begitu karena belum kenal kamu. Jika saja ia tahu bah ... ""Gak papa, Pa. Jasmin itu sayang sama papanya. Jadi ia takut papanya akan ditinggal saat papanya miskin nanti, padahal nggak kan. Saya masih di sini. Saya kalau jadi Jasmin pun mungkin akan melakukan hal yang sama. Protes pada orang tua. Mungkin kalau dapat istri muda yang tua dan udah dekat juga waktunya, itu Jasmin lebih cocok, Pa, he he he ...." Pak Darmono pun ikut tertawa. Nisa memang tidak pernah benar serius kalau mereka tengah berdiskusi, selalu saja ada celetukan konyol dari bibir mungilnya. "Iya, saya pun paham. Makanya gak mau terlalu keras pada Jasmin.
POV Luisa Aku di sini, di kota Yogyakarta yang katanya kota akan penuh kenangan. Hal itu yang aku rasakan saat ini, tepat tiga hari aku dan Kang Abdi melewati masa honeymoon yang sebenarnya kabur di kota ini. Aku senang diajak berkeliling Yogyakarta, sepertinya Kang Abdi banyak tahu tentang kota ini. Suamiku juga sangat perhatian dan penuh kehati-hatian. Setiap lima belas menit ia pasti bertanya, apakah aku capek berkeliling? Kadang aku menggelengkan kepala karena memang aku tidak lelah, tetapi aku juga kadang tidak menjawab, tetapi peluh yang membanjir di kening dan leher ini adalah buktinya. Jika sudah seperti itu, maka Kang Abdi akan mengajakku beristirahat cukup lama. Terkadang aku hanya ingin mengatur napas yang sesak karena banyak berjalan, tetapi Kang Abdi selalu menganggapku kelelahan."Apa mau pulang?" tanyanya waktu kamu berhenti menikmati es cendol dawet. Tentu saja aku menggelengkan kepala."Baru juga selesai solat Zuhur. Masih lama sorenya. Saya mau keliling sampai puas,
Kang Abdi tidak main-main dengan ucapannya. Kami tidak jadi pergi jalan-jalan, melainkan mampir di sebuah motel yang tidak terlalu besar. Biaya sewanya saja hanya delapan puluh ribu untuk satu hari. Kamarnya tidak terlalu besar, tetapi rapi. Isi kamar standar seperti hotel bintang tiga lainnya. "Kenapa tidak balik ke hotel kita pertama saja?" tanyaku saat ia tengah membuka kancing baju gamis ini dengan napas memburu. "Kakang terlalu lapar." Suaranya bergetar menahan hasrat. Aku pun pasrah jika saat ini jilbab panjangku sudah teronggok di lantai. Kami berciuman dengan penuh kerinduan setelah mengungkapkan perasaan masing-masing. Jika kebanyakan orang mungkin akan mengungkapkan perasaan di restoran mewah atau tempat menyenangkan, tetapi kami malah di pedangan cendol. Lucu sih, tapi sekaligus juga bikin aku terharu.Kang Abdi tiba-tiba membalik badanku, lalu memelukku dari belakang dengan sangat erat. Bagian kancing yang sudah terbuka memudahkannya mencari sesuatu yang menjadi bagian
"Bos, dari yang saya dengar, Non Luisa dan suaminya pergi ke Jakarta untuk berobat. Non Luisa punya masalah dengan lambung dan ... maaf, saya baru dapat kabarnya hari ini, bahwa Non Luisa dilarikan ke rumah sakit tiga hari lalu.""Ya ampun, kenapa kamu baru kabari saya sekarang? Sial! Cepat kamu balik ke Jakarta dan cari di rumah sakit mana Luisa dirawat. Cukup satu kali kesalahan ini, jangan ulangi lagi kalau kamu gak mau saya pecat!"Levi membanting ponselnya, untuk kedua kalinya ia merasa kecolongan akan keberadaan Luisa. Sangat sulit menjangkau mantan istri Edmun itu dan sekarang Luisa tidak tahu di mana. Levi terus membatin kesal. Layar laptop yang berisi pekerjaan sudah tidak minat lagi untuk diteruskan.Satu-satunya hal yang membuatnya bisa sedikit melupakan Luisa adalah berkencan. Tidur dan berpetualang ranjang dengan wanita-wanita cantik di kelab malam, bukan wanita udik bin tolol seperti istrinya. "Permisi, Pak Levi, kita ada meeting jam dua siang," ujar Lisna terburu-buru
"Ma, Kevin gak bersalah, Ma. Wanita itu memfitnah Kevin. Kevin gak tahu apa-apa soal Dion dan Kevin gak kenal wanita itu!" Kevin terus merengek pada mamanya dari balik jeruji besi. "Mama justru bingung sama kamu. Kalau kamu gak kenal, kenapa wanita bernama Elsa itu punya semua buktinya? Dia sampai punya struk pembayaran hotel, villa, bukti chat ponsel, bukti transfer, dan rekaman suara kamu berencana mencelakai lelaki bernama Dion. Mama gak bisa bantu kamu, Kevin. Mama harap kamu bertaubat! Pantas Tuhan tidak ijinkan Mama berbesan dengan Bu Rana, ternyata emang anak Mama yang gak pantas bersanding dengan putri mereka.""Mama, semua itu fitnah! Mama harus percaya Kevin." Namun yang dilakukan wanita adalah segera beranjak dari penjara. Tujuannya hari ini adalah pergi ke rumah orang tua Elsa. Ya, ia harus mendengar cerita tentang Elsa dan juga Kevin.Bu Dian terheran-heran melihat kedatangan seorang wanita yang tidak ie kenal."Ibu siapa ya?" tanya Bu Dian yang saat ini sedang menimang
Dewasa(21+) Romi dan Mutia sudah tiba di Bali. Tiket honeymoon pemberian Elsa tentu saja saja tidak akan dilewatkan oleh keduanya. Ya, Elsa-lah yang memberikan Romi tiket bulan madu sebagai hadiah pernikahan kedua suaminya. Sampai kapan pun Elsa merasa tidak akan bisa membalas semua kebaikan dan juga ketulusan suaminya. Pemuda yang menjadi tersangka atas skandal yang ia susun bersama kekasihnya Kevin. Sebuah foto dikirimkan Mutia pada Elsa sebagai informasi bahwa mereka sudah sampai di kamar pengantin yang dipesan oleh Elsa. Selamat berbulan madu. Itulah pesan yang dibalas oleh Elsa. Mutia memperlihatkan balasan pesan pada suaminya. “Aa yakin kalau Mbak Elsa baik-baik saja? kenapa diterima hadiah bulan madu seminggu ini. Mahal banget loh,. Padahal papa juga mau kasih tiket bulan madu, tapi udah keduluan Mbak Elsa,” kata Mutia tisak enak hati. Romi tersenyum hangat, lalu menarik Mutia dalam pelukannya. “Ing
“Kamu ini, Pa, gak dapat ibunya, tetap saja terobsesi dengan keluarganya. Anak sendiri masih muda, cantik kaya, malah dapatnya suami orang. Nambah anaknya pula.” Rana terus menggerutu di kursi orang tua pengantin. Wanita itu masih tidak ikhlas jika putrinya menikah dengan Romi; anak dari wanita yang dahulunya digilai suaminya. Ditambah posisi Romi saat ini masih istri dari Elsa yang baru tiga puluh dua hari yang lalu melahirkan, tentu saja pernikahan yang seperti terburu-buru ini mengundang banyak gosip di luaran sana. “Ma, anaknya saling suka, kok. Kenapa kita harus gak setuju? Romi itu anak baik. Solatnya rajin dan juga pintar. Dia belum lulus aja udah dapat kerjaan. Pernikahannya dengan Elsa itu kecelakaan, bukan seperti pernikahan lainnya. Mama gak perlu khawatir, anak perempuan kita pasti senang dan bahagia bisa menikah dengan pujaan hatinya.” Levi tersenyum pada para tamu undangan yang sedang berjalan ke arahnya untuk bersalaman. Di seberang kursi orang tua ada L
"Selamat Pak Romi, bayinya lelaki dan lahir dengan selamat, meskipun baru delapan bulan di dalam perut.""Alhamdulillah, apa saya bisa melihat istri saya, Dok? Istri saya beneran gak papa?""Nggak papa, Pak, semuanya sehat selamat. Lagi disiapkan dulu untuk pindah kamar ya. Bayinya juga dibersihkan dulu, baru nanti bisa diazankan.""Berat badannya berapa, Dok?" tanya Bu Diana menyela."Beratnya tiga kilogram lebih dua ons. Panjangnya empat puluh sembilan. Normal semua dan tampan." Romi tersenyum senang sambil menoleh pada mertuanya. "Alhamdulillah, terima kasih banyak, Dok." Semua orang yang ada di sana ikut senang dengan kabar yang diberikan dokter, termasuk Luisa dan suaminya. Meski mereka tahu yang lahir bukanlah cucu dari benih anak mereka, tetapi mereka tidak keberatan dan tetap menerima Elsa. "Selamat Romi, terima kasih sudah menjaga Elsa dengan baik. Bunda gak sangka anak lelaki Bunda bisa hebat sekali seperti ini," ucap Luisa sembari memeluk putranya. Romi terharu, hingga ad
"Mama gak habis pikir sama kamu, Elsa. Apa maksud kamu membiarkan Romi menikahi gadis bernama Mutia? Romi itu suami kamu. Dia peduli sama kamu, Elsa. Kamu hamil dan dia juga sayang sama anak kamu!" Bu Diana hampir menangis saat mengetahui kabar bahwa Romi baru saja melamar gadis bernama Mutia. "Gak adil buat Romi, Ma. Sampai saat ini saya gak tahu bagaimana saya di masa lalu. Saya juga gak ngerti hubungan saya dan Romi seperti apa. Ternyata Romi punya wanita yang ia suka, begitu juga sebaliknya. Romi terlalu baik, Ma. Gak mungkin Elsa tega mengambil Romi. Setelah anak ini lahir, Elsa akan melepas Romi. Ini sudah keputusan Elsa. Romi pun setuju. Mama gak usah khawatir, Elsa gak papa. Elsa udah anggap Romi itu adik Elsa. Benar dia sayang Elsa, tapi sebagai kakak, bukan pasangan karena Romi menyukai dan mencintai Mutia. Bulan depan mereka akan menikah, dua Minggu menjelang saya HPL, semoga saja berjalan lancar." Bu Dian memijat keningnya. Ia tidak bisa begitu saja merubah keputusan putr
"Mbak Elsa mau tinggal di sini?" Romi menatap Elsa tidak percaya."Iya, mau di sini saja nginep lagi. Rumah bunda kamu adem." Romi merapikan baju kemeja yang hari ini ia pakai ke kampus. Pemuda itu tidak keberatan saat istrinya membantu mengancingkan beberapa kancing kemeja bagian bawah. "Saya mau kuliah.""Iya, yang bilang kamu mau konser itu siapa? Kuliah aja. Aku mau di sini. Ini kan rumah suamiku." Elsa memegang kedua pipi Romi sambil tersenyum."Boleh? Kalau gak boleh, aku cium, nih!" pemuda itu tidak punya pilihan selain setuju. Elsa tertawa, lalu mengambil tas ransel Romi untuk dibawa ke depan."Aku tunggu di ruang makan ya." Romi menatap pintu yang tertutup kembali. Tidak ada debat di jantungnya, seperti bila ia berdekatan dengan Mutia. Murni sikapnya pada Elsa adalah bentuk perhatiannya sebagai suami. Ditambah Elsa yang sedang amnesia bersikap begitu baik, maka tidak ada alasan baginya untuk membalas sikap buruk Elsa sebelum kejadian kecelakaan itu. Gegas ia menyemprotkan p
"Halo, Bun, assalamualaikum." Elsa menyapa sembari mencium punggung tangan ibu mertuanya yang berkurang lebar. Luisa, hari ini ia kedatangan tamu spesial. "Wa'alaykumussalam." Luisa memperhatikan wajah putra dan juga menantunya bergantian."Kalian sudah makan?" "Sudah, Bunda, saya makan makanan di klinik tadi. Boleh duduk ya, Ma." "Oh, iya, duduk aja!" Luisa sedikit canggung. Ia tidak suka dengan Elsa, itu sudah jelas, tetapi Elsa yang malam ini datang ke rumahnya adalah Elsa yang tengah amnesia. "Mau minum apa?" Romi menurunkan ranselnya."Mau air putih saja. Apa saya boleh ambil sendiri ke dalam? Saya mau lihat-lihat rumah mertua." Elsa tersenyum lebar. Sekali lagi Luisa menatap Romi dengan penuh tanda tanya. Putranya itu hanya tersenyum tanpa berkata apapun ."Ada di sebelah kanan." Luisa menunjuk dapurnya. Elsa berjalan melewati mertuanya dengan sedikit membungkuk sopan. "Kenapa dia?" tanya Luisa tanpa suara pada Romi."Lagi bener," jawab Romi juga tanpa suara. Pemuda itu men
"Gadis yang kemarin pacar Romi?" Elsa menaruh kembali gelas yang hampir saja menyentuh bibirnya. "Bukan, Ma, hanya dekat saja." Elsa meneruskan minum susu ibu hamil."Masih muda. Teman kampus?" Elsa mengangguk."Kayaknya suka Romi." Elsa tersenyum."Iya, kelihatan kok. Kalau tidak suka, mana mungkin berani ke sini hanya ingin tahu kenapa pesannya tidak dibalas." "Lalu kamu?" Bu Dian penasaran dengan raut wajah putrinya."Biasa saja. Tidak cemburu juga. Kehidupan Romi di luar sana bukan sepenuhnya menjadi urusan Elsa. Apalagi masalah hati. Elsa kira, mungkin akan bisa terus menjadi istri Romi, tetapi karena Elsa hamil dan Romi sebenarnya punya kekasih, lebih baik kami berpisah, Ma. Elsa gak papa.""Nak, k-kamu harus tarik ucapan kamu tadi," ujar Bu Dian terkejut. Elsa menggelengkan kepala."Kami masih bisa silaturahmi seperti saudara, Ma. Mama jangan khawatir." Elsa bangun dari duduknya sambil membawa piring kue berisi brownies.Bu Dian hanya bisa menatap kasihan pada putrinya. Nasib
"Jadi kalian pacaran?" tanya Elsa pada Romi dan Mutia. "Kami teman, Mbak," jawab Mutia jujur. "Lalu, ada apa ke sini? Apa kamu belum tahu bahwa Romi sudah menikah?" tanya Elsa tanpa memutus pandangannya terhadap Mutia."Sudah tahu, hanya A Romi udah gak ke kampus dua hari. Saya kira sakit. Wa saya gak dibalas, hanya dibaca saja." Elsa tersenyum pada suaminya. "Karena dia sedang menjaga saya. Jangan sungkan, kalian bicara saja, saya gak mau ganggu. Saya mau istirahat.""Biar saya bantu, Mbak," ujar Romi sudah berdiri untuk memapah Elsa."Aku belum jompo." Elsa mencebik, lalu berjalan masuk ke kamar.Kini, Romi dan Mutia ada di taman belakang. Mutia canggung berduaan saja dengan Romi di rumah mertua lelaki itu."Jadi, apa yang membawa kamu sampai di sini? Kamu nekat sekali," kata Romi sambil menggaruk rambutnya yang tidak terlalu gatal. "Mutia hanya ingin tahu kabar A Romi. Karena pesan Mutia gak dibalas.""Aku gak papa, Mutia. Terima kasih atas perhatian kamu. Sekarang aku masih su