Jonathan dilarikan ke rumah sakit. Dia kembali dirawat di ruang NICU. Kini Darren ditugasi oleh Kinan untuk mencari pengacara terkenal yang bisa mendampingi Daniel di persidangan. Dengan berat hati, Darren telah menceritakan perilaku Daniel selama ini pada Kinan berdasarkan informasi yang diperolehnya melalui orang suruhannya. Kinan nyaris terkena serangan jantung tatkala mendengar apa yang terjadi. Dia tak percaya dengan hasil penyelidikan Darren terhadap adiknya.“Mom,” seru Darren melihat Kinan yang berwajah masam. “Aku akan tetap membantu Daniel, setidaknya agar dia bisa memperoleh keringanan masa tahanan,”“Jadi kau tak mau membebaskan adikmu begitu?” tekan Kinan, masih berusaha mengelak. Ibu manapun pasti takkan membiarkan anaknya masuk bui.“Mom, bukan seperti itu. Daniel sudah banyak melakukan kesalahan dan berbuat jahat pada banyak perempuan. Penjara adalah hukuman terbaik untuk membuatnya jera.”Darren mengemukakan pendapatnya.“Baiklah, jika kau tak mau bantu saudaramu. M
Di tengah pikiran yang kalut, Darren memutuskan untuk pergi ke masjid menunaikan shalat isya karena malam telah larut. Dia telah menghabiskan waktu di jalan, mengantar sang ayah ke rumah sakit lalu kembali menemui adiknya.Usai shalat dia merapalkan doa-doa pendek dan zikir yang dia hafal. Lalu seketika dia mengumpulkan sejumput ingatannya. Akhir-akhir ini dia diuji oleh masalah yang bertubi-tubi. Namun dia percaya bahwa tak semata-mata Allah mengujinya. Ujian yang diberikan oleh allah adalah untuk menaikkan derajatnya. Begitulah yang Darren ingat saat ikut kajian bersama sesama mualaf.Darren mengusap wajahnya dan berucap amin. Kemudian dia beranjak dari masjid untuk pulang. Rasanya seharian ini dia begitu disibukan urusan dunia.Tatkala mobilnya tiba di depan rumah, pintu garasi otomatis terbuka sehingga Darren bisa langsung memarkirkan mobilnya. Seorang security yang bertugas langsung menghampiri Darren dan menyapanya.Darren hanya tersenyum tipis memperoleh sambutan dari pekerjany
Lisna mengetuk pintu yang membuat Darren mendengus kasar. Dia telah mengusik waktunya bersama Nuha. Padahal, harapan Darren ialah bisa bermesraan dengan sang istri lebih lama, meski dia tak berniat melakukan hal yang lebih. Hanya memeluk dan menciumnya saja sudah cukup baginya. Dia seperti menang lotre. “Apa?” tanya Darren dengan seraut wajah yang tak ramah. Tangannya bahkan masih memegang knop pintu kamar. “Maaf, Mas Darren mengganggu waktunya. Saya mau meminta ijin untuk pulang karena ibu saya sakit,” ucapnya dengan suara yang terdengar sendu. “Saya ingin meminta ijin pada Nyonya tetapi Nyonya tidak ada, jadi ya … saya meminta ijin pada Mas Darren,” Lisna menundukan pandangannya dengan meremat salah satu ujung kemeja yang dipakainya, merasa gugup, tak berani menatap majikannya. Mendengar penuturan Lisna membuat Darren merasa iba padanya. Dia pun masuk kembali ke kamarnya dan mengambil dompetnya lalu mengeluarkan uang cash berwarna merah beberapa lembar. Mungkin uang setidaknya a
Ternyata pengacara yang ditunjuk oleh Darren untuk adiknya ialah sahabat Tania, mantan kekasihnya yang juga merupakan rivalnya sebab dia menyukai Tania melebih rasa suka pada seorang sahabat. Hanya saja Tania jatuh hati pada Darren hingga memutuskan untuk menjalin kisah dengannya. Ksatria Bentala Lubis terhenyak saat mendengar Darren telah menikah. Dia mengira jika Darren menikah dengan Tania, pujaan hatinya. Rupanya dugaannya keliru, Darren menikahi gadis lain. “Selamat atas pernikahanmu! Sayang, aku tidak diundang,” cibir Ksatria setelah melihat Darren pergi menjauh darinya untuk menerima telepon dari Nuha yang dia kira dari Tania. “Aku belum mengadakan resepsi, Bro,” timpal Darren dengan memasukan kembali ponselnya. “Terasa aneh aja. Kalian hanya menikah di catatan sipil. Um, mungkin ini ide darimu, bukan dari Tania. Rasanya tak mungkin seorang Tania tak memiliki keinginan resepsi yang mewah dan megah dalam pernikahan. Secara dia seorang gadis yang selalu tampil glamor,” Ksat
Pak Li mempercepat laju kendaraannya. Hal tersebut tentu membuat Nuha terkejut dan merasa penasaran dengan apa yang terjadi. Didorong rasa penasaran, Nuha menggerakan bibirnya hendak bertanya. Namun Pak Li lebih dulu mengumpat.“Sial,”Pak Li memukul stir dengan keras. Melihat ekspresi Pak Li, membuat Nuha menduga pasti telah terjadi sesuatu.“Pak Li, ada apa? Kok bawa mobilnya ngebut, kayak lagi ikut tanding sirkuit F1?” tanya Nuha dengan memegangi sabuk pengaman dengan erat.“Mbak Nuha, sepertinya kita telah dibuntuti. Dua orang pengendara motor mengikuti mobil kita,” papar Pak Li dengan gelisah. Sudah lama dia tidak membawa mobil ugal-ugalan. Rasanya jantungnya berdetak tak karuan, antara takut dan gugup. Namun karena kondisi keterpaksaan, demi menyelamatkan majikannya, dia harus menjauhi dua pengendara tersebut.Mendengar penjelasan Pak Li, Nuha langsung menoleh ke arah kaca spion depan, sementara itu dia duduk di belakang.“Pak Li benar. Kita diikuti begal. Padahal aku hanya ta
Aruni mengepalkan ke dua tangannya kesal. Seharusnya yang tengah bernostalgia dengan Nuha ialah dirinya, sang ibu karena tak lama tak bersua dengan putrinya. Namun justru yang terlihat saat ini ialah Nuha tengah asik bercengkrama di halaman depan rumah dengan pria yang menolongnya.“Wah, dunia itu sempit, Pak, eh … Om Naufal. Saya mengucapkan terima kasih banyak atas bantuannya. Kalau tidak ada Om, aku … “Nuha menunduk, dia trauma mengalami kekerasan seksual.Mereka kini duduk di atas kursi besi yang berjarak kurang lebih satu meter di halaman rumah yang luas. Nuha duduk sendiri sedangkan Naufal duduk bersebelahan dengan Pak Li.“Sudah jangan dibahas lagi. Lagipula secara tak sengaja saya berada di sana. Saya sedang melakukan survey untuk bahan baku di restoran,” jawab Naufal dengan sumringah.Tak ada angin dan tak ada hujan, akhirnya takdir mempertemukan mereka meski Naufal babak belur akibat terkena pukulan dan tendangan ke dua begal tadi. Sama seperti halnya Pak Lie, Naufal menola
Hari ini Darren disibukan tak hanya urusan kantor tetapi urusan adiknya sekaligus. Dia bolak balik mendatangi kantor kepolisian.Di sana dia bertemu dengan Huda karena sengaja ingin mengorek informasi sesungguhnya yang terjadi di lapangan.“Mas Darren, tolong keluarkan aku! Papaku bahkan tak datang kemari, sepertinya dia murka karena kenakalanku,” ucap Huda yang tiba-tiba langsung memelas dengan mata yang berkaca-kaca. Penampilannya yang rapi kini berubah menjadi berantakkan, rambut acak-acakan dan wajah yang pucat pasi.“Mas, tolong bujuk Mama dan Papaku agar turun tangan. Khususnya Mama ‘kan seorang pejabat, pasti bisa membebaskan semua termasuk Daniel.”Darren menghela nafas panjang dan menatap intens Huda yang terlihat rapuh di hadapannya.“Aku ingin pilih rehab saja, Mas. Daniel sudah mengajakku mengonsumsi obat-obatan. Tapi … sungguh kami tidak melakukan aksi kriminal, pembunuhan. Itu semua fitnah. Apalagi menjual organ manusia, rasanya tak mungkin,”Darren menyimak dengan hati-
Di sebuah masjid megah nan mewah, seorang pemuda keturunan Mesir tengah melantunkan ayat suci alquran dengan begitu merdu sehingga membuat para jamaah yang menghadiri acara tausiyah di masjid tersebut merasa terbawa emosi. Tangis haru menggema menyatu dengan kalam ilahi yang terpantul sangat indah.Hingga tanpa sadar saat bacaaan ayat berakhir, para jamaah masih terdiam menghayati bacaan yang telah tiba pada surat-surat pendek.“Masyaallah, sungguh indah sekali bacaanmu, Mas Attar,” seru salah satu pemuda yang merupakan seorang pengajar di pesantren.“Alhamdulillah,” jawabnya singkat. Dia memang tidak suka dipuji meski memiliki kemampuan yang mumpuni dalam suatu bidang. Merasa telah selesai menjalankan kewajibannya untuk mengisi bagian qiroat atau membaca Alquran, Attar menoleh dan memberi isyarat pada ustaz lain untuk meneruskan kegiatan tausiyah tersebut tanpa dirinya. Cukuplah Attar yang memiliki peran sebagai seorang qori.Attar mempercepat langkahnya keluar dari masjid tanpa men
Setahun kemudian,Yusuf dan Farah kini sudah tinggal terpisah dari keluarganya masing-masing. Sebagai seorang suami yang bertanggung jawab, Yusuf membangun sebuah rumah mewah untuk istrinya. Tak kalah mewah dengan rumah keluarga istrinya.Karena Yusuf seorang yang paham agama sehingga ia meyakini bahwa ia harus memberikan yang terbaik untuk istrinya. Bahkan ia memberikan nafkah terbaik, lebih baik dari apa yang istrinya dapatkan dari ayahnya. Yusuf bekerja keras di perusahaan sang ayah. Ia juga menjadi dosen di salah satu perguruan tinggi swasta di akhir pekan untuk mengamalkan ilmunya dalam ilmu Quran dan hadist. Selain itu, pemuda tampan itu membuat buku dan banyak melakukan seminar dan workshop sebagai seorang penulis dan pendidik.Malam itu, Yusuf pulang terlambat ke rumah. Tepat pukul sembilan malam, ia baru saja memarkirkan kendaraan SUV miliknya di halaman rumahnya yang sangat asri.Rumah itu dibangun di atas lahan hektaran. Pemuda yang visioner itu ingin kelak memiliki banyak
Perlahan, Yusuf pun melepas jilbab Farah dan tersenyum menatapnya. Tangannya dengan lembut melepas ikatan rambut Farah hingga membuat rambutnya terburai. Rambutnya yang hitam nan panjang mencuri atensinya.Tanpa sàdar, Yusuf merengkuh sejumput rambutnya yang halus kemudian menciumnya seraya memejamkan matanya. Farah menatap suaminya dengan tatapan penuh damba. Pemuda tampan itu kita sudah menjadi miliknya seutuhnya.“Yusuf, aku mau mandi,” ucap Farah dengan gugup. Berdekatan dengan Yusuf sungguh membuat tubuhnya panas dingin. Ia butuh waktu untuk beradaptasi dengan suaminya.“Tentu, Sayang,” jawab Yusuf sembari berdiri. Pemuda tampan itu berjalan menuju lemari dan mengambil handuk. Kemudian ia menoleh ke arah Farah yang masih sibuk merapikan aksesoris pengàntin. “Sayang, ini handuknya. Aku taruh di atas nakas.”Dipanggil dengan sebutan sayang, Farah semakin salah tingkah. Ia lantas berpikir nama panggilan untuk suaminya. “Yusuf, aku harus memanggilmu apa? Hum, meskipun kita seumuran, k
Sebulan berlalu. Persiapan pernikahan Farah dan Yusuf sudah rampung. Hari bahagia yang dinantikan itu telah tiba. Setelah melewati berbagai macam ujian dan rintangan dalam kisah cinta mereka, akhirnya, Farah dan Yusuf bisa bersanding di sebuah tempat yang sakral dan suci.Pagi itu, pukul 09.00 WIB Farah dan Yusuf akan melangsungkan akad walimah yang diadakan di ballroom salah satu hotel bintang lima milik sang ayah. Di pelaminan, Yusuf dan sang ayah—Attar serta pamannya sudah bergabung dengan keluarga inti pihak perempuan; Darren Dash, Jonathan Dash yang kini sudah duduk di kursi roda, Naufal Alatas, Daniel Dash, penghulu, dan saksi. Di tempat yang berbeda Farah ditemani sang ibu dan keluarga perempuannya menunggu detik demi detik acara yang sakral itu dimulai. Pernikahan diadakan secara syariat di mana pihak lelaki dan perempuan dipisah.Suara microphone mulai menggema. Seorang MC mulai mengarahkan acara hingga tibalah waktunya Yusuf mengucapkan kalimat ijab qabul dengan lantang. Set
Darren mendapat telepon dari asistennya yang mengatakan bahwa putrinya mengendarakan mobil mewahnya dengan sangat cepat menuju pantai. Ia terkejut mendengarnya dan langsung berniat menyusul putrinya. Ia memiliki firasat buruk. Semenjak pagi ia merasa tak enak hati. Ia terus memikirkan putrinya.Tak biasanya putrinya pergi bepergian jauh tanpa mengabarinya. Terdengar aneh bukan!Darren Dash semakin tersulut emosi saat ia berada di jalan menuju pantai yang biasa putrinya kunjungi, ia melihat mobil Yusuf berada di depannya. Tak lain tak bukan, pemuda itu juga terlihat akan pergi ke pantai. Bahkan ia melajukan kendaraannya dengan sangat cepat. Sisi lain, Darren Dash memilih memelankan laju kendaraannya karena ingin tahu apa yang mereka lakukan di pantai berduaan. Tak bisa dibiarkan! Farah sudah keterlaluan.Darren berzikir untuk mengendalikan emosinya. Ia pun melihat mobil milik Yusuf sudah terparkir di area parkir yang luas area pantai. Pria dewasa itu terus melangkahkan kakinya, berjal
Setelah kejadian kecelakaan tadi, Yusuf tergesa-gesa mengejar kembali Farah meskipun kendaraannya ketinggalan jauh. Pemuda itu hanya mengkhawatirkan kondisi gadis itu yang tengah kalut. Kabar tentang cerita masa lalu ke dua orang tuanya sungguh melukai batinnya. Saat ini gadis bermanik hazel itu belum menerima fakta mengejutkan itu.“Argh! Farah jangan bertindak bodoh!” geram Yusuf usai membanting ponselnya hingga terbanting ke atas kursi. Beruntung, ponsel itu tidak jatuh ke kolong kursi mobil.Nomor telepon Farah tidaklah aktif. Yusuf hanya bisa menghela nafas berat mengingat karakter Farah yang memang keras kepala.“Allah, lindungilah Farah. Amin,” gumam Yusuf tak henti-hentinya berzikir. Yusuf mengedarkan pandangannya mencari mobil putih milik Farah. Sial, di jalan yang dilewatinya ada banyak mobil putih namun bukan mobil Farah barang tentu. Mobil Farah termasuk mobil mewah.Yusuf pun menepikan mobilnya menuju pom bensin terdekat. Ia akan mengisi bahan bakar terlebih dahulu untuk
Semua orang yang berada di cafe panik saat melihat adegan yang terjadi di antara Farah dan Elia.Tanpa belas kasih, Elia mengambil cangkir kopi dari nampan—yang dibawa pelayan kemudian menumpahkannya pada wajah Farah dengan gerakan yang sangat cepat.Namun, sebuah pertolongan datang. Dengan gerakan yang lihai dan gesit, sosok pemuda tampan maju, berusaha melindungi Farah. Ia memeluk Farah. Meski tidak benar-benar memeluk karena ke dua tangannya tidak menyentuh tubuh gadis itu.Farah hanya memejamkan matanya reflek saat air cipratan itu mengenai pipinya. Namun saat ia membelakan matanya, ia tersentak kaget, karena Yusuf berada di sana melindunginya dari aksi keji Elia. Kini punggung Yusuf yang terkena cipratan kopi yang panas itu.“Yusuf,” imbuh Farah dengan berurai air mata. Entahlah, perasaan Farah berkecamuk. Cerita dari bibir Elia tentang ayahnya dan menatap Yusuf yang selalu saja menjadi garda terdepan dalam menolongnya, membuat lelehan air mata terus menerus menetes.Tatapan Yusuf
Di sebuah ruang keluarga bernuansa mewah, terlihat sepasang suami dan istri yang sedang duduk berdua sembari menikmati tontonan chanel luar negeri—yang tengah menampilkan sebuah destinasi wisata di Eropa.“Mas, indah sekali ya? Aku pengen jalan-jalan lagi sekeluarga. Berkeliling Eropa dan menikmati musim semi yang indah di sana.”Nuha mengungkapkan keinginannya saat tatapannya tertuju pada colosseum Roma yang berdiri pongah.Darren hanya mengangguk pelan. Meskipun raganya berada di sana, namun pikiran Darren terseret pada memori-memori kelam nan buruk yang seringkali menghantuinya.“Mas, ini salad buah yang diminta,” ucap Nuha pada suaminya ketika ART menaruh semangkuk salad untuk menemani waktu rehat mereka. Darren pun melirik pada mangkuk salad kemudian ia berusaha mengambilnya.PrangTiba-tiba saja Darren menjatuhkan mangkuk salad buah itu. Namun dengan sigap, ART sudah langsung membereskan kekacauan yang ada. “Mas, kenapa?”Nuha terkejut saat melihat suaminya yang tampak syok dan
Dua orang wanita cantik berbeda usia sedang mengobrol di sebuah cafe. Suasana terasa tegang saat wanita berusia kepala lima itu mulai bercerita. Sebetulnya, wanita itu enggan bertemu dengannya setelah apa yang terjadi. Namun karena gadis muda itu bersikukuh akhirnya mau tak mau ia pun mengiyakan permintàan.Di sinilah mereka berada. Sebuah rooftop yang terletak di lantai dua sebuah kafe kopi yang berada tak jauh dari rumah sakit di mana gadis itu bertugas.Mereka adalah Farah dan Maesarah. “Jadi … Om Attar itu mantan tunangannya ibuku?”Farah pun menimpali cerita yang baru saja ibunya Yusuf katakan. Gadis bermanik hazel itu bertanya sekedar untuk mengkonfirmasi.Malam itu, Farah tak sengaja mendengar percakapan yang terjadi di antara ibunya dan tantenya. Namun percakapan itu hanya sekilas sehingga ia dilanda penasaran.Jika Farah bertanya pada mereka, ia yakin mereka tidak akan memberikan jawaban apapun yang memuaskan hatinya.Oleh karena itu, Farah berinisiatif bertanya langsung pad
“Mas kenapa sih? Bete begitu!” beo Daniel pada sang kakak yang sedari tadi terlihat tidak fokus dalam bekerja. Daniel Dash sengaja datang ke kantor kakaknya, membawa sejumlah kontrak kerja hingga menjelaskan laporan soal saham perusahaan. Namun Darren Dash hanya terdiam dengan tatapan yang kosong mirip orang kesambet setan.Lama kelamaan Daniel mulai jenuh melihat respon kakaknya—yang seakan tidak menghargai usaha dirinya. Padahal ia sangat sibuk. Namun demi menyampaikan amanat perusahaan ia mengunjungi kantor pusat PT Jonathan Dash Group. “Mas Darren aku pamit pulang! Lain kali saja aku melapor,” ucap Daniel Dash kemudian membereskan berkas penting perusahaan dan memasukannya kembali ke dalam tas miliknya.“Tunggu! Apa? Kau bahas apa tadi? Sorry, Mas lagi banyak pikiran, jadi gak fokus,” imbuh Darren mengklarifikasi. Seharusnya, Darren juga bisa menahan diri untuk tidak melamun saat jam kerja. Namun siang itu seperti siang sebelumnya, ia masih kepikiran soal omongan Attar dan sikap