Share

48. Cemburu Buta

Penulis: Just Mommy
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Intan yang panik pun langsung mengambil ponsel pemberian suaminya itu. Bola matanya hampir melompat kala mendapati ada ratusan panggilan tak terjawab dan begitu banyak pesan yang Zein tinggalkan. Mulai dari pesan manis, hingga marah-marah.

"Mati, aku," gumam Intan. Ia merasa bersalah karena telah melupakan hal sepenting itu.

Intan yang masih butuh adaptasi dengan lingkungan barunya pun cukup sibuk sehingga tidak sempat memikirkan hal lain.

Ia pun bergegas menghubungi suaminya kembali. "Semoga dia gak ngamuk," gumam Intan sambil menunggu jawaban dari Zein. Hanya dalam beberapa detik, Zein pun langsung menjawab panggilan dari istrinya itu.

Telepon terhubung.

"Kamu ini dari mana aja, sih? Ga
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Dinikahi Profesor Galak   49. Ungkapan Cinta

    Foto itu sudah diposting sejak dua jam yang lalu. Sehingga cukup banyak komentar yang membuat darah Zein mendidih."Duh, galfok sama Bu dokter dan Pak Tentara. Kok serasi banget, sih?" Komentar salah satu netizen."MasyaaAllah, cantik dan tampan. Kalau jadi nikah, anaknya pasti perfect banget.""Kita doakan semoga dokter dan Pak Tentaranya berjodoh ya, guys!"Kepala desa yang sudah berumur itu pun sedikit gaptek. Sehingga ia bisa memposting tanpa tahu bahwa ada banyak notifikasi masuk di ponselnya. Apalagi saat itu ia sedang menerima banyak tamu.Tangan Zein gemetar saat membaca seluruh komentar itu. Rasanya ia ingin menghilang dan langsung muncul di hadapan Intan.Zein langsung berdiri dari tempat duduknya. Ia tak terima melihat istrinya didekati oleh pria yang paling ia benci itu.Zein pun meninggalkan ruangannya dengan penuh rasa kesal. Kemudian ia menuju poli untuk membereskan tugasnya."Masih ada berapa pasien?" tanya Zein saat bertanya pada suster. Kala itu masih jam istirahat.

  • Dinikahi Profesor Galak   50. Hutang Budi

    Bian kesal karena dibentak oleh seorang wanita. Namun ia yang sedang patah hati itu tidak ada energi untuk berdebat. Sehingga Bian memilih melanjutkan perjalannnya menuju markas.Sementara itu, Intan dan Zein sudah menyelesaikan pergulatannya. Saat ini mereka sedang bermesraan di tempat tidur."Mas, gimana ini aku bolos? Kasihan kalau nanti banyak pasien yang datang," keluh Intan.Ia baru sadar bahwa dirinya terlambat setelah selesai bercinta."Gak apa-apa bolos sekali. Lagi pula suster di sini cukup kompeten. Mereka sudah biasa menghadapi pasien saat dokter tidak ada. Jadi kamu jangan khawatir ya, Sayang!" jawab Zein.Saat ini Intan sedang berada di pelukan suaminya itu. Mereka bahkan belum sempat mengenakan pakaian. Sehingga hanya menutupi tubuhnya menggunakan selimut."Ya udah, iya. Mumpung ada suami di sini. Kapan lagi kan bisa dipeluk sama Mas? Apalagi kalau Mas udah pulang ke Jakarta," ucap Intan, memelas.Zein menatap istrinya sambil tersenyum. Kemudian ia mengusap-usap kening

  • Dinikahi Profesor Galak   51. Sangat Mahal

    Zein dan Intan terkesiap. Kemudian Zein menoleh ke balik pohon."Eh, ada Mas Bian. Kirain gak ada orang," ucap Zein tanpa dosa. Hatinya senang karena secara tidak langsung telah menunjukkan kemesraan di depan Bian."Santai aja, Prof. Silakan dilanjut! Anggap aja gak ada orang," sahut Bian. Kemudian ia melirik ke arah Intan dan memalingkan wajahnya. Hatinya sangat panas dan bergejolak. Bahkan wajahnya merah padam."Oke kalau begitu. Kami permisi dulu," jawab Zein. Ia malah sengaja bersikap seolah tak merasa bersalah."Ayo, Sayang!" ucapnya. Kemudian Zein merangkul Intan."Iyah," sahut Intan, kikuk. Meski ia tidak memiliki perasaan pada Bian. Namun ia tak enak hati melihat Bian seperti itu. Seandainya ia tahu atas apa yang telah suaminya lakukan pada Bian pagi tadi, mungkin Intan akan lebih mengasihani pria berseragam loreng itu.Mereka pun meninggalkan Bian begitu saja. Sementara Bian menatap kepergian mereka dengan tatapan nanar."Argh!" pekiknya sambil meninju pohon. "Aawww!" keluh B

  • Dinikahi Profesor Galak   52. Kebahagiaan

    Intan bingung melihat suaminya seperti itu."Mas pake baju dulu, ya? Kalau begitu nanti malah semakin dingin," ucap Intan."Sebentar, Sayang. Mas masih lemas. Ini juga dingin banget. AC-nya udah dimatiin belum?" tanya Zein sambil selimutan.Intan menoleh ke arah AC. "Udah, kok. Emangnya masih dingin?" tanya Intan, heran."Dingin banget, Sayang," jawab Zein, sambil menggigil."Ke rumah sakit aja, yuk! Aku khawatir Mas drop karena kelelahan," ajak Intan. Ia tidak tega melihat suaminya yang biasa strong itu tiba-tiba lemah.Zein menggelengkan kepala. "Mas cuma butuh istirahat. Gak kuat kalau pergi ke rumah sakit. Pusing," jawab Zein."Ya udah, tapi makan dulu, ya! Kalau perutnya kosong, nanti malah makin dingin," ucap Intan.Zein mengangguk. Ia pun merasa lapar karena sudah muntah beberapa kali."Ya udah, tunggu sebentar!" ucap Intan. Kemudian ia pun meninggalkan Zein dan menuju ke dapur untuk mengambil makanan."Kira-kira dia sakit apa, ya? Apa iya kecapekan, atau karena stress? Tapi st

  • Dinikahi Profesor Galak   53. Berita Baik

    "Mas pingin kamu berhijab. Mas gak rela aurat kamu dilihat oleh orang lain," ucap Zein sambil menatap Intan. Ia semakin posessive pada istrinya.Intan tak menyangka suaminya akan meminta hal itu. "Eum ... emangnya kenapa, Mas?" tanya Intan sambil menatap Zein."Berhijab itu kan kewajiban muslimah, Sayang. Selain itu aku juga gak mau tubuh kamu dilihat oleh orang lain. Karena tubuhmu hanya milik aku," ucap Zein sambil memegangi kedua lengan istrinya."Iya aku paham. Tapi masalahnya Mas tau sendiri kan aku gak punya banyak pakaian untuk berhijab? Bisa sih aku mix and match pake baju yang panjang-panjang. Tapi kayaknya kurang pantes ya kalau pake jeans gitu?" tanya Intan."Iya gak apa-apa. Untuk sementara kamu pakai yang ada aja dulu! Nanti kalau ada waktu kita beli pakaian buat kamu, ya?" sahut Zein.Ia memaklumi jika istrinya tidak memiliki banyak pakaian untuk berhijab. Sebab sebelum menikah memang Intan tidak berhijab meski pakaiannya tidak terlalu terbuka."Ya udah kalau begitu seka

  • Dinikahi Profesor Galak   54. Istri Siaga

    "Serius kamu?" tanya Muh dan Rani. Mereka sangat terkejut saat mengetahu bahwa Zein yang mengalami morning sickness."Iya, Mah. Justru kami tahu aku hamil karena tadi pagi Mas Zein muntah-muntah. Kalau enggak sih, mungkin gak akan ngeuh," jawab Intan sambil tersenyum.Ia sangat bagahia karena suaminya yang merasakan penderitaan seperti itu."Ya ampun, Zein. Kamu bucin akut, ya?" ledek Rani. Menurutnya jika Zein sampai mengalami hal seperti itu, artinya ia terlalu cinta pada Intan."Apaan sih, Mah. Itu kan gak ada hubungannya," sahut Zein, kesal."Lho, gak ada gimana? Itu kan karena kamu terlalu cinta. Jadi secara tidak sadar batin kalian ini saling melengkapi satu sama lain. Mungkin kamu terlalu mengkhawatirkan istrimu. Jadi kamu merasakan apa yang Intan rasakan," ucap Rani. Sebenarnya itu hanya analisa Rani saja."Bisa jadi ini karma karena kamu merasa bersalah pada Intan," ledek Muh."Pah!" Zein protes. Ia sebal karena Muh selalu membahas kesalahannya."Hehehe, tapi apa yang mamah k

  • Dinikahi Profesor Galak   55. Dokter Sombong

    Setelah mendapat tugas, akhirnya Intan pun pegi ke IGD untuk memulai kerjanya.Beruntung sebelumnya ia pernah bertugas di sana. Sehingga Intan tidak terlalu bingung ketika praktek di sana lagi."Pagi dokter Intan," sapa salah seorang perawat yang sudah mengenal Intan."Pagi, Sus," sahut Intan. Ia senang karena disambut dengan baik saat tiba di sana."Duh, seneng banget deh kalau dokter Intan praktek di sini," ucap suster."Suster bisa aja. Gimana pagi ini, banyak pasien gak?" tanya Intan."Lumayan, Dok. Tapi semua udah ditanganin, kok. Tinggal observasi aja. Ini laporannya," sahut suster."Oh, kamu yang kerja di sini?" tanya salah seorang dokter yang berjaga di IGD."Iya, Dok," sahut Intan sambil tersenyum."Duh, repot deh kalau gantian sama dokter magang. Nanti kalau ada apa-apa aku juga yang kena," gumam dokter itu. Ia terlihat kurang menyukai Intan."Maaf, Dok. Saya akan berusaha semaksimal mungkin agar tidak merepotkan dokter," jawab Intan."Harus itu! Tolong lebih teliti, ya! Say

  • Dinikahi Profesor Galak   56. Gossip

    "Sabar ya, Dok. Dia emang begitu," ucap suster saat dokter kepala itu pergi."Gak apa-apa kok, Sus. Aku juga udah gak kaget, hehe," jawab Intan. Kemudian ia lanjut membahas pekerjaannya lagi."Gimana, tadi ada pasien darurat lagi, gak?" tanya Intan sambil melihat laporan."Gak ada kok, Dok. Yang tadi observasi juga sebagian ada yang udah pulang. Tinggal pasien rawat inap lagi nunggu kamar ready," jawab suster."Ooh, syukurlah kalau begitu. Berarti hari ini gak terlalu penuh, hehe," sahut Intan sambil mengusap perutnya."Aku kok baru sadar ya kalau penampilan dokter Intan ini berubah," ucap suster."Oya?" tanya Intan sambil tersenyum. Saat ini ia mengenakan hijab berwarna mustard dan rok rempel dengan warna senada."Iya. Dulu dokter gak pake hijab, kan?" tanya suster itu."Hehehe, iya.""Wah, alhamdulillah ... jadi makin anggun dan cantik, Dok. Tapi maaf ya, Dok. Kayaknya sekarang dokter agak cubby. Tapi malah makin cantik, lho," ucap suster itu, hati-hati.Intan pun tersenyum. "Maklum

Bab terbaru

  • Dinikahi Profesor Galak   86. Bahagia (S2)

    Hati Ira berdebar-debar kala diminta untuk tes kehamilan oleh ibunya. Ia tak menyangka akan secepat ini mendapatkan momongan. Meski hasilnya belum pasti, tetapi entah mengapa Ira yakin bahwa dirinya memang mengandung.“Kamu ada test pack, gak?” tanya Rani.Ira menggelengkan kepalanya. “Enggak, Mah,” jawabnya.“Ya udah nanti Mamah suruh Bibi beli dulu. Atau kamu mau langsung cek ke rumah sakit?” tanya Rani.“Test aja dulu deh, Mah. Kalau ke rumah sakit, takut hasilnya gak sesuai harapan,” jawab Ira.“Ya udah. Tapi kamu sarapan dulu, ya! Jangan sampai sakit karena telat makan!” nasihat Rani.“Iya, Mah. Terima kasih,” sahut Ira, sambil tersenyum.Setelah itu Rani meninggalkan kamar tersebut, kemudian ia meminta Bibi untuk membeli test pack. “Bi, tolong beliin test pack, dong!” ucap Rani pada ART-nya.“Lho, Mamah hamil?” tanya Muh, kanget.“Yang bener aja, masa Mamah hamil?” timpal Zein yang masih ada di sana.“Kalian ini! Bukan buat Mamah,” ucap Rani, gemas.“Terus buat siapa, dong?” tany

  • Dinikahi Profesor Galak   85. Telat (85)

    “Hehehe, ampun, Ndan!” ucap anak buah Bian sambil cengengesan.“Ya udah, kali ini aku beneran pergi. Assalamualaikum,” ucap Bian. Kemudian ia meninggalkan istrinya itu.“Waalaikumsalam. Hati-hati, Sayang,” sahut Ira.Ia menatap kepergian suaminya itu. “Semoga kamu cepat kembali, Bi. Aku gak sanggup kalau harus pisah terlalu lama lagi,’ batin Ira.“Duh, jadi pingin nikah,” ledek anak buah Bian.“Ya udah, tinggal mengajukan!” sahut Bian, santai.“Yah, saya kan bukan Komandan yang bisa sat set sat set. Mau nikah juga pengajuan dulu, belum lagi prosesnya yang lama,” keluh anak buah Bian.“Ya iya sih masalah utama mah belum ada calonnya! Hahaha,” ledek anak buah Bian yang lain.Mereka semua pun tergelak.Beberapa jam kemudian Ira sudah tiba di rumah Muh kembali. Saat ini ia sedang bersantai di kamarnya, sambil memainkan ponsel.“Kok dia belum ngabarin aku, ya?” gumam Ira.Ia gelisah menanti kabar dari suaminya itu. Padahal Bian tidak sempat untuk memberi kabar pada Ira. Sebab setibanya di

  • Dinikahi Profesor Galak   84. Berpamitan (S2)

    “Mas ... jangan maksa begitu, dong! Lagian kan demi kebaikan Aydin. Aku juga gak akan tenang ninggalinnya,” ucap Intan. Ia tidak enak hati pada mertuanya.“Hehehe, Papah bercanda, kok. Ya udah kalian pergi aja! Biar Aydin sama kami. Lagian Zein kan beberapa bulan terakhir sibuk persiapan alih jabatan, pasti butuh refreshing. Pergilah!” ucap Muh.“Alhamdulillah, gitu dong, Pah! Terima kasih, ya,” ucap Zein. Ia sangat senang karena diizinkan pergi oleh Muh.Zein pun menghampiri dan menggendong anaknya. “Sayang, maaf ya Ayah pergi dulu. Nanti kalau kamu sudah lebih besar, Ayah janji akan ajak kamu jalan-jalan. Oke,” ucap Zein, kemudian ia mencium pipi anaknya.Intan geleng-geleng kepala melihat kelakuan suaminya itu. “Kalau begitu aku mau pumping dulu ya, Mas,” ucapnya.“Iya, Sayang. Pumping yang banyak biar anak ayah gak kelaparan,” ucap Zein, sambil menggoda anaknya.Rani dan Muh tersenyum melihat keluarga kecil itu. Mereka bahagia karena kini anaknya begitu harmonis. Padahal dulu dua

  • Dinikahi Profesor Galak   83. Merengek (S2)

    “Enggaklah! Udah mendingan buruan packing biar kamu gak telat. Perjalanan dari sini ke Jakarta kan gak sebentar!” ucap Ira. Meski mengatakan tidak, tetapi ekspresi wajahnya terlihat sangat kecewa.“Iya, Sayang. Maaf, ya,” ucap Bian. Ia terus meminta maaf karena rasa bersalahnya. Apalagi jika melihat wajah Ira seperti itu. Sebab dirinya telah merusak momen penting.Setelah selesai packing, Bian dan Ira meninggalkan kamar mereka. Kemudian Bian check out di lobby."Kamu tunggu di sini, ya!" pinta Bian, saat Ira sudah berada di mobil."Iya," jawab Ira, singkat.Bian pun meninggalkan mobil, kemudian melakukan check out. Tak lupa Bian menjelaskan bahwa akan ada Zein yang menggantikannya. Ia pun meminta kamarnya dibersihkan dan dihias dengan bunga seperti untuk orang bulan madu."Jadi ini tidak ada biaya tambahan, kan?" tanya Bian."Tidak ada, Mas. untuk buangnya kami berikan free," sahut resepsionis. Mereka memberikan free karena Bian telah memesan hotel dengan kelas kamar paling tinggi sel

  • Dinikahi Profesor Galak   82. Terpaksa Pulang (S2)

    “Tau tuh, siapa tadi yang iseng basahin meja, ya?” canda Bian. Ia sengaja ingin membuat istrinya kesal.Namun kemudian Ira teringat. “Ya ampun, ini karena ulah kamu ya, Bi?” tuduh Ira, sambil ternganga. Ia ingat bagaimana tadi dirinya yang baru naik dari kolam itu langsung direbahkan di atas meja.“Gak salah? Kan kamu yang tadi rebahan di sini,” sahut Bian, santai. Ia sengaja menyudutkan istrinya.“Tapi kan kamu yang bawa aku ke sini!” Ira tidak mau kalah. Ia tak terima disalahkan seperti itu. Sebab memang Bian yang merebahkannya di atas meja.“Ya udah, mendingan makan aja jangan debat! Kan udah lapar,” ucap Bian. Ia pun membuka makanan tersebut dan menyendoknya.“Berarti orang itu lihat, dong?” tanya Ira sambil menyendok makanan. Ia masih tidak enak hati memikirkan meja yang basah tersebut.“Iyalah. Dia kan punya mata,” jawab Bian, tanpa dosa. Berbeda dengan Ira, Bian tak peduli. Baginya orang tadi pasti sudah biasa menghadapi hal seperti itu.“Hiiih, kamu ini!” Ira kesal.“Udah maka

  • Dinikahi Profesor Galak   81. Ini Bulan Madu (S2)

    “Mau ngapain, sih?” tanya Ira. Ia yakin suaminya pasti menginginkan sesuatu.Bian langsung menarik Ira. “Biasakan sama suami itu langsung nurut! Jangan suka ngebantah, nanti tuman!” ucap Bian, gemas.“Ya abisnya kamu suka aneh-aneh, sih,” ucap Ira, manja.“Apanya yang aneh? Namanya suami istri begini tuh wajar, Sayang,” ucap Bian, sambil merangkul pinggang Ira. Kemudian merapatkan tubuh mereka.Ira tersenyum. Ia sangat gemas melihat tingkah suaminya itu. “Tuh, kan. Kamu maaah. Emang wajar, sih. Tapi ini masih siang. Aku risih mesra-mesraan siang hari begini, ihh,” keluh Ira.“Dulu waktu masih pacaran, kamu gak risih. Kenapa sekarang malah menghindar,” bisik Bian, nakal. Kemudian ia menggigit telinga istrinya itu.“Bi!” tegur Ira. Ia malu disebut seperti itu oleh suaminya. Ketika sedang berpacaran mereka memang cukup sering bermesraan. Namun hanya sebatas bibir, tidak lebih. Mungkin karena belum halal, jadi mereka masih sangat menggebu-gebu.Sedangkan saat ini mereka sudah menikah dan

  • Dinikahi Profesor Galak   80. Berendam (S2)

    Ira mendorong Bian secara perlahan. “Berarti nanti kamu bisa gak pilih aku, dong?” tanyanya, saat Bian melepaskan tautan bibir mereka.Bian menatap Ira. “Kamu kan tau kalau aku sudah bersumpah untuk menjadikan tugas negara sebagai prioritas?” Ia balik bertanya.Wajah Ira langsung murung. “Iya,” lirihnya. Ia tidak bisa protes untuk hal itu. Apalagi mereka sudah beberapa kali membahas hal itu.“Maaf ya, Sayang,” ucap Bian sambil menangkup pipi Ira. Ia pun bingung karena tidak bisa berbuat apa-apa. Mengatakan janji manis pun tidak mungkin jika tak sesuai kenyataan.“Yah, mau gimana lagi. Udah risiko aku,” ucap Ira, pasrah.Sebenarnya ia hanya ingin jawaban gombal. Namun nyatanya Bian tidak bisa seperti itu. Sehingga Ira kecewa.“Dari pada mikirin yang enggak-enggak. Mending kita kerjakan yang iya-iya,” ucap Bian, genit.Ira mengerutkan keningnya. “Apa?” tanyanya.Bian melirik ke arah tempat tidur.Ira langsung menyipitkan matanya. “Ya ampun, Bi. Ini masih siang, lho,” keluh Ira.“Masalah

  • Dinikahi Profesor Galak   79. Masih Ngambek (S2)

    “Siap aku salah!” ucap Bian. Ia tidak ingin berdebat lagi dengan istrinya. Saat ini ia hanya bisa mengakui kesalahannya. Bian tidak mau sampai bulan madunya gagal karena hanya hal sepele.“Aku kecewa sama kamu,” ucap Ira sambil memalingkan wajah.Meski sedang kesal, melihat Bian mau mengakui kesalahannya membuat Ira senang. Baginya Bian mau mengaku saja sudah cukup, tetapi rasa kesalnya masih ada walaupun ia tidak marah lagi.“Yank, itu camilannya mau di makan, gak?” tanya Bian. Ia berusaha mengalihkan pembicaraan.“Gak!” jawab Ira, ketus.‘Haduh! Pake ketemu dia segala, sih. Jadi kacau gini kan bulan madunya. Gawat banget kalau sampe dia ngambek terus,’ batin Bian.‘Apa iya cewek tadi cuma temen lama dia? Tapi kenapa tatapannya ke aku sinis banget? Aku gak yakin,’ batin Ira. Kemudian ia memicingkan matanya ke arah Bian. Ia ingin menelisik apakah Bian berbohong padanya atau tidak.‘Semoga dia gak nanya macem-macem lagi, deh,’ gumam Bian dalam hati.Ira yang sedang kesal itu akhirnya t

  • Dinikahi Profesor Galak   78. Merajuk (S2)

    Bian terkekeh. “Ya udah jalan dulu ya, Bang. Dari pada bulan madunya gagal nanti. Bahaya,” ucap Bian.“Oke, hati-hati!” sahut Zein. Ia pun tersenyum melihat tingkah adiknya itu. Zein merasa Ira tidak jauh berbeda dengan dirinya.Akhirnya mereka pun pergi.“Sayang, mau beli camilan dulu, gak?” tanya Bian. Ia khawatir istrinya akan bosan jika tidak ada makanan ringan.“Boleh, deh. Kalau gitu nanti mampir di minimarket aja dulu!” jawab ira.“Siap!” sahut Bian. Mereka pun menuju ke minimarket sebelum melanjutkan perjalanan.“Beli di situ aja ya, Yank?” tanya Bian saat melihat ada minimarket di depan.“Ya udah, ada parkirannya, kan?” sahut Ira.“Ada, tuh!” jawab Bian. Ia pun mengarahkan mobilnya ke minimarket tersebut. Kebetulan parkirannya sedang kosong, sehingga mobil Bian bisa masuk.“Kamu mau ikut turun atau nunggu di sini?” tanya Bian, saat hendak turun dari mobil.“Aku nunggu aja, deh,” sahut Ira. Ia malas jika harus turun. Sebab di luar, matahari cukup terik.“Ya udah, mau beli apa?

DMCA.com Protection Status