Assalamualaikum warohmatullah! Sore! Makasih teman-teman atas antusiasme kalian membaca novel D’SMP (Dinodai Sebelum Malam Pertama). Pun, makasih atas supportnya dari kalian dengan menyumbang gem-yang otomatis menaikkan rank novel ini. Semoga Allah membalas kebaikan kalian semua. Amin. Mulai hari ini dan seterusnya insyaallah, kisah Nuha dan Darren akan diupload rutin dua kali, pagi dan sore hari. Selamat membaca!
Sebatang kayu terhempas sudah menghantam seekor anjing herder yang tengah menggonggong. Badannya tegak dan sorot matanya galak. Pemandangan yang menyempurnakan sebuah kemarahan luar biasa.Gadis yang dilanda rasa takut dan gelisah itu tengah sembunyi di balik pohon ketapang dengan nafas yang terengah-engah. Salah siapa anjing itu mengamuk terkena hantaman kerikil yang salah sasaran. Gadis itu bersungut-sungut dan memaki dirinya sendiri karena aksi teledornya. Tak sengaja ia menendang botol kemasan yang tadinya mengarah pada tong sampah malah menimpuk anjing ras tersebut. Tak terima dengan perilaku gadis itu alhasil anjing itu mengejarnya untuk membalaskan dendam kesumat.Setelah merasa aman, Salwa Salsabila kembali ke jalan dan meneruskan perjalanannya menuju rumah sang kakak. Masih beberapa ratus meter lagi. Pasalnya ia diturunkan di depan pos satpam kawasan perumahan elit tersebut. Tak bisa sembarang orang yang memasuki kawasan elit tersebut. Para penghuni termasuk para pekerjanya
Darren terperenyak bangun tatkala melihat si kembar tak ada di sisinya. Hanya ada tangan halus nan lentik memeluk tubuhnya dari belakang. Deru nafasnya halus merambat ke telinganya. Begitu menyadari Nuha yang mendekapnya, perlahan Darren melepaskan tangannya dan memutar tubuhnya pelan agar tak mengusiknya. Tatapannya beredar mencari keberadaan si kembar. Rasanya lega si kembar sudah berada di dalam box nya. Mungkin Nuha yang memindahkannya. Beruntung Darren tidak aktif tidur bersama mereka karena akan sangat berbahaya bagi ke dua bayi tersebut. Ditatapnya bidadari dunianya dengan lekat. Wajahnya senantiasa damai ketika tidur. Caranya ia tidur mirip seorang bayi. Di luar hujan begitu deras. Darren semakin mendekap istrinya dengan penuh kelembutan. Namun ia teringat sesuatu. Ia meraih gawai dari saku celananya dan mengirim pesan pada seseorang. Setelahnya ia kembali membaringkan tubuhnya dan memeluk istrinya. Sesekali ia menikmati ranum bibir istrinya. Kembali menghabiskan sisa waktu
Semua orang dikejutkan oleh kedatangan Salwa yang misterius di depan gerbang rumah sang kakak. Jono sebutkanlah satpam rumah di sana yang begitu ngebet dipanggil Pak Jon biar nasibnya sama dengan Pak Jonathan kilahnya tak kalah terkejut melihat sosok gadis dengan penampilan basah kuyup bersimbah air hujan dengan sebuah ransel besar memayunginya. Hujan tengah begitu deras saat itu. Barulah setelah mengkonfirmasi gadis itu, mewawancarainya soal tujuan kedatangannya ke sana, Pak Jon memberikan ijin akses masuk pada gadis itu. Di bawah rebas hujan deras siluet wajah Salwa tak kelihatan jelas sehingga Pak Jon mengira jika Salwa hanyalah seorang gelandangan yang hidupnya nomaden. Apalagi melihat tas ransel yang mendukung asumsinya. Ratih lebih terkesiap lagi. Kemunculan Salwa ditengarai munculnya petir yang seakan menambah mencekam suasana siang hari menjelang sore itu. Ratih mengira Salwa sosok yang dikirim dari langit. Nuha membiarkan Salwa mengganti pakaiannya yang basah kuyup karena
Kurang lebih sudah tujuh puluh dua jam Salwa Salsabila dinyatakan telah terdampar di rumah Mariyam Nuha, kakaknya. Mendadak ia mogok pulang dan mogok belajar. Seolah ia tengah melakukan aksi protes terselubung pada dunia, alam semesta dan kepala sekolah laknat yang telah menghukumnya dengan cara yang tak adil. Pun, memberikannya sebuah opsi yang rumit. Tentu saja seorang gadis idealis akan menolak permintaannya tentang soal ‘meminta maaf pada pelaku’. Lebih baik ia pindah sekolah saja jika itu opsi terakhir.Setiap hari, setiap malam ibunya terus menghubunginya agar pulang ke rumah. Sebagai seorang ibu yang baik dan bijaksana sudah saatnya Aruni menyingsingkan lengan bajunya dan menghadap kepala sekolah yang menyebabkan semangat putrinya dalam belajar nyaris merosot. Apapun yang terjadi seharusnya ia tidak memperlakukan semena-mena anak secerdas putrinya. Bukankah putrinya telah ikut berpartisipasi mengharumkan nama sekolah di kejuaraan olimpiade beberapa mata pelajaran sekolah antar
“Carenina. It’s my baby. Dia meninggal sewaktu kami sekeluarga berlibur di Pantai Mawun. Bapak mantan tim penjinak bom tetapi cucunya menjadi korban ledakan bom. Ironis!”Adisty muncul di belakang Nuha. Nuha terlonjak kaget melihat kedatangannya tiba-tiba. Ia merasa bersalah meskipun secara tak sengaja menemukan foto mengenaskan bayi Adisty yang meninggal akibat terluka, tertimpa puing-puing bangunan.Adisty menghela nafas panjang sebelum kembali berkisah.“Ada banyak musuh Bapa. Keluarga jadi sasaran. Salah satu musuh Bapa mengirim orang untuk meledakan resort di mana kami bermalam. Sebuah aksi teror. Bom rakitan dengan daya ledak rendah tetapi berhasil memisahkan aku dengan Carenina.”Tak ada air mata kala Adisty mengisahkan peristiwa pilu tentang putrinya. Seolah air mata itu habis ditelan waktu. Hanya saja wajahnya yang biasa hangat dan ceria seketika berubah dingin seolah membeku.Satu kata yang ingin Nuha sampaikan pada Adisty ialah permintaan maaf. Sedari awal Nuha menghindari
Setelah kepergian Salwa, Nuha kembali menghampiri suaminya yang terlihat kecut macam anak kecil yang kehilangan mainannya akibat direbut orang. Nuha tersenyum simpul dan mendekati suaminya yang terlihat merajuk. Darren tengah letih karena setumpuk pekerjaan yang tak pernah ada habisnya dan ia butuh mood booster istrinya. Namun kehadiran Salwa mengusiknya malam itu sehingga menyebabkan suasana hatinya jungkir balik. Nuha duduk mepet dekat suaminya mirip penumpang bus yang tak kebagian bangku. Sengaja. Mungkin sudah saatnya ia bersikap agresif seperti seekor singa betina yang menggoda seekor singa jantan. Ia menoleh dan menatap suaminya dari arah samping. Tangannya terulur, menari-nari di bagian pipi dan dagunya. Terkadang dari kening menuju hidung kemudian menuju bibirnya yang merah. Darren memang bukan seorang perokok. Bibirnya merah alami. Menggelikan. Perasaan yang Darren rasakan saat ini selain gelenyar aneh yang menyebabkan sesuatu gelisah. Namun ia masih kesal pada istrinya. Ia
Sebuah mobil SUV berwarna hitam metalik nan mewah memasuki gerbang raksasa sekolah madrasah aliyah Al Fatma. Keberadaan mobil tersebut mencuri atensi seluruh penghuni area sekolah, satpam, tukang bersih-bersih, para guru, staf TU dan para murid termasuk burung-burung pipit yang seringkali membuang kotoran di lapangan sekolah.Biasanya hanya ada beberapa kendaraan mewah yang sering masuk dan terparkir di area tempat parkir sekolah. Semua orang mengenal bentukan, model, warna dan nomor plat mobil termasuk siapa yang empunya.Yang memiliki kendaraan mewah bisa dihitung jari, kepala sekolah dan antek-anteknya, para murid yang notabene anak pejabat daerah termasuk geng Balakpink Secondary, suami para guru wanita yang berprofesi pengusaha seperti Maesarah Basri. Sisanya kendaraan yang masuk tak lebih dan tak kurang didominasi oleh kendaraan beroda dua dan sepeda listrik yang tengah naik daun.Sebelum keluar Darren Dash merapikan jilbab yang dipakai istrinya.“Nah, sudah rapi,” katanya mengu
Salwa mengganti pakaian dari piyama tidur berlengan pendek menjadi gamis rumahan lengkap dengan penutup kepalanya. Ia keluar kamar dan akan menghabiskan waktu, bermain dengan keponakannya. Langkahnya terhenti ketika melihat seorang wanita dewasa sedang mengobrol dengan Ratih.Salwa bertanya-tanya dalam benaknya. Siapakah gerangan tamu yang datang.Menyadari kedatangan Salwa, Adisty bangun dan tersenyum ke arah Salwa.“Adeknya Nuha? Atau kakaknya?” katanya dengan tawa ringan. “Habisnya bongsor.”Salwa menghitung dalam kepalanya. Sudah lebih dari dua puluh satu orang yang bertemu dengannya mengatakan dirinya bertubuh bongsor, tiang listrik, sutet dan tiang bendera. Lama kelamaan ia merasa jengkel. Entah itu pujian ataukah hinaan.Salwa menyadari pertumbuhan postur tubuhnya. Beberapa bulan yang lalu tinggi badannya masih seratus enam puluh centimeter. Sekarang sudah mencapai seratus tujuh puluh centimeter. Ia mengalami akselerasi pertumbuhan.“Saya Salwa Salsabila,”Salwa mengulurkan tan
Setahun kemudian,Yusuf dan Farah kini sudah tinggal terpisah dari keluarganya masing-masing. Sebagai seorang suami yang bertanggung jawab, Yusuf membangun sebuah rumah mewah untuk istrinya. Tak kalah mewah dengan rumah keluarga istrinya.Karena Yusuf seorang yang paham agama sehingga ia meyakini bahwa ia harus memberikan yang terbaik untuk istrinya. Bahkan ia memberikan nafkah terbaik, lebih baik dari apa yang istrinya dapatkan dari ayahnya. Yusuf bekerja keras di perusahaan sang ayah. Ia juga menjadi dosen di salah satu perguruan tinggi swasta di akhir pekan untuk mengamalkan ilmunya dalam ilmu Quran dan hadist. Selain itu, pemuda tampan itu membuat buku dan banyak melakukan seminar dan workshop sebagai seorang penulis dan pendidik.Malam itu, Yusuf pulang terlambat ke rumah. Tepat pukul sembilan malam, ia baru saja memarkirkan kendaraan SUV miliknya di halaman rumahnya yang sangat asri.Rumah itu dibangun di atas lahan hektaran. Pemuda yang visioner itu ingin kelak memiliki banyak
Perlahan, Yusuf pun melepas jilbab Farah dan tersenyum menatapnya. Tangannya dengan lembut melepas ikatan rambut Farah hingga membuat rambutnya terburai. Rambutnya yang hitam nan panjang mencuri atensinya.Tanpa sàdar, Yusuf merengkuh sejumput rambutnya yang halus kemudian menciumnya seraya memejamkan matanya. Farah menatap suaminya dengan tatapan penuh damba. Pemuda tampan itu kita sudah menjadi miliknya seutuhnya.“Yusuf, aku mau mandi,” ucap Farah dengan gugup. Berdekatan dengan Yusuf sungguh membuat tubuhnya panas dingin. Ia butuh waktu untuk beradaptasi dengan suaminya.“Tentu, Sayang,” jawab Yusuf sembari berdiri. Pemuda tampan itu berjalan menuju lemari dan mengambil handuk. Kemudian ia menoleh ke arah Farah yang masih sibuk merapikan aksesoris pengàntin. “Sayang, ini handuknya. Aku taruh di atas nakas.”Dipanggil dengan sebutan sayang, Farah semakin salah tingkah. Ia lantas berpikir nama panggilan untuk suaminya. “Yusuf, aku harus memanggilmu apa? Hum, meskipun kita seumuran, k
Sebulan berlalu. Persiapan pernikahan Farah dan Yusuf sudah rampung. Hari bahagia yang dinantikan itu telah tiba. Setelah melewati berbagai macam ujian dan rintangan dalam kisah cinta mereka, akhirnya, Farah dan Yusuf bisa bersanding di sebuah tempat yang sakral dan suci.Pagi itu, pukul 09.00 WIB Farah dan Yusuf akan melangsungkan akad walimah yang diadakan di ballroom salah satu hotel bintang lima milik sang ayah. Di pelaminan, Yusuf dan sang ayah—Attar serta pamannya sudah bergabung dengan keluarga inti pihak perempuan; Darren Dash, Jonathan Dash yang kini sudah duduk di kursi roda, Naufal Alatas, Daniel Dash, penghulu, dan saksi. Di tempat yang berbeda Farah ditemani sang ibu dan keluarga perempuannya menunggu detik demi detik acara yang sakral itu dimulai. Pernikahan diadakan secara syariat di mana pihak lelaki dan perempuan dipisah.Suara microphone mulai menggema. Seorang MC mulai mengarahkan acara hingga tibalah waktunya Yusuf mengucapkan kalimat ijab qabul dengan lantang. Set
Darren mendapat telepon dari asistennya yang mengatakan bahwa putrinya mengendarakan mobil mewahnya dengan sangat cepat menuju pantai. Ia terkejut mendengarnya dan langsung berniat menyusul putrinya. Ia memiliki firasat buruk. Semenjak pagi ia merasa tak enak hati. Ia terus memikirkan putrinya.Tak biasanya putrinya pergi bepergian jauh tanpa mengabarinya. Terdengar aneh bukan!Darren Dash semakin tersulut emosi saat ia berada di jalan menuju pantai yang biasa putrinya kunjungi, ia melihat mobil Yusuf berada di depannya. Tak lain tak bukan, pemuda itu juga terlihat akan pergi ke pantai. Bahkan ia melajukan kendaraannya dengan sangat cepat. Sisi lain, Darren Dash memilih memelankan laju kendaraannya karena ingin tahu apa yang mereka lakukan di pantai berduaan. Tak bisa dibiarkan! Farah sudah keterlaluan.Darren berzikir untuk mengendalikan emosinya. Ia pun melihat mobil milik Yusuf sudah terparkir di area parkir yang luas area pantai. Pria dewasa itu terus melangkahkan kakinya, berjal
Setelah kejadian kecelakaan tadi, Yusuf tergesa-gesa mengejar kembali Farah meskipun kendaraannya ketinggalan jauh. Pemuda itu hanya mengkhawatirkan kondisi gadis itu yang tengah kalut. Kabar tentang cerita masa lalu ke dua orang tuanya sungguh melukai batinnya. Saat ini gadis bermanik hazel itu belum menerima fakta mengejutkan itu.“Argh! Farah jangan bertindak bodoh!” geram Yusuf usai membanting ponselnya hingga terbanting ke atas kursi. Beruntung, ponsel itu tidak jatuh ke kolong kursi mobil.Nomor telepon Farah tidaklah aktif. Yusuf hanya bisa menghela nafas berat mengingat karakter Farah yang memang keras kepala.“Allah, lindungilah Farah. Amin,” gumam Yusuf tak henti-hentinya berzikir. Yusuf mengedarkan pandangannya mencari mobil putih milik Farah. Sial, di jalan yang dilewatinya ada banyak mobil putih namun bukan mobil Farah barang tentu. Mobil Farah termasuk mobil mewah.Yusuf pun menepikan mobilnya menuju pom bensin terdekat. Ia akan mengisi bahan bakar terlebih dahulu untuk
Semua orang yang berada di cafe panik saat melihat adegan yang terjadi di antara Farah dan Elia.Tanpa belas kasih, Elia mengambil cangkir kopi dari nampan—yang dibawa pelayan kemudian menumpahkannya pada wajah Farah dengan gerakan yang sangat cepat.Namun, sebuah pertolongan datang. Dengan gerakan yang lihai dan gesit, sosok pemuda tampan maju, berusaha melindungi Farah. Ia memeluk Farah. Meski tidak benar-benar memeluk karena ke dua tangannya tidak menyentuh tubuh gadis itu.Farah hanya memejamkan matanya reflek saat air cipratan itu mengenai pipinya. Namun saat ia membelakan matanya, ia tersentak kaget, karena Yusuf berada di sana melindunginya dari aksi keji Elia. Kini punggung Yusuf yang terkena cipratan kopi yang panas itu.“Yusuf,” imbuh Farah dengan berurai air mata. Entahlah, perasaan Farah berkecamuk. Cerita dari bibir Elia tentang ayahnya dan menatap Yusuf yang selalu saja menjadi garda terdepan dalam menolongnya, membuat lelehan air mata terus menerus menetes.Tatapan Yusuf
Di sebuah ruang keluarga bernuansa mewah, terlihat sepasang suami dan istri yang sedang duduk berdua sembari menikmati tontonan chanel luar negeri—yang tengah menampilkan sebuah destinasi wisata di Eropa.“Mas, indah sekali ya? Aku pengen jalan-jalan lagi sekeluarga. Berkeliling Eropa dan menikmati musim semi yang indah di sana.”Nuha mengungkapkan keinginannya saat tatapannya tertuju pada colosseum Roma yang berdiri pongah.Darren hanya mengangguk pelan. Meskipun raganya berada di sana, namun pikiran Darren terseret pada memori-memori kelam nan buruk yang seringkali menghantuinya.“Mas, ini salad buah yang diminta,” ucap Nuha pada suaminya ketika ART menaruh semangkuk salad untuk menemani waktu rehat mereka. Darren pun melirik pada mangkuk salad kemudian ia berusaha mengambilnya.PrangTiba-tiba saja Darren menjatuhkan mangkuk salad buah itu. Namun dengan sigap, ART sudah langsung membereskan kekacauan yang ada. “Mas, kenapa?”Nuha terkejut saat melihat suaminya yang tampak syok dan
Dua orang wanita cantik berbeda usia sedang mengobrol di sebuah cafe. Suasana terasa tegang saat wanita berusia kepala lima itu mulai bercerita. Sebetulnya, wanita itu enggan bertemu dengannya setelah apa yang terjadi. Namun karena gadis muda itu bersikukuh akhirnya mau tak mau ia pun mengiyakan permintàan.Di sinilah mereka berada. Sebuah rooftop yang terletak di lantai dua sebuah kafe kopi yang berada tak jauh dari rumah sakit di mana gadis itu bertugas.Mereka adalah Farah dan Maesarah. “Jadi … Om Attar itu mantan tunangannya ibuku?”Farah pun menimpali cerita yang baru saja ibunya Yusuf katakan. Gadis bermanik hazel itu bertanya sekedar untuk mengkonfirmasi.Malam itu, Farah tak sengaja mendengar percakapan yang terjadi di antara ibunya dan tantenya. Namun percakapan itu hanya sekilas sehingga ia dilanda penasaran.Jika Farah bertanya pada mereka, ia yakin mereka tidak akan memberikan jawaban apapun yang memuaskan hatinya.Oleh karena itu, Farah berinisiatif bertanya langsung pad
“Mas kenapa sih? Bete begitu!” beo Daniel pada sang kakak yang sedari tadi terlihat tidak fokus dalam bekerja. Daniel Dash sengaja datang ke kantor kakaknya, membawa sejumlah kontrak kerja hingga menjelaskan laporan soal saham perusahaan. Namun Darren Dash hanya terdiam dengan tatapan yang kosong mirip orang kesambet setan.Lama kelamaan Daniel mulai jenuh melihat respon kakaknya—yang seakan tidak menghargai usaha dirinya. Padahal ia sangat sibuk. Namun demi menyampaikan amanat perusahaan ia mengunjungi kantor pusat PT Jonathan Dash Group. “Mas Darren aku pamit pulang! Lain kali saja aku melapor,” ucap Daniel Dash kemudian membereskan berkas penting perusahaan dan memasukannya kembali ke dalam tas miliknya.“Tunggu! Apa? Kau bahas apa tadi? Sorry, Mas lagi banyak pikiran, jadi gak fokus,” imbuh Darren mengklarifikasi. Seharusnya, Darren juga bisa menahan diri untuk tidak melamun saat jam kerja. Namun siang itu seperti siang sebelumnya, ia masih kepikiran soal omongan Attar dan sikap