"Tuan mau makan? Biar saya ambilkan, " ucap Rana saat ia membuka pintu kamar dan melihat suaminya tengah sibuk di depan laptop. Karena tidak ada jawaban, Rana mengira bahwa suaminya tidak mendengar ucapannya. Gadis itu memutuskan untuk menghampiri Levi. "Tuan, apa Tuan mau makan?" "Saya gak suka dengar suara kamu yang jelek itu! Jangan bicara dekat-dekat saya! Sana jauh!" Levi mendorong keras tubuh Rana hingga gadis itu terhuyung dan jatuh duduk di atas ranjang. "Maaf, Tuan." Rana kembali bangun dari duduknya, lalu melesat keluar dari kamar. Bu Hera melihat apa yang dilakukan putranya pada sang Istri. Bukannya ia tidak tahu Levi itu galak, nekat, terlalu berani, dan tidak ada belas kasih, kecuali pada wanita bernama Luisa. Ia berpura-pura menata tanaman hias di atas bufet, saat Rana keluar dari kamar. "Ada apa, Rana?" tanya Bu Hera pura-pura tidak tahu. "Ah, tidak apa-apa, Nyonya. Saya mau ke dapur sebentar.""Mau apa? Pekerjaan rumah tangga ini sudah dikerjakan oleh bibik. Kam
"Kalian gila ya, menyekap perempuan yang lagi hamil?! Aku akan balas semua ini, lihat saja!" Cristy terus berteriak dari dalam ruangan kosong, tempat ia disekap. Ini adalah hari ketujuh ia di dalam sana. Meskipun ia diberikan makan, tetapi ia tidak bisa keluar ke mana pun. Terkurung di kamar yang hanya bisa dibuka dengan password. "Siapa kalian sebenarnya?! Hei, bangsat!" Wanita itu trus meracau kesal, terkadang disertai makian karena rasa marah dan tidak terima di ruangan kosong tanpa udara. Hanya ada kipas angin saja dan sebuah ranjang. Dua orang pria yang berjaga di luar hanya bisa menggelengkan kepala mendengar makian wanita yang mereka sekap. Keduanya juga tidak tahu, harus sampai kapan mereka menjaga wanita itu. "Bosen juga di sini nungguin perempuan berumur yang mulutnya pedes banget, " kata salah seorang dari dua penjaga itu. "Bisa dibayangkan yang jadi suaminya. Kayaknya tuh cewek dominan. Kenapa harus disekap ya? Disekap tapi di kasih makan. Aneh bos Levi mah.""Iya, nam
"Pak Levi, apa kabar? Oh, iya, kenalkan ini Abdi, pacar saya." Luisa tersenyum canggung. Abdi mengangkat tangan ingin berjabat, tetapi Levi malah menatapnya sangat mengerikan. Mungkin bagi sebagian pria nyalinya akan menciut saat ditatap tajam oleh pria yang dari wajahnya saja begitu dingin dan killer, tetapi bagi Abdi, ia biasa saja. Ada banyak bandit yang ia temui. Karena Levi tidak kunjung menyambut tangannya, Abdi pun menggandeng tangan Luisa untuk melanjutkan perjalanan. "Tunggu!" Levi mencengkeram pundak Abdi. Jelas sekali terlihat karena buku jari tangannya memutih. Luisa mendelik kaget karena apa yang dilakukan Levi pada om sambungnya. Srak!Satu kali gerakan tangan, Abdi mampu memelintir tangan Levi hingga pria itu berjinjit menahan sakit. "Baiklah, jadi begini maunya cara berkenalan kita. Kenalkan saya Abdi. Pacar sekaligus calon suami Luisa. Saya harap, kalian bisa move on, jalani hidup masing-masing. Oh, iya, suami baik-baik tidak akan menggoda wanita lain." Sekali ger
"Sepertinya Pak Levi yang mengikuti kita," kata Abdi sambil terus menatap mobil yang ada di belakang mereka dari spion. Luisa pun menoleh ke belakang dengan kaget. Napasnya mendadak naik turun karena takut. "Kita mampir ke mal saja. Kita nonton, gimana?" tanya Abdi memberikan saran. "Ya ampun ide Kakang benar. Ayo, kita ke mall! Di depan sana ada mall yang ada bioskopnya." Abdi mengangguk. Laku mobil sedikit lebih dekat dari yang sebelumnya. "Anggap saja kita tidak tahu kalau dibuntuti dan jangan lupa kalau kita masih harus berlakon ya, Kang," ujar Luisa mengingatkan. "Siap, saya akan akting secara totalitas," jawab Abdi denga antusias. Kapan lagi bisa jalan dengan cewek cantik, masih muda, baik, janda pula. Tentu saja ia tidak mau melewatkannya. "Bagus, berarti kalau totalitas, nonton bioskop kamu yang bayar ya, ha ha ha.... " "Iya, Non. Siap. Tapi hanya nonton saja ya. Kita gak makan di sana." Luisa mengangguk semangat. Begitu tiba di lobi parkiran lantai dasar, Abdi dan Lu
Levi pulang ke rumah dengan wajah masam. Hari ini ia gagal mengetahui di mana Luisa tinggal. Jika saja ia bisa lebih sabar dalam menghadapi wanita itu dan pacar kontraknya, maka dapat dipastikan ia segera mengetahui alamat Luisa. Kini, entah kapan lagi ia bisa bertemu dengan wanita yang selalu menjadi obsesinya itu . Ia sangat sulit menyingkirkan Luisa dari benaknya. Apalagi dua kali pernah melewati malam panas yang menggairahkan bersama gadis itu. Tidak masalah tidak perawan, asalkan wanita itu adalah Luisa. "Berhasil menguntit Luisa?" tanya Bu Hera yang tiba-tiba keluar dari kaamrnya, saat Levi hendak menaiki anak tangga. Pria itu terdiam di tempatnya. Dari mana mommynya tahu? Apa dari Luisa? Berarti semalam Luisa tahu kalau ia dibuntuti? "Saya hanya ingin tahu di mana rumahnya, Mom, " jawab Levi santai. "Lalu setelah tahu?" Bu Hera melipat kedua tangannya di dada. "Kamu mau main ke sana dan menganggu wanita itu lagi? Kamu udah punya istri. Ingat itu Levi! ""Ya, saya punya is
Moment yang sangat ia nantikan adalah sidang cerai yang ia sempat ajukan dahulu. Untunglah Om Hendro bertugas di Pengadilan Agama, sehingga bisa membantu mempercepat proses sidang yang akun berlangsung hari ini, tepat pukul sebelas. Luisa diantar oleh papanya, ibu sambungnya, dan juga calon suaminya, Abdi. Edmun tentu saja tidak hadir karena pria itu di penjara. Semua urusan akan lebih cepat selesai karena pihak tergugat tidak pernah datang. "Yang nganter ramai sekali ini, kayak bukan mau nganter sidang cerai, tapi nganter wisuda," ledek Om Hendro yang tengah berhabat tangan dengan Pak Darmono, lalu keduanya berpelukan. Teman lama yang masih sangat dekat dengan papa Luisa itu. Luisa dan yang lainnya pun ikut bersalaman dengan Pak Hendro. Luisa merasa sangat beruntung kenal dengan pria bernama Hendro, bahkan sejak ia masih SMP. "Sepuluh menit lagi giliran kamu masuk Luisa. Jadi ke mana-mana," kata Pak Hendro pada wanita itu. "Baik, Om. Makasih banyak udah tolongin Luisa. Nanti di
"Katakan, Levi, siapa wanita yang kamu sekap?" Bu Hera menekan suaranya agar tidak berteriak. "Mommy salah dengar." Levi hendak pergi meninggalkan mamanya, tetapi Bu Hera sudah bergerak lebih cepat menahan lengan Levi."Sejak kapan kamu pergi, selagi orang tua kamu bicara?" Bu Hera menantang tatapan putranya."Mom, ini masalah pribadi Levi. Gak ada sangkut pautnya sama Mommy dan perusahaan. Levi sudah besar, Mom. Biarkan Levi urus masalah Levi sendiri." Pria itu benar-benar keluar dari ruangannya. Bu Hera tidak bisa memaksa, dalam keadaan seperti ini, mau sekeras apa kita bertanya, tetap saja putranya tidak akan mau menjawab.Levi masuk ke dalam mobil. Tujuannya kali ini adalah pergi ke untuk menenangkan diri. Jika club' baru buka malam, maka ia harus menahan diri sampai malam. Pria itu akhirnya memutar stir mobil dan mengendarai mobilnya menuju rumah.Rana terkejut saat melihat suaminya masih sore sudah ada di rumah. Ia bergegas turun untuk menyambut sang suami. Sejak malam-malam pe
"Kamu Luisa?" tanya Emdun terheran karena melihat tamu berkerudung. Ia mengucek matanya dengan cukup kuat untuk memastikan pandangannya tidak salah. Wajah teduh m, tapi tetap cantik itu adalah Luisa. Istri yang sebentar lagi akan menjadi mantannya."Mau apa ke sini? Puas kamu melihat aku yang tersiksa seperti ini?" Edmun menatap wajah Luisa dengan penuh kemarahan."Tentu saja aku puas. Sekarang kamu gak bisa merekayasa kematian lagi dan jangan mencoba merekayasanya kembali, karena bisa saja kamu benar-benar mati." "Kamu sudah berkerudung, tetapi mulit kamu begitu tajam. Apa kamu tidak malu dengan kerudung yang kamu pakai?" balas Edmun sengit. Luisa tertawa."Tidak perlu aku terlalu ramah pada pria yang sudah menghancurkan hidupku dan juga keluarga besarku. Aku kehilangan segalanya karena kamu, Ed. Kamu penyebabnya." Suara Luisa bergetar menahan tangis sekaligus amarah."Aku begini karena papa kamu yang terlalu pelit pada menantu sendiri. Akhirnya semuanya hilang juga kan? Udah, sekar
"Ma, Kevin gak bersalah, Ma. Wanita itu memfitnah Kevin. Kevin gak tahu apa-apa soal Dion dan Kevin gak kenal wanita itu!" Kevin terus merengek pada mamanya dari balik jeruji besi. "Mama justru bingung sama kamu. Kalau kamu gak kenal, kenapa wanita bernama Elsa itu punya semua buktinya? Dia sampai punya struk pembayaran hotel, villa, bukti chat ponsel, bukti transfer, dan rekaman suara kamu berencana mencelakai lelaki bernama Dion. Mama gak bisa bantu kamu, Kevin. Mama harap kamu bertaubat! Pantas Tuhan tidak ijinkan Mama berbesan dengan Bu Rana, ternyata emang anak Mama yang gak pantas bersanding dengan putri mereka.""Mama, semua itu fitnah! Mama harus percaya Kevin." Namun yang dilakukan wanita adalah segera beranjak dari penjara. Tujuannya hari ini adalah pergi ke rumah orang tua Elsa. Ya, ia harus mendengar cerita tentang Elsa dan juga Kevin.Bu Dian terheran-heran melihat kedatangan seorang wanita yang tidak ie kenal."Ibu siapa ya?" tanya Bu Dian yang saat ini sedang menimang
Dewasa(21+) Romi dan Mutia sudah tiba di Bali. Tiket honeymoon pemberian Elsa tentu saja saja tidak akan dilewatkan oleh keduanya. Ya, Elsa-lah yang memberikan Romi tiket bulan madu sebagai hadiah pernikahan kedua suaminya. Sampai kapan pun Elsa merasa tidak akan bisa membalas semua kebaikan dan juga ketulusan suaminya. Pemuda yang menjadi tersangka atas skandal yang ia susun bersama kekasihnya Kevin. Sebuah foto dikirimkan Mutia pada Elsa sebagai informasi bahwa mereka sudah sampai di kamar pengantin yang dipesan oleh Elsa. Selamat berbulan madu. Itulah pesan yang dibalas oleh Elsa. Mutia memperlihatkan balasan pesan pada suaminya. “Aa yakin kalau Mbak Elsa baik-baik saja? kenapa diterima hadiah bulan madu seminggu ini. Mahal banget loh,. Padahal papa juga mau kasih tiket bulan madu, tapi udah keduluan Mbak Elsa,” kata Mutia tisak enak hati. Romi tersenyum hangat, lalu menarik Mutia dalam pelukannya. “Ing
“Kamu ini, Pa, gak dapat ibunya, tetap saja terobsesi dengan keluarganya. Anak sendiri masih muda, cantik kaya, malah dapatnya suami orang. Nambah anaknya pula.” Rana terus menggerutu di kursi orang tua pengantin. Wanita itu masih tidak ikhlas jika putrinya menikah dengan Romi; anak dari wanita yang dahulunya digilai suaminya. Ditambah posisi Romi saat ini masih istri dari Elsa yang baru tiga puluh dua hari yang lalu melahirkan, tentu saja pernikahan yang seperti terburu-buru ini mengundang banyak gosip di luaran sana. “Ma, anaknya saling suka, kok. Kenapa kita harus gak setuju? Romi itu anak baik. Solatnya rajin dan juga pintar. Dia belum lulus aja udah dapat kerjaan. Pernikahannya dengan Elsa itu kecelakaan, bukan seperti pernikahan lainnya. Mama gak perlu khawatir, anak perempuan kita pasti senang dan bahagia bisa menikah dengan pujaan hatinya.” Levi tersenyum pada para tamu undangan yang sedang berjalan ke arahnya untuk bersalaman. Di seberang kursi orang tua ada L
"Selamat Pak Romi, bayinya lelaki dan lahir dengan selamat, meskipun baru delapan bulan di dalam perut.""Alhamdulillah, apa saya bisa melihat istri saya, Dok? Istri saya beneran gak papa?""Nggak papa, Pak, semuanya sehat selamat. Lagi disiapkan dulu untuk pindah kamar ya. Bayinya juga dibersihkan dulu, baru nanti bisa diazankan.""Berat badannya berapa, Dok?" tanya Bu Diana menyela."Beratnya tiga kilogram lebih dua ons. Panjangnya empat puluh sembilan. Normal semua dan tampan." Romi tersenyum senang sambil menoleh pada mertuanya. "Alhamdulillah, terima kasih banyak, Dok." Semua orang yang ada di sana ikut senang dengan kabar yang diberikan dokter, termasuk Luisa dan suaminya. Meski mereka tahu yang lahir bukanlah cucu dari benih anak mereka, tetapi mereka tidak keberatan dan tetap menerima Elsa. "Selamat Romi, terima kasih sudah menjaga Elsa dengan baik. Bunda gak sangka anak lelaki Bunda bisa hebat sekali seperti ini," ucap Luisa sembari memeluk putranya. Romi terharu, hingga ad
"Mama gak habis pikir sama kamu, Elsa. Apa maksud kamu membiarkan Romi menikahi gadis bernama Mutia? Romi itu suami kamu. Dia peduli sama kamu, Elsa. Kamu hamil dan dia juga sayang sama anak kamu!" Bu Diana hampir menangis saat mengetahui kabar bahwa Romi baru saja melamar gadis bernama Mutia. "Gak adil buat Romi, Ma. Sampai saat ini saya gak tahu bagaimana saya di masa lalu. Saya juga gak ngerti hubungan saya dan Romi seperti apa. Ternyata Romi punya wanita yang ia suka, begitu juga sebaliknya. Romi terlalu baik, Ma. Gak mungkin Elsa tega mengambil Romi. Setelah anak ini lahir, Elsa akan melepas Romi. Ini sudah keputusan Elsa. Romi pun setuju. Mama gak usah khawatir, Elsa gak papa. Elsa udah anggap Romi itu adik Elsa. Benar dia sayang Elsa, tapi sebagai kakak, bukan pasangan karena Romi menyukai dan mencintai Mutia. Bulan depan mereka akan menikah, dua Minggu menjelang saya HPL, semoga saja berjalan lancar." Bu Dian memijat keningnya. Ia tidak bisa begitu saja merubah keputusan putr
"Mbak Elsa mau tinggal di sini?" Romi menatap Elsa tidak percaya."Iya, mau di sini saja nginep lagi. Rumah bunda kamu adem." Romi merapikan baju kemeja yang hari ini ia pakai ke kampus. Pemuda itu tidak keberatan saat istrinya membantu mengancingkan beberapa kancing kemeja bagian bawah. "Saya mau kuliah.""Iya, yang bilang kamu mau konser itu siapa? Kuliah aja. Aku mau di sini. Ini kan rumah suamiku." Elsa memegang kedua pipi Romi sambil tersenyum."Boleh? Kalau gak boleh, aku cium, nih!" pemuda itu tidak punya pilihan selain setuju. Elsa tertawa, lalu mengambil tas ransel Romi untuk dibawa ke depan."Aku tunggu di ruang makan ya." Romi menatap pintu yang tertutup kembali. Tidak ada debat di jantungnya, seperti bila ia berdekatan dengan Mutia. Murni sikapnya pada Elsa adalah bentuk perhatiannya sebagai suami. Ditambah Elsa yang sedang amnesia bersikap begitu baik, maka tidak ada alasan baginya untuk membalas sikap buruk Elsa sebelum kejadian kecelakaan itu. Gegas ia menyemprotkan p
"Halo, Bun, assalamualaikum." Elsa menyapa sembari mencium punggung tangan ibu mertuanya yang berkurang lebar. Luisa, hari ini ia kedatangan tamu spesial. "Wa'alaykumussalam." Luisa memperhatikan wajah putra dan juga menantunya bergantian."Kalian sudah makan?" "Sudah, Bunda, saya makan makanan di klinik tadi. Boleh duduk ya, Ma." "Oh, iya, duduk aja!" Luisa sedikit canggung. Ia tidak suka dengan Elsa, itu sudah jelas, tetapi Elsa yang malam ini datang ke rumahnya adalah Elsa yang tengah amnesia. "Mau minum apa?" Romi menurunkan ranselnya."Mau air putih saja. Apa saya boleh ambil sendiri ke dalam? Saya mau lihat-lihat rumah mertua." Elsa tersenyum lebar. Sekali lagi Luisa menatap Romi dengan penuh tanda tanya. Putranya itu hanya tersenyum tanpa berkata apapun ."Ada di sebelah kanan." Luisa menunjuk dapurnya. Elsa berjalan melewati mertuanya dengan sedikit membungkuk sopan. "Kenapa dia?" tanya Luisa tanpa suara pada Romi."Lagi bener," jawab Romi juga tanpa suara. Pemuda itu men
"Gadis yang kemarin pacar Romi?" Elsa menaruh kembali gelas yang hampir saja menyentuh bibirnya. "Bukan, Ma, hanya dekat saja." Elsa meneruskan minum susu ibu hamil."Masih muda. Teman kampus?" Elsa mengangguk."Kayaknya suka Romi." Elsa tersenyum."Iya, kelihatan kok. Kalau tidak suka, mana mungkin berani ke sini hanya ingin tahu kenapa pesannya tidak dibalas." "Lalu kamu?" Bu Dian penasaran dengan raut wajah putrinya."Biasa saja. Tidak cemburu juga. Kehidupan Romi di luar sana bukan sepenuhnya menjadi urusan Elsa. Apalagi masalah hati. Elsa kira, mungkin akan bisa terus menjadi istri Romi, tetapi karena Elsa hamil dan Romi sebenarnya punya kekasih, lebih baik kami berpisah, Ma. Elsa gak papa.""Nak, k-kamu harus tarik ucapan kamu tadi," ujar Bu Dian terkejut. Elsa menggelengkan kepala."Kami masih bisa silaturahmi seperti saudara, Ma. Mama jangan khawatir." Elsa bangun dari duduknya sambil membawa piring kue berisi brownies.Bu Dian hanya bisa menatap kasihan pada putrinya. Nasib
"Jadi kalian pacaran?" tanya Elsa pada Romi dan Mutia. "Kami teman, Mbak," jawab Mutia jujur. "Lalu, ada apa ke sini? Apa kamu belum tahu bahwa Romi sudah menikah?" tanya Elsa tanpa memutus pandangannya terhadap Mutia."Sudah tahu, hanya A Romi udah gak ke kampus dua hari. Saya kira sakit. Wa saya gak dibalas, hanya dibaca saja." Elsa tersenyum pada suaminya. "Karena dia sedang menjaga saya. Jangan sungkan, kalian bicara saja, saya gak mau ganggu. Saya mau istirahat.""Biar saya bantu, Mbak," ujar Romi sudah berdiri untuk memapah Elsa."Aku belum jompo." Elsa mencebik, lalu berjalan masuk ke kamar.Kini, Romi dan Mutia ada di taman belakang. Mutia canggung berduaan saja dengan Romi di rumah mertua lelaki itu."Jadi, apa yang membawa kamu sampai di sini? Kamu nekat sekali," kata Romi sambil menggaruk rambutnya yang tidak terlalu gatal. "Mutia hanya ingin tahu kabar A Romi. Karena pesan Mutia gak dibalas.""Aku gak papa, Mutia. Terima kasih atas perhatian kamu. Sekarang aku masih su