Jika seseorang bertanya mengapa Darren menjemput Nuha. Itu karena rasa rindu yang mulai bertunas di pelataran hatinya. Darren sadar tak mudah menyentuh hati seorang Nuha atas semua yang terjadi. Sebagai langkah awal Darren hanya ingin menebus kesalahannya, memperoleh maaf darinya. Jika takdir indah singgah dalam perjalanan bolehkah Darren mengharap hatinya pula.Selain kehilangan kehormatannya, Nuha harus patah hati sebab tidak jadi menikah dengan kekasihnya. Barangkali itu sudah cukup mewakili kemarahan dan kebencian Nuha padanya.Darren yang melihat Nuha kesulitan meraih jemuran yang tersangkut buru-buru menghampirinya tanpa suara dan menyambar dengan begitu mudahnya kaos milik Rasyid.Sontak, Nuha menoleh karena terkejut untuk melihat siapa orang yang membantunya. Kepalanya terbentur pada dada suami. Postur tubuh Nuha hanya sebatas dada Darren.Di mata Darren Nuha adalah seorang gadis kecil dengan keberanian yang luar biasa besar. Darren melihat pertama kalinya Nuha mengikuti demo.
Tengah malam saat semua orang telah terlelap dalam mimpi, Daniel dalam keadaan mabuk berat berjalan sempoyongan menuju kamarnya di lantai dua. Dia kesulitan hanya untuk berjalan menuju pintu lift.Melihat tuan mudanya kesulitan menekan tombol lift, seorang pelayan yang masih muda mendekatinya, bermaksud membantunya. Biasanya Bik Sumi yang bertugas untuk mengawasi putra bungsu majikannya, mengurus segala kebutuhannya sebab dia anak yang sangat manja.Namun malam ini Bik Sumi tidur lebih awal karena rasa letih mengurus segala pekerjaan rumah.“Mas Daniel, biar saya bantu,” ucap seorang pelayan mendekatinya, berupaya menawarkan bantuan. Dia mengukir senyum terbaiknya.Daniel menoleh dengan tersenyum miring. “Pelayan baru? Berapa umurmu?” Daniel terpaku pada wajah gadis berambut pendek yang bertubuh mungil tersebut.Gadis itu hanya manggut-manggut dan menundukan pandangannya sebab merasa malu mendapatkan tatapan intens dari tuan mudanya, yang rupawan pula. Wajahnya mirip karakter salah s
“Aduh, maaf Ummi tidak tahu jika Pak Darren datang. Katanya sakit ya,” Aruni mencoba berbasa-basi pada menantunya. Aruni pulang bersama Salwa dan Rasyid pada siang hari. Kini mereka berbincang di ruang tamu meskipun agak sedikit canggung sebab baik Aruni maupun Darren masih baru saling mengenal dan tak tahu topik apa yang mesti dibahas di antara mertua dan menantunya. Terlebih tak ada Nuha di sana. Nuha sibuk dengan dirinya.“Semalam demam biasa, alergi dingin juga. Untung Nuha memberi obat dan merawat saya dengan baik.”Darren menjelaskan dengan sedikit rikuh. Aruni sempat tertegun kala mendengar cerita Darren. Sudah ada kemajuan dalam hubungan mereka. Nuha mungkin semalam terpaksa merawat Darren.Mungkin seiring waktu jika Nuha hidup bersama dengan Darren maka perasaan cinta dan sayang akan mulai tumbuh di hati masing-masing. Terutama Nuha yang terlihat begitu membenci Darren. Aruni memakluminya.Nuha lupa jika seorang pendosa yang bertaubat lebih baik derajatnya daripada seorang
Alwi mencak-mencak saat Salwa terus menekannya agar mau membeberkan rahasia sang ibu yang disembunyikan sejak lama. Jika Salwa semakin dilarang maka dia akan semakin memberontak tak ubahnya mirip ibunya, keras kepala.Kondisi Alwi kini seperti seekor kerbau yang dicocok hidungnya. Jika dia tidak segera bertindak maka Salwa akan memberikan fotonya bersama mantan istrinya pada Sarah, barangkali rumah tangga Alwi akan berantakkan. Hal tersebut jauh lebih buruk apalagi Sarah, istrinya tengah hamil muda.Di masjid sekolah, Alwi mendatangi Salwa usai shalat dzuhur. Dia memilih masjid sebagai tempat yang aman untuk bicara empat mata dengannya. Tepatnya halaman masjid yang begitu luas. Alwi menunggu Salwa di teras masjid.“Salwa,” seru Alwi memberanikan diri setelah diberi waktu beberapa hari untuk menjawab pertanyaan Salwa. Salwa menghampirinya.“Aku siap mendengarkan Om,” sahut Salwa menghela nafas panjang. Pasti tak mudah untuk menerima sebuah rahasia yang tersembunyi selama bertahun-tahun
Setelah memboyong Nuha pulang kembali ke kediaman keluarga besarnya, Darren Dash pergi ke tempat gym untuk menghabiskan waktu weekend, di sana ada personal trainer yang mengajarinya. Adapun tempat gym di rumah lebih sering dikuasai oleh Daniel dan teman-teman yang dibawanya.Awalnya Darren ingin makan siang bersama dengan Nuha. Sayang, Nuha tak kunjung turun dari kamarnya. Dia pun makan siang di luar sekalian pergi ke tempat gym bersama Jodi dan Anggara.Menjelang malam Darren baru pulang. Dia begitu bersemangat pulang sebab ada seorang gadis yang tinggal di rumahnya sekarang. Di kamarnya.Saat kakinya mendarat di halaman rumah, Mata Darren mendongak menatap lantai tiga yang dihuni Nuha. Seketika senyum terukir dari wajahnya. Dia penasaran dengan gadisnya, apa yang sedang dia lakukan di kamarnya.Perasaan Darren saat ini seperti seorang anak remaja yang tengah kasmaran.“Bik Sum, Nuha sudah makan belum? Makan malam?”Darren menghampiri Bik Sumi yang tengah memeriksa satu per satu piri
Nafsu makan Nuha mendadak menghilang. Namun dia terpaksa meneruskan makan karena akan minum obat.Meskipun pernah dekat dengan Darren seperti saat boncengan di motor, tetapi Nuha tak suka makan bersama layaknya suami istri dengan kehidupan rumah tangga yang normal.Darren tahu betul ekspresi Nuha. Dia tak sudi makan bersamanya. Namun Darren bertekad akan menaklukan hatinya. Darren ingin menjalani hubungan yang semestinya.Darren mengambil sehelai roti gandum lalu mengolesnya dengan sedikit mentega dan madu. Dia mirip seorang duke, bangsawan, makannya yang anggun untuk seorang lelaki dan tak bersuara. Nuha akui itu.“Terima kasih sudah merawatku,”Darren berkata sesaat setelah menaruh segelas jus di atas meja. Suara Darren terdengar berat dan karismatik.Nuha hanya diam sembari mengaduk nasi dengan sendok tak karuan. Sedari tadi dia hanya memainkan alat makan seperti seorang balita yang tengah belajar makan.“Aku akan mengantarmu ke kampus. Tapi tenang saja, tidak ada yang tahu kalau a
Nuha terlihat panik saat melihat gedung apartemen tinggi yang seolah akan menelannya hidup-hidup. Dia mencengkeram seatbelt yang melingkari tubuhnya dengan erat. Sangat erat.Beberapa kali Darren mengetuk kaca jendela untuk meminta Nuha turun tetapi Nuha malah menggeleng cepat dengan raut wajah ketakutan. Aku ingin pulang ...Nuha berkata dalam hati.Darren bisa menangkap perasaan Nuha yang terlihat cemas. Dia pun masuk ke dalam mobil, duduk di seat belakang di samping Nuha. Dia menatap Nuha yang lebih memilih membuang tatapannya pada gedung yang terpampang di balik kaca jendela.“Kita akan pergi ke apartemenku. Temanku sudah menunggu karena lebih dulu sampai beberapa menit yang lalu,” ucap Darren dengan tenang, berusaha meyakinkan Nuha jika dia tidak seperti yang ada dalam pikirannya, berbuat kurang ajar padanya.“Nuha, dengarkan aku baik-baik! Aku tidak sedang dalam kondisi mabuk. Aku tidak akan berbuat senonoh padamu. Percayalah!” Darren tersenyum memandang wajah Nuha yang mulai
Akhir-akhir ini Aruni merasa bahwa Salwa bersikap berbeda tak seperti biasanya. Dia sedikit pendiam dan murung. Aruni berusaha untuk tidak ambil pusing. Barangkali Salwa tengah menjalani PMS sebagaimana mestinya seorang anak perempuan akil baligh. Setiap ditanya apakah dia memiliki masalah di sekolah, Salwa hanya mendecak dan menggeleng. Dia seperti menghindari sang ibu.Hingga suatu hari Aruni mulai menaruh curiga saat dia akan mengantarkan buku milik Salwa yang tertinggal di rumah. Tak biasanya mobil pickup yang biasa dia kemudikan mogok di jalan dan dia berpapasan dengan Hj Karim.“Kenapa Bu Aruni?” tanya Hj Karim yang melintas di jalan yang sama setelah memarkirkan mobil kepunyaannya. Dia melihat mobil Aruni yang tiba-tiba mogok di tepi jalan.Aruni menoleh seraya mengusap pipinya dengan punggung tangannya yang menghitam akibat cairan oli.Hj Karim tertawa melihat tingkah janda bening yang masih terlihat muda meski sudah beranak tiga tersebut. Semenjak ditinggal pergi Hilal, Arun
Setahun kemudian,Yusuf dan Farah kini sudah tinggal terpisah dari keluarganya masing-masing. Sebagai seorang suami yang bertanggung jawab, Yusuf membangun sebuah rumah mewah untuk istrinya. Tak kalah mewah dengan rumah keluarga istrinya.Karena Yusuf seorang yang paham agama sehingga ia meyakini bahwa ia harus memberikan yang terbaik untuk istrinya. Bahkan ia memberikan nafkah terbaik, lebih baik dari apa yang istrinya dapatkan dari ayahnya. Yusuf bekerja keras di perusahaan sang ayah. Ia juga menjadi dosen di salah satu perguruan tinggi swasta di akhir pekan untuk mengamalkan ilmunya dalam ilmu Quran dan hadist. Selain itu, pemuda tampan itu membuat buku dan banyak melakukan seminar dan workshop sebagai seorang penulis dan pendidik.Malam itu, Yusuf pulang terlambat ke rumah. Tepat pukul sembilan malam, ia baru saja memarkirkan kendaraan SUV miliknya di halaman rumahnya yang sangat asri.Rumah itu dibangun di atas lahan hektaran. Pemuda yang visioner itu ingin kelak memiliki banyak
Perlahan, Yusuf pun melepas jilbab Farah dan tersenyum menatapnya. Tangannya dengan lembut melepas ikatan rambut Farah hingga membuat rambutnya terburai. Rambutnya yang hitam nan panjang mencuri atensinya.Tanpa sàdar, Yusuf merengkuh sejumput rambutnya yang halus kemudian menciumnya seraya memejamkan matanya. Farah menatap suaminya dengan tatapan penuh damba. Pemuda tampan itu kita sudah menjadi miliknya seutuhnya.“Yusuf, aku mau mandi,” ucap Farah dengan gugup. Berdekatan dengan Yusuf sungguh membuat tubuhnya panas dingin. Ia butuh waktu untuk beradaptasi dengan suaminya.“Tentu, Sayang,” jawab Yusuf sembari berdiri. Pemuda tampan itu berjalan menuju lemari dan mengambil handuk. Kemudian ia menoleh ke arah Farah yang masih sibuk merapikan aksesoris pengàntin. “Sayang, ini handuknya. Aku taruh di atas nakas.”Dipanggil dengan sebutan sayang, Farah semakin salah tingkah. Ia lantas berpikir nama panggilan untuk suaminya. “Yusuf, aku harus memanggilmu apa? Hum, meskipun kita seumuran, k
Sebulan berlalu. Persiapan pernikahan Farah dan Yusuf sudah rampung. Hari bahagia yang dinantikan itu telah tiba. Setelah melewati berbagai macam ujian dan rintangan dalam kisah cinta mereka, akhirnya, Farah dan Yusuf bisa bersanding di sebuah tempat yang sakral dan suci.Pagi itu, pukul 09.00 WIB Farah dan Yusuf akan melangsungkan akad walimah yang diadakan di ballroom salah satu hotel bintang lima milik sang ayah. Di pelaminan, Yusuf dan sang ayah—Attar serta pamannya sudah bergabung dengan keluarga inti pihak perempuan; Darren Dash, Jonathan Dash yang kini sudah duduk di kursi roda, Naufal Alatas, Daniel Dash, penghulu, dan saksi. Di tempat yang berbeda Farah ditemani sang ibu dan keluarga perempuannya menunggu detik demi detik acara yang sakral itu dimulai. Pernikahan diadakan secara syariat di mana pihak lelaki dan perempuan dipisah.Suara microphone mulai menggema. Seorang MC mulai mengarahkan acara hingga tibalah waktunya Yusuf mengucapkan kalimat ijab qabul dengan lantang. Set
Darren mendapat telepon dari asistennya yang mengatakan bahwa putrinya mengendarakan mobil mewahnya dengan sangat cepat menuju pantai. Ia terkejut mendengarnya dan langsung berniat menyusul putrinya. Ia memiliki firasat buruk. Semenjak pagi ia merasa tak enak hati. Ia terus memikirkan putrinya.Tak biasanya putrinya pergi bepergian jauh tanpa mengabarinya. Terdengar aneh bukan!Darren Dash semakin tersulut emosi saat ia berada di jalan menuju pantai yang biasa putrinya kunjungi, ia melihat mobil Yusuf berada di depannya. Tak lain tak bukan, pemuda itu juga terlihat akan pergi ke pantai. Bahkan ia melajukan kendaraannya dengan sangat cepat. Sisi lain, Darren Dash memilih memelankan laju kendaraannya karena ingin tahu apa yang mereka lakukan di pantai berduaan. Tak bisa dibiarkan! Farah sudah keterlaluan.Darren berzikir untuk mengendalikan emosinya. Ia pun melihat mobil milik Yusuf sudah terparkir di area parkir yang luas area pantai. Pria dewasa itu terus melangkahkan kakinya, berjal
Setelah kejadian kecelakaan tadi, Yusuf tergesa-gesa mengejar kembali Farah meskipun kendaraannya ketinggalan jauh. Pemuda itu hanya mengkhawatirkan kondisi gadis itu yang tengah kalut. Kabar tentang cerita masa lalu ke dua orang tuanya sungguh melukai batinnya. Saat ini gadis bermanik hazel itu belum menerima fakta mengejutkan itu.“Argh! Farah jangan bertindak bodoh!” geram Yusuf usai membanting ponselnya hingga terbanting ke atas kursi. Beruntung, ponsel itu tidak jatuh ke kolong kursi mobil.Nomor telepon Farah tidaklah aktif. Yusuf hanya bisa menghela nafas berat mengingat karakter Farah yang memang keras kepala.“Allah, lindungilah Farah. Amin,” gumam Yusuf tak henti-hentinya berzikir. Yusuf mengedarkan pandangannya mencari mobil putih milik Farah. Sial, di jalan yang dilewatinya ada banyak mobil putih namun bukan mobil Farah barang tentu. Mobil Farah termasuk mobil mewah.Yusuf pun menepikan mobilnya menuju pom bensin terdekat. Ia akan mengisi bahan bakar terlebih dahulu untuk
Semua orang yang berada di cafe panik saat melihat adegan yang terjadi di antara Farah dan Elia.Tanpa belas kasih, Elia mengambil cangkir kopi dari nampan—yang dibawa pelayan kemudian menumpahkannya pada wajah Farah dengan gerakan yang sangat cepat.Namun, sebuah pertolongan datang. Dengan gerakan yang lihai dan gesit, sosok pemuda tampan maju, berusaha melindungi Farah. Ia memeluk Farah. Meski tidak benar-benar memeluk karena ke dua tangannya tidak menyentuh tubuh gadis itu.Farah hanya memejamkan matanya reflek saat air cipratan itu mengenai pipinya. Namun saat ia membelakan matanya, ia tersentak kaget, karena Yusuf berada di sana melindunginya dari aksi keji Elia. Kini punggung Yusuf yang terkena cipratan kopi yang panas itu.“Yusuf,” imbuh Farah dengan berurai air mata. Entahlah, perasaan Farah berkecamuk. Cerita dari bibir Elia tentang ayahnya dan menatap Yusuf yang selalu saja menjadi garda terdepan dalam menolongnya, membuat lelehan air mata terus menerus menetes.Tatapan Yusuf
Di sebuah ruang keluarga bernuansa mewah, terlihat sepasang suami dan istri yang sedang duduk berdua sembari menikmati tontonan chanel luar negeri—yang tengah menampilkan sebuah destinasi wisata di Eropa.“Mas, indah sekali ya? Aku pengen jalan-jalan lagi sekeluarga. Berkeliling Eropa dan menikmati musim semi yang indah di sana.”Nuha mengungkapkan keinginannya saat tatapannya tertuju pada colosseum Roma yang berdiri pongah.Darren hanya mengangguk pelan. Meskipun raganya berada di sana, namun pikiran Darren terseret pada memori-memori kelam nan buruk yang seringkali menghantuinya.“Mas, ini salad buah yang diminta,” ucap Nuha pada suaminya ketika ART menaruh semangkuk salad untuk menemani waktu rehat mereka. Darren pun melirik pada mangkuk salad kemudian ia berusaha mengambilnya.PrangTiba-tiba saja Darren menjatuhkan mangkuk salad buah itu. Namun dengan sigap, ART sudah langsung membereskan kekacauan yang ada. “Mas, kenapa?”Nuha terkejut saat melihat suaminya yang tampak syok dan
Dua orang wanita cantik berbeda usia sedang mengobrol di sebuah cafe. Suasana terasa tegang saat wanita berusia kepala lima itu mulai bercerita. Sebetulnya, wanita itu enggan bertemu dengannya setelah apa yang terjadi. Namun karena gadis muda itu bersikukuh akhirnya mau tak mau ia pun mengiyakan permintàan.Di sinilah mereka berada. Sebuah rooftop yang terletak di lantai dua sebuah kafe kopi yang berada tak jauh dari rumah sakit di mana gadis itu bertugas.Mereka adalah Farah dan Maesarah. “Jadi … Om Attar itu mantan tunangannya ibuku?”Farah pun menimpali cerita yang baru saja ibunya Yusuf katakan. Gadis bermanik hazel itu bertanya sekedar untuk mengkonfirmasi.Malam itu, Farah tak sengaja mendengar percakapan yang terjadi di antara ibunya dan tantenya. Namun percakapan itu hanya sekilas sehingga ia dilanda penasaran.Jika Farah bertanya pada mereka, ia yakin mereka tidak akan memberikan jawaban apapun yang memuaskan hatinya.Oleh karena itu, Farah berinisiatif bertanya langsung pad
“Mas kenapa sih? Bete begitu!” beo Daniel pada sang kakak yang sedari tadi terlihat tidak fokus dalam bekerja. Daniel Dash sengaja datang ke kantor kakaknya, membawa sejumlah kontrak kerja hingga menjelaskan laporan soal saham perusahaan. Namun Darren Dash hanya terdiam dengan tatapan yang kosong mirip orang kesambet setan.Lama kelamaan Daniel mulai jenuh melihat respon kakaknya—yang seakan tidak menghargai usaha dirinya. Padahal ia sangat sibuk. Namun demi menyampaikan amanat perusahaan ia mengunjungi kantor pusat PT Jonathan Dash Group. “Mas Darren aku pamit pulang! Lain kali saja aku melapor,” ucap Daniel Dash kemudian membereskan berkas penting perusahaan dan memasukannya kembali ke dalam tas miliknya.“Tunggu! Apa? Kau bahas apa tadi? Sorry, Mas lagi banyak pikiran, jadi gak fokus,” imbuh Darren mengklarifikasi. Seharusnya, Darren juga bisa menahan diri untuk tidak melamun saat jam kerja. Namun siang itu seperti siang sebelumnya, ia masih kepikiran soal omongan Attar dan sikap