Bertemu mantan

Begitu Azizah dan Yanto keluar dari lift khusus, mata Azizah tidak sengaja menangkap sepasang mata yang sedang menatapnya tanpa kedip.

Dia adalah Rudi, mantan pacar Azizah yang lebih memilih sepupunya Pela, dan memutuskan hubungan dengannya.

"Benarkah dia Azizah? Apa yang dilakukannya di sini?" batin pria itu.

Lelaki itu mendekati Azizah dan bicara, "Kamu Azizah, kan?"

Azizah menepis tangan Rudi yang memegang pergelangan tangannya. Dia mengabaikan Rudi dan berjalan dengan cepat untuk mengejar Yanto. Tapi dengan sigap Rudi menghalanginya. Dia menghempaskan napasnya.

"Azizah. Aku mau bicara penting."

"Gak penting buatku!" Azizah kembali mencoba menghindarinya, namun tangannya dicekal.

"Azizah! Kamu cantik sekali hari ini," ucapnya seraya menelisik Azizah dengan matanya dari ujung rambut sampai ke ujung kaki.

"Terima kasih, permisi." Azizah ingin segera berlalu dari hadapan orang yang sudah menghancurkan hatinya itu dengan berjalan cepat mengikuti langkah kaki Yanto.

"Azizah, tunggu," ucapnya dengan memegang pergelangan tangan Azizah lagi.

Dengan cepat Azizah menghempaskan tangan Rudi. "Apaan sih," katanya dengan mengerutkan alisnya.

"Azizah, aku mau bicara sama kamu," ucapnya dengan memelas.

Saat ini, Azizah tidak ingin memikirkan banyak hal. Hanya satu yang ia pikirkan, yaitu jangan sampai dia dipecat gara-gara lelaki yang sudah memutuskannya demi seorang wanita tukang fitnah seperti Pela.

"Rudi! Aku sedang bekerja. Jadi aku tegaskan sama kamu, jangan ganggu pekerjaanku. Kamu juga sedang bekerja, kan? Apa kamu tidak malu jika bos kamu atau teman kerja kamu memergoki kamu sedang berbicara dengan seorang gembel Kumal seperti aku?! Dan, ya.... Maaf karena tanpa sengaja kita terpaksa bertemu. Padahal kamu sudah memperingatkan aku untuk tidak lagi muncul di hadapanmu. Ini sungguh diluar keinginanku!"

Rudi salah mengartikan maksud dari kata bekerja. Dia pikir, Azizah bekerja di perusahaan itu sebagai staf. Dandanan Azizah yang rapi dengan pakaian bermerek terkenal semakin meyakinkan apa yang dia pikirkan.

"Jadi kamu bekerja di perusahaan ini juga? Baguslah Azizah. Kalau begitu, kita akan sering bertemu. Maafkan atas semua yang telah terjadi." Rudi berkata dengan tersenyum bahagia. Tapi, berbanding terbalik dengan Azizah yang sudah terlanjur kecewa dengannya.

"Bahkan sedetik pun, aku sudah tidak sudi untuk bertemu denganmu. Apa kamu lupa dengan kata-katamu sendiri? Kalau aku ini hanya wanita miskin rendahan yang tidak pantas berada di sisimu. Pela jauh lebih baik dibanding denganku. Itu katamu, kan? Dan banyak lagi hinaanmu! Aku cukup tahu diri. Makanya aku juga tidak sudi memperlihatkan wajahku kepadamu!" Lalu dia beranjak pergi setelah menepiskan tangan Rudi yang masih berusaha untuk menahannya.

Rudi yang tidak rela melepaskan gadis cantik itu pun segera menghadangnya. "Tunggu Azizah. Aku minta maaf atas kata-kataku waktu itu. Aku mengucapkannya dalam keadaan marah," dalihnya dengan setengah berbisik.

Yanto yang sudah berada di dalam mobilnya baru menyadari kalau Azizah tertinggal di dalam. "Kapan gadis ini berhenti menyusahkan aku," gerutunya dalam hati.

Yanto segera turun kembali dari mobilnya dan masuk lagi kedalam gedung untuk mencari Azizah. Dari kejauhan dia melihat Azizah bicara dengan seseorang. Tapi dia tidak melihat wajah lawan bicara Azizah.

Yanto penasaran, siapa orang yang bicara dengan Azizah. "Apa dia kenal dengan salah seorang karyawanku?" batinnya. Tapi sayangnya, lawan bicaranya membelakangi Yanto, sedangkan Azizah yang ada di depannya sudah melihat kedatangannya. Azizah segera berjalan dengan cepat ke arah Yanto.

"Maaf, Tuan. Tadi aku-aku," dia tidak tau harus berkata apa, tapi Yanto segera memotong kata-katanya. "Tidak usah dijelaskan. Kamu mau pulang atau tetap di sini?!"

"Pulang, Tuan," jawabnya seraya berjalan cepat mengikuti langkah Yanto.

"Dasar lelaki dingin," rutuknya dalam hati.

Rudi yang masih terpaku berdiri di tempatnya, segera memutar tubuh untuk melihat kembali kekasihnya yang sudah diputuskannya dalam kemarahan itu. Dia menatap punggung Azizah yang berlalu meninggalkannya sampai dia menghilang.

"Kenapa dia bisa berubah secantik itu? Dan bagaimana dia bisa membeli baju semahal itu dalam waktu singkat? Aku sangat tahu mana barang murahan dan barang yang bermerek. Sedangkan baju yang dia pakai adalah baju bermerek internasional. Apa dia melakukan pekerjaan yang tidak baik?" Rudi menyimpulkan hal yang buruk terkait dengan Azizah. Tak dihiraukannya beberapa pasang mata yang menatapnya heran karena dia masih belum beranjak dengan posisi tegap di jalan yang biasa dilewati para staf perusahaan.

"Aku harus bertanya tentang hal ini kepada Pela. Pela pasti tahu segalanya tentang dia, meski dua orang sepupu itu tidak pernah akur. Lebih tepatnya, Pela yang tidak pernah menyukainya," bisik Rudi dalam diam kepada dirinya sendiri.

Seraya berjalan meninggalkan tempatnya berdiri, Rudi mengambil ponsel yang ada di kantong celananya. Dia segera menghubungi nomor Pela. Tidak lama menunggu, Pela langsung menjawab panggilannya. "Hallo, Sayang...." Suara Pela terdengar sangat lembut dari seberang sana, membuat Rudi ingin muntah.

"Apa kita bisa ketemu?" tanyanya tanpa basa-basi.

"Tentu saja, Sayang. Kapan?"

"Sore ini jam setengah enam, di taman dekat perumahan!"

"Ok, Sayang. Sampai ketemu di sana." Pela sangat senang sekali sampai-sampai dia melompat bahagia di depan ibunya yang sedang melayani pembeli. Padahal Rudi hanya ingin menanyakan tentang Azizah. Tentu saja jika dia tahu, tidak akan segembira itu.

"Asyiik.... Dia pasti sangat merindukanku, hingga dia tidak sabar ingin bertemu denganku."