Kinanti Wicaksono terlihat panik ketika mendengar Daniel tengah mengamuk. Apalagi yang terjadi padanya. Pasti ada sesuatu yang memicunya. Jonathan yang mendengar aduan Riko hanya mendesah pelan. Dia mulai belajar memaklumi perubahan sikap Daniel yang impulsif. Daniel bisa tiba-tiba marah untuk urusan sepele. Salwa menulikan pendengarannya dan kembali melanjutkan sarapannya hingga bersendawa kecil. Bukan ide bagus ketika dia ingin tahu urusan orang. Kemudian matanya tertuju pada sang ibu yang tengah bersedia menunggunya selesai sarapan sembari memainkan ponselnya. “Ummi, kemana Teh Nuha? Aku dari tadi tidak melihatnya. Apa Teh Nuha sudah sarapan? Bagaimana kalau sakit lambung Teh Nuha kambuh,” cerocos Salwa saat baru menyadari sang kakak tak ikut bergabung di meja makan. Jonathan yang masih berada di sana, menghabiskan puding kelapa tanpa gula hanya mengulum senyum melihat tingkah adiknya Nuha yang begitu perhatian. Apakah karena gadis itu perhatian hingga membuat Daniel tertarik pa
Honeymoon sudah usai, kini pengantin pria dan wanita kembali pulang ke kediaman mereka. Baik Darren maupun Nuha kembali melakukan rutinitas seperti biasa. Darren Dash berangkat ke kantor sedangkan Mariyam Nuha pergi kuliah sebagai anak mahasiswi. Karena kesibukan di kantor, Darren belum bisa mengajak Nuha untuk pergi honeymoon ke luar negeri. Dia hanya menghabiskan honeymoon selama satu minggu di resort. Lagipula sebentar lagi mereka juga akan mengadakan resepsi atau pesta pernikahan selanjutnya di hotel pribadi milik JD Group. Ide perayaan di hotel bintang lima tersebut tentu saja berasal dari Jonathan sebab dia ingin mengumumkan kepada semua orang bahwa anak kebanggaannya Darren Dash telah menikah. Dia juga sudah bosan jika harus berhadapan dengan rekan kerjanya yang selalu menawarkan anak gadis mereka agar bisa bersanding dengan Darren. Nuha tidak mengetahui bahwa suaminya tersebut memiliki banyak penggemar yang mengantri dari kalangan putri konglomerat, sesama pengusaha. Darren
27 John St 2nd Floor, TorontoSemua penghuni flat The Rose Residence 401 panik saat tuan muda mengamuk. Baik Riko dan salah satu ART yang bekerja di flat tersebut seperti kebakaran jenggot saat melihat Daniel Dash keluar dari kamar tidurnya dan tak menemukan benda kesayangannya. Saat itu Daniel Dash baru saja pulang dari kegiatannya jogging bersama Michelle di daerah sekitar Royal Alexandra Theatre dan menikmati segarnya udara Kanada di pagi hari. Setelah dia meneguk sebotol air mineral karena kehausan, Daniel memasuki kamar tidurnya dengan bertujuan membersihkan badannya karena keringat yang lengket.Biasanya Daniel akan istirahat sejenak, membiarkan keringat keluar sebelum mandi dan memilih bermain-main dengan mainan barunya. Mainan baru yang menurutnya sangat berarti dan istimewa.“Maaf, Mas Daniel, sebenarnya apa yang Mas Daniel cari?” Dengan suara yang terbata-bata Riko memberanikan diri untuk bertanya perihal apa yang menyebabkan tuan mudanya marah pagi ini. Daniel menatap Rik
Ruangan bercat putih pasi dan beraroma obat-obatan kimia saat itu begitu hening dan menegangkan. Hanya terdengar suara air yang mengalir dalam wastafel. Seorang wanita baru saja membuang sarung tangan lateks ke dalam tong sampah dan mengguyur tangannya dengan sabun cair dengan air yang mengalir.Terdengar suara langkah kakinya menuju seorang perempuan muda yang berdiri mematung dengan wajah tak kalah pucat dengan ruangan tersebut.Dengan jantung yang bertalu dan tubuh yang gemetar, perempuan muda tersebut berjalan menghampiri dokter wanita berparas cantik tersebut setelah berupaya keras mengumpulkan seluruh keberanian yang tersisa.“Maafkan saya Dokter, saya tak bisa melakukan apa yang Dokter minta. Dokter boleh menyuruh saya melakukan apapun selain itu. Saya bisa bekerja melayani Dokter meskipun seumur hidup saya kalau perlu.”Perempuan muda itu memelas dengan berderai air mata. Bagaimanapun dia berhutang budi pada dokter yang menyelamatkannya. Namun untuk menyiram wajah seorang wani
Nuha meneguk salivanya tatkala melihat suami sedang menikmati rujak uleg yang sudah dipesan via gofood’. Saat ini mereka masih berada di dalam kendaraan Darren yang terparkir di area hotel milik perusahaan JD group.Tak butuh waktu lama suaminya menghabiskan rujak tersebut. Hanya dalam hitungan menit rujak tersebut sudah tandas. Sikap Darren kali ini terlihat aneh menurut Nuha. Di luar kebiasaannya.“Mas, sepertinya rujaknya enak. Kenapa tidak menyisakan sedikit untukku?”Nuha menggoda Darren. Sebetulnya dia juga ingin mencicipi rujak tersebut tetapi dia khawatir lambungnya kumat. “Kau tidak boleh makan yang beginian. Ingat lambung!” jawab Darren acuh tak acuh.“Biar aku saja yang buang sampahnya Mas,”Nuha mengambil wadah bekas rujak dan memasukkannya ke dalam kantong plastik. Kemudian dia keluar sebentar mencari tong sampah terdekat masih dalam keadaan bingung. Bagaimana tidak bingung, Darren tipe suami yang menjaga pola makan. Dia jarang sekali makan makanan yang pedas seperti t
Nuha masih merasa bingung dengan sikap Darren akhir-akhir ini. Darren terlihat sedang sakit tetapi tidak mau diajak ke dokter. Nuha menjadi merasa bersalah. Apalagi lusa pesta perayaan mereka akan digelar. Sebelum penyakit Darren bertambah parah maka dia harus segera berobat. Nuha harus membujuk suaminya.Darren seringkali pusing dan sensitif dengan aroma wewangian. Seperti pagi ini, usai Darren mandi maka Nuha akan menyiapkan pakaian kerjanya, memasangkan dasi, menyisir rambutnya dan menyemprotkan parfum ke tubuhnya. Nuha sudah bolak balik mencarikan parfum yang cocok untuknya. Namun Darren merasa parfum yang dia miliki baunya tak sedap.“Aku tak mau pake parfum itu, Sayang!” seru Darren dengan wajah yang terlihat ditekuk, raut wajah yang jarang sekali dia tunjukan pada sang istri.“Mas, ini parfum yang biasa Mas pakai! Woody floral musk!”Nuha sampai belepotan mengeja aroma parfum milik sang suami. “Si woody biasa dipakai hari sabtu Mas! Si citrus hari jumat! Um yang gambar badak bu
Setelah mengantar kepergian sang suami ke kantor dan memberikan salam perpisahan yang manis, Nuha merapikan meja makan dan kembali ke kamar tidurnya. Kebetulan hari itu tidak ada jadwal perkuliahan yang harus dia ikuti. Dia akan menghabiskan sebagian besar waktunya di rumah untuk istirahat begitu kata sang suami sebab lusa acara pesta resepsi pernikahan mereka yang ke dua, di mana pasti akan menguras energi karena harus menyambut tamu undangan seharian.Namun Nuha bukan seseorang yang suka berdiam diri dan menghabiskan waktu dengan kesia-siaan. Dia suka membaca buku dan berdiskusi bersama teman sesama kajian sewaktu sebelum menikah.Sekarang Nuha mulai menikmati peran barunya sebagai seorang istri yang mana membuatnya menghabiskan separoh waktunya di rumah. Dia senang menata kamarnya. Pelayan hanya menjalankan tugasnya membersihkan lantai, mengelap furniture dan menyedot debu.Nuha mengganti sprei dan selimut setiap hari dengan warna lembut. Dia pula menata bantal dengan sangat rapi.
Nuha dan Liliana tertawa setelah berbincang hangat di ruang fitness. Kinan sedikit cemburu melihat kedekatan mereka yang begitu saja terbangun kendati baru pertama kali bertemu. Nuha tak pernah berbicara panjang lebar dan seru padanya. Jelas saja karena Kinan membuat jarak tersendiri dengannya. “Sayang, senam kegel itu punya banyak manfaat diantaranya menguatkan otot panggul. Tentu saja berdampak pada menguatkan organ di sekitarnya, terutama merapatkan bagian intim wanita sehingga bisa memuaskan suami,” ungkap Liliana tanpa rasa malu dan canggung. Liliana memiliki sifat keibuan dan open minded sehingga berpikiran terbuka. Kinan tak banyak bicara, dia memilih fokus melakukan senam sendirian sembari terkadang mencuri pandang dan dengar apa yang Liliana bicarakan pada menantunya. Di sela-sela gerakan senam yang dia lakukan terkadang dia menggerutu mengapa Liliana asik mengobrol padahal tugasnya membantu Kinan berolahraga. “Makasih ilmunya Tante Liliana,” tukas Nuha dengan tersenyum leb
Setahun kemudian,Yusuf dan Farah kini sudah tinggal terpisah dari keluarganya masing-masing. Sebagai seorang suami yang bertanggung jawab, Yusuf membangun sebuah rumah mewah untuk istrinya. Tak kalah mewah dengan rumah keluarga istrinya.Karena Yusuf seorang yang paham agama sehingga ia meyakini bahwa ia harus memberikan yang terbaik untuk istrinya. Bahkan ia memberikan nafkah terbaik, lebih baik dari apa yang istrinya dapatkan dari ayahnya. Yusuf bekerja keras di perusahaan sang ayah. Ia juga menjadi dosen di salah satu perguruan tinggi swasta di akhir pekan untuk mengamalkan ilmunya dalam ilmu Quran dan hadist. Selain itu, pemuda tampan itu membuat buku dan banyak melakukan seminar dan workshop sebagai seorang penulis dan pendidik.Malam itu, Yusuf pulang terlambat ke rumah. Tepat pukul sembilan malam, ia baru saja memarkirkan kendaraan SUV miliknya di halaman rumahnya yang sangat asri.Rumah itu dibangun di atas lahan hektaran. Pemuda yang visioner itu ingin kelak memiliki banyak
Perlahan, Yusuf pun melepas jilbab Farah dan tersenyum menatapnya. Tangannya dengan lembut melepas ikatan rambut Farah hingga membuat rambutnya terburai. Rambutnya yang hitam nan panjang mencuri atensinya.Tanpa sàdar, Yusuf merengkuh sejumput rambutnya yang halus kemudian menciumnya seraya memejamkan matanya. Farah menatap suaminya dengan tatapan penuh damba. Pemuda tampan itu kita sudah menjadi miliknya seutuhnya.“Yusuf, aku mau mandi,” ucap Farah dengan gugup. Berdekatan dengan Yusuf sungguh membuat tubuhnya panas dingin. Ia butuh waktu untuk beradaptasi dengan suaminya.“Tentu, Sayang,” jawab Yusuf sembari berdiri. Pemuda tampan itu berjalan menuju lemari dan mengambil handuk. Kemudian ia menoleh ke arah Farah yang masih sibuk merapikan aksesoris pengàntin. “Sayang, ini handuknya. Aku taruh di atas nakas.”Dipanggil dengan sebutan sayang, Farah semakin salah tingkah. Ia lantas berpikir nama panggilan untuk suaminya. “Yusuf, aku harus memanggilmu apa? Hum, meskipun kita seumuran, k
Sebulan berlalu. Persiapan pernikahan Farah dan Yusuf sudah rampung. Hari bahagia yang dinantikan itu telah tiba. Setelah melewati berbagai macam ujian dan rintangan dalam kisah cinta mereka, akhirnya, Farah dan Yusuf bisa bersanding di sebuah tempat yang sakral dan suci.Pagi itu, pukul 09.00 WIB Farah dan Yusuf akan melangsungkan akad walimah yang diadakan di ballroom salah satu hotel bintang lima milik sang ayah. Di pelaminan, Yusuf dan sang ayah—Attar serta pamannya sudah bergabung dengan keluarga inti pihak perempuan; Darren Dash, Jonathan Dash yang kini sudah duduk di kursi roda, Naufal Alatas, Daniel Dash, penghulu, dan saksi. Di tempat yang berbeda Farah ditemani sang ibu dan keluarga perempuannya menunggu detik demi detik acara yang sakral itu dimulai. Pernikahan diadakan secara syariat di mana pihak lelaki dan perempuan dipisah.Suara microphone mulai menggema. Seorang MC mulai mengarahkan acara hingga tibalah waktunya Yusuf mengucapkan kalimat ijab qabul dengan lantang. Set
Darren mendapat telepon dari asistennya yang mengatakan bahwa putrinya mengendarakan mobil mewahnya dengan sangat cepat menuju pantai. Ia terkejut mendengarnya dan langsung berniat menyusul putrinya. Ia memiliki firasat buruk. Semenjak pagi ia merasa tak enak hati. Ia terus memikirkan putrinya.Tak biasanya putrinya pergi bepergian jauh tanpa mengabarinya. Terdengar aneh bukan!Darren Dash semakin tersulut emosi saat ia berada di jalan menuju pantai yang biasa putrinya kunjungi, ia melihat mobil Yusuf berada di depannya. Tak lain tak bukan, pemuda itu juga terlihat akan pergi ke pantai. Bahkan ia melajukan kendaraannya dengan sangat cepat. Sisi lain, Darren Dash memilih memelankan laju kendaraannya karena ingin tahu apa yang mereka lakukan di pantai berduaan. Tak bisa dibiarkan! Farah sudah keterlaluan.Darren berzikir untuk mengendalikan emosinya. Ia pun melihat mobil milik Yusuf sudah terparkir di area parkir yang luas area pantai. Pria dewasa itu terus melangkahkan kakinya, berjal
Setelah kejadian kecelakaan tadi, Yusuf tergesa-gesa mengejar kembali Farah meskipun kendaraannya ketinggalan jauh. Pemuda itu hanya mengkhawatirkan kondisi gadis itu yang tengah kalut. Kabar tentang cerita masa lalu ke dua orang tuanya sungguh melukai batinnya. Saat ini gadis bermanik hazel itu belum menerima fakta mengejutkan itu.“Argh! Farah jangan bertindak bodoh!” geram Yusuf usai membanting ponselnya hingga terbanting ke atas kursi. Beruntung, ponsel itu tidak jatuh ke kolong kursi mobil.Nomor telepon Farah tidaklah aktif. Yusuf hanya bisa menghela nafas berat mengingat karakter Farah yang memang keras kepala.“Allah, lindungilah Farah. Amin,” gumam Yusuf tak henti-hentinya berzikir. Yusuf mengedarkan pandangannya mencari mobil putih milik Farah. Sial, di jalan yang dilewatinya ada banyak mobil putih namun bukan mobil Farah barang tentu. Mobil Farah termasuk mobil mewah.Yusuf pun menepikan mobilnya menuju pom bensin terdekat. Ia akan mengisi bahan bakar terlebih dahulu untuk
Semua orang yang berada di cafe panik saat melihat adegan yang terjadi di antara Farah dan Elia.Tanpa belas kasih, Elia mengambil cangkir kopi dari nampan—yang dibawa pelayan kemudian menumpahkannya pada wajah Farah dengan gerakan yang sangat cepat.Namun, sebuah pertolongan datang. Dengan gerakan yang lihai dan gesit, sosok pemuda tampan maju, berusaha melindungi Farah. Ia memeluk Farah. Meski tidak benar-benar memeluk karena ke dua tangannya tidak menyentuh tubuh gadis itu.Farah hanya memejamkan matanya reflek saat air cipratan itu mengenai pipinya. Namun saat ia membelakan matanya, ia tersentak kaget, karena Yusuf berada di sana melindunginya dari aksi keji Elia. Kini punggung Yusuf yang terkena cipratan kopi yang panas itu.“Yusuf,” imbuh Farah dengan berurai air mata. Entahlah, perasaan Farah berkecamuk. Cerita dari bibir Elia tentang ayahnya dan menatap Yusuf yang selalu saja menjadi garda terdepan dalam menolongnya, membuat lelehan air mata terus menerus menetes.Tatapan Yusuf
Di sebuah ruang keluarga bernuansa mewah, terlihat sepasang suami dan istri yang sedang duduk berdua sembari menikmati tontonan chanel luar negeri—yang tengah menampilkan sebuah destinasi wisata di Eropa.“Mas, indah sekali ya? Aku pengen jalan-jalan lagi sekeluarga. Berkeliling Eropa dan menikmati musim semi yang indah di sana.”Nuha mengungkapkan keinginannya saat tatapannya tertuju pada colosseum Roma yang berdiri pongah.Darren hanya mengangguk pelan. Meskipun raganya berada di sana, namun pikiran Darren terseret pada memori-memori kelam nan buruk yang seringkali menghantuinya.“Mas, ini salad buah yang diminta,” ucap Nuha pada suaminya ketika ART menaruh semangkuk salad untuk menemani waktu rehat mereka. Darren pun melirik pada mangkuk salad kemudian ia berusaha mengambilnya.PrangTiba-tiba saja Darren menjatuhkan mangkuk salad buah itu. Namun dengan sigap, ART sudah langsung membereskan kekacauan yang ada. “Mas, kenapa?”Nuha terkejut saat melihat suaminya yang tampak syok dan
Dua orang wanita cantik berbeda usia sedang mengobrol di sebuah cafe. Suasana terasa tegang saat wanita berusia kepala lima itu mulai bercerita. Sebetulnya, wanita itu enggan bertemu dengannya setelah apa yang terjadi. Namun karena gadis muda itu bersikukuh akhirnya mau tak mau ia pun mengiyakan permintàan.Di sinilah mereka berada. Sebuah rooftop yang terletak di lantai dua sebuah kafe kopi yang berada tak jauh dari rumah sakit di mana gadis itu bertugas.Mereka adalah Farah dan Maesarah. “Jadi … Om Attar itu mantan tunangannya ibuku?”Farah pun menimpali cerita yang baru saja ibunya Yusuf katakan. Gadis bermanik hazel itu bertanya sekedar untuk mengkonfirmasi.Malam itu, Farah tak sengaja mendengar percakapan yang terjadi di antara ibunya dan tantenya. Namun percakapan itu hanya sekilas sehingga ia dilanda penasaran.Jika Farah bertanya pada mereka, ia yakin mereka tidak akan memberikan jawaban apapun yang memuaskan hatinya.Oleh karena itu, Farah berinisiatif bertanya langsung pad
“Mas kenapa sih? Bete begitu!” beo Daniel pada sang kakak yang sedari tadi terlihat tidak fokus dalam bekerja. Daniel Dash sengaja datang ke kantor kakaknya, membawa sejumlah kontrak kerja hingga menjelaskan laporan soal saham perusahaan. Namun Darren Dash hanya terdiam dengan tatapan yang kosong mirip orang kesambet setan.Lama kelamaan Daniel mulai jenuh melihat respon kakaknya—yang seakan tidak menghargai usaha dirinya. Padahal ia sangat sibuk. Namun demi menyampaikan amanat perusahaan ia mengunjungi kantor pusat PT Jonathan Dash Group. “Mas Darren aku pamit pulang! Lain kali saja aku melapor,” ucap Daniel Dash kemudian membereskan berkas penting perusahaan dan memasukannya kembali ke dalam tas miliknya.“Tunggu! Apa? Kau bahas apa tadi? Sorry, Mas lagi banyak pikiran, jadi gak fokus,” imbuh Darren mengklarifikasi. Seharusnya, Darren juga bisa menahan diri untuk tidak melamun saat jam kerja. Namun siang itu seperti siang sebelumnya, ia masih kepikiran soal omongan Attar dan sikap