Maaf telat lagi kurang sehat
Bab 4 Awan gelap telah menggelayut manja di bawah langit. Pertanda senja akan segera menyingkap waktu magrib. Cericau burung-burung kedasih mulai tersisih. Suasana kembali hening sebab satu per satu peziarah bertolak dari pemakaman anggota keluarga masing-masing. Aroma tanah merah masih tercium pekat. Pun, aroma taburan bunga dan kesedihan. Di depan pusara Farah, Salwa masih duduk termangu dan melafalkan surat yasin serta mendoakannya. Begitu khusyuk menengadahkan ke dua tangannya berdoa dan berdzikir. Setelah bersitegang di dalam mobil, Nuha mengajak Salwa berziarah ke makam Farah. Barulah Salwa percaya jika Farah sudah tiada setelah mengunjungi makamnya. Salwa merasa bersalah atas meninggalnya Farah. Sebagai seorang tante ia merasa gagal tidak bisa melindungi ke dua keponakannya dengan baik. “Sudah hampir sore, mari kita pulang sebelum magrib datang,” ucap Aruni merangkul pundak Salwa yang membeku ketika melihat pusara tersebut. Ia menatap nanar pusara meski air matanya sudah s
Di sebuah sudut kota yang berada di luar pulau Jawa di mana kota tersebut seringkali disebut dengan pulau seribu masjid karena terkenal dengan destinasi halal. Kota dikelilingi perbukitan yang indah dan pantai-pantai yang berwarna biru berkilauan di mana hamparan pasir putih menjelma permadani yang mengalasinya.Hiduplah sepasang suami istri yang saling mencintai. Meskipun usia pernikahan mereka sudah mencapai pernikahan perak katakanlah di mana usia pernikahan sudah mencapai sepuluh tahun, mereka masih belum dikaruniai momongan. Mereka sepasang suami istri yang saling mencintai. Ketiadaan anak tak lantas membuat mereka berseteru apalagi berpisah. Sang suami begitu mencintai istrinya sehingga baginya ada atau tiada anak bukanlah sebuah masalah besar.Berbagai upaya telah mereka lakukan untuk mendapatkan momongan. Mulai berkonsultasi ke dokter kandungan dan mengikuti serangkaian program hamil. Rupanya takdir masih belum bersikap manis pada mereka.Sehingga sang istri memberikan saran
Season 2| Bab 6 Darren keluar dari kamar mandi dengan hanya menggunakan handuk menutupi bagian bawah tubuhnya. Ia mengusak rambutnya yang basah sehabis keramas dengan handuk kecil. Tatapannya sesekali melirik pada istrinya yang sudah tertidur pulas di atas ranjang. Mungkin ketiduran menunggu Darren pulang kerja. Asyraf tidur pulas dalam box di kamar bayi ditemani Mutia. Semenjak tragedi ledakan bom, Asyraf tak pernah tidur sendirian. Jika ia tidak tidur bersamanya maka ia meminta Mutia menemaninya. Darren pulang terlambat lagi dari kantor dengan alasan lembur. Tak sepenuhnya benar, ia hanya menghabiskan waktunya dengan mengerjakan apapun yang bisa ia lakukan di kantor demi mengalihkan perasaan sedihnya akan kepergian Farah. Darren tak pernah menunjukan rasa sedihnya di hadapan Nuha dengan alasan agar Nuha pun menirunya untuk tetap tegar menghadapi ujian kematian sang anak. Darren berjalan menuju walk in closet untuk mengambil piyama. Ia memilah dan memilih piyama yang akan dipakai
Sudah hampir satu jam lamanya Mandor Soleh duduk menunggui atasannya yang tengah memandangi gedung yang sudah ambruk berjarak sepelemparan batu dengannya. Matanya yang agak sipit bergerak-gerak, dari kanan ke kiri. Dari atas ke bawah. Terus dilakukan berulang kali.Sesekali dahinya terlipat. Alisnya menukik. Kemudian bibirnya mencebik. Setelah itu mendesah panjang. Kadangkala menarik nafas panjang. Kemudian menghembuskan nafasnya kasar. Perasaan yang rumit dan sukar dimengerti.Sejurus kemudian, Mandor Soleh mendadak menjadi pakar ekspresi wajah dengan menyimpulkan pemandangan yang tampak dari wajah atasannya tersebut sudah bisa ditebak, sedang galau level akut.Melihat kegalauan sang atasan, alhasil Mandor Soleh ikutan dilanda galau dan bingung sebab sang atasan belum memberikan instruksi untuk memperbaiki gedung yang hancur lebur akibat ledakan bom sekaligus kebakaran. Sementara itu kontraktor yang membawahi mandor Soleh saja sudah menghilang bak ditelan bumi karena ketidakjelasan p
Kini Daniel dan Darren duduk bersama di ruang kerja merangkap perpustakaan di rumah Darren. Baru pertama kali mereka bersama berbicara empat mata untuk membahas masalah serius sehingga terasa canggung di antara ke duanya.Sebagai seorang kakak Darren buru-buru mengantisipasi perasaannya, ia bahagia bisa bicara berdua dengan adiknya untuk membicarakan pekerjaan. Sebelumnya ia merasa bersalah sebab telah terjadi kesalahpahaman di antara mereka. Ketika Daniel datang ke kantor waktu itu.Daniel mengira jika kakaknya melarangnya bergabung di perusahaan. Padahal Darren sedang menimang-nimang keputusannya tersebut ketika melihat kondisi kesehatan Daniel yang kurang stabil.Namun melihat kegigihan Daniel, Darren sepertinya akan memberikan kesempatan pada Daniel dengan memberikannya posisi di perusahaan tetapi dengan tugas yang ringan. Darren hanya ingin melihat Daniel sembuh dan bisa menjalani kehidupan normal.“Baiklah, apa yang ingin kau bicarakan?”- Darren angkat bicara kemudian melambaik
Belum reda kekesalan Daniel, usai bertemu dengan sang kakak, saat ia pulang ke rumah, ia disambut oleh ibunya yang berwajah kecut.“Duduklah! Mommy ingin bicara!”Kinan yang terlihat cantik dan sudah siap pergi ke suatu tempat terpaksa menunda dulu rencananya. Ia menarik tangan Daniel untuk duduk di bangku taman. Pelayan yang melihat ke duanya terlihat tegang, langsung menyingkir dan menepi mencari suasana aman.Daniel manut mengikuti apa ibunya. Ia melepaskan jaketnya dan menaruhnya di atas meja. Ia menyugar rambutnya sebentar, menyisirnya dengan jarinya kemudian menaruh ke dua tangannya di atas meja dan menatap Kinan.“Ada apa?” tanya Daniel bernada dingin. Ke duanya sedang berada dalam suasana hati yang buruk.“Jelaskan apa ini!”Dengan tangan yang gemulai, Kinan menarik resleting tas tangan miliknya dan mengeluarkan beberapa lembar foto Daniel. Didorongnya foto-foto tersebut dengan telunjuknya yang lentik tetapi tatapannya tajam.Daniel hanya bisa menghela nafas lagi. Tadi kakakny
Wanita muda dengan model rambut panjang dikuncir kuda menggerutu panjang pendek. Beruntung kekasihnya tak memahami bahasa daerah yang ia ucapkan. Andai ia memahaminya maka sudah pasti ia akan syok atau pingsan.Semua kata-kata kasar dari yang paling kasar terucap, nama-nama binatang seantero Ragunan keluar deras. Ia absen satu per satu hingga mulutnya komat-kamit macam dukun merapal mantra jampe-jampe.“Honey, maaf saya tidak mengerti. Tolong bicara pakai bahasa Indonesia yang baik dan benar.”Kekasih bulenya protes, tak kurang dari setengah jam selama mereka berada di restoran Padang, saat kekasihnya sudah menghabiskan sepiring nasi dengan rendang dan sambal-lalapan ditambah semangkuk sop iga sapi dan sepiring gulai kakap, ayam bakar, ikan balado dan dua jus mangga. wanitanya hibuk mengumpat pada seseorang yang menghubunginya via sambungan telepon.Barulah ketika melihat piring dan mangkuk di hadapannya kosong maka tatapannya terlihat sendu sebab kekasih bulenya telah memakan jatah m
Para gadis saling berbisik dan tertawa renyah ketika melihat sosok pemuda yang menghampiri mereka, mengenakan apron yang melilit pinggangnya. Tubuhnya jangkung mirip tiang listrik, wajahnya rupawan dan rambutnya pirang diikat setengah. Mirip tokoh film Hollywood. Apalagi outfit yang menempel di tubuhnya bergaya casual dan branded. Semakin menambah beberapa kali lipat ketampanannya. “Tampan! Siapa dia? Aku baru melihatnya,” ucap seorang gadis berambut pendek pada teman sebelahnya yang asik memainkan ponselnya. Wanita muda yang memainkan ponselnya bahkan tidak menyadari barista yang menaruh cangkir espresso di mejanya sebab ia tengah asik melihat-lihat akun media sosial yang menjual outfit wanita branded yang sedang diskon. Itulah para wanita yang senang sekali berburu harga diskon kendati dari kelas sosial mana mereka berasal. Wanita makhluk perhitungan dan visioner untuk urusan keuangan. “Emang siapa?” katanya acuh tak acuh. Tangannya masih menempel pada layar ponsel bersiap-siap
Setahun kemudian,Yusuf dan Farah kini sudah tinggal terpisah dari keluarganya masing-masing. Sebagai seorang suami yang bertanggung jawab, Yusuf membangun sebuah rumah mewah untuk istrinya. Tak kalah mewah dengan rumah keluarga istrinya.Karena Yusuf seorang yang paham agama sehingga ia meyakini bahwa ia harus memberikan yang terbaik untuk istrinya. Bahkan ia memberikan nafkah terbaik, lebih baik dari apa yang istrinya dapatkan dari ayahnya. Yusuf bekerja keras di perusahaan sang ayah. Ia juga menjadi dosen di salah satu perguruan tinggi swasta di akhir pekan untuk mengamalkan ilmunya dalam ilmu Quran dan hadist. Selain itu, pemuda tampan itu membuat buku dan banyak melakukan seminar dan workshop sebagai seorang penulis dan pendidik.Malam itu, Yusuf pulang terlambat ke rumah. Tepat pukul sembilan malam, ia baru saja memarkirkan kendaraan SUV miliknya di halaman rumahnya yang sangat asri.Rumah itu dibangun di atas lahan hektaran. Pemuda yang visioner itu ingin kelak memiliki banyak
Perlahan, Yusuf pun melepas jilbab Farah dan tersenyum menatapnya. Tangannya dengan lembut melepas ikatan rambut Farah hingga membuat rambutnya terburai. Rambutnya yang hitam nan panjang mencuri atensinya.Tanpa sàdar, Yusuf merengkuh sejumput rambutnya yang halus kemudian menciumnya seraya memejamkan matanya. Farah menatap suaminya dengan tatapan penuh damba. Pemuda tampan itu kita sudah menjadi miliknya seutuhnya.“Yusuf, aku mau mandi,” ucap Farah dengan gugup. Berdekatan dengan Yusuf sungguh membuat tubuhnya panas dingin. Ia butuh waktu untuk beradaptasi dengan suaminya.“Tentu, Sayang,” jawab Yusuf sembari berdiri. Pemuda tampan itu berjalan menuju lemari dan mengambil handuk. Kemudian ia menoleh ke arah Farah yang masih sibuk merapikan aksesoris pengàntin. “Sayang, ini handuknya. Aku taruh di atas nakas.”Dipanggil dengan sebutan sayang, Farah semakin salah tingkah. Ia lantas berpikir nama panggilan untuk suaminya. “Yusuf, aku harus memanggilmu apa? Hum, meskipun kita seumuran, k
Sebulan berlalu. Persiapan pernikahan Farah dan Yusuf sudah rampung. Hari bahagia yang dinantikan itu telah tiba. Setelah melewati berbagai macam ujian dan rintangan dalam kisah cinta mereka, akhirnya, Farah dan Yusuf bisa bersanding di sebuah tempat yang sakral dan suci.Pagi itu, pukul 09.00 WIB Farah dan Yusuf akan melangsungkan akad walimah yang diadakan di ballroom salah satu hotel bintang lima milik sang ayah. Di pelaminan, Yusuf dan sang ayah—Attar serta pamannya sudah bergabung dengan keluarga inti pihak perempuan; Darren Dash, Jonathan Dash yang kini sudah duduk di kursi roda, Naufal Alatas, Daniel Dash, penghulu, dan saksi. Di tempat yang berbeda Farah ditemani sang ibu dan keluarga perempuannya menunggu detik demi detik acara yang sakral itu dimulai. Pernikahan diadakan secara syariat di mana pihak lelaki dan perempuan dipisah.Suara microphone mulai menggema. Seorang MC mulai mengarahkan acara hingga tibalah waktunya Yusuf mengucapkan kalimat ijab qabul dengan lantang. Set
Darren mendapat telepon dari asistennya yang mengatakan bahwa putrinya mengendarakan mobil mewahnya dengan sangat cepat menuju pantai. Ia terkejut mendengarnya dan langsung berniat menyusul putrinya. Ia memiliki firasat buruk. Semenjak pagi ia merasa tak enak hati. Ia terus memikirkan putrinya.Tak biasanya putrinya pergi bepergian jauh tanpa mengabarinya. Terdengar aneh bukan!Darren Dash semakin tersulut emosi saat ia berada di jalan menuju pantai yang biasa putrinya kunjungi, ia melihat mobil Yusuf berada di depannya. Tak lain tak bukan, pemuda itu juga terlihat akan pergi ke pantai. Bahkan ia melajukan kendaraannya dengan sangat cepat. Sisi lain, Darren Dash memilih memelankan laju kendaraannya karena ingin tahu apa yang mereka lakukan di pantai berduaan. Tak bisa dibiarkan! Farah sudah keterlaluan.Darren berzikir untuk mengendalikan emosinya. Ia pun melihat mobil milik Yusuf sudah terparkir di area parkir yang luas area pantai. Pria dewasa itu terus melangkahkan kakinya, berjal
Setelah kejadian kecelakaan tadi, Yusuf tergesa-gesa mengejar kembali Farah meskipun kendaraannya ketinggalan jauh. Pemuda itu hanya mengkhawatirkan kondisi gadis itu yang tengah kalut. Kabar tentang cerita masa lalu ke dua orang tuanya sungguh melukai batinnya. Saat ini gadis bermanik hazel itu belum menerima fakta mengejutkan itu.“Argh! Farah jangan bertindak bodoh!” geram Yusuf usai membanting ponselnya hingga terbanting ke atas kursi. Beruntung, ponsel itu tidak jatuh ke kolong kursi mobil.Nomor telepon Farah tidaklah aktif. Yusuf hanya bisa menghela nafas berat mengingat karakter Farah yang memang keras kepala.“Allah, lindungilah Farah. Amin,” gumam Yusuf tak henti-hentinya berzikir. Yusuf mengedarkan pandangannya mencari mobil putih milik Farah. Sial, di jalan yang dilewatinya ada banyak mobil putih namun bukan mobil Farah barang tentu. Mobil Farah termasuk mobil mewah.Yusuf pun menepikan mobilnya menuju pom bensin terdekat. Ia akan mengisi bahan bakar terlebih dahulu untuk
Semua orang yang berada di cafe panik saat melihat adegan yang terjadi di antara Farah dan Elia.Tanpa belas kasih, Elia mengambil cangkir kopi dari nampan—yang dibawa pelayan kemudian menumpahkannya pada wajah Farah dengan gerakan yang sangat cepat.Namun, sebuah pertolongan datang. Dengan gerakan yang lihai dan gesit, sosok pemuda tampan maju, berusaha melindungi Farah. Ia memeluk Farah. Meski tidak benar-benar memeluk karena ke dua tangannya tidak menyentuh tubuh gadis itu.Farah hanya memejamkan matanya reflek saat air cipratan itu mengenai pipinya. Namun saat ia membelakan matanya, ia tersentak kaget, karena Yusuf berada di sana melindunginya dari aksi keji Elia. Kini punggung Yusuf yang terkena cipratan kopi yang panas itu.“Yusuf,” imbuh Farah dengan berurai air mata. Entahlah, perasaan Farah berkecamuk. Cerita dari bibir Elia tentang ayahnya dan menatap Yusuf yang selalu saja menjadi garda terdepan dalam menolongnya, membuat lelehan air mata terus menerus menetes.Tatapan Yusuf
Di sebuah ruang keluarga bernuansa mewah, terlihat sepasang suami dan istri yang sedang duduk berdua sembari menikmati tontonan chanel luar negeri—yang tengah menampilkan sebuah destinasi wisata di Eropa.“Mas, indah sekali ya? Aku pengen jalan-jalan lagi sekeluarga. Berkeliling Eropa dan menikmati musim semi yang indah di sana.”Nuha mengungkapkan keinginannya saat tatapannya tertuju pada colosseum Roma yang berdiri pongah.Darren hanya mengangguk pelan. Meskipun raganya berada di sana, namun pikiran Darren terseret pada memori-memori kelam nan buruk yang seringkali menghantuinya.“Mas, ini salad buah yang diminta,” ucap Nuha pada suaminya ketika ART menaruh semangkuk salad untuk menemani waktu rehat mereka. Darren pun melirik pada mangkuk salad kemudian ia berusaha mengambilnya.PrangTiba-tiba saja Darren menjatuhkan mangkuk salad buah itu. Namun dengan sigap, ART sudah langsung membereskan kekacauan yang ada. “Mas, kenapa?”Nuha terkejut saat melihat suaminya yang tampak syok dan
Dua orang wanita cantik berbeda usia sedang mengobrol di sebuah cafe. Suasana terasa tegang saat wanita berusia kepala lima itu mulai bercerita. Sebetulnya, wanita itu enggan bertemu dengannya setelah apa yang terjadi. Namun karena gadis muda itu bersikukuh akhirnya mau tak mau ia pun mengiyakan permintàan.Di sinilah mereka berada. Sebuah rooftop yang terletak di lantai dua sebuah kafe kopi yang berada tak jauh dari rumah sakit di mana gadis itu bertugas.Mereka adalah Farah dan Maesarah. “Jadi … Om Attar itu mantan tunangannya ibuku?”Farah pun menimpali cerita yang baru saja ibunya Yusuf katakan. Gadis bermanik hazel itu bertanya sekedar untuk mengkonfirmasi.Malam itu, Farah tak sengaja mendengar percakapan yang terjadi di antara ibunya dan tantenya. Namun percakapan itu hanya sekilas sehingga ia dilanda penasaran.Jika Farah bertanya pada mereka, ia yakin mereka tidak akan memberikan jawaban apapun yang memuaskan hatinya.Oleh karena itu, Farah berinisiatif bertanya langsung pad
“Mas kenapa sih? Bete begitu!” beo Daniel pada sang kakak yang sedari tadi terlihat tidak fokus dalam bekerja. Daniel Dash sengaja datang ke kantor kakaknya, membawa sejumlah kontrak kerja hingga menjelaskan laporan soal saham perusahaan. Namun Darren Dash hanya terdiam dengan tatapan yang kosong mirip orang kesambet setan.Lama kelamaan Daniel mulai jenuh melihat respon kakaknya—yang seakan tidak menghargai usaha dirinya. Padahal ia sangat sibuk. Namun demi menyampaikan amanat perusahaan ia mengunjungi kantor pusat PT Jonathan Dash Group. “Mas Darren aku pamit pulang! Lain kali saja aku melapor,” ucap Daniel Dash kemudian membereskan berkas penting perusahaan dan memasukannya kembali ke dalam tas miliknya.“Tunggu! Apa? Kau bahas apa tadi? Sorry, Mas lagi banyak pikiran, jadi gak fokus,” imbuh Darren mengklarifikasi. Seharusnya, Darren juga bisa menahan diri untuk tidak melamun saat jam kerja. Namun siang itu seperti siang sebelumnya, ia masih kepikiran soal omongan Attar dan sikap