Check in pesawat nyaris enam puluh menit lagi. Jika melewati waktu tersebut belum tiba di bandara sudah bisa dipastikan Darren Dash dan Mariyam Nuha akan ketinggalan penerbangan dan mereka harus mengatur jadwal keberangkatan selanjutnya.Tak apa ketinggalan penerbangan atau membatalkan sekaligus jadwal liburan. Yang terpenting ialah Nuha ditemukan. Darren tak rela jika Nuha menghilang karena insiden barusan. Kalau bisa Darren akan mengurung Nuha di rumah atau di kamar untuk dirinya lain waktu. Nuha membuat Darren ketar ketir mencarinya. Darren merasa takut jika Nuha diculik atau tersesat. Apalagi mereka tengah berada di negeri asing.Darren sudah mencari Nuha ke setiap jalan yang tadi mereka lewati. Namun Nuha belum bisa ditemukan dan dia benar-benar merasa menyesal atas apa yang terjadi barusan. Baru pertama kalinya Darren begitu mengkhawatirkan seseorang. Nuha telah berhasil mengaduk-aduk emosi dan hatinya.Kekhawatiran Darren semakin bertambah sebab dia hanya menemukan koper kecil
“Pecundang tak berguna!” pekik Daniel pada para orang suruhannya yang kebetulan warga asli Turki, yang berhasil melarikan diri. Daniel Dash bahkan sudah membayar puluhan ribu lira pada orang suruhannya itu untuk membawa Nuha.Aksi demo secara tidak langsung membatalkan aksi Daniel. Orang-orang suruhan Daniel malah tertangkap oleh para polisi yang menghalau aksi demo. Mereka dituduh sebagai koordinator demo karena kedapatan membawa senjata dan obat bius. Mereka diringkus oleh pihak berwajib. Hanya satu yang selamat dari kepungan para polisi bersenjata tetapi dirinya tidak selamat dari amukan Daniel.Daniel menghajar lelaki berjenggot yang usianya lebih tua darinya dengan membabi buta. Dia juga menghancurkan barang-barang yang berada di penginapan seperti furniture dan beberapa pajangan dari tanah liat.Aksi Daniel benar-benar payah. Dia gagal menculik Nuha. Untuk melampiaskan amarahnya, Daniel memanggil seorang wanita penghibur untuk memperbaiki suasana hatinya.Malam itu, wanita pengh
Dua puluh tahun yang laluMalam itu, seorang pemuda berperawakan tinggi dengan rambut gondrong tengah berlari di bawah rinai hujan yang begitu lebat. Dia memayungi tubuhnya dengan jaketnya. Dia berjalan dengan tergesa meski harus melawan hujan lebat demi menemui sang kekasih hatinya yang sudah lama menunggunya di halte bus dengan wajah yang ditekuk.Gadis cantik berambut panjang sepunggung itu duduk sendirian di sana sembari menekuri lantai yang dipijaknya. Sesekali dia memainkan sepatu pantofelnya, mulai merasa jenuh sebab kekasihnya tak kunjung datang menjemputnya padahal malam sudah larut dan jalanan terlihat sepi.“Arun! Arun!” seru pria berambut gondrong tersebut saat kakinya mendarat sempurna di depannya setelah mengibaskan jaketnya yang basah.“Sayang … Arun!” serunya lagi dengan suara yang lembut, berharap kekasihnya, Arunika muda menoleh padanya dan menyambutnya dengan sebuah pelukan dan kecupan hangat di pipinya. Namun hal tersebut hanyalah angan belaka.Aruni tak menggubris
Tangan Nuha begitu dingin saat memijat kepala Darren dengan terpaksa. Kening Darren terasa panas. Dia terserang demam pula.Demi rasa kemanusiaan, Nuha memijat pelan kepala Darren yang berlabuh di pahanya. Rambutnya yang agak panjang sebahu terasa halus di tangannya. Darren tertidur pulas dalam pangkuannya. Awalnya Nuha merasa sangat risi tetapi entah mungkin dorongan psikologis janin yang di dikandungnya dia dengan ikhlas memijat kepala sang suami.Untuk melakukan hal semacam itu saja butuh pergulatan batin. Nuha sadar apa yang dilakukannya keliru. Dia tahu dosa ketika dirinya belum bisa berbakti padanya dan melayaninya sebagai seorang istri. Nuha masih trauma atas apa yang terjadi padanya.Nuha masih beruntung memiliki suami seperti Darren yang penuh pengertian. Darren tak pernah menuntut Nuha untuk menjalankan kewajibannya sebagai seorang istri. Darren bahkan sadar diri karena awal hubungan mereka ialah ‘kesalahan’. Namun Darren meyakini hubungannya akan membaik jika ke duanya sali
Malam itu suasana terasa sunyi. Hal tersebut menjadi tanda tanya besar bagi Kania. Biasanya ke dua orang tuanya dan dirinya menikmati makan malam penuh khidmat saat malam menjelang. Namun kali ini, sang ayah enggan turun dari ruang kerjanya sehingga membuat sang ibu kesal dan ikut tak mau makan malam.Kania hanya memainkan sendok dan garpu pada kuah sayur yang hampir dingin ditemani asisten rumah tangga yang berdiri mematung tak jauh dari keberadaannya.“Bik, apa Mama dan Papa berantem?”Kania mempertanyakan hal tersebut pada ART yang seharian berada di rumah. Dia pasti tahu apa yang terjadi pada majikannya.ART tersebut hanya mengerutkan keningnya, pertanda dia tak paham dengan pertanyaan yang dilontarkan majikannya.“Bik! Apa kau tak mendengar pertanyaanku?” bentak Kania akhirnya menaruh sendok dan garpu kembali pada tempatnya sehingga membuatnya kehilangan selera makan.“Eh, Non Kania, Mama dan Papa baik-baik saja. Non Kania sendiri tahu jika Papa pulang lebih awal dan selesai ari
Di sebuah padepokan yang terletak jauh dari perkotaan suara riuh teriakkan penuh semangat mengudara. Kendati terik matahari membuat kening berjengit tetapi semangat sekumpulan anak remaja yang tengah berlatih Pencak Silat justru semakin sengit.Seorang gadis dalam balutan pangsi hitam dengan terusan berwarna senada adalah salah satu murid baru yang sangat antusias mengikuti latihan bela diri tradisional dan mengutamakan spiritualitas tersebut. Dengan gigih dia berlatih bagaimana caranya memasang kuda-kuda dengan benar. Di antara salah satu teknik dasar dalam mempelajari Pencak Silat ialah teknik kuda-kuda. Teknik ini digunakan untuk menjaga keseimbangan tubuh dalam menyerang dan bertahan.“Bagus Salwa! Kau cepat belajar!” seru seorang pelatih seraya menepuk pundak Salwa.Salwa dan Rasyid sama-sama mengikuti latihan bela diri Pencak Silat secara terpisah. Salwa diajari oleh pelatih wanita sedangkan Rasyid diajari oleh pelatih pria.Setelah selesai berlatih mereka bertemu kembali di se
Di depan sebuah lobi hotel bintang lima bernama Sophia Hotel seorang pemuda berambut pirang lurus menghampiri seorang resepsionis. Dia menanyakan apakah masih ada kamar kosong yang tersedia di sana. Jika masih ada maka dirinya akan melakukan reservasi. Namun rupanya keberuntungan tak berpihak padanya, seluruh kamar hotel tersebut telah full-booked oleh karena itu pemuda tersebut tak bisa menginap di sana. Ditemani dua orang pengawalnya dia pun beranjak dari hotel tersebut pergi ke hotel lain yang terletak tak jauh dari sana, hanya berjarak kurang lebih dua kilometer. Pemuda berambut pirang tersebut berhasil check in hotel dan menginap di sana. “Tuan Daniel, apa Tuan mau makan malam di resto apa di kamar?” tanya seorang pengawal menawarinya makan malam. “Tidak usah! Aku tak mau makan. Aku belum lapar.” “Baiklah, Tuan. Saya pamit undur diri,” pungkasnya. “Tunggu! Kau bawa motor?” “Bawa Tuan,” “Aku pinjam motormu,” “Um, baiklah Tuan,” Dengan menunggangi kuda besi milik pengaw
Nuha bangun tidur dengan penuh semangat. Setelah minum obat dan vitamin yang diresepkan oleh dokter kandungan, kondisi tubuh Nuha mulai membaik.Selain itu, keinginan untuk pulang telah hilang sebab Darren berhasil membujuknya untuk mengunjungi objek wisata lain sebelum liburannya berakhir. Karena setelah pulang ke Indonesia Darren akan kembali disibukkan oleh setumpuk pekerjaannya sebagai seorang pemimpin perusahaan.Tak biasanya pagi itu Darren masih bergulung selimut padahal waktu subuh nyaris berakhir. Dia cukup kelelahan sejak semalam Nuha meminta kebab yang dijual street food di mana mengharuskan Darren menyisiri jalanan Istanbul demi memenuhi keinginan Nuha pada malam hari.Nuha sendiri terkadang bingung mengapa dia tak bisa menahan diri untuk meminta macam-macam dan merepotkan Darren Dash.Semalam bertepatan Nuha akan membuka pintu kamar, Darren meneleponnya. Lalu tatapannya tertuju pada pintu yang diketuk beberapa kali dari luar.Flashback onSebelum Nuha membuka pintu kamarn
Setahun kemudian,Yusuf dan Farah kini sudah tinggal terpisah dari keluarganya masing-masing. Sebagai seorang suami yang bertanggung jawab, Yusuf membangun sebuah rumah mewah untuk istrinya. Tak kalah mewah dengan rumah keluarga istrinya.Karena Yusuf seorang yang paham agama sehingga ia meyakini bahwa ia harus memberikan yang terbaik untuk istrinya. Bahkan ia memberikan nafkah terbaik, lebih baik dari apa yang istrinya dapatkan dari ayahnya. Yusuf bekerja keras di perusahaan sang ayah. Ia juga menjadi dosen di salah satu perguruan tinggi swasta di akhir pekan untuk mengamalkan ilmunya dalam ilmu Quran dan hadist. Selain itu, pemuda tampan itu membuat buku dan banyak melakukan seminar dan workshop sebagai seorang penulis dan pendidik.Malam itu, Yusuf pulang terlambat ke rumah. Tepat pukul sembilan malam, ia baru saja memarkirkan kendaraan SUV miliknya di halaman rumahnya yang sangat asri.Rumah itu dibangun di atas lahan hektaran. Pemuda yang visioner itu ingin kelak memiliki banyak
Perlahan, Yusuf pun melepas jilbab Farah dan tersenyum menatapnya. Tangannya dengan lembut melepas ikatan rambut Farah hingga membuat rambutnya terburai. Rambutnya yang hitam nan panjang mencuri atensinya.Tanpa sàdar, Yusuf merengkuh sejumput rambutnya yang halus kemudian menciumnya seraya memejamkan matanya. Farah menatap suaminya dengan tatapan penuh damba. Pemuda tampan itu kita sudah menjadi miliknya seutuhnya.“Yusuf, aku mau mandi,” ucap Farah dengan gugup. Berdekatan dengan Yusuf sungguh membuat tubuhnya panas dingin. Ia butuh waktu untuk beradaptasi dengan suaminya.“Tentu, Sayang,” jawab Yusuf sembari berdiri. Pemuda tampan itu berjalan menuju lemari dan mengambil handuk. Kemudian ia menoleh ke arah Farah yang masih sibuk merapikan aksesoris pengàntin. “Sayang, ini handuknya. Aku taruh di atas nakas.”Dipanggil dengan sebutan sayang, Farah semakin salah tingkah. Ia lantas berpikir nama panggilan untuk suaminya. “Yusuf, aku harus memanggilmu apa? Hum, meskipun kita seumuran, k
Sebulan berlalu. Persiapan pernikahan Farah dan Yusuf sudah rampung. Hari bahagia yang dinantikan itu telah tiba. Setelah melewati berbagai macam ujian dan rintangan dalam kisah cinta mereka, akhirnya, Farah dan Yusuf bisa bersanding di sebuah tempat yang sakral dan suci.Pagi itu, pukul 09.00 WIB Farah dan Yusuf akan melangsungkan akad walimah yang diadakan di ballroom salah satu hotel bintang lima milik sang ayah. Di pelaminan, Yusuf dan sang ayah—Attar serta pamannya sudah bergabung dengan keluarga inti pihak perempuan; Darren Dash, Jonathan Dash yang kini sudah duduk di kursi roda, Naufal Alatas, Daniel Dash, penghulu, dan saksi. Di tempat yang berbeda Farah ditemani sang ibu dan keluarga perempuannya menunggu detik demi detik acara yang sakral itu dimulai. Pernikahan diadakan secara syariat di mana pihak lelaki dan perempuan dipisah.Suara microphone mulai menggema. Seorang MC mulai mengarahkan acara hingga tibalah waktunya Yusuf mengucapkan kalimat ijab qabul dengan lantang. Set
Darren mendapat telepon dari asistennya yang mengatakan bahwa putrinya mengendarakan mobil mewahnya dengan sangat cepat menuju pantai. Ia terkejut mendengarnya dan langsung berniat menyusul putrinya. Ia memiliki firasat buruk. Semenjak pagi ia merasa tak enak hati. Ia terus memikirkan putrinya.Tak biasanya putrinya pergi bepergian jauh tanpa mengabarinya. Terdengar aneh bukan!Darren Dash semakin tersulut emosi saat ia berada di jalan menuju pantai yang biasa putrinya kunjungi, ia melihat mobil Yusuf berada di depannya. Tak lain tak bukan, pemuda itu juga terlihat akan pergi ke pantai. Bahkan ia melajukan kendaraannya dengan sangat cepat. Sisi lain, Darren Dash memilih memelankan laju kendaraannya karena ingin tahu apa yang mereka lakukan di pantai berduaan. Tak bisa dibiarkan! Farah sudah keterlaluan.Darren berzikir untuk mengendalikan emosinya. Ia pun melihat mobil milik Yusuf sudah terparkir di area parkir yang luas area pantai. Pria dewasa itu terus melangkahkan kakinya, berjal
Setelah kejadian kecelakaan tadi, Yusuf tergesa-gesa mengejar kembali Farah meskipun kendaraannya ketinggalan jauh. Pemuda itu hanya mengkhawatirkan kondisi gadis itu yang tengah kalut. Kabar tentang cerita masa lalu ke dua orang tuanya sungguh melukai batinnya. Saat ini gadis bermanik hazel itu belum menerima fakta mengejutkan itu.“Argh! Farah jangan bertindak bodoh!” geram Yusuf usai membanting ponselnya hingga terbanting ke atas kursi. Beruntung, ponsel itu tidak jatuh ke kolong kursi mobil.Nomor telepon Farah tidaklah aktif. Yusuf hanya bisa menghela nafas berat mengingat karakter Farah yang memang keras kepala.“Allah, lindungilah Farah. Amin,” gumam Yusuf tak henti-hentinya berzikir. Yusuf mengedarkan pandangannya mencari mobil putih milik Farah. Sial, di jalan yang dilewatinya ada banyak mobil putih namun bukan mobil Farah barang tentu. Mobil Farah termasuk mobil mewah.Yusuf pun menepikan mobilnya menuju pom bensin terdekat. Ia akan mengisi bahan bakar terlebih dahulu untuk
Semua orang yang berada di cafe panik saat melihat adegan yang terjadi di antara Farah dan Elia.Tanpa belas kasih, Elia mengambil cangkir kopi dari nampan—yang dibawa pelayan kemudian menumpahkannya pada wajah Farah dengan gerakan yang sangat cepat.Namun, sebuah pertolongan datang. Dengan gerakan yang lihai dan gesit, sosok pemuda tampan maju, berusaha melindungi Farah. Ia memeluk Farah. Meski tidak benar-benar memeluk karena ke dua tangannya tidak menyentuh tubuh gadis itu.Farah hanya memejamkan matanya reflek saat air cipratan itu mengenai pipinya. Namun saat ia membelakan matanya, ia tersentak kaget, karena Yusuf berada di sana melindunginya dari aksi keji Elia. Kini punggung Yusuf yang terkena cipratan kopi yang panas itu.“Yusuf,” imbuh Farah dengan berurai air mata. Entahlah, perasaan Farah berkecamuk. Cerita dari bibir Elia tentang ayahnya dan menatap Yusuf yang selalu saja menjadi garda terdepan dalam menolongnya, membuat lelehan air mata terus menerus menetes.Tatapan Yusuf
Di sebuah ruang keluarga bernuansa mewah, terlihat sepasang suami dan istri yang sedang duduk berdua sembari menikmati tontonan chanel luar negeri—yang tengah menampilkan sebuah destinasi wisata di Eropa.“Mas, indah sekali ya? Aku pengen jalan-jalan lagi sekeluarga. Berkeliling Eropa dan menikmati musim semi yang indah di sana.”Nuha mengungkapkan keinginannya saat tatapannya tertuju pada colosseum Roma yang berdiri pongah.Darren hanya mengangguk pelan. Meskipun raganya berada di sana, namun pikiran Darren terseret pada memori-memori kelam nan buruk yang seringkali menghantuinya.“Mas, ini salad buah yang diminta,” ucap Nuha pada suaminya ketika ART menaruh semangkuk salad untuk menemani waktu rehat mereka. Darren pun melirik pada mangkuk salad kemudian ia berusaha mengambilnya.PrangTiba-tiba saja Darren menjatuhkan mangkuk salad buah itu. Namun dengan sigap, ART sudah langsung membereskan kekacauan yang ada. “Mas, kenapa?”Nuha terkejut saat melihat suaminya yang tampak syok dan
Dua orang wanita cantik berbeda usia sedang mengobrol di sebuah cafe. Suasana terasa tegang saat wanita berusia kepala lima itu mulai bercerita. Sebetulnya, wanita itu enggan bertemu dengannya setelah apa yang terjadi. Namun karena gadis muda itu bersikukuh akhirnya mau tak mau ia pun mengiyakan permintàan.Di sinilah mereka berada. Sebuah rooftop yang terletak di lantai dua sebuah kafe kopi yang berada tak jauh dari rumah sakit di mana gadis itu bertugas.Mereka adalah Farah dan Maesarah. “Jadi … Om Attar itu mantan tunangannya ibuku?”Farah pun menimpali cerita yang baru saja ibunya Yusuf katakan. Gadis bermanik hazel itu bertanya sekedar untuk mengkonfirmasi.Malam itu, Farah tak sengaja mendengar percakapan yang terjadi di antara ibunya dan tantenya. Namun percakapan itu hanya sekilas sehingga ia dilanda penasaran.Jika Farah bertanya pada mereka, ia yakin mereka tidak akan memberikan jawaban apapun yang memuaskan hatinya.Oleh karena itu, Farah berinisiatif bertanya langsung pad
“Mas kenapa sih? Bete begitu!” beo Daniel pada sang kakak yang sedari tadi terlihat tidak fokus dalam bekerja. Daniel Dash sengaja datang ke kantor kakaknya, membawa sejumlah kontrak kerja hingga menjelaskan laporan soal saham perusahaan. Namun Darren Dash hanya terdiam dengan tatapan yang kosong mirip orang kesambet setan.Lama kelamaan Daniel mulai jenuh melihat respon kakaknya—yang seakan tidak menghargai usaha dirinya. Padahal ia sangat sibuk. Namun demi menyampaikan amanat perusahaan ia mengunjungi kantor pusat PT Jonathan Dash Group. “Mas Darren aku pamit pulang! Lain kali saja aku melapor,” ucap Daniel Dash kemudian membereskan berkas penting perusahaan dan memasukannya kembali ke dalam tas miliknya.“Tunggu! Apa? Kau bahas apa tadi? Sorry, Mas lagi banyak pikiran, jadi gak fokus,” imbuh Darren mengklarifikasi. Seharusnya, Darren juga bisa menahan diri untuk tidak melamun saat jam kerja. Namun siang itu seperti siang sebelumnya, ia masih kepikiran soal omongan Attar dan sikap