Saat Bian dan Ira sedang melamun, ternyata anak-anak membuat kesepakatan. “Oke, setuju, ya!” ucap mereka sambil berbisik.
Mereka pun selama memperlama lagunya. Hingga membuat Ira semakin salah tingkah. Setelah itu, saat lagunya selesai, Ira dan Bian hendak menangkap salah satu dari anak tersebut.
Namun, saat Ira dan Bian hendak memeluknya, anak itu malah berjongkok kemudian berlari. Sehingga Ira dan Bian berpelukan dan bibir mereka tak sengaja bertabrakan.
Deg!
Sontak saja bola mata mereka hampir melompat. Mereka yang sejak tadi memang sudah salah tingkah itu seperti kehilangan akal. Jika tidak ada anak-anak, mungkin Bian akan melanjutkan yang lebih dari itu.
“Ciee! Cieee!” ledek anak-anak.
Bian dan Ira pun langsung memisahkan diri dengan cepat. Ira melipat bibirnya, sebab ia seolah masih merasakan bagaimana bibirnya bersentuhan dengan bibir Bian.
Sementara
Saat Ira menoleh, Bian terdiam. Mulutnya sedikit terbuka, tetapi ia yang hendak mengatakan sesuatu itu begitu sulit mengucapkannya.‘Astaga, kenapa sulit sekali? Lidahku terasa kelu,’ batin Bian. Ia merasa seperti orang bodoh. Sebab dirinya tak mampu mengatakan cinta pada Ira. Mulutnya hanya bergerak-gerak tanpa bisa mengeluarkan suara.Ira mengangkat kedua alisnya. “Apa?” tanyanya lagi. Ia bingung karena Bian seperti orang gagap. Hal itu pun membuat Ira takut. Ia khawtair Bian diganggu oleh makhluk halus yang ada di sana.Ira menoleh ke sekitar, khawatir Bian melihat sesuatu. Namun ia tak melihat apa pun yang menakutkan di sana. "Kenapa sih, Bi?" tanya Ira, panik.Bian sudah tidak sanggup menahannya lagi. Jantungnya terasa hampir meledak karena debarannya begitu kencang. Mengatakannya pun tak bisa. Sehingga Bian langsung megungkapkannya dengan sebuah tindakan yang cukup ekstrem.
Ditanya seperti itu, Ira pun tertegun. Tenggorokkannya tercekat, ia bingung bagaimana cara menjawab Bian. Jika langsung menjawab iya, rasanya terlalu malu.“Bi, ini terlalu mendadak. Jujur aku masih shock. Bisa kasih waktu, gak?” tanya Ira. Ia ingin menenangkan diri dari keterkejutannya lebih dulu.Mendapat jawaban seperti itu, Bian langsung tidak enak hati. Ia pun salah tingkah karena Bian pikir Ira akan langsung menerimanya. Apalagi setelah apa yang mereka lakukan barusan. Bian mengira Ira memiliki perasaan yang sama dengannya.Bian menunduk sambil melipat bibirnya ke dalam. “Emm, oke. Aku gak mungkin maksa juga, kan. Tapi kalau emang kamu mau nolak aku juga gak apa-apa, kok. Itu hak kamu,” ucap Bian.Ia salah paham dengan jawaban Ira barusan. Sehingga Bian pikir Ira menolaknya.“Lho, aku bukannya mau nolak, Bi. Aku cuma butuh waktu aja. Kamu paham gak, sih?” tanya
Sebagai pria dan wanita normal, melakukan hal seperti itu membuat gairah mereka semakin memanas. Bian pun mulai kehilangan akal, tangannya menelusup ke dalam baju Ira.Greb!Ira menggenggam tangan Bian dengan cepat. Kemudian tautan bibir mereka pun terlepas.“Jangan!” lirih Ira. Sebenarnya saat ini ia sedang perang batin. Antara ingin pasrah, tapi ia merasa itu tidak benar dan harus menolak.Gluk!Bian jadi tidak enak hati karena hampir saja melewati batas. Kemudian ia memejamkan mata dan mengusap wajah dengan kedua tangannya. Setelah itu Bian menangkupkan kedua tangan di depan dadanya.“Maaf, aku khilaf,” ucap Bian.“Lagi,” jawab Ira.“Kamu mau lagi?” tanya Bian, serius. Seolah ia sangat siap jika Ira menginginkannya lagi.“Bukan! Maksudnya kamu khilaf lagi. Kalau dua kali begini apa masih disebut khilaf?&
“Ngaco kamu! Mana ada begitu. Kamu itu wanita pertama yang aku kasih kalung ini,” jawab Bian. Ia tak menyangka Ira akan menganggapnya playboy.Namun ucapan Ira ada benarnya. Padahal Bian memiliki dua kalung karena yang satunya hanya untuk cadangan apabila hilang. Apalagi saat ini ia sedang hidup di perbatasan.“Masa? Tapi aku taunya tentara itu terkenal playboy. Aku jadi ragu, deh. Jangan-jangan kamu mau mainin aku, ya?” tanya Ira lagi. Ia jadi berpikir negatif karena ucapan Bian tadi.Bian menatap Ira dengan tatapan yang tak dapat diartikan. Ia memikirkan cara menjelaskan pada Ira agar Ira tidak menuduhnya lagi.“Sekarang aku balik tanya ke kamu. Di luar sana kan ada beberapa kasus dokter. Ada yang mal praktek, atau pelecehan, atau lainnya. Kalau aku bilang semua dokter seperti itu, kamu mau gak?” tanya Bian.“Ya enggaklah. Gak semua begitu. Itu cuma ulah beberapa oknum yang kebetulan profesinya dokter aja,” jawab Ira, sebal.“So? Apa karena ulah beberapa oknum tentara yang jadi play
Ira tersenyum lebar saat mendengar ucapan Bian barusan. Hidungnya pun kembang kempis karena tidak bisa menahan kebahagiaan.“Bi!” ucap Ira.“Hem?” sahut Bian.“Oke kalau kamu bilang gak semua tentara playboy. Tapi kayaknya kalau gombal mah emang iya, ya?” tanya Ira.“Maksudnya?” Bian balik bertanya.“Entahlah, aku merasa kamu itu suka banget gombal. Mungkin karena udah kebiasaan. Dan aku taunya emang tentara pada pinter gombal,” ucap Ira.Beberapa teman Ira ada yang menikah dengan anggota TNI. Termasuk yang tempo hari ia mendapat bucket bunga secara tidak sengaja. Temannya yang dokter itu menikah dengan teman Bian yang merupakan TNI.Sehingga sedikit banyak Ira mengetahui tentang anggota tersebut. Hal itulah yang membuat Ira sempat sesumbar bahwa ia tidak ingin memiliki pasangan apalagi suami seorang TNI.“Oya? Emang kamu merasa aku gombalin?” tanya Bian.“Iyalah. Dari tadi kamu gombal terus!” ucap Ira, sebal. Ucapan Bian terlalu manis. Sehingga Ira merasa digombali olehnya.“Hem ...
Mendengar suara anak buah Bian, mereka langsung salah tingkah. Apalagi anak buah Bian malah menggoda mereka.“Sore!” sahut Bian, kikuk. Ia sangat malu karena ketahuan anak buahnya sedang berduaan dengan Ira.“Wah, jaganya lancar ya, Ndan?” sindir anak buah Bian. Mereka ingin tertawa melihat Bian yang tertangkap basah sedang asik menikmati mie berdua.“Silakan dilanjut, Ndan! Anggap aja kami gak lewat,” ucap anak buah Bian. Namun anak buah Bian yang langsung berlalu itu membuat Bian tidak bisa menjelaskan apa pun."Hihihi, kalian lihat gak muka Komandan tadi? Kaget banget pas lihat kita lewat," gumam anak buah Bian, cekikikan."Iya, pantesan aja betah. sampe gak pulang-pulang. Ternyata asik berduaan.""Kalian jangan senang dulu! Siap-siap nanti kalau Komandan pulang ke markas, kita pasti dihukum.""Aku gak yakin, sih. Kalau lagi kasmaran gitu kan biasanya suka lupa segalanya. Hahaha."Mereka asik menertawakan Bian.‘Ck! Sial. Pasti mereka sengaja lewat ke sini. Ini kan bukan jam patrol
Ira langsung salah tingkah. Saat mendengar Bian mengatakan mereka akan langsung menikah ketika Bian pulang ke Jakarta nanti.Bian pun tersenyum sambil melirik-lirik ke arah Ira. “Kamu ... mau kan nikah cepat?” tanya Bian, malu-malu.Ira yang malu itu hanya menjawabnya dengan anggukkan. Ia tak sanggup mengatakan bahwa dirinya mau menikah dalam waktu dekat. Rasanya lidah Ira terasa kelu.Sejak saat itu, hubungan mereka semakin baik. Mereka bersikap layaknya sepasang kekasih. Mereka pun semakin dekat dan mulai tidak ada rasa canggung lagi. Meski begitu, mereka tetap tahu batasan-batasan.Bian yang mencintai Ira itu tidak ingin menodainya sebelum halal. Meski beberapa kali mereka sempat ingin melewati batas. Namun mereka masih bisa menahan diri.“Ternyata sebulan cepet banget ya, Bi,” ucap Ira saat sedang duduk di depan teras.Kini sebulan sudah berlalu dan besok Ira sudah harus kembali ke Jakarta. Sehingga bisa dikatakan malam ini adalah malam terakhir bagi mereka. Sampai Bian pulang ke
Bian langsung tersenyum simetris. Ia merasa bangga karena Ira cemburu padanya.“Kamu cemburu?” godanya, sambil menaik turunkan alisnya.“Gak! Aku cuma ngingetin kamu, kok,” jawab Ira, ketus. Ia kesal karena Bian malah menggodanya.“Ah ... bilang aja kalau cemburu,” ledek Bian. Senyumannya pun makin melebar.“Apa, sih. Ngapain aku cemburu? Kalau kamu macem-macem, aku bisa kok ngelakuin hal yang sama. Kan kamu sendiri yang bilang, peluangku lebih besar,” ujar Ira.Ia gengsi untuk mengakui bahwa dirinya cemburu. Persis seperti kakaknya dulu.“Lho, kamu kok gitu, sih? Jangan, dong! Kita kan mau nikah. Gak usah aneh-aneh,” keluh Bian. Ia khawatir Ira benar-benar melakukan hal itu.“Ya gampang aja. Kamu gak usah takut kalau kamu gak ada niat macem-macem. Kan aku begitu cuma kalau kamu nakal,” sahut Ira.Bian tersenyum sambil geleng-geleng kepala. Ia hampir salah paham karena ucapan Ira barusan. Mendengar Ira akan nakal membuat pikiran Bian jadi buntu.“Kamu, nih!” ucapnya, gemas. Ia mencubi