Luisa melihat status terbaru yang di posting oleh Bu Hera. Ada perasaan sedih dan juga kecewa karena foto resepsi Levi dan gadis muda bernama Rana. Namun, ia bisa apa karena takdir membawanya pada situasi sulit seperti ini. Berarti mereka memang belum berjodoh dan ia tahu pasti akan selalu ada hikmah di balik setiap kesulitan. Lelah membayangkan kesulitan yang ia alami satu per satu beberapa bulan belakangan ini, membuat wanita itu akhirnya terlelap juga. "Non kalau mau pulang, istirahat di rumah, pulang aja, Non. Nanti gantian, setelah Non, baru saya pulang untuk mandi dan ganti baju," kata Nisa pada Luisa, setelah mereka baru saja terbangun. Suara Nisa pun masih sangat berat, suara khas orang bangun tidur.Luisa masih dengan mata menyipit, memperhatikan jam di tangannya. Sudah jam tujuh pagi. Pantas saja perutnya terasa lapar dan Nisa memintanya pulang. "Apa? Pulang?" tanya Luisa lagi. "Iya, Non pasti capek habis acara kemarin dan dari kemarin belum ada pulang lagi ke rumah. Mend
"Sudah jelas ini disengaja, Mbak. Tidak mungkin ada banyak ular di dalam, maupun di luar rumah. Ini ada yang iseng. Musuh atau orang yang ga suka sama Mbak Luisa," kata Pak RT Harun. Mereka tengah memperhatikan CCTV komplek yang sangat jelas memperlihatkan dua orang naik sepeda motor sambil membawa karung. Satu di depan motor, satu lagi bagian belakang. "Ya, Pak, ada yang memang sedang tidak suka dengan saya dan keluarga saya. Terima kasih atas perhatian Pak Harun dan bapak yang lainnya terhadap rumah saya. Meskipun sudah dinyatakan steril oleh pihak Damkar, tapi saya masih takut untuk tinggal di sana. Ayah saya juga sedang dirawat . Untuk sementara waktu saya akan mengontrak saja, Pak. Saya juga tidak mau urusa saya membuat warga perumahan tidak tenang. Saya minta rekaman ini ya, Pak. Saya mau lapor polisi saja." Luisa tersenyum penuh keyakinan. Ia sudah tahu apa yang harus ia lakukan. Selama ini ia hanya diam dan menerima apapun yang dilakukan Edmun padanya, termasuk mencuri semua
"Puas kamu, setelah apa yang kamu lakukan pada saya dan Luisa? Hm? Apa yang kamu dapat dari sikap sok jujur dan sok jagoan kamu? Rumah sakit? Alat kelamin yang tidak bisa membuahi? Kamu sudah tidak menjadi pria sejati lagi, Edmun. Ini adalah sedikit balasan bagi orang yang selalu pintar membuat kebohongan besar." Levi tertawa di balik jeruji besi. Di seberangnya, sudah ada Edmun yang terduduk di lantai dingin hanya mengenakan baju kaos jelek dan juga sarung. "Sudah benar kamu pura-pura mati, malah muncul kembali. Sama saja kamu mengantar nyawa kepada buaya yang lapar, " lanjut Levi lagi dengan penuh kesinisan."Pak, sampai kapanpun saya tidak akan mau kalah dari siapapun. Jika saat ini saya ada dibalik jeruji ini, pasti suatu saat saya akan keluar dan menuntut balas," jawab Edmun sambil mengepalkan tangannya. "Udah kena hukum, masih ada sombong!" Hardik Levi masih dengan ketawa sinis. "Lima tahun gak lama, Pak. Saya akan segera keluar dan membeli orang-orang yang sudah membuat saya
Wanita itu memutuskan untuk tidak mengangkat ponselnya. Setelah dering itu berhenti, Luisa buru-buru mematikan benda pipih miliknya itu. Ia benar-benar tidak mau diganggu oleh siapapun, termasuk Levi. Kini Levi adalah suami orang dan ia bukan wanita tidak punya pekerjaan yang iseng menggoda suami orang. Tok! Tok! "Luisa, ini Papa." Suara papanya terdengar di balik pintu kamar. Luisa bergegas membukakan pintu. "Ya, Pa." Papanya masuk ke dalam kamar sambil tersenyum. "Ada apa, apa Papa sakit?" tanya Luisa yang memang selalu khawatir dengan keadaan sang Papa sejak terakhir koma hampir tiga minggu. "Tidak. Papa baru saja dapat telepon dari Levi. Papa lupa memblokir nomornya waktu itu. Maafkan, Papa." Luisa mendesah kecewa. "Papa bilang apa?" tanya Luisa. "Papa bilang, kamu sudah tidur dan memang ganti nomor. Saat dia minta nomor kamu, Papa gak kasih karena Papa bilang, kamu ga mau diganggu dulu dan ingin menenangkan diri. Benar begitu kan?" gadis itu baru saja suudzon dengan papany
Flashback"Polisi? Maaf, sepertinya Bapak-bapak salah orang. Di sini saya dan.... ""Mari, ikut kami ke depan, Bu. Bisa dijelaskan di kantor polisi nanti. Lalu untuk Pak Edmun yang sekarang sedang sakit, akan ada petugas yang berjaga di depan. Anda juga akan dimintai keterangan Pak Edmun.""Pak, Bapak salah orang! Kalian salah tangkap. Siapa yang.... ""Mari silakan jalan sendiri keluar atau kami borgol dan jadi bahan tontona orang-orang?" ancaman itu membuat nyali Cristy bingung. Sekilas ia melihat ke arah Edmun yang masih tergolek pasrah. Suaminya belum pulih dan kini ia harus dibawa ke kantor polisi. "Bawa tas dan sita ponselnya!" kata petugas berbadan tambun pada salah satu anak buahnya. "Hei, apa yang kalian lakukan? Kalian gak bisa.... " percuma saja Cristy mencoba menahan gerakan petugas kepolisian itu karena tas dan ponselnya sudah disita. Wanita itu menggeram, saat ia melihat dua anak buahnya yang berjaga di luar kamar perawatan tengah menunduk dan dijaga ole seorang polisi
"Tuan mau makan? Biar saya ambilkan, " ucap Rana saat ia membuka pintu kamar dan melihat suaminya tengah sibuk di depan laptop. Karena tidak ada jawaban, Rana mengira bahwa suaminya tidak mendengar ucapannya. Gadis itu memutuskan untuk menghampiri Levi. "Tuan, apa Tuan mau makan?" "Saya gak suka dengar suara kamu yang jelek itu! Jangan bicara dekat-dekat saya! Sana jauh!" Levi mendorong keras tubuh Rana hingga gadis itu terhuyung dan jatuh duduk di atas ranjang. "Maaf, Tuan." Rana kembali bangun dari duduknya, lalu melesat keluar dari kamar. Bu Hera melihat apa yang dilakukan putranya pada sang Istri. Bukannya ia tidak tahu Levi itu galak, nekat, terlalu berani, dan tidak ada belas kasih, kecuali pada wanita bernama Luisa. Ia berpura-pura menata tanaman hias di atas bufet, saat Rana keluar dari kamar. "Ada apa, Rana?" tanya Bu Hera pura-pura tidak tahu. "Ah, tidak apa-apa, Nyonya. Saya mau ke dapur sebentar.""Mau apa? Pekerjaan rumah tangga ini sudah dikerjakan oleh bibik. Kam
"Kalian gila ya, menyekap perempuan yang lagi hamil?! Aku akan balas semua ini, lihat saja!" Cristy terus berteriak dari dalam ruangan kosong, tempat ia disekap. Ini adalah hari ketujuh ia di dalam sana. Meskipun ia diberikan makan, tetapi ia tidak bisa keluar ke mana pun. Terkurung di kamar yang hanya bisa dibuka dengan password. "Siapa kalian sebenarnya?! Hei, bangsat!" Wanita itu trus meracau kesal, terkadang disertai makian karena rasa marah dan tidak terima di ruangan kosong tanpa udara. Hanya ada kipas angin saja dan sebuah ranjang. Dua orang pria yang berjaga di luar hanya bisa menggelengkan kepala mendengar makian wanita yang mereka sekap. Keduanya juga tidak tahu, harus sampai kapan mereka menjaga wanita itu. "Bosen juga di sini nungguin perempuan berumur yang mulutnya pedes banget, " kata salah seorang dari dua penjaga itu. "Bisa dibayangkan yang jadi suaminya. Kayaknya tuh cewek dominan. Kenapa harus disekap ya? Disekap tapi di kasih makan. Aneh bos Levi mah.""Iya, nam
"Pak Levi, apa kabar? Oh, iya, kenalkan ini Abdi, pacar saya." Luisa tersenyum canggung. Abdi mengangkat tangan ingin berjabat, tetapi Levi malah menatapnya sangat mengerikan. Mungkin bagi sebagian pria nyalinya akan menciut saat ditatap tajam oleh pria yang dari wajahnya saja begitu dingin dan killer, tetapi bagi Abdi, ia biasa saja. Ada banyak bandit yang ia temui. Karena Levi tidak kunjung menyambut tangannya, Abdi pun menggandeng tangan Luisa untuk melanjutkan perjalanan. "Tunggu!" Levi mencengkeram pundak Abdi. Jelas sekali terlihat karena buku jari tangannya memutih. Luisa mendelik kaget karena apa yang dilakukan Levi pada om sambungnya. Srak!Satu kali gerakan tangan, Abdi mampu memelintir tangan Levi hingga pria itu berjinjit menahan sakit. "Baiklah, jadi begini maunya cara berkenalan kita. Kenalkan saya Abdi. Pacar sekaligus calon suami Luisa. Saya harap, kalian bisa move on, jalani hidup masing-masing. Oh, iya, suami baik-baik tidak akan menggoda wanita lain." Sekali ger
"Ma, Kevin gak bersalah, Ma. Wanita itu memfitnah Kevin. Kevin gak tahu apa-apa soal Dion dan Kevin gak kenal wanita itu!" Kevin terus merengek pada mamanya dari balik jeruji besi. "Mama justru bingung sama kamu. Kalau kamu gak kenal, kenapa wanita bernama Elsa itu punya semua buktinya? Dia sampai punya struk pembayaran hotel, villa, bukti chat ponsel, bukti transfer, dan rekaman suara kamu berencana mencelakai lelaki bernama Dion. Mama gak bisa bantu kamu, Kevin. Mama harap kamu bertaubat! Pantas Tuhan tidak ijinkan Mama berbesan dengan Bu Rana, ternyata emang anak Mama yang gak pantas bersanding dengan putri mereka.""Mama, semua itu fitnah! Mama harus percaya Kevin." Namun yang dilakukan wanita adalah segera beranjak dari penjara. Tujuannya hari ini adalah pergi ke rumah orang tua Elsa. Ya, ia harus mendengar cerita tentang Elsa dan juga Kevin.Bu Dian terheran-heran melihat kedatangan seorang wanita yang tidak ie kenal."Ibu siapa ya?" tanya Bu Dian yang saat ini sedang menimang
Dewasa(21+) Romi dan Mutia sudah tiba di Bali. Tiket honeymoon pemberian Elsa tentu saja saja tidak akan dilewatkan oleh keduanya. Ya, Elsa-lah yang memberikan Romi tiket bulan madu sebagai hadiah pernikahan kedua suaminya. Sampai kapan pun Elsa merasa tidak akan bisa membalas semua kebaikan dan juga ketulusan suaminya. Pemuda yang menjadi tersangka atas skandal yang ia susun bersama kekasihnya Kevin. Sebuah foto dikirimkan Mutia pada Elsa sebagai informasi bahwa mereka sudah sampai di kamar pengantin yang dipesan oleh Elsa. Selamat berbulan madu. Itulah pesan yang dibalas oleh Elsa. Mutia memperlihatkan balasan pesan pada suaminya. “Aa yakin kalau Mbak Elsa baik-baik saja? kenapa diterima hadiah bulan madu seminggu ini. Mahal banget loh,. Padahal papa juga mau kasih tiket bulan madu, tapi udah keduluan Mbak Elsa,” kata Mutia tisak enak hati. Romi tersenyum hangat, lalu menarik Mutia dalam pelukannya. “Ing
“Kamu ini, Pa, gak dapat ibunya, tetap saja terobsesi dengan keluarganya. Anak sendiri masih muda, cantik kaya, malah dapatnya suami orang. Nambah anaknya pula.” Rana terus menggerutu di kursi orang tua pengantin. Wanita itu masih tidak ikhlas jika putrinya menikah dengan Romi; anak dari wanita yang dahulunya digilai suaminya. Ditambah posisi Romi saat ini masih istri dari Elsa yang baru tiga puluh dua hari yang lalu melahirkan, tentu saja pernikahan yang seperti terburu-buru ini mengundang banyak gosip di luaran sana. “Ma, anaknya saling suka, kok. Kenapa kita harus gak setuju? Romi itu anak baik. Solatnya rajin dan juga pintar. Dia belum lulus aja udah dapat kerjaan. Pernikahannya dengan Elsa itu kecelakaan, bukan seperti pernikahan lainnya. Mama gak perlu khawatir, anak perempuan kita pasti senang dan bahagia bisa menikah dengan pujaan hatinya.” Levi tersenyum pada para tamu undangan yang sedang berjalan ke arahnya untuk bersalaman. Di seberang kursi orang tua ada L
"Selamat Pak Romi, bayinya lelaki dan lahir dengan selamat, meskipun baru delapan bulan di dalam perut.""Alhamdulillah, apa saya bisa melihat istri saya, Dok? Istri saya beneran gak papa?""Nggak papa, Pak, semuanya sehat selamat. Lagi disiapkan dulu untuk pindah kamar ya. Bayinya juga dibersihkan dulu, baru nanti bisa diazankan.""Berat badannya berapa, Dok?" tanya Bu Diana menyela."Beratnya tiga kilogram lebih dua ons. Panjangnya empat puluh sembilan. Normal semua dan tampan." Romi tersenyum senang sambil menoleh pada mertuanya. "Alhamdulillah, terima kasih banyak, Dok." Semua orang yang ada di sana ikut senang dengan kabar yang diberikan dokter, termasuk Luisa dan suaminya. Meski mereka tahu yang lahir bukanlah cucu dari benih anak mereka, tetapi mereka tidak keberatan dan tetap menerima Elsa. "Selamat Romi, terima kasih sudah menjaga Elsa dengan baik. Bunda gak sangka anak lelaki Bunda bisa hebat sekali seperti ini," ucap Luisa sembari memeluk putranya. Romi terharu, hingga ad
"Mama gak habis pikir sama kamu, Elsa. Apa maksud kamu membiarkan Romi menikahi gadis bernama Mutia? Romi itu suami kamu. Dia peduli sama kamu, Elsa. Kamu hamil dan dia juga sayang sama anak kamu!" Bu Diana hampir menangis saat mengetahui kabar bahwa Romi baru saja melamar gadis bernama Mutia. "Gak adil buat Romi, Ma. Sampai saat ini saya gak tahu bagaimana saya di masa lalu. Saya juga gak ngerti hubungan saya dan Romi seperti apa. Ternyata Romi punya wanita yang ia suka, begitu juga sebaliknya. Romi terlalu baik, Ma. Gak mungkin Elsa tega mengambil Romi. Setelah anak ini lahir, Elsa akan melepas Romi. Ini sudah keputusan Elsa. Romi pun setuju. Mama gak usah khawatir, Elsa gak papa. Elsa udah anggap Romi itu adik Elsa. Benar dia sayang Elsa, tapi sebagai kakak, bukan pasangan karena Romi menyukai dan mencintai Mutia. Bulan depan mereka akan menikah, dua Minggu menjelang saya HPL, semoga saja berjalan lancar." Bu Dian memijat keningnya. Ia tidak bisa begitu saja merubah keputusan putr
"Mbak Elsa mau tinggal di sini?" Romi menatap Elsa tidak percaya."Iya, mau di sini saja nginep lagi. Rumah bunda kamu adem." Romi merapikan baju kemeja yang hari ini ia pakai ke kampus. Pemuda itu tidak keberatan saat istrinya membantu mengancingkan beberapa kancing kemeja bagian bawah. "Saya mau kuliah.""Iya, yang bilang kamu mau konser itu siapa? Kuliah aja. Aku mau di sini. Ini kan rumah suamiku." Elsa memegang kedua pipi Romi sambil tersenyum."Boleh? Kalau gak boleh, aku cium, nih!" pemuda itu tidak punya pilihan selain setuju. Elsa tertawa, lalu mengambil tas ransel Romi untuk dibawa ke depan."Aku tunggu di ruang makan ya." Romi menatap pintu yang tertutup kembali. Tidak ada debat di jantungnya, seperti bila ia berdekatan dengan Mutia. Murni sikapnya pada Elsa adalah bentuk perhatiannya sebagai suami. Ditambah Elsa yang sedang amnesia bersikap begitu baik, maka tidak ada alasan baginya untuk membalas sikap buruk Elsa sebelum kejadian kecelakaan itu. Gegas ia menyemprotkan p
"Halo, Bun, assalamualaikum." Elsa menyapa sembari mencium punggung tangan ibu mertuanya yang berkurang lebar. Luisa, hari ini ia kedatangan tamu spesial. "Wa'alaykumussalam." Luisa memperhatikan wajah putra dan juga menantunya bergantian."Kalian sudah makan?" "Sudah, Bunda, saya makan makanan di klinik tadi. Boleh duduk ya, Ma." "Oh, iya, duduk aja!" Luisa sedikit canggung. Ia tidak suka dengan Elsa, itu sudah jelas, tetapi Elsa yang malam ini datang ke rumahnya adalah Elsa yang tengah amnesia. "Mau minum apa?" Romi menurunkan ranselnya."Mau air putih saja. Apa saya boleh ambil sendiri ke dalam? Saya mau lihat-lihat rumah mertua." Elsa tersenyum lebar. Sekali lagi Luisa menatap Romi dengan penuh tanda tanya. Putranya itu hanya tersenyum tanpa berkata apapun ."Ada di sebelah kanan." Luisa menunjuk dapurnya. Elsa berjalan melewati mertuanya dengan sedikit membungkuk sopan. "Kenapa dia?" tanya Luisa tanpa suara pada Romi."Lagi bener," jawab Romi juga tanpa suara. Pemuda itu men
"Gadis yang kemarin pacar Romi?" Elsa menaruh kembali gelas yang hampir saja menyentuh bibirnya. "Bukan, Ma, hanya dekat saja." Elsa meneruskan minum susu ibu hamil."Masih muda. Teman kampus?" Elsa mengangguk."Kayaknya suka Romi." Elsa tersenyum."Iya, kelihatan kok. Kalau tidak suka, mana mungkin berani ke sini hanya ingin tahu kenapa pesannya tidak dibalas." "Lalu kamu?" Bu Dian penasaran dengan raut wajah putrinya."Biasa saja. Tidak cemburu juga. Kehidupan Romi di luar sana bukan sepenuhnya menjadi urusan Elsa. Apalagi masalah hati. Elsa kira, mungkin akan bisa terus menjadi istri Romi, tetapi karena Elsa hamil dan Romi sebenarnya punya kekasih, lebih baik kami berpisah, Ma. Elsa gak papa.""Nak, k-kamu harus tarik ucapan kamu tadi," ujar Bu Dian terkejut. Elsa menggelengkan kepala."Kami masih bisa silaturahmi seperti saudara, Ma. Mama jangan khawatir." Elsa bangun dari duduknya sambil membawa piring kue berisi brownies.Bu Dian hanya bisa menatap kasihan pada putrinya. Nasib
"Jadi kalian pacaran?" tanya Elsa pada Romi dan Mutia. "Kami teman, Mbak," jawab Mutia jujur. "Lalu, ada apa ke sini? Apa kamu belum tahu bahwa Romi sudah menikah?" tanya Elsa tanpa memutus pandangannya terhadap Mutia."Sudah tahu, hanya A Romi udah gak ke kampus dua hari. Saya kira sakit. Wa saya gak dibalas, hanya dibaca saja." Elsa tersenyum pada suaminya. "Karena dia sedang menjaga saya. Jangan sungkan, kalian bicara saja, saya gak mau ganggu. Saya mau istirahat.""Biar saya bantu, Mbak," ujar Romi sudah berdiri untuk memapah Elsa."Aku belum jompo." Elsa mencebik, lalu berjalan masuk ke kamar.Kini, Romi dan Mutia ada di taman belakang. Mutia canggung berduaan saja dengan Romi di rumah mertua lelaki itu."Jadi, apa yang membawa kamu sampai di sini? Kamu nekat sekali," kata Romi sambil menggaruk rambutnya yang tidak terlalu gatal. "Mutia hanya ingin tahu kabar A Romi. Karena pesan Mutia gak dibalas.""Aku gak papa, Mutia. Terima kasih atas perhatian kamu. Sekarang aku masih su