Mata gadis itu sedikit demi sedikit membeliak. Pengaruh obat bius sudah hilang, kini ia sepenuhnya sadar. Kepalanya berdenyut sakit begitupula sekujur tubuhnya.Hal pertama yang menyambutnya ialah tatapan wajah teduh Evan. Senyuman hangat pria berwajah Chindo itu membuat Violeta merasa lega, meskipun ia masih terkejut karena tiba-tiba saja ia sudah terbangun di dalam sebuah ruangan serba putih. Namun ia bersyukur masih ada seseorang yang berada di sisinya. Evan Alexander-sepupunya. Satu-satunya orang yang tidak meninggalkannya.“Aku …” lirihnya dengan suara yang agak tersendat. Ia meneguk salivanya yang terasa kering.“Kau berada di rumah sakit, Vio. Semalam kau mengalami kecelakaan. Sebuah bus menabrakmu. Pengendara itu mabuk dan tewas di tempat. Beruntung Daniel menyelamatkanmu, Vio. Dia membawamu ke sini bahkan menangani semua urusan administrasi rumah sakit. Ternyata pria yang kau anggap musuhmu-keji itu masih punya nurani menolongmu.”Evan mengatakan itu dengan berat hati. Menepi
Salwa tidak akan memaksakan dirinya untuk bertemu Violeta jika memang Violeta tidak bersedia menerima orang yang besuk. Pasti, Violeta belum siap dengan kondisinya saat ini. “Sekarang mau kemana?” tanya Daniel pada Salwa yang berjalan bersisian dengannya.“Pulang,” jawab Salwa dengan wajah bad mood.“Mister, kasihan Violeta. Aku gak kebayang jadi Violeta. Apa mungkin ya … aku gantung diri, loncat dari gedung lantai dua atau nabrakin diri ke kereta api! Beban hidupnya berat banget,” ungkap Salwa membuat Daniel tersenyum hangat mendengar kata-katanya yang sering ceplas-ceplos.“Hus! Kalau ngomong jangan sembarangan! Bukankah bunuh diri itu dosa!”Daniel mengusak kepalanya yang langsung mendapat delikan tajam dari gadis bertahi lalat itu.“Kenapa sih suka pegang kepala? Kerudungku kusut tau! Aku juga bukan kucing,” sewot gadis itu langsung menghentikan langkah kakinya tepat di depan kaca jendela ruangan pasien. Ia membenahi kerudungnya yang sudah tak terhitung banyaknya diusak oleh Dani
Sebuah acara breaking news mewartakan berita mengejutkan malam ini. ‘Telah terjadi aksi pembongkaran makam akhir-akhir ini. Kain kafan yang membungkus jenazah bernama Ningrum (28) tahun warga dusun Sumber Beji, Desa Kesamben, Kecamatan Ngoro, Jombang dicuri orang yang tak dikenal. Seorang paranormal menyebutkan bahwa ritual itu untuk mencari pesugihan.’ ‘Menurut seorang praktisi spiritual bernama Ki Dungu Bodo Amat. Mereka memiliki perjanjian dengan paranormal dan melibatkan jin. Mereka saat ini memburu kain kafan seorang wanita yang baru saja melahirkan. Mereka menggalinya dengan menggunakan tangan atau cangkul.’ “Cangkul?” gumam seorang ustaz, yang masih terjaga di ruangannya. Menonton berita di televisi membuatnya teringat cangkul baru yang dibeli oleh Rois untuk berkebun. Pesantren Babussalam merupakan pesantren agribisnis di mana para santri juga dibekali kemampuan dalam bercocok tanam. Sore itu ada kurang lebih satu lusin cangkul yang baru dibeli dari toko pertanian. Para s
Malam semakin larut. Udara semakin dingin hingga membuat bulu kuduk meremang dan gigi geligi gemeletuk. Namun atmosfer tersebut sama sekali tidak mengurungkan niat Salwa dan Neng Mas untuk melanjutkan misi mereka. Meskipun di hadapan mereka, mara bahaya tetap mengancam, mereka akan tetap menunggu situasi kondusif terlebih dahulu. Minimal, mereka akan melakukannya lagi setelah mereka memastikan para pemburu pesugihan yang membongkar makam jenazah yang baru dikuburkan itu bisa dilaporkan ke pihak berwajib.Sebelum rencana semua terlaksana, seorang pria dewasa langsung merusak rencana mereka.“Ustaz!!” ucap Salwa dan Neng Mas serempak. Mereka terlihat syok saat mendapati guru mereka ternyata berada di belakang mereka dalam keadaan marah. Ustaz Baihaqi menyusul mereka setelah melihat rekaman di CCTV, pergerakan mereka. Tak lupa, ia juga mengecek kamar asrama mereka yang ternyata kosong.“Ustaz Baihaqi kenapa ada di sini?” tanya Salwa dengan begitu entengnya. Pertanyaan yang tertukar.“Se
Malam itu Salwa mulai berpikir buruk mengapa Acep belum keluar juga dari ruangan di mana Neng Mas dirawat. Apa yang sedang mereka lakukan? Masalahnya Neng Mas di ruangan itu sendirian. Dan, masalah lainnya, Neng Mas suka nonton drama Korea akhir-akhir ini sembari mengemil yang manis-manis. Ehe hem hem, Beberapa kali Salwa berdehem, lalu terbatuk-batuk dan lama kelamaan ia ingin muntah karena masuk angin. Malam hari keluyuran di tengah cuaca yang dingin dan kabut juga sempat turun. Ia pun buru-buru mencari toilet karena tak tahan mual dan ingin muntah. “Sus, di manakah toilet?” tanya Salwa pada perawat yang lewat. Salwa nyaris pingsan melihat penampakan perawat berseragam berwarna putih yang sudah kucel itu. Tak hanya pakaiannya saja yang terlihat kotor dan kucel, wajahnya pula terlihat pucat dan ada dua lingkaran hitam di bawah matanya. “Lurus ke depan, belok kanan dan lurus lagi lalu belok kiri,” jawab perawat itu menatap sayu Salwa. Mungkin saat menjadi seorang dokter kondisi
“Ummi datang gak ngasih kabar dulu? Untung aku belum berangkat. Rencananya kami akan menginap di rumah Papa Naufal.”Nuha menghampiri Aruni yang baru saja memasuki rumahnya. Nuha langsung menghujani ciuman pada ibunya dan memeluknya.Aruni mendesah pelan lalu memberikan secarik surat dengan kop surat pondok pesantren Babussalam.Nuha langsung meraih kertas itu dan membacanya. Ke dua bola mata Nuha bergerak-gerak dan memperlihatkan wajah panik detik berikutnya.“Salwa dikeluarkan dari pondok? Kenapa? Salwa buat kesalahan apa?” ucap Nuha terlihat syok dengan tangan yang gemetar masih memegangi surat itu.“Belum dikeluarkan! Masih dikasih waktu skorsing, dua minggu. Makanya Ummi bawa anak itu kemari. Aduh, benar-benar Ummi pusing sekali menghadapi adikmu itu. Dia benar-benar susah diatur.”Aruni memijit pangkal hidungnya, merasa sakit kepala tiba-tiba menyerangnya.“Ummi, kesalahan apa sampai Salwa diskorsing? Aku baru dengar ada hukuman pondok yang menerapkan skorsing pada santrinya.”
Setiba di rumah Nuha, Salwa tidak keluar kamar. Ia memilih mengurung diri di sana. Ia masih merasa kesal pada situasi yang ia alami. Ia tak terima dengan hukuman yang diberikan pihak pesantren padanya. Ia marah pada Ustaz Baihaqi.Mariyam Nuha sudah memahami kondisi adiknya. Ia akan membiarkan adiknya waktu. Namun ia tetap membujuk adiknya karena ia akan pergi ke rumah Naufal malam itu. Ia tak tega jika meninggalkan adiknya.“Wa, kita ke rumah Papa Naufal. Sekarang ulang tahun Papa Naufal. Aku kira cuma acara makan malam biasa. Ternyata ulang tahun Papa. Kalau gak dateng gak enak, Wa. Teh Kania udah tau kau menginap di sini. Dia juga mengundangmu,”Nuha berbicara di bibir pintu. Yang bisa masuk ke kamarnya hanyalah Farah. Farah juga sudah membujuknya namun nihil. Salwa memang karakternya keras kepala.Karena bosan membujuk tantenya, Farah pergi keluar rumah, tak sabar ingin bertemu dengan kakek dan neneknya. Farah, Asyraf dan Farrel bahkan melakukan video call dengan mereka. Naufal me
Sekitar pukul dua siang, usai pekerjaannya rampung, Daniel Dash meminta Riko untuk berbelanja ke mall. Ia hanya menunggunya di tempat parkiran mobil dengan ongkang-ongkang kaki dan memainkan game pertempuran.Daniel Dash hanya memberikan list, daftar belanja. Namun siapa sangka, ternyata list belanja itu banyak sekali. Dalam waktu satu jam Riko kembali dibantu oleh seorang karyawan market mendorong dua troli besar.“Banyak juga ya?” ucap Daniel saat melihat Riko dengan wajah masamnya. Riko kini bukan sekedar orang suruhannya, bodyguardnya, namun ia juga seolah berperan sebagai tangan kanannya.“Mas, masukin ke bagasi!” titah Riko pada karyawan itu yang diikuti anggukan.“Rik, beli es krim di Bogor saja!” ucap Daniel teringat es krim yang tak masuk ke dalam daftar belanjaan.Riko hanya mendengus kasar.“Jadi belanjaan ini mau dibawa kemana Mas?” tanya Riko setelah selesai menyusun kantong-kantong belanjaan ke dalam bagasi mobil. Pasalnya tak biasanya Daniel berurusan dengan kebutuhan p