Harry tidak mendekati pantai karena punya fobia air. Dia hanya duduk di pinggir pantai sambil mengobrol dengan Robin. "Ayo minum.""Belakangan ini aku sering membuat masalah karena mabuk. Lebih baik aku nggak minum dulu," sahut Robin tanpa daya."Robin, kamu yakin ingin menikahi adikku? Aku cuma punya satu adik. Anak lain dilindungi kakaknya waktu kecil, tapi dia berbeda. Lyla nggak seperti Hannah. Hannah mendapat perlindunganmu sejak kecil. Aku juga nggak akan berkomentar apa pun kalau kamu melindunginya. Tapi, kamu nggak boleh menyakiti Lyla. Dia adik kesayanganku.""Hari ini aku bicara bukan sebagai sahabatmu, melainkan sebagai kakak Lyla. Lyla akan menikah sebentar lagi. Meskipun suaminya adalah sahabatku, aku tetap ingin memperingatkanmu untuk memperlakukan Lyla dengan baik. Oke?" pesan Harry.Robin menelan ludah dengan susah payah. Harry tidak pernah menggunakan nada bicara seperti ini padanya. Harry adalah orang yang sombong, jadi tidak pernah merendahkan dirinya. Namun, kali in
Robin juga cemas setengah mati. Dia tidak pernah membayangkan hidupnya tanpa Lyla. Dia sudah terbiasa dengan keberadaan Lyla dan melakukan operasi bersamanya.Setiap kali Robin menjulurkan tangannya ke samping, Lyla langsung tahu dia membutuhkan gunting atau pinset. Bisa dibilang Lyla adalah bawahannya. Jabatan Lyla lebih rendah dari Robin. Namun, Robin tahu Lyla adalah rekan terbaiknya.Sebenarnya sejak awal Robin sudah tahu perasaan Lyla terhadapnya. Hanya saja, Robin terlalu fokus pada kariernya, ditambah lagi Hannah punya gangguan mental. Itu sebabnya, dia tidak peduli pada urusan percintaan.Robin berpura-pura bodoh. Untungnya, Lyla selalu memberinya ruang dan tidak pernah memaksanya. Robin merasa sangat nyaman bersama Lyla. Ke mana pun dia pergi, dia tahu Lyla akan selalu menunggunya dengan senyuman.Robin menyaksikan pertumbuhan Lyla dari remaja menjadi wanita berusia 26 tahun. Dia merasa dirinya berutang terlalu banyak terhadap Lyla.Seketika, berbagai kenangan bersama Lyla mem
Begitu turun ke laut, Harry bisa merasakan tubuhnya menegang. Namun, dia harus bisa menaklukkan ketakutannya. Sambil menahan rasa takutnya, Harry terus berenang ke depan.Mungkin karena tekadnya untuk menolong Grace terlalu kuat, Harry yang merasa gugup seketika bisa berenang dengan leluasa.Sayangnya, di radius 2,5 kilometer, tidak terlihat siapa pun. Yang ada hanya batu karang. Sekelompok orang itu naik kembali ke permukaan."Kita nggak boleh berenang terlalu dalam. Kita hanya bisa mundur untuk sekarang.""Aku masih mau coba! Aku akan memeriksa dalam radius 10 kilometer.""Aku ikut."Ketika kedua pria itu hendak berenang makin dalam, tiba-tiba terdengar suara familier dari belakang. "Hei! Dasar bodoh! Kami di sini! Kalian mau ke mana?""Itu suara Lyla!" Robin terkejut dan buru-buru berbalik. Terlihat sebuah perahu motor mendekat dari belakang.Grace melambaikan tangannya sambil berseru, "Harry, kamu bisa melihatku nggak?"Kedua pria itu segera naik ke perahu motor dan menghampiri mer
"Aku ingin menikahimu bukan hanya karena kamu adalah pasangan yang paling sejalan denganku, tapi juga karena kamu adalah belahan jiwa yang paling cocok untukku. Kamu memang orang yang paling sesuai denganku. Tapi, aku menikahimu bukan karena itu, melainkan ... karena kebersamaanmu yang membuatku ingin mendampingimu seumur hidup."Robin merasa benar-benar bodoh. Sekarang dia baru sadar bahwa semua pengorbanan Lyla selama bertahun-tahun telah merebut hatinya. Sebelum bertemu dengannya, Robin tidak pernah berpikir untuk menikah. Namun setelah bertemu dengannya, Robin tidak pernah memikirkan akan menikahi orang lain selain Lyla.Mendengar pengakuan yang tulus ini, jantung Lyla berdegup kencang. Apakah dia sedang bermimpi? Kebahagiaan datang semendadak ini?"Robin, aku lagi mimpi ya? Biasanya ... kamu nggak pintar bicara, kenapa kamu tiba-tiba bisa ngucapin kata-kata semanis ini? Kamu yang gila atau aku?""Semua ini kata-kata hatiku yang tulus."Robin membungkuk dan mencium bibir Lyla yang
Sampai keesokan harinya, Harry masih belum tersadar. Namun, demamnya memang sudah mereda. Lyla hanya mengalami flu ringan, jadi dia sudah merasa sehat pada keesokan harinya. Setelah merawat Robin, dia lalu datang untuk mengunjungi Grace."Tenang saja, Kak Harry cuma punya beban pikiran. Mungkin siang nanti sudah bangun.""Beban pikiran?" tanya Grace."Dia takut sama air. Ini penyakit lama dari empat tahun yang lalu. Kukira dia nggak akan pernah masuk ke air lagi seumur hidup. Tapi nggak kusangka, dia malah turun ke air dua kali demi kamu. Bisa dibayangkan betapa pentingnya posisimu dalam hatinya."Mendengar hal itu, Grace menatap Harry dengan perasaan yang mendalam. Dia lebih memilih untuk tidak menjadi orang yang penting bagi Harry. Dalam situasi yang begitu berbahaya, Harry malah melompat ke air tanpa pikir panjang. Apa dia sudah tidak sayang nyawa?Tidak masalah jika Grace meninggal. Namun jika Harry yang meninggal, bagaimana dengan kelangsungan Grup J.C, kakeknya, dan Lyla? Dibandi
Harry merasa tidak berdaya mendengar hal itu. Apa mereka sedang memamerkan kemesraan? Sahabatnya yang sebaya saja sudah mau menikah, sedangkan dia ... bahkan tidak bisa melakukan hubungan intim!"Benarkah? Syukurlah kalau begitu!" ucap Grace."Nanti kamu jadi pengiring pengantinku, aku akan lemparkan buketnya padamu! Katanya, lempar buket itu ampuh sekali. Ternyata aku benar-benar jadi orang yang menikah selanjutnya!" kata Lyla."Sebaiknya nggak usah kasih aku, terlalu mubazir!" ujar Grace seraya menggelengkan kepalanya. Perjalanannya dan Harry masih ada satu setengah tahun."Ambil saja dulu, anggap sebagai keberuntungan.""Benar juga," balas Grace.Grace bisa merasakan bahwa Lyla sangat bahagia. Sebenarnya, dia juga bisa menebak alasan di balik kesedihan Lyla yang begitu mendalam hari itu, pasti juga karena Robin. Hanya orang yang sangat dicintai yang bisa membuat emosi seseorang berubah-ubah dengan begitu drastis.Namun melihat Lyla sekarang, Grace sungguh berharap kebahagiaan ini bi
"Kalau cacing laut?""Ini?" Robin maju dan melihatnya sekilas, lalu berkata, "Terlalu jelek.""Hm ...." Grace dan Lyla berjalan di depan sambil menghirup aroma masakan yang menggoda dari para pedagang di sepanjang jalan. Air liur mereka hampir menetes, tetapi sayangnya mereka tidak bisa makan apa pun.Setiap kali mereka ingin meraih sesuatu, suara dingin dari belakang segera menghentikan semua keinginan mereka."Lyla, kamu nggak mau atur pacarmu? Kalau kamu masih nggak mau ambil tindakan, aku bakal mati kelaparan!""Nggak bisa, dia memang begini. Sudah 20-an tahun mendarah daging sifatnya ini!""Lalu mau bagaimana? Aku lapar sekali ....""Kamu kira aku nggak lapar?"Awalnya mereka sangat bersemangat, tapi pada akhirnya mereka berdua hanya menunduk dengan lesu dan kehilangan minat sama sekali. Akhirnya, mereka kembali ke rumah dengan perasaan kecewa."Kalau kalian mau makan, aku bisa masakkan untuk kalian.""Oke!""Tapi aku nggak bisa masak makanan laut karena terlalu amis.""Kalau begi
Lyla tidak bertenaga sama sekali, bibirnya juga tampak pucat dan bicaranya terbata-bata."Kalau tahu begini ... seharusnya aku dengar nasihatmu ....""Tapi kamu nggak mau dengar, 'kan? Sekarang baru menderita," balas Robin."Jangan omong kosong denganku lagi sekarang ...," sanggah Lyla."Minum air hangat bisa meredakan nyeri.""Tahu nggak ... ucapan apa yang paling nggak ingin didengar oleh wanita yang lagi menderita kram menstruasi?""Aku tahu, kalian paling nggak ingin dengar 'banyak minum air hangat'. Tapi, minum air hangat memang bisa menghangatkan lambung dan merilekskan syaraf ...," jawab Robin."Diam. Aku ini dokter, memangnya aku butuh dengar hal seperti itu darimu? Suapin aku minum, dong!" Lyla sudah kesakitan setengah mati, Robin malah berceramah panjang lebar.Pria ini masih mau istrinya tidak? Apa dia mau Lyla kehausan sampai mati?Lyla benar-benar tidak sanggup berdiri. Robin ingin membantunya, tapi malah ditolak oleh Lyla. "Jangan ... sentuh aku. Darahku lagi banyak sekal
Telepon segera tersambung. Suara di ujung sana adalah milik Harry. Rasanya sungguh melegakan bisa langsung menghubunginya.Hannah memberi tahu, "Ha ... Harry, sesuatu terjadi pada Kezia. Ada sekelompok orang yang membawanya pergi. Tapi, kurasa mereka nggak akan melukainya. Mereka bahkan melepaskan aku dan Joshua.""Aku mengerti. Aku bakal suruh Juan segera mengurus ini," balas Harry. Suara pria itu sangat tenang dan dalam, hampir tanpa emosi.Hannah yang sedang cemas tak memperhatikan ketenangan yang terlalu mencolok itu. Dia hanya merasa sedikit lega setelah menutup telepon.Sementara itu, di kota tua.Harry dan Grace sudah tiba. Dua jam sebelumnya, Jimmy telah menelepon untuk memberitahunya bahwa semuanya mulai berjalan sesuai rencana. Orang-orang yang bertindak kali ini bukanlah orang-orang Steven, melainkan dari pasar gelap. Jadi, Kezia sepenuhnya aman.Harry juga tahu bahwa Joshua pasti menderita, tetapi dia hanya bisa menahan diri. Dia sadar bahwa metode Jimmy adalah cara paling
"Joshua! Hannah memanggil namanya dengan cemas.Melihat darah sudah merembes di sudut bibirnya, tetapi dia masih memaksakan diri untuk tetap bertahan, hati Hannah terasa perih."Jangan pukul lagi! Tolong, kumohon berhenti!""Ternyata, keturunan Keluarga Lubis juga bisa memohon belas kasihan, ya?" Pria berbadan besar itu mengejeknya dengan penuh hinaan."Jangan ... jangan mohon padanya. Kalau memang punya nyali, bunuh saja aku!""Berengsek! Kenapa bocah ini keras kepala sekali?" Pria itu mengumpat marah, lalu menendangnya lagi dengan keras.Joshua hanya bisa mengerang kecil. Tubuhnya meluncur di lantai hingga membentur dinding dengan keras sebelum berhenti. Tubuhnya menggigil dan meringkuk.Pria itu mendekat dan memeriksa napasnya. "Dia masih hidup." Pria satunya pun melepaskan Hannah. Dia segera berlari menghampiri Joshua dan menopang tubuhnya."Kau nggak apa-apa? Joshua, lihat aku!" Dia tidak menjawab, napasnya sudah lemah."Sudahlah, pergi sana. Jangan sampai ada yang mati, nanti Bos
Di kepalanya, tiba-tiba muncul ingatan tentang malam itu saat dia membantu Hannah mengganti pakaian. Dia bahkan sempat melihat pakaian dalam di baliknya .... Joshua buru-buru menggelengkan kepala, berusaha menghentikan pikirannya yang mulai melantur.Mungkin gerakannya terlalu besar, suara itu membangunkan Hannah yang sedang tertidur lelap. Gadis itu menggumam dengan lembut, "Jangan ... jangan bergerak, aku capek sekali ...."Joshua langsung duduk tegak, tubuhnya kaku, dan sama sekali tidak berani bergerak. Sebenarnya .... Gadis ini terlihat sangat imut saat tidur. Dia tidak menangis atau merengek, hanya diam seperti boneka kecil yang cantik.Bagaimana mungkin ada orang yang tidak menyukai gadis seperti ini? Bagi Joshua, Hannah adalah sosok yang luar biasa. Tidak seperti gadis-gadis lain yang manja dan selalu perlu dilindungi. Hannah sangat tangguh. Tidak hanya bisa melindungi dirinya sendiri, tapi juga melindungi Joshua.Sebagai laki-laki, Joshua merasa sangat rendah diri. "Aku harus
Joshua bertanya, "Kenapa ... dia menolakmu?"Hannah menjawab, "Karena ... dia menyukai wanita lain. Dia nggak pernah menunjukkan perasaannya dengan jelas, jadi aku merasa punya kesempatan. Siapa sangka, aku yang membuat mereka nggak bisa bersama."Hannah melanjutkan, "Aku ingat sikap wanita itu sangat tegas waktu pergi, sedangkan aku malah membuat diriku sendiri terjebak."Joshua bertanya lagi, "Jadi ... kamu ikut kencan buta?"Hannah menyahut, "Aku melakukannya demi membuat dia tenang. Jadi, dia akan menganggap aku sudah melupakannya. Aku juga ingin membuat harapanku pupus."Joshua menimpali, "Sebenarnya ... kamu nggak usah korbankan diri sendiri. Kamu ... nggak suka pasangan kencan butamu, 'kan?"Hannah membalas, "Iya, tapi ... aku bisa terima biarpun harus hidup bersama selamanya."Joshua menanggapi, "Kenapa kamu begitu gegabah? Kalau nggak ... begini saja. Setelah kita keluar, aku bisa pura-pura jadi pacarmu. Dengan begitu, kamu bisa membuat orang itu tenang ... dan kamu nggak usah
Sebelumnya Hannah memarahi Joshua, tetapi sekarang dia malah dikurung bersama Joshua. Takdir benar-benar mempermainkan orang."Mana Kezia?" tanya Joshua.Hannah menyahut, "Dia dibawa pergi."Joshua bertanya, "Ini di mana? Aku mau keluar!"Hannah menjelaskan, "Nggak usah coba lagi, aku sudah coba. Nggak ada yang pedulikan kita. Ini rumah seng, seharusnya ini gudang. Orang-orang itu hanya mengincar Kezia, mereka nggak sakiti kita."Hannah menambahkan, "Aku nggak yakin mereka akan memberi kita air dan makanan. Jadi, kamu nggak usah sia-siakan tenagamu lagi. Duduk saja di sini.""Kezia ... aku memang nggak berguna. Aku bersalah pada kakakku. Aku nggak jaga Kezia baik-baik," kata Joshua.Hannah menceletuk, "Aku tebak mereka nggak akan sakiti Kezia.""Ke ... kenapa?" tanya Joshua.Hannah membalas, "Bisa-bisanya kamu masih gagap pada saat-saat penting seperti ini! Kamu berbalik saja waktu bicara."Hannah bertanya, "Kamu tahu siapa yang paling ingin menghabisi Kezia di ibu kota?"Joshua berbal
Joshua berkata, "Hannah ... kamu ... masih menggenggam tanganku ...."Hannah menimpali, "Sekarang situasinya sangat genting! Kamu jangan lihat aku dengan ekspresi malu lagi! Di luar ada banyak orang, apa kalian menyinggung seseorang? Kebetulan aku datang malam ini, benar-benar sial!"Kemudian, Hannah pergi ke dapur untuk mencari barang yang berguna. Dia juga menyuruh pelayan membawa Kezia ke lantai atas.Hannah berujar pada Joshua, "Kamu juga naik. Kamu nggak usah ikut campur lagi. Kalau nanti ada yang menerobos masuk, kamu juga nggak bisa bantu aku.""Di luar ... benar-benar ada orang?" tanya Joshua.Hannah menyahut, "Iya, sangat banyak. Keluargaku itu anggota militer, jadi aku pernah mempelajari pengindraan jauh. Aku pasti tahu kalau ada pergerakan di sekitar.""Orang-orang itu bersembunyi sambil mencari kesempatan. Sepertinya bukan untuk mencuri, tapi untuk menangkap seseorang. Aku rasa targetnya Kezia, jadi kamu cepat naik ke lantai atas," lanjut Hannah."Jadi ... bagaimana dengan
Hannah hendak naik ke lantai atas, tetapi dia melihat Kezia yang berdiri di dekat tangga. Kezia sedang memandangi mereka sambil menggendong boneka. Ekspresinya terlihat polos.Tubuh Hannah menegang saat bertatapan dengan Kezia. Hatinya terasa sakit. Sebelum Hannah sempat bicara, Kezia bertanya, "Kalian ... bertengkar, ya?""Kezia, cepat tidur," sahut Joshua dengan suara serak.Melihat bibir Joshua terluka, mata Kezia berkaca-kaca. Dia bertanya, "Paman, wajahmu kenapa?"Kezia buru-buru turun, lalu Joshua memeluknya. Kezia bertanya lagi, "Sakit, nggak?"Joshua menjawab, "Nggak sakit. Tadi nggak sengaja terbentur, nggak apa-apa. Kezia, seharusnya kamu tidur. Kamu ikut Hannah, ya?""Hannah," ucap Kezia sembari melihat Hannah dengan ekspresi ketakutan.Hannah mengepalkan tangannya. Dia tidak ingin tinggal di sini lagi. Ini bukan rumahnya, untuk apa dia tinggal di sini?"Maaf, aku tiba-tiba ingat ada urusan. Aku pergi dulu," ujar Hannah. Dia segera naik ke lantai atas, lalu memakai jaket dan
Joshua yang gugup segera menjelaskan, "Malam itu ... kamu mabuk ... kamu yang bilang ... orang yang kamu suka nggak menyukaimu ...."Hannah mengernyit setelah mendengar perkataan Joshua. Ternyata dia melontarkan kata-kata seperti itu saat mabuk?Hannah menunduk, lalu berkata, "Aku sudah kenyang. Kamu makan saja."Kemudian, Hannah membawa piring ke dapur. Joshua bergegas mengikuti Hannah dan melihatnya membuang pasta ke tong sampah."Hannah," panggil Joshua. Dia meraih pergelangan tangan Hannah. Entah kenapa, dia panik ketika melihat Hannah marah. Joshua ingin meminta maaf.Hannah terlihat mengerikan saat marah. Joshua merasa Hannah tampak menawan saat tersenyum, membalas dendam, dan tidur. Joshua juga merasa sedih saat Hannah marah."Lepaskan aku!" tegur Hannah."Nggak mau!" tegas Joshua. Kali ini, dia berbicara dengan lantang.Joshua melanjutkan, "Aku tahu ... aku membuatmu nggak senang, kamu boleh pukul aku untuk lampiaskan emosimu. Tapi ... jangan abaikan aku. Aku bukan sengaja ...
Hannah yang menunjukkan kesopanan bertanya, "Aku mau makan. Kamu mau, nggak?""O ... Oke," sahut Joshua.Hannah menimpali, "Kalau begitu, kita sama-sama cari makanan di dapur."Hannah membuka kulkas, tetapi tidak menemukan nasi sisa. Dia tidak bisa membuat nasi goreng telur. Orang kaya memang tidak pernah menyimpan makanan sisa. Bahkan Hannah tidak menemukan makanan beku, jadi dia makan apa?Hannah berkata, "Sudahlah. Aku nggak jadi makan. Aku minum air saja, lalu tidur.""Kamu ... mau ... makan pasta?" tanya Joshua.Hannah menyahut, "Aku nggak bisa ...."Joshua menyela, "Aku ... yang ... masak."Hannah bertanya, "Repot, nggak?"Joshua menjawab, "Nggak ...."Sebelum Joshua menyelesaikan ucapannya, Hannah berujar, "Kamu masak saja. Nggak usah bicara lagi."Joshua mengembuskan napas lega. Dia selalu gagap setiap melihat Hannah. Joshua merasa lebih rileks jika tidak bicara.Hannah melihat Joshua mengeluarkan daging sapi, cabai, dan bawang dari kulkas. Dia mulai memotong sayur, lalu memasa