"ini kamar mu nak Azizah. Kamu letakkan tas kamu, lalu kamu ikut saya," titahnya.
Azizah melihat kamar berukuran tiga kali empat meter, yang di dalamnya sudah ada spring bed, kipas angin, televisi dan juga kamar mandinya. Bagi Azizah, kamar itu bahkan lebih bagus dibandingkan dengan kamarnya. Setelah meletakkan tasnya di atas spring bed,Mak Icun membawa Azizah menaiki anak tangga. Azizah menurut saja dengan ucapan Mak Icun hingga dia sampai di suatu kamar lalu berhenti. "Kamu lihat pintu itu?" "Ya, Mak." " Ini adalah kamar tuan muda Yanto. Kamu akan bertugas membersihkan kamarnya dan menyiapkan kebutuhan tuan muda." "Sekarang kamu ikut aku ke dapur," titahnya. Azizah hanya mengekor, meski di dalam hatinya bertanya-tanya, kenapa hanya kamar tuan muda yang dikasih tahu, sementara kamar yang lain tidak. "Tunggu ... Tunggu.... Yanto?!" Kok namanya sama dengan laki-laki yang mengantar aku ke sini? Apa dia orangnya atau cuma kebetulan namanya sama?! Ah iya. Di dunia ini ada banyak orang yang bernama Yanto," batin Azizah. "Ayo.... Kok malah bengong!" Azizah kaget saat Mak Icun membuyarkan lamunannya. Saat dia ke dapur bersama Mak Icun, tanpa sengaja dia mendengar percakapan antara Anita dengan seorang lelaki. "Kamu sudah pertimbangkan saran Mama, Yan? Ingat! Waktu yang Mama kasih tinggal satu bulan lagi. Jika dalam waktu sebulan Mama tidak mendapatkan kabar yang baik, maka kamu harus menuruti saran Mama." "Iya, Ma. Yanto ngerti." "Kok bisa sama ya, nama anak Nyonya Anita dengan orang yang hampir menabrakku tadi? Dan suaranya juga agak mirip," batinnya. Azizah berusaha untuk mengedarkan pandangannya ke Sember suara. Jika dia dapat melihat wajah orang ini, rasa penasaran dihatinya akan hilang. Tapi baru saja ia celingukan sambil berjalan, suara Mak Icun sudah mengagetkannya, sehingga perhatiannya teralihkan ke Mak Icun. "Sekarang kamu buat sarapan untuk tiga orang," suruh Mak Icun saat dia sampai di dapur. Karena Mak Icun buru-buru untuk mengerjakan pekerjaan yang lain, dia lupa memberitahu sarapan apa yang akan dibuat. Akhirnya Azizah membuat sarapan nasi goreng dengan bahan-bahan yang sudah ada di lemari pendingin. Makanan sudah tersedia di meja makan. Aromanya yang harum menggugah selera penghuni rumah. Adi Bimantara sudah lebih dulu mencicipi nasi goreng buatan Azizah. "Emm, Ini enak banget. Kalian coba deh," suruhnya kepada anak dan istrinya. Yanto dan Anita sangat jarang makan makanan berminyak di pagi hari. Tapi karena tidak enak hati menolak kata-kata Adi Bimantara sebagai kepala keluarga, mereka mengisi piring mereka dengan satu sendok nasi goreng, lalu mencicipinya. Ternyata rasanya memang enak, hingga mereka menambah porsi piring mereka. "Siapa yang masak ini? Gak biasanya kita makan seenak ini," tanya Adi. "Azizah, Pa.... Dia baru mulai bekerja hari ini di rumah kita," Terang Anita. "Kalau begitu, dia harus sering-sering masak, Mah...." "Iya, ya Pa.... Menurut kamu gimana, Yan?" "Lumayan, Ma...." "Ini bukan lumayan lagi, tapi benar-benar enak," ujar Adi Bimantara. Selanjutnya hanya suara denting piring dan sendok yang terdengar. Sesekali disela oleh percakapan kecil mereka. Percakapan mereka di meja makan tidak berlangsung lama, karena suami dan anak Anita harus pergi ke kantor. Anita merasa kesepian ditinggal suami dan anaknya. Dia bosan hanya di rumah tanpa ada kegiatan. Akhirnya dia memutuskan untuk menghabiskan waktu dengan berbelanja ke mall. "Azizah...." "Ya, Nyonya." "Kamu sudah sarapan?" "Sudah Nyonya, tadi saya sarapan di dapur." "Sekarang kamu mandi, terus ganti baju. Kamu temanin saya ke mall ya," suruhnya. "Siap Nyonya." Bergegas Azizah untuk mandi dan bersiap-siap menemani Anita berbelanja. Sebetulnya pagi-pagi sekali dia sudah mandi, tapi karena dia kembali berkeringat dia pun mandi lagi untuk menyegarkan tubuhnya. Akhirnya mereka sampai di sebuah Mall terbesar di kota itu. "Kamu coba pakai baju ini," suruh Anita kepada Azizah. "Saya, Nya?" tanya Azizah untuk memastikan. "Iya, kamu," jawab Anita sambil menyerahkan satu stel baju yang di bandrolnya tertera angka yang pantastis. "Saya takut nanti bajunya rusak, Nya," tolak Azizah. "Gak akan rusak, kamu coba aja. Kalau rusak nanti saya yang bayar," suruhnya meyakinkan Azizah. Dengan terpaksa Azizah mencoba baju itu di kamar pas. Setelah itu ia keluar untuk memperlihatkannya kepada Anita. Sampai lima stel baju yang ia coba, semua dibayar oleh Anita. "Yang ini tidak perlu di ganti lagi," katanya saat Azizah mencoba baju yang ke lima. Setelah membayar semuanya, Anita mengajaknya untuk ke restoran yang ada di lantai atas. "Azizah, sekarang sudah jam makan siang. Sebaiknya kita ajak Yanto untuk makan siang bersama," ujarnya seraya menarik bangku untuk duduk di salah satu meja. "Saya ngikut aja, Nya." "Kamu cantik sekali pakai baju itu, Azizah." "Nyonya.... Dari tadi Nyonya bilang begitu. Saya jadi tersanjung Nyonya. Tapi Nya, kalau saya pakai baju ini lama-lama, nanti bisa kotor. Nanti orang yang mau Nyonya hadiahi gak mau lagi menerima, bagaimana?" "Hahaha...." "Kok Nyonya tertawa?" "Karena kamu terlihat lucu saat sedang cemas. Baju itu memang untukmu, Azizah. Jadi gak usah cemas," ucapnya dengan senyum yang belum lepas dari bibirnya. "Lha.... Kenapa Nyonya ini memberiku baju yang begitu mahal? Bahkan gajiku saja mungkin tak akan cukup untuk membeli satu baju ini. Lagi pula, aku belum genap bekerja satu hari pun, Ini aneh sekali," batin Azizah."Jadi untukku, Nya?" Azizah masih belum percaya dengan apa yang di dengarnya barusan."Betul. Semua baju itu untukmu," terang Anita. "Tapi, Nya, harganya sangat mahal. Saya tidak pantas menerimanya. bahkan gajiku satu bulan pun tidak akan cukup untuk membeli satu baju ini. Apalagi, aku belum ada bekerja sehari, Nya.""Anggap saja baju ini sebagai hadiah karena kamu sudah masak nasi goreng yang enak, dan sudah menemani saya jalan-jalan," bujuknya, karena melihat wajah Azizah yang cemas."Itu kan sudah tugas saya, Nya.""Azizah.... Kamu gak perlu sungkan, sejak pertama saya melihat kamu, saya sudah menganggap kamu seperti keluarga sendiri. Jadi saya membelikan baju ini dengan sangat ikhlas. Kamu jangan menolak ya?"Azizah tidak kuasa lagi untuk menolak pemberian Anita. Dia tidak mau mengecewakan orang yang sudah memberinya dengan tulus."Baiklah, Nyonya. Terima kasih atas semua pemberian Nyonya. Semoga Nyonya selalu dilimpahi rezeki dan umur yang panjang.""Aamiin," jawab Anita dengan
"wah.... Gedung yang itu menjulang tinggi. Seolah-olah dia adalah rajanya dari semua gedung di sini," ucap Azizah, seolah dia bicara pada dirinya sendiri saat pandangannya tertuju pada sebuah gedung pencakar langit.Yanto hanya tersenyum miring dari kursi belakang mobilnya. Sopir yang sedang menyetir di sampingnya menjawab gumaman gadis cantik berambut lurus panjang itu dengan tersenyum ramah. "Gedung itu milik Den Yanto. Sekarang kita akan ke sana."Dengan mata terbelalak, Azizah menutup mulutnya yang menganga. "Jadi gedung itu milikmu, Nto? Eh, maksudku, Tuan Yanto."Sopir yang bernama Rio itu tersenyum geli setelah tadi dia terperanjat mendengar sebutan sok akrab dari Azizah kepada tuannya.Sesampainya di gedung yang dituju, Azizah mengekor dari belakang dengan langkah yang tergesa-gesa. Dia kesulitan mengejar langkah kaki Yanto yang berjalan dengan santai melewati orang-orang yang memberi hormat padanya."Sepanjang apa kaki pria ini! Sampai aku sudah seperti berlari saja tetap tid
Begitu Azizah dan Yanto keluar dari lift khusus, mata Azizah tidak sengaja menangkap sepasang mata yang sedang menatapnya tanpa kedip.Dia adalah Rudi, mantan pacar Azizah yang lebih memilih sepupunya Pela, dan memutuskan hubungan dengannya."Benarkah dia Azizah? Apa yang dilakukannya di sini?" batin pria itu.Lelaki itu mendekati Azizah dan bicara, "Kamu Azizah, kan?"Azizah menepis tangan Rudi yang memegang pergelangan tangannya. Dia mengabaikan Rudi dan berjalan dengan cepat untuk mengejar Yanto. Tapi dengan sigap Rudi menghalanginya. Dia menghempaskan napasnya."Azizah. Aku mau bicara penting.""Gak penting buatku!" Azizah kembali mencoba menghindarinya, namun tangannya dicekal."Azizah! Kamu cantik sekali hari ini," ucapnya seraya menelisik Azizah dengan matanya dari ujung rambut sampai ke ujung kaki."Terima kasih, permisi." Azizah ingin segera berlalu dari hadapan orang yang sudah menghancurkan hatinya itu dengan berjalan cepat mengikuti langkah kaki Yanto."Azizah, tunggu," uc
"Azizah Puspita. Di sini pendidikan formal tidak diutamakan. Yang penting kamu bisa bekerja dengan baik. Diharuskan menginap. Apa kamu sanggup?" tanya seorang wanita paruh baya yang masih terlihat anggun. Dia adalah Nyonya rumah yang bernama Anita Bimantara.Azizah mendapatkan informasi dari seorang tetangganya, kalau di rumah besar itu sedang membutuhkan seorang pembantu. Sudah pasti ia menerima pekerjaan itu, karena ia memang melamar dan membutuhkan pekerjaan itu demi untuk menghidupi dua orang adiknya yang masih membutuhkan biaya untuk sekolah dan makan sehari-hari. Ibunya aw punyahnya setiap hari kerjaannya hanya berjudi dan mabuk-mabukan. Maka dari itu dia berinisiatif untuk membantu ibunya menghasilkan uang. Meski harus menjadi seorang pembantu."Iya, Buk. Saya sanggup," jawabnya dengan senyum manis yang selalu menghiasi wajahnya setiap hari. Baginya hidup susah bukanlah suatu hal yang harus ditangisi. Hidup akan terasa indah bila dihiasi senyum syukur serta usaha yang maksima
"Boleh kok, Azizah. Semua jadi lima puluh ribu, ya?" "Kok sampai lima puluh ribu, Bi?""Karena kamu ngutang, zah. Beda kalau bayar kontan. Kalau kamu bayar kontan, Bibi akan kasih harga normal!""Tapi itu kan terlalu mahal, Bi?" "Kalau kamu ada uang kontan sekarang, akan Bibi kasih murah! Sebab, seperti kata Pela tadi, belum tentu kamu bisa bayar cepat. Perputaran uang Bibi kan jadi tersendat di kamu!"Azizah terpaksa mengalah demi supaya adiknya bisa makan. Sebelum dia pamit pulang, Pela bertanya kepadanya soal pekerjaan yang dia tawarkan. "Heh Azizah.... Gimana? Kamu jadi kan ngelamar pekerjaan yang aku kasih?""Iya, jadi.""Bagus, lah. Biar kamu bisa bantu bayar hutang! Kasihan Bi Iyun kalau harus bayar hutang sendiri!" Setahu Azizah, mereka tidak pernah berbelas kasihan kepada ibunya. Yang ada, mereka selalu menghasut ayahnya yang tidak lain adalah adik kandung wanita bernama Ijah itu agar menceraikan ibunya karena ibunya tidak bisa membahagiakan adik bungsunya itu.Dia pulang
Setelah subuh, Azizah bersiap untuk pergi dari rumah. Ibunya membantu mengangkat tas baju yang akan ia bawa. Azizah menyempatkan diri untuk mencium kedua adiknya yang masih tertidur.Kemudian Azizah memeluk ibunya yang ringkih dengan berlinang air mata. "Azizah pergi ya, Bu. Ibu jaga adik-adik. Nanti kalau Azizah punya uang, Azizah akan kirim buat Ibu," ucapnya sambil berlinang air mata."Kamu jaga diri baik-baik, Nak. Gak perlu mikirin Ibu sama adik-adik mu," lirihnya dengan suara tersendat karena menahan air matanya yang seperti sungai yang meluap. "Cepatlah pergi sebelum ayahmu bangun," ujarnya seraya mendorong anaknya ke pintu. Begitu Azizah keluar dari pintu, ibunya segera mengunci pintu. Tubuhnya luruh ke lantai dengan bersandar di daun pintu. Isak tangisnya yang memilukan dia tutup dengan kedua telapak tangan agar suaranya tidak sampai ke telinga suaminya.Sedangkan dari luar, Azizah juga merapatkan tubuhnya ke daun pintu yang sama dan berkata, "Azizah sayang sama Ibu dan adik-
Begitu Azizah dan Yanto keluar dari lift khusus, mata Azizah tidak sengaja menangkap sepasang mata yang sedang menatapnya tanpa kedip.Dia adalah Rudi, mantan pacar Azizah yang lebih memilih sepupunya Pela, dan memutuskan hubungan dengannya."Benarkah dia Azizah? Apa yang dilakukannya di sini?" batin pria itu.Lelaki itu mendekati Azizah dan bicara, "Kamu Azizah, kan?"Azizah menepis tangan Rudi yang memegang pergelangan tangannya. Dia mengabaikan Rudi dan berjalan dengan cepat untuk mengejar Yanto. Tapi dengan sigap Rudi menghalanginya. Dia menghempaskan napasnya."Azizah. Aku mau bicara penting.""Gak penting buatku!" Azizah kembali mencoba menghindarinya, namun tangannya dicekal."Azizah! Kamu cantik sekali hari ini," ucapnya seraya menelisik Azizah dengan matanya dari ujung rambut sampai ke ujung kaki."Terima kasih, permisi." Azizah ingin segera berlalu dari hadapan orang yang sudah menghancurkan hatinya itu dengan berjalan cepat mengikuti langkah kaki Yanto."Azizah, tunggu," uc
"wah.... Gedung yang itu menjulang tinggi. Seolah-olah dia adalah rajanya dari semua gedung di sini," ucap Azizah, seolah dia bicara pada dirinya sendiri saat pandangannya tertuju pada sebuah gedung pencakar langit.Yanto hanya tersenyum miring dari kursi belakang mobilnya. Sopir yang sedang menyetir di sampingnya menjawab gumaman gadis cantik berambut lurus panjang itu dengan tersenyum ramah. "Gedung itu milik Den Yanto. Sekarang kita akan ke sana."Dengan mata terbelalak, Azizah menutup mulutnya yang menganga. "Jadi gedung itu milikmu, Nto? Eh, maksudku, Tuan Yanto."Sopir yang bernama Rio itu tersenyum geli setelah tadi dia terperanjat mendengar sebutan sok akrab dari Azizah kepada tuannya.Sesampainya di gedung yang dituju, Azizah mengekor dari belakang dengan langkah yang tergesa-gesa. Dia kesulitan mengejar langkah kaki Yanto yang berjalan dengan santai melewati orang-orang yang memberi hormat padanya."Sepanjang apa kaki pria ini! Sampai aku sudah seperti berlari saja tetap tid
"Jadi untukku, Nya?" Azizah masih belum percaya dengan apa yang di dengarnya barusan."Betul. Semua baju itu untukmu," terang Anita. "Tapi, Nya, harganya sangat mahal. Saya tidak pantas menerimanya. bahkan gajiku satu bulan pun tidak akan cukup untuk membeli satu baju ini. Apalagi, aku belum ada bekerja sehari, Nya.""Anggap saja baju ini sebagai hadiah karena kamu sudah masak nasi goreng yang enak, dan sudah menemani saya jalan-jalan," bujuknya, karena melihat wajah Azizah yang cemas."Itu kan sudah tugas saya, Nya.""Azizah.... Kamu gak perlu sungkan, sejak pertama saya melihat kamu, saya sudah menganggap kamu seperti keluarga sendiri. Jadi saya membelikan baju ini dengan sangat ikhlas. Kamu jangan menolak ya?"Azizah tidak kuasa lagi untuk menolak pemberian Anita. Dia tidak mau mengecewakan orang yang sudah memberinya dengan tulus."Baiklah, Nyonya. Terima kasih atas semua pemberian Nyonya. Semoga Nyonya selalu dilimpahi rezeki dan umur yang panjang.""Aamiin," jawab Anita dengan
"ini kamar mu nak Azizah. Kamu letakkan tas kamu, lalu kamu ikut saya," titahnya. Azizah melihat kamar berukuran tiga kali empat meter, yang di dalamnya sudah ada spring bed, kipas angin, televisi dan juga kamar mandinya. Bagi Azizah, kamar itu bahkan lebih bagus dibandingkan dengan kamarnya.Setelah meletakkan tasnya di atas spring bed,Mak Icun membawa Azizah menaiki anak tangga. Azizah menurut saja dengan ucapan Mak Icun hingga dia sampai di suatu kamar lalu berhenti. "Kamu lihat pintu itu?""Ya, Mak."" Ini adalah kamar tuan muda Yanto. Kamu akan bertugas membersihkan kamarnya dan menyiapkan kebutuhan tuan muda." "Sekarang kamu ikut aku ke dapur," titahnya. Azizah hanya mengekor, meski di dalam hatinya bertanya-tanya, kenapa hanya kamar tuan muda yang dikasih tahu, sementara kamar yang lain tidak."Tunggu ... Tunggu.... Yanto?!" Kok namanya sama dengan laki-laki yang mengantar aku ke sini? Apa dia orangnya atau cuma kebetulan namanya sama?! Ah iya. Di dunia ini ada banyak orang y
Setelah subuh, Azizah bersiap untuk pergi dari rumah. Ibunya membantu mengangkat tas baju yang akan ia bawa. Azizah menyempatkan diri untuk mencium kedua adiknya yang masih tertidur.Kemudian Azizah memeluk ibunya yang ringkih dengan berlinang air mata. "Azizah pergi ya, Bu. Ibu jaga adik-adik. Nanti kalau Azizah punya uang, Azizah akan kirim buat Ibu," ucapnya sambil berlinang air mata."Kamu jaga diri baik-baik, Nak. Gak perlu mikirin Ibu sama adik-adik mu," lirihnya dengan suara tersendat karena menahan air matanya yang seperti sungai yang meluap. "Cepatlah pergi sebelum ayahmu bangun," ujarnya seraya mendorong anaknya ke pintu. Begitu Azizah keluar dari pintu, ibunya segera mengunci pintu. Tubuhnya luruh ke lantai dengan bersandar di daun pintu. Isak tangisnya yang memilukan dia tutup dengan kedua telapak tangan agar suaranya tidak sampai ke telinga suaminya.Sedangkan dari luar, Azizah juga merapatkan tubuhnya ke daun pintu yang sama dan berkata, "Azizah sayang sama Ibu dan adik-
"Boleh kok, Azizah. Semua jadi lima puluh ribu, ya?" "Kok sampai lima puluh ribu, Bi?""Karena kamu ngutang, zah. Beda kalau bayar kontan. Kalau kamu bayar kontan, Bibi akan kasih harga normal!""Tapi itu kan terlalu mahal, Bi?" "Kalau kamu ada uang kontan sekarang, akan Bibi kasih murah! Sebab, seperti kata Pela tadi, belum tentu kamu bisa bayar cepat. Perputaran uang Bibi kan jadi tersendat di kamu!"Azizah terpaksa mengalah demi supaya adiknya bisa makan. Sebelum dia pamit pulang, Pela bertanya kepadanya soal pekerjaan yang dia tawarkan. "Heh Azizah.... Gimana? Kamu jadi kan ngelamar pekerjaan yang aku kasih?""Iya, jadi.""Bagus, lah. Biar kamu bisa bantu bayar hutang! Kasihan Bi Iyun kalau harus bayar hutang sendiri!" Setahu Azizah, mereka tidak pernah berbelas kasihan kepada ibunya. Yang ada, mereka selalu menghasut ayahnya yang tidak lain adalah adik kandung wanita bernama Ijah itu agar menceraikan ibunya karena ibunya tidak bisa membahagiakan adik bungsunya itu.Dia pulang
"Azizah Puspita. Di sini pendidikan formal tidak diutamakan. Yang penting kamu bisa bekerja dengan baik. Diharuskan menginap. Apa kamu sanggup?" tanya seorang wanita paruh baya yang masih terlihat anggun. Dia adalah Nyonya rumah yang bernama Anita Bimantara.Azizah mendapatkan informasi dari seorang tetangganya, kalau di rumah besar itu sedang membutuhkan seorang pembantu. Sudah pasti ia menerima pekerjaan itu, karena ia memang melamar dan membutuhkan pekerjaan itu demi untuk menghidupi dua orang adiknya yang masih membutuhkan biaya untuk sekolah dan makan sehari-hari. Ibunya aw punyahnya setiap hari kerjaannya hanya berjudi dan mabuk-mabukan. Maka dari itu dia berinisiatif untuk membantu ibunya menghasilkan uang. Meski harus menjadi seorang pembantu."Iya, Buk. Saya sanggup," jawabnya dengan senyum manis yang selalu menghiasi wajahnya setiap hari. Baginya hidup susah bukanlah suatu hal yang harus ditangisi. Hidup akan terasa indah bila dihiasi senyum syukur serta usaha yang maksima