1700 kata ya ...
Wajah Salwa memberengut setelah kejadian terjebak di dalam lift. Ia nyaris kehilangan kesadarannya dan mengalami halusinasi jika tidak ada Daniel bersamanya.Mungkin jika gadis itu sendirian ia pasti akan mengalami sesak nafas akut seperti dulu ketika dijebak di dalam toilet sempit oleh Violeta.Wajahnya nyaris terbakar, memerah hingga menjalar ke samping telinga. Beruntung tak ada yang melihatnya. Ia malu setengah mati kala Daniel tiba-tiba, tanpa tedeng aling-aling membopong tubuhnya yang lesu dan membawanya ke dalam kendaraannya agar ia istirahat.Salwa berusaha menolak namun sia-sia. Pertama tubuhnya lemas karena syok saat di dalam lift dan ke dua karena kepalanya pusing macam ketiban beton. Ia sedang kedatangan bulan yang lagi-banyak-banyaknya.Dengan telaten Daniel membelikannya air putih dan teh manis serta jamu datang bulan.“Mister, udah! Aku bukan jompo yang harus kaulayani,” seru Salwa sembari memijit pelipisnya yang masih berdenyut.“Gak apa-apa, Sayang! Aku biasa melakuka
Hari itu Daniel menolak ajakan ibunya untuk pergi ke butik mencari pakaian untuk lamaran. Ia tak mau Salwa kecapekan alasannya. Salwa juga sedang kedatangan tamu bulanannya. Kinan pun mafhum dan mengiyakan perkataan putranya. Mereka pun memutuskan untuk pergi ke butik setelah berbincang dengan Aruni, memilih waktu yang tepat. Selama tiga hari Salwa meminta ijin pulang dari pesantren demi mempersiapkan prosesi lamarannya bersama kekasih hati. Ia tak pernah mengira jika jodohnya begitu dekat. Masih seperti mimpi ia akan dilamar oleh lelaki yang menaklukan hatinya. Cinta pertamanya. Selama libur mondok ia tinggal bersama kakaknya karena kuliah terus berlangsung. Sempat terjadi perdebatan antara dua keluarga termasuk calon mempelai dalam menentukan tempat dan konsep diadakan lamaran. Keluarga Jonathan menginginkan prosesi lamaran di hotel dengan mewah dan meriah. Apalagi Daniel merupakan putra bungsunya dan penutup putra mereka. Sementara itu Aruni meminta mengadakan acara lamaran di
Darren dan Daniel menyusul wanita yang mereka sayangi pergi ke butik sepulang dari kantor. Kini mereka terlihat lebih akrab dan dekat. Hubungan yang normal di antara kakak beradik.Salwa kaget ketika mendengar suara lelaki yang kini akan menjadi tunangannya. Ia tak bisa menyembunyikan rasa terkejut dan bahagia melihat Daniel datang ke sana, ke butik di mana mereka akan memesan busana untuk acara lamaran. Siapapun akan merasa senang jika persiapan hari istimewa mereka dilakukan secara bersama, saling melibatkan satu sama lain dan menyatukan persepsi dari mulai hal kecil.“Aku spontan aja ngelihat gaun ini cantik banget,” kata Salwa sembari meraba gaun berwarna putih berdesain modern ala negeri dongeng. Tak pernah ia melihat gaun pengantin seindah dan sedetail itu dengan butiran payet yang kecil dan rumit namun mewah.Daniel mendekatinya dan ikut menyentuh helaian gaun itu yang terlihat elegan dan mewah kemudian menatap gadis itu dari samping.“Gaun ini akan terlihat indah jika kau yan
Daniel tak henti-hentinya menggoda Salwa. Entahlah, seperti ada sebuah kesenangan batin ketika bisa membuatnya kesal. Apalagi saat gadis itu cemberut terlihat sangat menggemaskan.Awalnya Salwa tak terlalu menanggapinya, namun kesabarannya lama kelamaan menyusut hingga mencapai titik nadir. Membludaklah mirip ledakan TNT! Salwa marah ketika merasa cara bercanda Daniel kelewatan.“Aku juga tahu ukuran pakaianmu termasuk perintilannya …” ucap Daniel dengan enteng ketika mereka berjalan bersisian sedangkan Kinan berjalan di depan mereka mirip seorang komandan.“Au ah, gelap!” sahut Salwa acuh tak acuh, awalnya.“Kau pakai gamis ukuran XL atau all size karena badanmu lumayan tinggi untuk cewek Indo. Tapi kakimu .. sama kayak Teh Nuha ukuran 39. Kalau Bra ... ukuran 38 C,” lanjut Daniel dengan santai.“Mister!!!!” pekik Salwa kesal. Ia langsung meninju-ninju lengan Daniel. “Lancang sekali kau!!”Kinan sampai tersentak kaget mendengar pekikan Salwa yang berjalan di belakangnya. Salwa langsu
Malam itu Salwa diantar pulang ke rumah kakaknya oleh calon suaminya. Ia menyalami Kinan terlebih dahulu dan memeluknya sesaat sebelum masuk gerbang hunian mewah tersebut.“Istirahat ya Sal! Kau jangan kecapekan! Minggu depan pokoknya kau harus hadir di pesta pernikahan Michelle!” Kinan melongokkan kepalanya di balik jendela mobil.Usut punya usut, Michelle akan mengakhiri masa lajangnya menikah dengan dr Richard yang menangani Daniel. Akhirnya pelabuhan cintanya bermuara pada pria dewasa yang matang dan penyayang.Acara pemberkatan di Kanada sedangkan acara resepsi dihelat di Bali, tepatnya di pantai Nusa Dua Bali.“Iya, Mami!” sahut Salwa mengangguk dan tersenyum menatap Kinan. “Sayang, kenapa salim nya cuma sama Mami aja?” Daniel ikut bicara dan menatapnya dengan tatapan penuh cinta. Rasanya tak ingin berpisah. Daniel lagi sayang-sayangnya pada gadis itu. Ia sangat bersyukur akhirnya mimpinya melamar gadis pujaan hatinya terkabul.Salwa menghela nafas sebelum menjawab permintaa
Mendengar pertanyaan Kania membuat Salwa sedikit terkejut. Mengapa gadis dewasa itu membahas masa lalu calon tunangannya.Rasanya, tak adil! Tak ada yang berhak menjudge masa lalu seseorang. Sekarang Kania sudah menjalani fase hijrah. Ia sudah menutup auratnya dengan sempurna termasuk ibadahnya terlihat rajin.Jika menengok ke belakang, Kania dulu sempat berpenampilan terbuka dan gaul.Dalam hal ini posisi mereka sama!Kania hanya menilai Daniel Dash dari pandangannya. Ia sama sekali tidak tahu perjuangan Daniel Dash agar mendapatkan dirinya. Bagaimana ia harus meminta restu kakaknya, hingga menurunkan egonya, bergabung di perusahàan PT JD Group.Salwa menarik nafas dalam dan mengembuskannya perlahan.Barangkali jika pertanyaan itu muncul dari orang lain, sudah dipastikan Salwa akan langsung marah dan membalas telak ucapannya.Namun pernyataan tersebut berasal dari seorang wanita yang tengah patah hati, ia memakluminya. Ia juga tahu Kania sangat mengkhawatirkannya. Sedari dulu memang
“Saya terima nikah dan kawinnya Salwa Salsabila binti Muhammad Hilal dengan mahar mas kawin seperangkat perhiasan berlian dibayar tunai!” ucap Daniel Dash dengan mantap dan senyuman yang lebar selebar lapangan stadion sepak bola.“Bagaimana saksi? Sah? Sah?” ucap Daniel berpura-pura menjadi penghulu. Bahkan suaranya dimirip-miripkan penghulu yang bersuara tegas.“Silahkan waktunya memasangkan cincin Mas Daniel. Mbak Salwa juga silahkan memasangkan cincin pada suaminya. Sekarang kalian sudah sah menjadi suami istri,” lanjut pemuda dalam balutan tuxedo tersebut. “O, ya, silahkan mempelai wanita mencium tangan suaminya!”“Ayo, cium tanganku cepat!” lanjutnya dengan tawa lebar, mengulurkan tangannya pada wajah kekasihnya.Ke dua sahabatnya, Romi dan Huda bersama pasangan mereka sampai menahan tawa mati-matian, melihat ketua geng mereka mulai ‘menghalu’.“Mas Daniel, sudah dong! Malu tau! Lihat kita bisa jadi olok-olokan tamu!” sewot Salwa yang berjalan bersisian dengannya. Bersamanya, jan
“Kenapa Ummi tak ikut ke Nusa Dua?” tanya Kania yang tengah membantu Aruni menyiram bunga. Sudah beberapa hari Kania menginap di rumah Ummi Aruni. Selama beberapa hari ia menghabiskan waktunya di sana untuk mengusir pikirannya yang kalut, sekaligus meminta bantuan Aruni agar bisa membujuk ibunya untuk merestui hubungannya dengan Din. Ia menceritakan kisah cintanya dengan Din pada Aruni. Aruni menyematkan senyum tipis dan berkata, “Sudah diwakili oleh Nuha dan Salwa. Bagaimanapun, Rasyid tak bisa meninggalkan sekolah.” Kania mengangguk kecil dan menatap kosong bunga di hadapannya. “Sarapan dulu yuk! Ummi sudah bikin nasi goreng,” ucap Aruni mengusik lamunannya. Kania kembali mengangguk kecil dan mengekori langkah Aruni masuk ke dalam rumah. Mereka pun sarapan bersama layaknya keluarga kecil. Kania memang betah berlama-lama tinggal di sana. Aruni selalu menyambutnya dengan baik dan tak pernah memperlakukannya seperti pada orang lain. Terkadang dalam pikiran kecil Kania, ia berhara