Assalamu'alaikum, Dear lovely reader Terima kasih banyak untuk support bukunya baik itu ulasan positif maupun gem yang kalian berikan. Support dari kalian sangat berharga untuk author. Semoga Allah membalas kebaikan kalian semua dan terhibur dengan kisah Mariyam Nuha ❤❤❤
Nuha berjalan menuju kamarnya untuk beristirahat. Ingatannya tentang percakapannya dengan Daniel terus berputar mirip piringan hitam pada gramofon. Bisa-bisanya Daniel mengatakan hal yang tak masuk akal padanya.Muhammad Attar masih mencintai Nuha. Oleh karena itu andai Nuha tidak bahagia dengan pernikahannya dengan Darren Dash maka Nuha bisa kembali pada Muhammad Attar, yang tak lain mantan tunangannya. Semudah itukah sebuah keputusan tentang pernikahan dibuat. Nuha menggeleng ribut pada akhirnya.Tangan Nuha meraih knop pintu lalu memutarnya untuk membuka pintu kamar. Dia pun beranjak menuju ranjang king size dan merebahkan tubuhnya yang masih terasa lemas. Nuha ingin minum. Biasanya Bik Sumi yang selalu menyediakan segala keperluannya tetapi tidak kali ini karena Bik Sumi sudah tidak ada.Nuha merasa aneh saat mengingat interogasi yang dilakukan pihak berwajib padanya saat di rumah sakit. Tak ada seorang pun yang membahas soal Bik Sumi. Nuha memang tak melihat langsung sosoknya saa
Aliran darah dalam tubuh Kania seolah berhenti. Wajahnya seketika memucat. Di saat dirinya berada dalam fase hijrah, ingin memperbaiki hidupnya, sebuah ujian menerpa hidupnya. Ujian hidup yang terasa sangat berat manakala mengetahui sebuah rahasia besar tentang sosok ayah yang menurutnya sempurna.Langkah kakinya terayun kendati terasa berat seolah ada bandul berantai yang terikat pada tungkai kakinya. Kania berjalan menghampiri ayahnya ingin mendengar sebuah penjelasan.Sahila menoleh spontan pada putri kesayangannya. Seperti halnya Naufal, Sahila pun merasa terkejut atas kedatangannya.“Papa tolong katakan jika apa yang Papa katakan itu tidaklah benar? Mariyam Nuha temanku, bukan saudariku. Papa hanya memiliki putri semata wayang yaitu diriku, Kania Iqlima Alatas, Papa.”Kania berbicara dengan tersenyum getir. Posisi Naufal kini seperti seekor kerbau yang dicocok hidungnya. Dia tidak bisa lagi melarikan diri dari situasi tersebut. Sudah saatnya Naufal berterus terang tentang rahas
Daniel menghela nafas panjang saat melihat punggung Romi tenggelam di ujung koridor ruang dosen. Dia memilih tak mengejarnya dan masuk ke dalam ruang dosen sebagai tujuan utamanya mengajukan judul skripsi. Kurang dari empat puluh menit Daniel sudah menyelesaikan urusannya dengan sang dosen. Judul skripsi yang diajukan pun sudah diterima. Daniel hanya tinggal mengerjakan penelitian di lapangan dan mulai menyusun skripsi. Daniel pun berkeliling kampus kemudian langkahnya terhenti saat berada di anak tangga menuju tribun. Dia berjalan memasuki area tribun dan melihat teman satu kampusnya sedang mengadakan acara tanding basket. Lapangan basket terlihat penuh dan sesak dijejali oleh para mahasiswa yang meluangkan waktunya untuk menonton pertandingan. Sebuah bola basket melesat ke arah Daniel dan dengan cekatan Daniel meraih bola tersebut sebelum mendarat di perutnya yang masih belum pulih seutuhnya. Dari luar Daniel terlihat sudah sehat dan bisa beraktifitas secara normal, berbeda dengan
Setelah diharuskan bedrest selama satu minggu Nuha akhirnya bisa beraktifitas secara normal. Namun dia belum diperbolehkan kuliah terlebih dahulu karena harus chekup ke dokter dan melakukan konseling dengan psikiater yang menanganinya seperti biasa.Darren mengajak Nuha berobat dan tinggal di apartemen di ibukota. Mereka pergi sangat pagi karena telah mengadakan janji temu dengan Psikiater Davendra pada siang harinya.Kini bukan Nuha yang dikunjungi psikiater Davendra akan tetapi Nuha dan Darren yang mengunjungi mereka di klinik tempat praktik dr Davendra.Hanya butuh waktu kurang lebih dua setengah jam mereka tiba di apartemen mewah milik Darren. Mobil Darren memasuki kawasan apartemen dan dia langsung menyerahkan kunci mobilnya pada petugas valet yang menyambut kedatangannya.Darren turun lebih dulu dari dalam kendaraan mewah yang dibawanya kali ini. Kemudian dia membukakan pintu untuk sang istri. Tangannya langsung meraih tangan lentik istrinya. Tingkah kecil Darren seringkali mem
Hari ini Darren terlihat sumringah. Alasannya karena kondisi Nuha sudah membaik setelah meminum obat-obatan dari psikiater dr . Davendra. Setelah melakukan konsultasi kemarin dr. Davendra mulai mengurangi dosis obat yang harus Nuha minum. Biasanya Nuha meminum obat dua kali dalam sehari, lalu berkurang sehari sekali dan sekarang per dua hari sekali.Kemudian Darren tertawa sendiri sembari menatap gedung-gedung tinggi ibukota dari balkon di mana dia duduk dengan santai, menikmati secangkir kopi panas.Darren teringat perkataan dr. Davendra untuk mengetes Nuha apakah dia sudah tidak trauma lagi pada sosok pria dengan menyuruh Darren untuk menggoda Nuha. Terdengar konyol tetapi perkataan dr. Davendra yang hanya sebuah gurauan ditanggapi serius oleh Darren. Darren akan menggoda Nuha dengan memakai pakaian yang sedikit terbuka. Dia akan melihat respon Nuha apakah dia terlihat tegang atau tergoda.Saat malam menjelang, Darren melihat Nuha yang tengah mengerjakan tugas kuliah yang sempat te
“Hei, Kania mengacaukan pesta. Sungguh memalukan,” seru salah satu tamu yang hadir di acara pesta ulang tahun Violeta Nandini Amarendra. Salah satu mahasiswi universitas Prabu Agung Cakrabuana.“Kalau Violeta tahu, habislah dia,” Salah satu teman gadis itu mengomentari. “Panggil saja security! Seret dia keluar!”Ke dua gadis angkuh yang suka menjilat tersebut menatap jijik pada Kania Iqlima Alatas yang terlihat menyedihkan. Dress yang membalut tubuhnya terlihat basah, wajahnya kotor karena riasannya yang luntur dan rambutnya berantakan karena dia menjambak rambutnya sendiri. Mereka hanya bisa mencibir tanpa melakukan apapun padanya.“Lagian, gak bisa minum. Pake sok-sokan minum,” cibir gadis bergaun putih selutut tadi pada temannya.“Dasar gadis labil! Apa kau tak lihat, minggu yang lalu dia memakai hijab karena suka gaul sama si Nuha. Lihatlah sekarang, dia sudah melepas hijabnya! Malu-maluin agama! Mana minum alkohol lagi. Mending kayak kita, kita mah apa adanya. Gak munafik,” ucap
Saat pagi buta, saat fajar baru saja menyingsing dari ufuk timur, mansion Jonathan sudah terlihat ramai oleh para pelayan yang tengah membereskan rumah dan menyiapkan hidangan untuk sarapan. Para pelayan yang berjumlah lebih dari lima orang memiliki tugas masing-masing. Ada yang bertugas bagian dapur, pinatu, membersihkan furnitur dan tukang kebun. Hanya saja Kinan kehilangan kepala pelayan yang sudah lama bekerja di sana, Bik Sumi. Kinan merasa sangat kehilangan sosok Bik Sumi. Namun dia tidak memiliki informasi tentang tempat tinggal Bik Sumi. Oleh karena itu dia mungkin akan mencari ART baru lewat agen penyalur tenaga kerja.Kinan turun ke dapur dan melihat Tri sang koki rumah tengah memasak sarapan. Dia berjalan mendekati Tri.“Pak Tri masak apa hari ini?” tanya Kinan mengedarkan pandangannya pada alat masak yang digunakan oleh Tri.“Pak Jonathan ingin makan steak, Bu,” sahut Tri dengan terkekeh. “Kali-kali Bu, jangan dilarang terus, kasihan,”“Hem,”Kinan hanya berdehem.“Kalau
Sore itu Kinan baru saja pulang dari arisan sosialita yang diikutinya. Dia lupa jika akan mengajak Daniel berjalan-jalan berdua bersama-samanya. Setelah turun dari mobil Mercedes Ben* keluaran terbaru, dia buru-buru berjalan dengan tergopoh-gopoh memasuki rumah dengan mengedarkan pandangannya ke segala arah. Dia takut Daniel keluar rumah dan keburu pergi. Kemudian marah padanya karena telah melanggar janjinya.“Pak Tri di mana Mas Daniel?” tanya Kinan menghampiri Tri yang sedang mencuci sayur dan buah dalam wastafel. Mendengar nyonya besar bertanya Tri menoleh setelah menarik leher keran mematikan air yang mengalir. Tri mengelap tangannya yang basah pada kain serbet yang menggantung.“Mas Daniel ada di rumah Bu. Dari tadi dia menunggu Ibu, katanya akan pergi keluar,” sahut Tri dengan terkekeh pelan. “Dia bahkan sudah menghabiskan waktunya di depan layar laptop, melukis, bermain basket dengan saya dan sekarang …”“Sekarang jadi malas keluar,” sela Daniel mengalungkan sebelah tangannya
Setahun kemudian,Yusuf dan Farah kini sudah tinggal terpisah dari keluarganya masing-masing. Sebagai seorang suami yang bertanggung jawab, Yusuf membangun sebuah rumah mewah untuk istrinya. Tak kalah mewah dengan rumah keluarga istrinya.Karena Yusuf seorang yang paham agama sehingga ia meyakini bahwa ia harus memberikan yang terbaik untuk istrinya. Bahkan ia memberikan nafkah terbaik, lebih baik dari apa yang istrinya dapatkan dari ayahnya. Yusuf bekerja keras di perusahaan sang ayah. Ia juga menjadi dosen di salah satu perguruan tinggi swasta di akhir pekan untuk mengamalkan ilmunya dalam ilmu Quran dan hadist. Selain itu, pemuda tampan itu membuat buku dan banyak melakukan seminar dan workshop sebagai seorang penulis dan pendidik.Malam itu, Yusuf pulang terlambat ke rumah. Tepat pukul sembilan malam, ia baru saja memarkirkan kendaraan SUV miliknya di halaman rumahnya yang sangat asri.Rumah itu dibangun di atas lahan hektaran. Pemuda yang visioner itu ingin kelak memiliki banyak
Perlahan, Yusuf pun melepas jilbab Farah dan tersenyum menatapnya. Tangannya dengan lembut melepas ikatan rambut Farah hingga membuat rambutnya terburai. Rambutnya yang hitam nan panjang mencuri atensinya.Tanpa sàdar, Yusuf merengkuh sejumput rambutnya yang halus kemudian menciumnya seraya memejamkan matanya. Farah menatap suaminya dengan tatapan penuh damba. Pemuda tampan itu kita sudah menjadi miliknya seutuhnya.“Yusuf, aku mau mandi,” ucap Farah dengan gugup. Berdekatan dengan Yusuf sungguh membuat tubuhnya panas dingin. Ia butuh waktu untuk beradaptasi dengan suaminya.“Tentu, Sayang,” jawab Yusuf sembari berdiri. Pemuda tampan itu berjalan menuju lemari dan mengambil handuk. Kemudian ia menoleh ke arah Farah yang masih sibuk merapikan aksesoris pengàntin. “Sayang, ini handuknya. Aku taruh di atas nakas.”Dipanggil dengan sebutan sayang, Farah semakin salah tingkah. Ia lantas berpikir nama panggilan untuk suaminya. “Yusuf, aku harus memanggilmu apa? Hum, meskipun kita seumuran, k
Sebulan berlalu. Persiapan pernikahan Farah dan Yusuf sudah rampung. Hari bahagia yang dinantikan itu telah tiba. Setelah melewati berbagai macam ujian dan rintangan dalam kisah cinta mereka, akhirnya, Farah dan Yusuf bisa bersanding di sebuah tempat yang sakral dan suci.Pagi itu, pukul 09.00 WIB Farah dan Yusuf akan melangsungkan akad walimah yang diadakan di ballroom salah satu hotel bintang lima milik sang ayah. Di pelaminan, Yusuf dan sang ayah—Attar serta pamannya sudah bergabung dengan keluarga inti pihak perempuan; Darren Dash, Jonathan Dash yang kini sudah duduk di kursi roda, Naufal Alatas, Daniel Dash, penghulu, dan saksi. Di tempat yang berbeda Farah ditemani sang ibu dan keluarga perempuannya menunggu detik demi detik acara yang sakral itu dimulai. Pernikahan diadakan secara syariat di mana pihak lelaki dan perempuan dipisah.Suara microphone mulai menggema. Seorang MC mulai mengarahkan acara hingga tibalah waktunya Yusuf mengucapkan kalimat ijab qabul dengan lantang. Set
Darren mendapat telepon dari asistennya yang mengatakan bahwa putrinya mengendarakan mobil mewahnya dengan sangat cepat menuju pantai. Ia terkejut mendengarnya dan langsung berniat menyusul putrinya. Ia memiliki firasat buruk. Semenjak pagi ia merasa tak enak hati. Ia terus memikirkan putrinya.Tak biasanya putrinya pergi bepergian jauh tanpa mengabarinya. Terdengar aneh bukan!Darren Dash semakin tersulut emosi saat ia berada di jalan menuju pantai yang biasa putrinya kunjungi, ia melihat mobil Yusuf berada di depannya. Tak lain tak bukan, pemuda itu juga terlihat akan pergi ke pantai. Bahkan ia melajukan kendaraannya dengan sangat cepat. Sisi lain, Darren Dash memilih memelankan laju kendaraannya karena ingin tahu apa yang mereka lakukan di pantai berduaan. Tak bisa dibiarkan! Farah sudah keterlaluan.Darren berzikir untuk mengendalikan emosinya. Ia pun melihat mobil milik Yusuf sudah terparkir di area parkir yang luas area pantai. Pria dewasa itu terus melangkahkan kakinya, berjal
Setelah kejadian kecelakaan tadi, Yusuf tergesa-gesa mengejar kembali Farah meskipun kendaraannya ketinggalan jauh. Pemuda itu hanya mengkhawatirkan kondisi gadis itu yang tengah kalut. Kabar tentang cerita masa lalu ke dua orang tuanya sungguh melukai batinnya. Saat ini gadis bermanik hazel itu belum menerima fakta mengejutkan itu.“Argh! Farah jangan bertindak bodoh!” geram Yusuf usai membanting ponselnya hingga terbanting ke atas kursi. Beruntung, ponsel itu tidak jatuh ke kolong kursi mobil.Nomor telepon Farah tidaklah aktif. Yusuf hanya bisa menghela nafas berat mengingat karakter Farah yang memang keras kepala.“Allah, lindungilah Farah. Amin,” gumam Yusuf tak henti-hentinya berzikir. Yusuf mengedarkan pandangannya mencari mobil putih milik Farah. Sial, di jalan yang dilewatinya ada banyak mobil putih namun bukan mobil Farah barang tentu. Mobil Farah termasuk mobil mewah.Yusuf pun menepikan mobilnya menuju pom bensin terdekat. Ia akan mengisi bahan bakar terlebih dahulu untuk
Semua orang yang berada di cafe panik saat melihat adegan yang terjadi di antara Farah dan Elia.Tanpa belas kasih, Elia mengambil cangkir kopi dari nampan—yang dibawa pelayan kemudian menumpahkannya pada wajah Farah dengan gerakan yang sangat cepat.Namun, sebuah pertolongan datang. Dengan gerakan yang lihai dan gesit, sosok pemuda tampan maju, berusaha melindungi Farah. Ia memeluk Farah. Meski tidak benar-benar memeluk karena ke dua tangannya tidak menyentuh tubuh gadis itu.Farah hanya memejamkan matanya reflek saat air cipratan itu mengenai pipinya. Namun saat ia membelakan matanya, ia tersentak kaget, karena Yusuf berada di sana melindunginya dari aksi keji Elia. Kini punggung Yusuf yang terkena cipratan kopi yang panas itu.“Yusuf,” imbuh Farah dengan berurai air mata. Entahlah, perasaan Farah berkecamuk. Cerita dari bibir Elia tentang ayahnya dan menatap Yusuf yang selalu saja menjadi garda terdepan dalam menolongnya, membuat lelehan air mata terus menerus menetes.Tatapan Yusuf
Di sebuah ruang keluarga bernuansa mewah, terlihat sepasang suami dan istri yang sedang duduk berdua sembari menikmati tontonan chanel luar negeri—yang tengah menampilkan sebuah destinasi wisata di Eropa.“Mas, indah sekali ya? Aku pengen jalan-jalan lagi sekeluarga. Berkeliling Eropa dan menikmati musim semi yang indah di sana.”Nuha mengungkapkan keinginannya saat tatapannya tertuju pada colosseum Roma yang berdiri pongah.Darren hanya mengangguk pelan. Meskipun raganya berada di sana, namun pikiran Darren terseret pada memori-memori kelam nan buruk yang seringkali menghantuinya.“Mas, ini salad buah yang diminta,” ucap Nuha pada suaminya ketika ART menaruh semangkuk salad untuk menemani waktu rehat mereka. Darren pun melirik pada mangkuk salad kemudian ia berusaha mengambilnya.PrangTiba-tiba saja Darren menjatuhkan mangkuk salad buah itu. Namun dengan sigap, ART sudah langsung membereskan kekacauan yang ada. “Mas, kenapa?”Nuha terkejut saat melihat suaminya yang tampak syok dan
Dua orang wanita cantik berbeda usia sedang mengobrol di sebuah cafe. Suasana terasa tegang saat wanita berusia kepala lima itu mulai bercerita. Sebetulnya, wanita itu enggan bertemu dengannya setelah apa yang terjadi. Namun karena gadis muda itu bersikukuh akhirnya mau tak mau ia pun mengiyakan permintàan.Di sinilah mereka berada. Sebuah rooftop yang terletak di lantai dua sebuah kafe kopi yang berada tak jauh dari rumah sakit di mana gadis itu bertugas.Mereka adalah Farah dan Maesarah. “Jadi … Om Attar itu mantan tunangannya ibuku?”Farah pun menimpali cerita yang baru saja ibunya Yusuf katakan. Gadis bermanik hazel itu bertanya sekedar untuk mengkonfirmasi.Malam itu, Farah tak sengaja mendengar percakapan yang terjadi di antara ibunya dan tantenya. Namun percakapan itu hanya sekilas sehingga ia dilanda penasaran.Jika Farah bertanya pada mereka, ia yakin mereka tidak akan memberikan jawaban apapun yang memuaskan hatinya.Oleh karena itu, Farah berinisiatif bertanya langsung pad
“Mas kenapa sih? Bete begitu!” beo Daniel pada sang kakak yang sedari tadi terlihat tidak fokus dalam bekerja. Daniel Dash sengaja datang ke kantor kakaknya, membawa sejumlah kontrak kerja hingga menjelaskan laporan soal saham perusahaan. Namun Darren Dash hanya terdiam dengan tatapan yang kosong mirip orang kesambet setan.Lama kelamaan Daniel mulai jenuh melihat respon kakaknya—yang seakan tidak menghargai usaha dirinya. Padahal ia sangat sibuk. Namun demi menyampaikan amanat perusahaan ia mengunjungi kantor pusat PT Jonathan Dash Group. “Mas Darren aku pamit pulang! Lain kali saja aku melapor,” ucap Daniel Dash kemudian membereskan berkas penting perusahaan dan memasukannya kembali ke dalam tas miliknya.“Tunggu! Apa? Kau bahas apa tadi? Sorry, Mas lagi banyak pikiran, jadi gak fokus,” imbuh Darren mengklarifikasi. Seharusnya, Darren juga bisa menahan diri untuk tidak melamun saat jam kerja. Namun siang itu seperti siang sebelumnya, ia masih kepikiran soal omongan Attar dan sikap