Aliran darah dalam tubuh Kania seolah berhenti. Wajahnya seketika memucat. Di saat dirinya berada dalam fase hijrah, ingin memperbaiki hidupnya, sebuah ujian menerpa hidupnya. Ujian hidup yang terasa sangat berat manakala mengetahui sebuah rahasia besar tentang sosok ayah yang menurutnya sempurna.Langkah kakinya terayun kendati terasa berat seolah ada bandul berantai yang terikat pada tungkai kakinya. Kania berjalan menghampiri ayahnya ingin mendengar sebuah penjelasan.Sahila menoleh spontan pada putri kesayangannya. Seperti halnya Naufal, Sahila pun merasa terkejut atas kedatangannya.“Papa tolong katakan jika apa yang Papa katakan itu tidaklah benar? Mariyam Nuha temanku, bukan saudariku. Papa hanya memiliki putri semata wayang yaitu diriku, Kania Iqlima Alatas, Papa.”Kania berbicara dengan tersenyum getir. Posisi Naufal kini seperti seekor kerbau yang dicocok hidungnya. Dia tidak bisa lagi melarikan diri dari situasi tersebut. Sudah saatnya Naufal berterus terang tentang rahas
Daniel menghela nafas panjang saat melihat punggung Romi tenggelam di ujung koridor ruang dosen. Dia memilih tak mengejarnya dan masuk ke dalam ruang dosen sebagai tujuan utamanya mengajukan judul skripsi. Kurang dari empat puluh menit Daniel sudah menyelesaikan urusannya dengan sang dosen. Judul skripsi yang diajukan pun sudah diterima. Daniel hanya tinggal mengerjakan penelitian di lapangan dan mulai menyusun skripsi. Daniel pun berkeliling kampus kemudian langkahnya terhenti saat berada di anak tangga menuju tribun. Dia berjalan memasuki area tribun dan melihat teman satu kampusnya sedang mengadakan acara tanding basket. Lapangan basket terlihat penuh dan sesak dijejali oleh para mahasiswa yang meluangkan waktunya untuk menonton pertandingan. Sebuah bola basket melesat ke arah Daniel dan dengan cekatan Daniel meraih bola tersebut sebelum mendarat di perutnya yang masih belum pulih seutuhnya. Dari luar Daniel terlihat sudah sehat dan bisa beraktifitas secara normal, berbeda dengan
Setelah diharuskan bedrest selama satu minggu Nuha akhirnya bisa beraktifitas secara normal. Namun dia belum diperbolehkan kuliah terlebih dahulu karena harus chekup ke dokter dan melakukan konseling dengan psikiater yang menanganinya seperti biasa.Darren mengajak Nuha berobat dan tinggal di apartemen di ibukota. Mereka pergi sangat pagi karena telah mengadakan janji temu dengan Psikiater Davendra pada siang harinya.Kini bukan Nuha yang dikunjungi psikiater Davendra akan tetapi Nuha dan Darren yang mengunjungi mereka di klinik tempat praktik dr Davendra.Hanya butuh waktu kurang lebih dua setengah jam mereka tiba di apartemen mewah milik Darren. Mobil Darren memasuki kawasan apartemen dan dia langsung menyerahkan kunci mobilnya pada petugas valet yang menyambut kedatangannya.Darren turun lebih dulu dari dalam kendaraan mewah yang dibawanya kali ini. Kemudian dia membukakan pintu untuk sang istri. Tangannya langsung meraih tangan lentik istrinya. Tingkah kecil Darren seringkali mem
Hari ini Darren terlihat sumringah. Alasannya karena kondisi Nuha sudah membaik setelah meminum obat-obatan dari psikiater dr . Davendra. Setelah melakukan konsultasi kemarin dr. Davendra mulai mengurangi dosis obat yang harus Nuha minum. Biasanya Nuha meminum obat dua kali dalam sehari, lalu berkurang sehari sekali dan sekarang per dua hari sekali.Kemudian Darren tertawa sendiri sembari menatap gedung-gedung tinggi ibukota dari balkon di mana dia duduk dengan santai, menikmati secangkir kopi panas.Darren teringat perkataan dr. Davendra untuk mengetes Nuha apakah dia sudah tidak trauma lagi pada sosok pria dengan menyuruh Darren untuk menggoda Nuha. Terdengar konyol tetapi perkataan dr. Davendra yang hanya sebuah gurauan ditanggapi serius oleh Darren. Darren akan menggoda Nuha dengan memakai pakaian yang sedikit terbuka. Dia akan melihat respon Nuha apakah dia terlihat tegang atau tergoda.Saat malam menjelang, Darren melihat Nuha yang tengah mengerjakan tugas kuliah yang sempat te
“Hei, Kania mengacaukan pesta. Sungguh memalukan,” seru salah satu tamu yang hadir di acara pesta ulang tahun Violeta Nandini Amarendra. Salah satu mahasiswi universitas Prabu Agung Cakrabuana.“Kalau Violeta tahu, habislah dia,” Salah satu teman gadis itu mengomentari. “Panggil saja security! Seret dia keluar!”Ke dua gadis angkuh yang suka menjilat tersebut menatap jijik pada Kania Iqlima Alatas yang terlihat menyedihkan. Dress yang membalut tubuhnya terlihat basah, wajahnya kotor karena riasannya yang luntur dan rambutnya berantakan karena dia menjambak rambutnya sendiri. Mereka hanya bisa mencibir tanpa melakukan apapun padanya.“Lagian, gak bisa minum. Pake sok-sokan minum,” cibir gadis bergaun putih selutut tadi pada temannya.“Dasar gadis labil! Apa kau tak lihat, minggu yang lalu dia memakai hijab karena suka gaul sama si Nuha. Lihatlah sekarang, dia sudah melepas hijabnya! Malu-maluin agama! Mana minum alkohol lagi. Mending kayak kita, kita mah apa adanya. Gak munafik,” ucap
Saat pagi buta, saat fajar baru saja menyingsing dari ufuk timur, mansion Jonathan sudah terlihat ramai oleh para pelayan yang tengah membereskan rumah dan menyiapkan hidangan untuk sarapan. Para pelayan yang berjumlah lebih dari lima orang memiliki tugas masing-masing. Ada yang bertugas bagian dapur, pinatu, membersihkan furnitur dan tukang kebun. Hanya saja Kinan kehilangan kepala pelayan yang sudah lama bekerja di sana, Bik Sumi. Kinan merasa sangat kehilangan sosok Bik Sumi. Namun dia tidak memiliki informasi tentang tempat tinggal Bik Sumi. Oleh karena itu dia mungkin akan mencari ART baru lewat agen penyalur tenaga kerja.Kinan turun ke dapur dan melihat Tri sang koki rumah tengah memasak sarapan. Dia berjalan mendekati Tri.“Pak Tri masak apa hari ini?” tanya Kinan mengedarkan pandangannya pada alat masak yang digunakan oleh Tri.“Pak Jonathan ingin makan steak, Bu,” sahut Tri dengan terkekeh. “Kali-kali Bu, jangan dilarang terus, kasihan,”“Hem,”Kinan hanya berdehem.“Kalau
Sore itu Kinan baru saja pulang dari arisan sosialita yang diikutinya. Dia lupa jika akan mengajak Daniel berjalan-jalan berdua bersama-samanya. Setelah turun dari mobil Mercedes Ben* keluaran terbaru, dia buru-buru berjalan dengan tergopoh-gopoh memasuki rumah dengan mengedarkan pandangannya ke segala arah. Dia takut Daniel keluar rumah dan keburu pergi. Kemudian marah padanya karena telah melanggar janjinya.“Pak Tri di mana Mas Daniel?” tanya Kinan menghampiri Tri yang sedang mencuci sayur dan buah dalam wastafel. Mendengar nyonya besar bertanya Tri menoleh setelah menarik leher keran mematikan air yang mengalir. Tri mengelap tangannya yang basah pada kain serbet yang menggantung.“Mas Daniel ada di rumah Bu. Dari tadi dia menunggu Ibu, katanya akan pergi keluar,” sahut Tri dengan terkekeh pelan. “Dia bahkan sudah menghabiskan waktunya di depan layar laptop, melukis, bermain basket dengan saya dan sekarang …”“Sekarang jadi malas keluar,” sela Daniel mengalungkan sebelah tangannya
Salwa terkejut saat sebuah tangan menarik lengannya dari kerumunan pengunjung mall dan beberapa kru film. Sontak, dia menepis tangan itu dengan kasar.“Kau? Mister?” seru Salwa dengan melihat perubahan penampilan Daniel yang terkesan modis, mirip seorang model papan atas. Sedikit terkejut dan sedikit kagum tetapi dalam kadar yang normal.Pertama kali bertemu Daniel, Daniel terlihat sederhana dengan pakaian santai mirip seorang bule yang tengah melakukan perjalanan backpacker. Namun kali ini karena dia sedang dalam rangka ngedate dengan sang mama tercinta, dia berpenampilan istimewa dan kembali pada gaya berpakaiannya yang dulu, terkesan modis, gaul dan berkelas.“Terus aku harus mengucapkan terima kasih juga begitu?” pekik Salwa dengan mencebikkan bibirnya setelah mengusir pikirannya tentang perubahan pemuda tampan di hadapannya.Ini ke dua kalinya Daniel melihat seorang gadis yang sama sekali tidak tertarik ataupun terpesona padanya. Dia begitu mirip Mariyam Nuha, gadis pemberani dan