Pagi itu karena pergi ke kantor dengan terburu-buru, Darren sempat ketinggalan berkas penting di ruang kerjanya di lantai tiga bersebelahan dengan kamar utamanya yang kini ditempati Nuha. Dia pun kembali pulang untuk mengambil berkas tersebut.Bik Sumi yang tak ingin disalahkan perihal menjaga Nuha buru-buru bergerak cepat mendekati tuannya yang baru turun dari lantai tiga sembari menenteng tas berisi berkas di tangan kanannya.“Mas Darren, Mbak Nuha masih belum mau makan. Dia hanya minum. Apa iya Mbak Nuha puasa? Perasaan tidak ada puasa yang dilaksanakan setiap hari selain ramadhan deh,” Bik Sumi mengadu.“Iya, tenang saja Bik Sumi, saya tidak akan menyalahkan Bik Sumi. Mbak Nuha sedang tidak selera makan saja,” jawab Darren dengan tersenyum tipis pada Bik Sumi. Dia berjalan terburu-buru menuju area carport.Bik Sumi mengelus dada, bersyukur tuannya tidak marah padanya.“Eh, Mas Darren, Mbak Nuha tadi keluar. Tapi Bik Sum tak tahu pergi ke mana,” katanya lagi melapor dari kejauhan.
Di sebuah cafetaria kampus, decak tawa terdengar saling bersahutan di antara anak mahasiswa badboy yang tengah nongkrong melepas kepenatan mereka selepas kuliah dengan saling melempar kelakar dan umpatan. Mereka benar-benar menikmati sepiring gosip murahan tentang para gadis yang mereka kencani. Sesekali bermain game yang tengah viral mumpung kumpul.“Truth or Dare!!” seru salah satu mahasiswa berambut gondrong ala penyanyi rock n roll menjadi pemimpin permainan. Sesekali dia menyugar rambutnya yang hitam pekat ke belakang dan menggeleng, menciptakan pemandangan sensual untuk menarik para gadis kinyis-kinyis, mahasiswi baru yang masih polos.Para gadis yang duduk menikmati makan siang, meliriknya dengan terkagum-kagum. “Aish! Playboy cap kadal beraksi!” umpat teman yang duduk di sebelahnya, lelaki dengan rambut klimis seperti seorang pejabat narsis. Dia menyenggol lengan temannya kasar, mengubur semua fantasinya tentang para gadis yang manis tadi.Sedetik kemudian, mereka saling liri
Di rumah yang sederhana sebuah keluarga kecil tengah asik menikmati sarapan ala kadarnya, nasi goreng dengan telur ceplok dan teh tawar. Tak hanya sarapan, mereka sesekali mengobrol dan membahas semua hal. Karena momen makan bersama merupakan momen keluarga untuk berkumpul sehingga menjadi sebuah kesempatan untuk menjalin komunikasi yang intens saat itu.Hanya saja mereka kekurangan satu anggota keluarga, Maryam Nuha. Meskipun Nuha lebih banyak menghabiskan waktunya di tempat indekos, keadaan sekarang jelas berbeda. Nuha tak bisa pulang sesuka hatinya sebab saat ini Nuha harus tinggal bersama suaminya.Semua merasa kehilangan tetapi berusaha untuk mengikhlaskan sebab sudah waktunya mengalami fase tersebut. Sejak kecil seorang anak perempuan tinggal dengan ke dua orang tuanya lalu setelah menikah dibawa suaminya.“Ummi, bagaimana kabar Teh Nuha? Kenapa tidak menelpon? Aku kangen sekali,” seru Salwa menatap Aruni dengan lekat.Aruni membereskan piring-piring kotor yang berada di atas me
Seorang gadis yang tengah memakai seragam abu-abu tengah kedapatan berjalan mengendap-endap mengintip seorang pria paruh baya yang tengah berbincang berdua di sebuah kedai kopi.CekrekAkhirnya, gadis itu berhasil memfoto mereka berdua, sepasang suami istri yang sudah bercerai tetapi sang mantan suami berusaha keras membujuknya untuk rujuk kembali, untuk menjadi istri ke duanya. Begitulah kira-kiranya.Satu-satunya cara untuk memperoleh informasi tentang kakaknya ialah melalui pamannya sebab Aruni tak mungkin menceritakan masa lalunya yang mungkin kelam. Oleh karena itu Salwa memilih membuntuti pamannya dan memaksanya untuk mengatakan sebuah kebenaran meskipun pahit.Salwa menyempatkan diri untuk mendekati sang paman dengan mengagetkannya.“Halo Om Alwi!” seru gadis itu dengan menunjukan keisengan hari itu. Dia menggoyang-goyangkan ponselnya tepat di wajah sang paman. Namun sang paman belum sadar apa yang ditunjukan oleh gadis itu.“Apa yang kau lakukan di sini, Salwa? Bukankah kau ha
Keesokan harinya, Nuha terbangun dan sudah bersedia sarapan yang disediakan oleh perawat. Kondisi lambungnya sudah membaik. Nuha merasa lega saat bangun karena pemuda yang menjadi suami sudah tidak berada di sana, di sofa. Semalam Nuha merasa sedikit terenyuh melihat niat baik suami yang bersedia menungguinya. Namun tatkala ingatannya tersedot pada peristiwa malam itu, amarah Nuha kembali membara. Apa yang dilakukan Darren tak ada apa-apanya dibanding penderitaan Nuha. Darren seharusnya mendekam di penjara. Pukul delapan pagi, seseorang bertamu. Nuha terkejut kedatangan tamunya secara tiba-tiba. “Halo, assalamualaikum, Mbak Nuha!” seru Bik Sumi dengan menyunggingkan senyum hangat pada Nuha, masih berdiri di ambang pintu dengan menjinjing dua tas besar; pakaian dan makanan. “Bik Sum? Ngapain kemari?” Nuha menyahut tanpa menyembunyikan perasaan senangnya dibesuk oleh seseorang. Sebenarnya dia ingin dibesuk oleh Aruni. Sayang, dia tidak tahu cara menyampaikan keinginannya pada D
___________ Sudah tiga hari Nuha dirawat di rumah sakit. Dan, selama itu Darren menginap di sana untuk menjaganya. Kendati Nuha mendiamkannya, dia tetap bersikukuh melakukannya meskipun ada perawat yang dengan sigap menjaganya setiap hari. Darren khawatir Daniel datang tiba-tiba mengganggu Nuha. Dia teringat peristiwa saat di kampus, tak segan Daniel melayangkan tamparan pada Nuha. Setiap malam Darren datang saat Nuha sudah terlelap tidur dan dia berjaga hingga dini hari. Nuha seringkali bangun karena kehausan dan muntah tiba-tiba. Darren berusaha membantunya. Awalnya Nuha menolak tetapi lama kelamaan dia sudah terbiasa saat menerima segelas air hangat dari tangannya dan memakan makanan yang dibawanya. Alasannya Nuha ingin segera sembuh dan tak ingin melihat Darren lagi berada di sisinya. Setiap pagi Darren pulang ke kediamannya dan pergi ke kantor siang hari. Seperti itulah kebiasaan Darren saat Nuha menjalani perawatan di rumah sakit. Nuha kini telah pulang dari rumah sakit kare
Ch-27Rindu tak bertuan_______________________________Darren menatap sebuah rumah kayu bergaya rustic agak lama sebelum kembali ke kediamannya. Halaman rumah tersebut begitu minim pencahayaan. Menambah beberapa lampu string di sana dan sofa akan membuat suasana rumah tersebut lebih hangat dan nyaman. Sebuah hammock bisa dipasang di antara pepohonan.Darren merasa ingin sekali menjejakkan kakinya, singgah di rumah itu, menemui gadis yang belakangan senantiasa mengusik batinnya. Melihat wajahnya kendati hanya sebentar saja. Namun perasaannya seakan runtuh tergantikan logikanya yang menuntunnya untuk pulang. Tak mungkin dia bertamu saat tengah malam di saat penghuni rumah tengah terlelap, seolah tak tahu adab.Sementara itu Nuha mengintip di antara sela-sela jendela berterali besi, mengedarkan pandangannya menuju halaman rumah yang luas dipenuhi aneka tanaman dan pepohonan. Entah mengapa dia merasakan kehadiran seseorang di luar sana.Kemudian Nuha menutup jendela kamar yang terbuka te
Jika seseorang bertanya mengapa Darren menjemput Nuha. Itu karena rasa rindu yang mulai bertunas di pelataran hatinya. Darren sadar tak mudah menyentuh hati seorang Nuha atas semua yang terjadi. Sebagai langkah awal Darren hanya ingin menebus kesalahannya, memperoleh maaf darinya. Jika takdir indah singgah dalam perjalanan bolehkah Darren mengharap hatinya pula.Selain kehilangan kehormatannya, Nuha harus patah hati sebab tidak jadi menikah dengan kekasihnya. Barangkali itu sudah cukup mewakili kemarahan dan kebencian Nuha padanya.Darren yang melihat Nuha kesulitan meraih jemuran yang tersangkut buru-buru menghampirinya tanpa suara dan menyambar dengan begitu mudahnya kaos milik Rasyid.Sontak, Nuha menoleh karena terkejut untuk melihat siapa orang yang membantunya. Kepalanya terbentur pada dada suami. Postur tubuh Nuha hanya sebatas dada Darren.Di mata Darren Nuha adalah seorang gadis kecil dengan keberanian yang luar biasa besar. Darren melihat pertama kalinya Nuha mengikuti demo.
Setahun kemudian,Yusuf dan Farah kini sudah tinggal terpisah dari keluarganya masing-masing. Sebagai seorang suami yang bertanggung jawab, Yusuf membangun sebuah rumah mewah untuk istrinya. Tak kalah mewah dengan rumah keluarga istrinya.Karena Yusuf seorang yang paham agama sehingga ia meyakini bahwa ia harus memberikan yang terbaik untuk istrinya. Bahkan ia memberikan nafkah terbaik, lebih baik dari apa yang istrinya dapatkan dari ayahnya. Yusuf bekerja keras di perusahaan sang ayah. Ia juga menjadi dosen di salah satu perguruan tinggi swasta di akhir pekan untuk mengamalkan ilmunya dalam ilmu Quran dan hadist. Selain itu, pemuda tampan itu membuat buku dan banyak melakukan seminar dan workshop sebagai seorang penulis dan pendidik.Malam itu, Yusuf pulang terlambat ke rumah. Tepat pukul sembilan malam, ia baru saja memarkirkan kendaraan SUV miliknya di halaman rumahnya yang sangat asri.Rumah itu dibangun di atas lahan hektaran. Pemuda yang visioner itu ingin kelak memiliki banyak
Perlahan, Yusuf pun melepas jilbab Farah dan tersenyum menatapnya. Tangannya dengan lembut melepas ikatan rambut Farah hingga membuat rambutnya terburai. Rambutnya yang hitam nan panjang mencuri atensinya.Tanpa sàdar, Yusuf merengkuh sejumput rambutnya yang halus kemudian menciumnya seraya memejamkan matanya. Farah menatap suaminya dengan tatapan penuh damba. Pemuda tampan itu kita sudah menjadi miliknya seutuhnya.“Yusuf, aku mau mandi,” ucap Farah dengan gugup. Berdekatan dengan Yusuf sungguh membuat tubuhnya panas dingin. Ia butuh waktu untuk beradaptasi dengan suaminya.“Tentu, Sayang,” jawab Yusuf sembari berdiri. Pemuda tampan itu berjalan menuju lemari dan mengambil handuk. Kemudian ia menoleh ke arah Farah yang masih sibuk merapikan aksesoris pengàntin. “Sayang, ini handuknya. Aku taruh di atas nakas.”Dipanggil dengan sebutan sayang, Farah semakin salah tingkah. Ia lantas berpikir nama panggilan untuk suaminya. “Yusuf, aku harus memanggilmu apa? Hum, meskipun kita seumuran, k
Sebulan berlalu. Persiapan pernikahan Farah dan Yusuf sudah rampung. Hari bahagia yang dinantikan itu telah tiba. Setelah melewati berbagai macam ujian dan rintangan dalam kisah cinta mereka, akhirnya, Farah dan Yusuf bisa bersanding di sebuah tempat yang sakral dan suci.Pagi itu, pukul 09.00 WIB Farah dan Yusuf akan melangsungkan akad walimah yang diadakan di ballroom salah satu hotel bintang lima milik sang ayah. Di pelaminan, Yusuf dan sang ayah—Attar serta pamannya sudah bergabung dengan keluarga inti pihak perempuan; Darren Dash, Jonathan Dash yang kini sudah duduk di kursi roda, Naufal Alatas, Daniel Dash, penghulu, dan saksi. Di tempat yang berbeda Farah ditemani sang ibu dan keluarga perempuannya menunggu detik demi detik acara yang sakral itu dimulai. Pernikahan diadakan secara syariat di mana pihak lelaki dan perempuan dipisah.Suara microphone mulai menggema. Seorang MC mulai mengarahkan acara hingga tibalah waktunya Yusuf mengucapkan kalimat ijab qabul dengan lantang. Set
Darren mendapat telepon dari asistennya yang mengatakan bahwa putrinya mengendarakan mobil mewahnya dengan sangat cepat menuju pantai. Ia terkejut mendengarnya dan langsung berniat menyusul putrinya. Ia memiliki firasat buruk. Semenjak pagi ia merasa tak enak hati. Ia terus memikirkan putrinya.Tak biasanya putrinya pergi bepergian jauh tanpa mengabarinya. Terdengar aneh bukan!Darren Dash semakin tersulut emosi saat ia berada di jalan menuju pantai yang biasa putrinya kunjungi, ia melihat mobil Yusuf berada di depannya. Tak lain tak bukan, pemuda itu juga terlihat akan pergi ke pantai. Bahkan ia melajukan kendaraannya dengan sangat cepat. Sisi lain, Darren Dash memilih memelankan laju kendaraannya karena ingin tahu apa yang mereka lakukan di pantai berduaan. Tak bisa dibiarkan! Farah sudah keterlaluan.Darren berzikir untuk mengendalikan emosinya. Ia pun melihat mobil milik Yusuf sudah terparkir di area parkir yang luas area pantai. Pria dewasa itu terus melangkahkan kakinya, berjal
Setelah kejadian kecelakaan tadi, Yusuf tergesa-gesa mengejar kembali Farah meskipun kendaraannya ketinggalan jauh. Pemuda itu hanya mengkhawatirkan kondisi gadis itu yang tengah kalut. Kabar tentang cerita masa lalu ke dua orang tuanya sungguh melukai batinnya. Saat ini gadis bermanik hazel itu belum menerima fakta mengejutkan itu.“Argh! Farah jangan bertindak bodoh!” geram Yusuf usai membanting ponselnya hingga terbanting ke atas kursi. Beruntung, ponsel itu tidak jatuh ke kolong kursi mobil.Nomor telepon Farah tidaklah aktif. Yusuf hanya bisa menghela nafas berat mengingat karakter Farah yang memang keras kepala.“Allah, lindungilah Farah. Amin,” gumam Yusuf tak henti-hentinya berzikir. Yusuf mengedarkan pandangannya mencari mobil putih milik Farah. Sial, di jalan yang dilewatinya ada banyak mobil putih namun bukan mobil Farah barang tentu. Mobil Farah termasuk mobil mewah.Yusuf pun menepikan mobilnya menuju pom bensin terdekat. Ia akan mengisi bahan bakar terlebih dahulu untuk
Semua orang yang berada di cafe panik saat melihat adegan yang terjadi di antara Farah dan Elia.Tanpa belas kasih, Elia mengambil cangkir kopi dari nampan—yang dibawa pelayan kemudian menumpahkannya pada wajah Farah dengan gerakan yang sangat cepat.Namun, sebuah pertolongan datang. Dengan gerakan yang lihai dan gesit, sosok pemuda tampan maju, berusaha melindungi Farah. Ia memeluk Farah. Meski tidak benar-benar memeluk karena ke dua tangannya tidak menyentuh tubuh gadis itu.Farah hanya memejamkan matanya reflek saat air cipratan itu mengenai pipinya. Namun saat ia membelakan matanya, ia tersentak kaget, karena Yusuf berada di sana melindunginya dari aksi keji Elia. Kini punggung Yusuf yang terkena cipratan kopi yang panas itu.“Yusuf,” imbuh Farah dengan berurai air mata. Entahlah, perasaan Farah berkecamuk. Cerita dari bibir Elia tentang ayahnya dan menatap Yusuf yang selalu saja menjadi garda terdepan dalam menolongnya, membuat lelehan air mata terus menerus menetes.Tatapan Yusuf
Di sebuah ruang keluarga bernuansa mewah, terlihat sepasang suami dan istri yang sedang duduk berdua sembari menikmati tontonan chanel luar negeri—yang tengah menampilkan sebuah destinasi wisata di Eropa.“Mas, indah sekali ya? Aku pengen jalan-jalan lagi sekeluarga. Berkeliling Eropa dan menikmati musim semi yang indah di sana.”Nuha mengungkapkan keinginannya saat tatapannya tertuju pada colosseum Roma yang berdiri pongah.Darren hanya mengangguk pelan. Meskipun raganya berada di sana, namun pikiran Darren terseret pada memori-memori kelam nan buruk yang seringkali menghantuinya.“Mas, ini salad buah yang diminta,” ucap Nuha pada suaminya ketika ART menaruh semangkuk salad untuk menemani waktu rehat mereka. Darren pun melirik pada mangkuk salad kemudian ia berusaha mengambilnya.PrangTiba-tiba saja Darren menjatuhkan mangkuk salad buah itu. Namun dengan sigap, ART sudah langsung membereskan kekacauan yang ada. “Mas, kenapa?”Nuha terkejut saat melihat suaminya yang tampak syok dan
Dua orang wanita cantik berbeda usia sedang mengobrol di sebuah cafe. Suasana terasa tegang saat wanita berusia kepala lima itu mulai bercerita. Sebetulnya, wanita itu enggan bertemu dengannya setelah apa yang terjadi. Namun karena gadis muda itu bersikukuh akhirnya mau tak mau ia pun mengiyakan permintàan.Di sinilah mereka berada. Sebuah rooftop yang terletak di lantai dua sebuah kafe kopi yang berada tak jauh dari rumah sakit di mana gadis itu bertugas.Mereka adalah Farah dan Maesarah. “Jadi … Om Attar itu mantan tunangannya ibuku?”Farah pun menimpali cerita yang baru saja ibunya Yusuf katakan. Gadis bermanik hazel itu bertanya sekedar untuk mengkonfirmasi.Malam itu, Farah tak sengaja mendengar percakapan yang terjadi di antara ibunya dan tantenya. Namun percakapan itu hanya sekilas sehingga ia dilanda penasaran.Jika Farah bertanya pada mereka, ia yakin mereka tidak akan memberikan jawaban apapun yang memuaskan hatinya.Oleh karena itu, Farah berinisiatif bertanya langsung pad
“Mas kenapa sih? Bete begitu!” beo Daniel pada sang kakak yang sedari tadi terlihat tidak fokus dalam bekerja. Daniel Dash sengaja datang ke kantor kakaknya, membawa sejumlah kontrak kerja hingga menjelaskan laporan soal saham perusahaan. Namun Darren Dash hanya terdiam dengan tatapan yang kosong mirip orang kesambet setan.Lama kelamaan Daniel mulai jenuh melihat respon kakaknya—yang seakan tidak menghargai usaha dirinya. Padahal ia sangat sibuk. Namun demi menyampaikan amanat perusahaan ia mengunjungi kantor pusat PT Jonathan Dash Group. “Mas Darren aku pamit pulang! Lain kali saja aku melapor,” ucap Daniel Dash kemudian membereskan berkas penting perusahaan dan memasukannya kembali ke dalam tas miliknya.“Tunggu! Apa? Kau bahas apa tadi? Sorry, Mas lagi banyak pikiran, jadi gak fokus,” imbuh Darren mengklarifikasi. Seharusnya, Darren juga bisa menahan diri untuk tidak melamun saat jam kerja. Namun siang itu seperti siang sebelumnya, ia masih kepikiran soal omongan Attar dan sikap