Waktu telah menunjukkan pukul 5 sore, Amira yang duduk di sofa sambil menonton televisi, terkejut karena seseorang membuka pintu kamar tanpa mengetuknya terlebih dahulu."Nyonya," panggil Amira setelah melihat orang yang membuka pintu adalah Caterina.Wanita tua itu tidak hanya sendiri, ia datang bersama Karra. Keduanya menghampiri Amira dan duduk dengan posisi saling berhadap-hadapan."Amira, ambil ini." Caterina menaruh sebuah kertas di atas meja.Mata Amira berputar untuk melihat kertas kecil itu, di sana tertulis angka 2 ratus juta rupiah lengkap dengan sebuah tanda tangan."Kamu bisa memiliki uang itu, asal kamu ke luar dari rumah ini dan pergi dari kota ini," lanjut Caterina.Amira terdiam, seketika ia mengingat tujuannya bekerja sama dengan Marc hanya semata untuk mendapatkan uang. Jika ia menerima tawaran Caterina! Ia sudah pasti mendapatkan uang sebanyak 2 ratus juta tanpa harus bersandiwara setiap hari.Tawaran Caterina benar-benar menggiurkan, apalagi saat ini Amira sangat
Satu malam Amira tidak bisa tidur, perbincangannya dengan Hanum berputar-putar di kepalanya. Ia memiringkan tubuhnya untuk mencari posisi aman, namun matanya tak sengaja melihat Marc yang tertidur pulas di atas tempat tidur."Om Marc benar-benar tampan, mbak Adella pasti menyesal meninggalkannya," bisik dalam hati Amira.Ia dengan lembut menurunkan kedua kaki dari atas sofa, melangkah menghampiri Marc ke tempat tidur. Matanya tak berkedip memperhatikan wajah Marc yang begitu tampan, namun dibalik ketampanan itu tersimpan seribu kesedihan."Apa kamu sudah puas memandangku?" Marc tiba-tiba membuka mulut yang membuat Amira terkejut sekaligus malu."Um...ta...tadi ada nyamuk Om," jawab asal Amira yang langsung kembali ke sofa.Ia baringkan tubuh mungilnya di atas sofa, lalu menutupnya dengan selimut. Sementara Marc hanya tersenyum melihatnya.Malam pun berlalu begitu cepat, saat ini waktu menunjukkan pukul 5 pagi. Amira yang merasa perutnya keroncongan, bergegas ke dapur untuk membuatkan
Tentu Amira bertanya, karena Marc menghentikan mobilnya di parkiran sebuah butik."Kita akan membeli pakaian untukmu," jawab Marc yang langsung membuka pintu mobilnya.Kali ini Marc menyetir sendiri, sebab Bagus sopir pribadinya sedang tidak enak badan. Di kediaman Louis ada beberapa sopir, tetapi Marc hanya mempercayai Bagus."Pakaian untuk apa Mas?" Amira kembali bertanya.Marc yang sudah melangkah terlebih dahulu seketika berhenti, tubuh kekarnya berputar untuk melihat Amira yang mengikutinya dari belakang."Untuk kamu pakai nanti malam," jawab Marc."Apa harus pakai baju baru?" Lagi-lagi Amira bertanya."Tidak," jawab singkat Marc.Ia meminta pelayan bukti untuk memilihkan beberapa gaun yang cocok untuk Amira."Terus, kenapa harus beli baju baru?" Marc memutar kepala, ditatapnya Amira dengan tatapan yang sulit untuk diartikan. Seketika membuat Amira terdiam, lalu mengikuti pelayan toko menuju ruang ganti. Dari 5 gaun yang dicoba oleh Amira, tak satupun yang menarik perhatian Mar
"Marc," sentak Caterina, "Jangan membuat Mamah kesal, kamu tidak perlu mendapat izin dari Amira," lanjutnya."Mah, aku tidak akan bisa menikah dengan Karra secara sah di negara, jika tanpa izin dari Amira. Karena aku dan Amira sudah terdaftar sebagai sepasang suami istri di pengadilan agama," jelas Marc dengan berbohong."Untuk sementara, kamu dan Karra akan menikah siri," ucap Caterina dengan tegas, "Bagaimana sayang?" lanjutnya bertanya kepada Karra."Iya Tante, aku tidak keberatan," sahut Karra dengan penuh semangat dan tersenyum bahagia."Bagaimana Tuan Wijaya?" Caterina bertanya kepada Wijaya."Semua terserah Karra, Nyonya. Jika Karra tidak keberatan! Aku sudah pasti mendukung," jawab Wijaya dengan santai."Tapi aku keberatan Om, aku tak mungkin mengizinkan suamiku untuk menikah dengan wanita lain. Apalagi kondisiku saat ini sedang mengandung, coba banyak jika Om berada di posisiku," protes Amira."Itu derita kamu!" sahut Caterina dengan wajah angkuhnya, "Sebelum Marc menikah
"Jangan, jangan mendekat," ucap Amira karena Marc melangkah menuju tempat tidur, dengan kondisi bertelanjang dada. "Kalau tidak, aku berteriak," lanjut Amira mengancam. Marc justru naik ke atas tempat tidur, tangan kekarnya mencengkram kedua pergelangan tangan Amira dengan kasar. "Aku akan menunjukkannya kepadamu," ucap Marc dengan lembut namun penuh penekanan. "Apa yang ingin kamu tunjukkan?" Suara Amira terdengar bergetar.Wajahnya tegang karena takut, posisi Marc di atas tubuhnya membuat Amira merasakan sesuatu yang mengganjal di bawah sana. "Bukankah kamu meragukan aku?" tanya Marc. Amira menyipitkan mata, ia bingung dengan pertanyaan Marc, "Maksud...." Marc melumat bibir Amira dengan kasar, yang membuat wanita cantik itu berhenti bicara. Pria tampan itu benar-benar tersinggung dengan ucapan Amira yang menanyakan tentang dirinya normal atau tidak. Selama ini ia tidak menyentuh Amira bukan karena tidak selera dengan wanita, tetapi karena ia menghargai Amira. "Um...." Amira
Tepat pukul 9 lewat 30 menit, Amira sudah meninggalkan kediaman Louis. Wanita cantik yang tengah hamil 1 bulan 2 Minggu itu, menaiki taksi menuju kafe tempat ia bertemu dengan Karra.Setibanya di sana, Amira disambut seorang waiters yang menunggu di pintu utama. Wanita berseragam hitam itu menuntun Amira ke ruangan VIP. Dari pintu sudah terlihat Karra duduk di sofa dengan posisi bersandar sambil kedua tangan terlipat di dada."Selamat datang Amira," sapa Karra sambil tersenyum manis, ", Silahkan duduk," lanjutnya."Terima kasih." Amira mendaratkan bokongnya di atas sofa, tepat di hadapan Karra."Apa ada hal penting sehingga engkau memintaku datang kemari?" Amira membuka mulut terlebih dahulu."Hum," sahut Karra.Ia tersenyum seribu arti, tangannya meraih sebuah amplop yang terletak di atas meja, lalu menaruhnya di hadapan Amira."Aku sudah menambah jumlahnya, aku tahu jumlah waktu itu masih kurang," ucap Karra dengan percaya diri.Amira menatap amplopnya, setelah itu ia beralih menata
"Apa Amira masih memiliki teman selain kamu?" Marc kembali bertanya.Eribka menggeleng, "Memang kenapa Om?" Eribka balik bertanya."Amira belum pulang semenjak pergi tadi pagi, aku khawatir karena ponselnya tidak bisa dihubungi." Wajah Marc terlihat serius saat mengatakannya."Amira ke mana Om? Dia tidak punya teman selain aku." Eribka pun ikut khawatir.Marc menatap dingin Eribka, "Kalau aku tahu, aku tidak akan datang kemari untuk menemui kamu," ucapnya.Tentu Marc berkata demikian! Jika ia mengetahui di mana Amira, untuk apa dia menemui Eribka ke sana?"Tolong cari Amira Om, aku yakin pasti ada sesuatu yang terjadi kepadanya. Amira baru 3 bulan tinggal di kota ini, jadi dia belum tahu liku-liku Jakarta." Mata Eribka mulai berkaca-kaca.Eribka tahu seperti apa sahabatnya, Amira tidak suka ke luar rumah ataupun keluyuran. Selama ini wanita cantik itu hanya ke luar untuk bekerja dan berbelanja ke supermarket.Marc pun semakin khawatir karena melihat wajah Eribka yang begitu panik. Bah
Marc yang sedang fokus bekerja terkejut melihat kedatangan Karra ke kantornya. Wanita bertubuh tinggi itu membuka pintu tanpa mengetuknya terlebih dahulu.Tentu sikap ceroboh Karra membuat wajah tampan Marc berubah seketika! Apalagi Marc pria yang tegun dengan etika."Marc, Amira," ucap Karra yang melangkah menuju meja kerja Marc."Amira, di mana dia?" Marc bangkit dari kursi kerajaannya."Itu, aku menemukannya di jalan," jawab Karra dengan berbohong.Tentu ia berbohong! Karra tak mungkin mengatakan yang sebenarnya kepada Marc."Amira di mana?" Marc mengulang pertanyaannya."Diparkiran, do mobil."Mendengar jawaban Karra, Marc bergegas meninggalkan ruangannya dan diikuti oleh Karra. Keduanya masuk ke dalam lift menuju parkiran basement."Tunggu Marc," panggil Karra yang tak sanggup menyeimbangi langkah Marc.Karra berlari ringan mengejar Marc yang semakin jauh, pria tampan itu melangkah terburu-buru menuju mobil Karra yang terparkir di bagian sudut.Marc benar-benar terkejut melihat
Tepat pukul 7 malam, Marc dan Amira sudah meninggalkan kediaman Louis. Sepasang suami istri itu menuju sebuah gedung hotel bintang lima. Di mana malam ini resepsi pernikahan klien Marc, kebersamaannya satu hari ini dengan Amira membuat Marc lupa untuk menghadiri acara pernikahan kliennya itu."Mas, aku malu," ucap Amira setelah Marc menghentikan mobilnya diparkiran."Kenapa malu?" Tentu Marc bertanya demikian!"Aku belum pernah ke acara pernikahan sebesar ini, jadi aku merasa canggung Mas," jawab jujur Amira."Gak usah canggung, kan ada aku." Marc membuka pintu mobilnya, ia berjalan menuju pintu mobil Amira."Ayo," ajak Marc sambil menyodorkan tangannya.Amira tersenyum gugup, ia ragu untuk menyambut tangan Marc walupun status mereka suami istri."Ayo," desaknya yang langsung dituruti Amira.Keduanya berjalan menuju pintu utama gedung, dengan posisi bergandengan tangan. Jujur saja jantung Amira berdegup kencang, apalagi saat semua mata tertuju ke arah mereka."Selama datang Tuan Marc.
Tanpa terasa waktu berlalu begitu cepat, hari yang ditunggu kini telah tiba. Saat ini Amira sedang bersiap-siap untuk berangkat ke kantor pengadilan agama.Rencana perceraian itupun sudah diketahui seluruh penghuni kediaman Louis, tentu Caterina sangat bahagia. Bahkan ia sudah tidak sabar lagi agar segera ketuk palu.Amira meraih ponsel dari atas meja rias lalu menghubungi Marc. karena akhir-akhir ini Marc jarang kembali ke kediaman Louis, ia datang saat ada perlunya saja. Bisa dikatakan Marc dan Amira tidak pernah lagi satu kamar atau tidur bersama, hal itu karena permintaan Amira.Wanita cantik itu sengaja membuat jarak diantara mereka, itu semua ia lakukan agar cintanya kepada Marc tidak semakin mekar, yang akan mempersulitnya untuk berpisah dengan pria tampan itu."Mas di mana? Aku udah siap," ucap Amira setelah sambungan teleponnya terhubung."Aku masih di hotel, tapi aku sudah meminta pak Bagus untuk menjemputmu," sahut dari seberang sana."Baiklah." Amira memutuskan sambungan t
Setibanya di hotel, Bagus membuka pintu tanpa mengetuknya terlebih dahulu. Sebab Marc sudah memberinya satu kunci."Silahkan masuk Nyonya," ucap Bagus dengan lembut dan sopan.Sementara di dalam ruangan tidak ada orang, namun dari arah kamar mandi terdengar suara air. Sudah bisa dipastikan jika Marc sedang membersihkan tubuhnya di dalam sana.Sambil menunggu Marc ke luar dari kamar mandi, Amira merapikan tempat tidur Marc yang sedikit berantakan, sedangkan Bagus sudah pergi dan menunggu di parkiran.Setelah 27 menit berlalu, akhirnya pintu kamar mandi terbuka. Amira refleks berteriak melihat Marc ke luar tanpa mengenakan handuk, pria tampan itu polos tanpa sehelai benang."Aoow...."Mendengar teriakan Amira, Marc pun ikut berteriak karena terkejut. Ia kembali ke kamar mandi untuk meraih handuk, lalu melilitkannya di pinggang untuk menutupi area kejantanannya."Kamu kenapa ada di sini?" tanya Marc setelah ke luar dari kamar mandi."Kita harus bicara Mas," jawab Amira."Kita bisa bicara
"Aku dan Amira sudah saling mengenal, tapi kami tidak memiliki hubungan apapun. Hanya saja...." Marcell terdiam, ia tidak melanjutkan kata-katanya.Marc menyipitkan mata, "Hanya saja, apa?" desaknya."Hanya saja Amira langsung mengandung," jawab Marcell dengan nada bergetar.Marc refleks mengepalkan kelima jari tangannya, melayangkan satu pukulan di wajah tampan Marcell."Amira jelas-jelas hamil, tapi kamu masih mengatakan tidak ada hubungan diantara kalian," sentak Marc, bahkan seluruh tubuhnya gemetar karena emosi."Kakak harus dengar penjelasanku dulu," ucap Marcell dengan lembut.Walaupun sudut bibirnya sudah mengeluarkan cairan merah! Tapi Marcell tidak sedikitpun marah atau kesal kepada Marc."Semuanya sudah cukup jelas Marcell, tidak ada lagi yang perlu kamu jelaskan. Kamu laki-laki yang tidak bertanggungjawab, kamu seperti orang asing, jauh berbeda denganku dan almarhum papah." Marc benar-benar marah.Ia tak menyangka, pria bajingan yang sudah menghamili Amira adalah adiknya s
Satu Minggu telah berlalu, kondisi Amira sudah semakin membaik hanya saja ia belum bisa banyak bergerak dan melakukan aktivitas. Semenjak kembali ke kediaman Louis, Amira tidak banyak bicara, sifatnya berubah 50 persen. Suara ketukan pintu menyadarkan wanita cantik itu dari khayalan, "Masuk.""Permisi Nyonya." Hanum menjulurkan kepala dari balik pintu, sambil membawa sebuah nampan di tangannya.Wanita paruh baya itu melangkah menghampiri Amira yang duduk di atas tempat tidur, ia menaruh nampan di atas meja kecil yang terletak di samping ranjang, lalu mendaratkan bokongnya di sisi tempat tidur."Nyonya makan dulu ya?" ucap Hanum dengan lembut, seraya membujuk."Aku belum lapar Bi," tolak Amira dengan ekspresi datar.Tentu dia tidak lapar, pikirannya sampai saat ini masih kacau balau. Apa yang ia perjuangkan satu persatu pergi meninggalkannya, ia rela menjual kehormatannya demi mendapatkan uang untuk biaya pengobatan Jordan, tapi Jordan justru meninggalkannya. Ia juga rela menikah diat
"Bagaimana keadaan istriku Dok?" tanya Marc dengan nada khawatir.Sebelum membuka mulut, Dokter terlebih dahulu menghela napas. Bagaimana tidak? Bayi dalam kandungan Amira tidak bisa diselamatkan, wanita cantik itu harus segera dioperasi walaupun keadaannya saat ini belum sadarkan diri.Kepala Marc refleks tertunduk setelah mendengar ucapan dokter, ia mengeratkan gigi dan mengepalkan kelima jari panjangnya. Walupun bayi dalam kandungan Amira bukanlah anaknya! Tapi Marc merasa sedih dan kecewa.Begitu juga dengan Marcell, pria tampan itu mendaratkan bokongnya di atas kursi dengan kasar. Kesempatannya untuk memiliki keturunan kini musnah, Marcell benar-benar menyesal atas tindakannya. Jika dia tidak menarik tangan Amira, semua ini tidak akan terjadi.Berbeda dengan Karra dan Caterina, keduanya bersorak ria di dalam hati masing-masing. Sebelum mereka bertindak bayi malang itu sudah tiada, kini hanya menunggu giliran ibunya yaitu Amira."Ya sabar ya Marc." Karra mengelus lengan Marc, ia s
Tanpa terasa waktu telah berlalu, saat ini benda bulat itu telah menunjukkan pukul 6 pagi. Amira segera bangkit dari tempat tidur, bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya."Apa kamu ada meeting pagi ini?" Pertanyaan itu menyambut Amira saat ke luar dari kamar mandi."Mas sudah bangun?" Amira balik bertanya, ia menatap Marc yang duduk di sisi ranjang yang juga menatapnya."Bukan meeting Mas, tapi aku harus menyelesaikan gaun pengantinnya," lanjut Amira sambil melangkah menuju ruang ganti."Oh, apa kamu butuh bantuan?" Marc kembali bertanya.Amira menghentikan langkahnya, "Tidak Mas, hanya tinggal sedikit lagi, aku bisa sendiri.""Baiklah kalau begitu." Marc bangkit dari sisi ranjang melangkah menuju kamar mandi, begitu juga dengan Amira melanjutkan langkahnya masuk ke ruang ganti.Setelah selesai sarapan, Marc meninggalkan kediaman Louis. Sedangkan Amira bergegas ke ruang kerjanya yang terletak di lantai tiga. Ia harus menyelesaikan gaunnya sebelum jam 12 siang."Apa yang
"Benarkah? Kamu tidak berbohong?" tanya Marc dengan rasa tak percaya."Iya Mas," sahut Amira sambil tersenyum paksa.Ruangan itupun seketika hening, Marc duduk bersandar sambil menatap Amira tanpa berkedip dengan posisi kedua tangan terlipat di dada. Cara bicara Amira membuatnya sedikit curiga, bahkan kecurigaan itu sampai membuatnya lupa akan tujuannya menemui Amira."Sore ini aku ada pertemuan dengan klien, apa kamu ingin ikut denganku?" Marc kembali membuka mulut setelah hening beberapa menit.Amira tersenyum paksa, "Maaf mas, aku gak bisa ikut. Malam ini aku harus lembur untuk menyelesaikan gaun pengantinnya, karena besok klien akan datang menjemputnya."Amira sengaja membuat alasan untuk menolak Marc, hal itu ia lakukan untuk menjaga jarak dari Marc. Amira tidak mau kedekatan itu akan membuat bunga-bunga cinta tumbuh dan mekar dalam hatinya."Baiklah kalau begitu." Marc bangkit dari kursi dan bergegas meninggalkan ruangan Amira.........................Tanpa terasa waktu telah m
Satu bulan telah berlalu, saat ini usia kandungan Amira sudah memasuki 4 bulan. Perut wanita cantik itupun sudah terlihat menonjol."Mas, hari ini aku terlambat ke kantor," ucap Amira yang baru ke luar dari ruang ganti."Apa kamu ada urusan?" tanya Marc tanpa melihat lawan bicaranya.Pria tampan itu sedang berdiri di depan meja rias sambil merapikan dasi dan memasang benda bulat di pergelangan tangannya."Tidak, hari ini aku harus ke rumah sakit untuk periksa kandungan Mas," jawab jujur Amira.Marc menghentikan gerakan tangannya yang sedang menyisir rambut, ditatapnya Amira melalui pantulan kaca. Seketika ia berpikir untuk menemani Amira ke rumah sakit."Apa perlu aku temani?" Akhirnya Marc membuka mulut."Gak usah Mas, aku bisa sendiri. Lagipula pagi kan Mas ada meeting dengan klien!" Sebenarnya Amira ingin sekali ditemani oleh Marc, hal ini sudah lama ia harapkan. Tetapi Marc pagi ini ada jadwal meeting, Amira terpaksa menolaknya."Iya kamu benar, aku hampir saja lupa," timpal Marc,