Pukul 22.00Guncangan pesawat membuat para penumpang panik dan kebingungan. Semua orang mencoba untuk menyelamatkan diri sendiri, memakai pengaman yang sudah di sediakan oleh pihak maskapai. Begitu juga dengan Waldi, namun pesawat yang semakin tidak bisa di kendalikan membuat semuanya berantakan. Badan terhantam ke sana ke mari. Teriakan minta tolong, takbir, tangis, dan jeritan seakan memekakkan telinga.Pagi harinya ….Mila baru saja selesai mandi dan langsung pergi ke dapur untuk membantu umi dan mama mertuanya masak, namun langkah Mila berhenti pada saat wanita itu melihat ke dua wanita paruh baya sedang duduk lemas di kursi meja makan.“Mama sama Umi kenapa kok wajahnya terlihat pucat?” tanya Mila penuh rasa penasaran. Mila duduk di salah satu kursi yang tidak jauh dari ke dua wanita paruh baya itu duduk.“Kami tidak apa-apa kok, Mila, sebaiknya kamu istirahat saja biar sarapan paginya kami yang buatkan,” kata Irana, mencoba tersenyum dan menutupi semua.Mila menggeleng, ia meras
Zoya meneteskan air mata saat mengetahui siapa yang datang. Satu persatu orang yang memegangi ke dua tangan Zoya mulai adu jotos dengan Kevin. Sehingga membuat mereka lumpuh dan akhirnya pergi.“Sekali lagi gue tau lo godain calon istri gue, gue nggak akan segan-segan buat penggal kepala kalian satu persatu. Paham?!” Kevin mengancam pemimpin preman itu.“Ampun, Bos, nggak lagi ganggu cewek itu,” katanya.Kevin pun membiarkan mereka semua pergi, namun Kevin tidak akan pernah lupa dengan wajah-wajah mereka yang nyaris membuat Zoya celaka.“Kevin.” Zoya langsung memeluk erat Kevin. Tangisnya langsung pecah, bahkan tubuhnya bergetar hebat karena ketakutan.“Sshhtt, lo udah aman sama gue,” bisik Kevin, dengan penuh kelembutan.Cukup lama mereka di posisi saling berpelukan, Kevin membiarkan itu terjadi karena ia tahu Zoya sangat trauma.“Makasih lo udah mau nolongin gue,” kata Zoya, sambil melepaskan pelukan itu. Zoya sudah tidak takut seperti tadi, namun ia masih trauma bahkan rasanya masi
Waldi kembali dalam keadaan wajah lebam dan beberapa luka gores di bagian tubuhnya. Lelaki itu pulang ke rumah di saat orang rumah sudah tidur semua. Untung saja ia selalu membawa kunci cadangan sehingga ia bisa masuk dan tidur bersama istri tercinta.Sebelum masuk kamar, Waldi harus memastikan tubuhnya bersedih terlebih dahulu. Ia pun membersihkan diri di kamar mandi tamu yang berada di bawah. Setelah selesai mandi, ia pun masuk ke kamar untuk menemui Mila.“Assalamualaikum, istriku.” Hanya bisikan kecil yang keluar dari mulut Waldi pada saat lelaki itu membuka pintu kamar. Dilihatnya Mila sedang tidur pulas menggunakan kerudung dan daster panjang. Waldi sudah berpesan, jika tidak ada dirinya di rumah maka di saat tidur Mila harus menutup seluruh tubuhnya.Waldi berjalan pelan tidak meninggalkan suara, duduk di pinggir kasur dan memandangi wajah Mila yang sangat damai saat tidur. Wajah Mila terlihat sembab, apakah istrinya itu baru selesai menangis sampai pada akhirnya ketiduran?“Pa
Suasana pagi hari di rumah Waldi masih di selimuti rasa haru. Selamat dari tragedi kecelakaan pesawat membuat semua keluarga khawatir termasuk Adra dan Jeff. Sekarang ke dua lelaki itu datang berkunjung, rela meninggalkan pekerjaan untuk menjenguk anak mereka. Sekarang semuanya sedang berkumpul di meja makan melaksanakan sarapan bersama.“Mendengar pesawat kamu terjadi sesuatu Papa tidak bisa tidur semalaman,” kata Jeff, di sela-sela acara sarapan bersama.“Apa lagi Abi, pikiran Abi sudah kemana-mana.” Adra ikut menimpali.Waldi tersenyum. “Alhamdulillah sekarang Waldi bisa ikut sarapan bersama kalian semua.”“Sudah lah Waldi, kalau ada pekerjaan di luar kota dan tidak terlalu penting lebih baik diwakilkan saja oleh sekretaris kamu. Ingat, Mila sedang mengandung, memangnya kamu tidak mau melihat anak kamu lahir ke dunia?” tanya Jeff.“Tentu saja Wadi malu melihat anak Waldi lahir ke dunia, Pah, tapi kan kemarin itu sangat-sangat penting karena pembukaan cabang baru. Tapi memang kemari
Hari ini adalah hari H pernikahan Zoya dan Kevin. Di dalam gedung yang mewah, bernuansa fantasi seperti sedang berada di dunia dongeng. Kevin sangat puas dengan hasilnya karena sesuai keinginan Zoya. Setidaknya tepat di hari pernikahan itu membuat Zoya bahagia karena dekorasi yang sangat sesuai dengan mimpi gadis itu.Saat ini ijab qobul sudah selesai dilakukan, Kevin sudah terbebas dari rasa gugup. Semua para tamu undangan yang hadir sedang menunggu kedatangan mempelai wanita yaitu Zoya.“Zoya, sayang, ayo dong, semua para tamu undangan sudah datang semua.” Berkali-kali Karmila mengetuk pintu kamar mandi karena sejak dua puluh menit yang lalu Zoya tidak juga keluar.“Sabar, Mah, perut Zoya sakit banget. Mungkin gara-gara semalam makan seblak terlalu pedas.” Zoya berteriak dari dalam sana supaya sang mama tidak mengganggunya. Kali ini bukan sandiwara, perut Zoya benar-benar sakit karena ulahnya sendiri.“Sudah Mama beri tahu jangan makan yang pedas-pedas dulu, kamunya ngeyel kalau dib
Setelah selesai acara resepsi, Kevin dan Zoya memutuskan untuk langsung ke kamar agar bisa segera istirahat. Hari yang sangat melelahkan untuk dua orang yang baru saja resmi menjadi sepasang suami istri.“Lo dulu atau gue dulu yang mandi?” tanya Kevin kepada Zoya yang sedang duduk di depan cermin sibuk menghapus makeup.“Lo aja dulu,” jawab Zoya, masih dengan nada yang ketus.Kevin menghela napas kasar. “Ya udah gue duluan mandi ya.” Kemudian lelaki itu masuk ke kamar mandi.Kevin pikir setelah kejutannya tadi akan membuat Zoya berubah pikiran, tapi ini sebaliknya malah semakin memperburuk.Air hangat kuku mulai mengalir di sekujur tubuh Kevin. Lelaki itu mendongak membiarkan air itu menyapu permukaan wajahnya. Rasa lelah dan kecewa masih menyelimuti hari Kevin. Diam-diam lelaki itu menangis, sangat rapuh hatinya ketika menyangkut soal perasaan.“Vin, lo baik-baik aja kan di sana?”Suara ketukan pintu membuat mata Kevin terbuka. Buru-buru lelaki itu mematikan kran shower.“Iya, Zoy, k
“Apa kata dokter tadi?” tanya Zoya ketika Kevin kembali ke dalam mobil. Lelaki itu baru saja kembali dari mengambil obat di apotik setelah mendapat resep dari dokter.“Cuma kelelahan aja, kita langsung pulang ke Jakarta atau menginap lagi di Bandung?” tanya Kevin.“Langsung pulang aja,” jawab Zoya, dengan mata terpejam. Sebab kepalanya terasa berdenyut nyeri.“Yakin?” tanya Kevin memastikan.“Kalo kita menginap di hotel lagi, bisa-bisa besok gue nggak sembuh. Gue nggak bisa tidur gelap, sedangkan lo nggak bisa tidur terang. Kita berlawanan, Kevin,” jawab Zoya, nadanya sedikit kesal, tapi Zoya tidak bisa berbuat apa-apa karena tidak ada tenaga lebih.Kevin menghela napas pelan. “Ya sudah, kita balik ke Jakarta sekarang ya.”Zoya hanya sanggup menganggukkan kepalanya.“Sebelum perjalanan dimulai, lo minum obat dulu biar di perjalanan bisa tidur,” kata Kevin.Lagi-lagi Zoya hanya sanggup menganggukkan kepalanya. Kevin pun langsung menancap gas menuju restoran yang menyiapkan bubur karena
Sesampainya di Jakarta, Kevin langsung membawa Zoya ke rumahnya. Tidak seperti keinginan Zoya yang ingin pulang ke rumah orang tuanya.“Kenapa berhenti di sini? Gue pengen pulang ke rumah orang tua gue,” kata Zoya, wajahnya penuh protes.“Lo nggak inget kita udah nikah? Kalo lo pulang ke rumah orang tua lo yang ada lo bakal dimarahin,” jelas Kevin. Lelaki itu keluar dari dalam mobil dan berjalan ke sisi samping membuka pintu untuk Zoya.“Tapi gue nggak mau tinggal di sini, Vin.”“Mau nggak mau lo harus ikut gue, Zoy.”“Nggak. Gue nggak mau hidup di dalam rumah seorang laki-laki yang hasilnya dari warisan orang tua.”“Warisan?” Kevin sampai tertawa geli mendengarnya. “Lo belum tau sepebuhnya gue gimana, Zoy, jadi nggak usah banyak protes. Cepet turun, gue tau lo butuh banyak istirahat.”Akhirnya Zoya terpaksa turun dari mobil. Pada saat memasuki rumah mewah itu sepi tidak ada orang yang menyambut kedatangan mereka.“Nggak ada asisten rumah tangga atau apa gitu?” tanya Zoya.“Emangnya k
“Kevin, lo kebiasaan banget sih taro handuk sembarangan kaya gini.” Pagi-pagi sekali rumah yang biasa sepi sekarang selalu dihiasi oleh teriakan melengking Zoya dengan permasalahan yang sama. setelah mandi Kevin kebiasaan menaruh handuk selalu di atas kasur sehingga membuat kasurnya basah.“Kenapa sih, sayang? Masih pagi ini marah-marah terus,” kata Kevin, berjalan sampai menghampiri Zoya seperti tidak ada dosa lelaki itu.“Udah berkali-kali aku bilang, handuk jangan taruh di kasur, nanti basah jadi jamuran.” Zoya berjalan ke kamar mandi untuk menaruh handuk itu pada tempatnya.“Marah-marah nih, nanti makin cantik gimana? Jangan-jangan kamu udah mau PMS ya, makanya moodnya naik turun gini?” Kevin menarik Zoya untuk duduk di pangkuannya. Masih dengan wajah yang ditekuk Zoya tidak mau menatap lelaki di depannya.“Wajahnya kok masih cemberut gitu sih, sayang?” Kevin mencoba membujuk Zoya supaya mau menatapnya, tapi hasilnya tetap gagal karena Zoya masih marah sama Kevin.“Lagian, harus b
Sebeluma akhirnya Mila memutuskan untuk menemui Waldi, ada banyak pertimbanga yang harus ia pikirkan. Setelah shalat dan berdoa meminta petunjuk kepada Allah, entah mengapa pikiran Mila langsung tertuju pada Waldi.“Aku ingin di posisi ini lebih lama sebelum kita ada di sidang perceraian besok,” kata Waldi, saat berada di dalam dekapan Mila yang selama ini ia rindukan. Waldi menangis di sana, ia tidak bisa menahan air matanya mengingat kebodohannya sampai membuat calon anak mereka tiada.Mila hanya diam. Tangan kanannya yang lembut dan mungil it uterus mengusap punggung suaminya yang lebar. Lagi-lagi Mila ingat besok adalah hari perceraian mereka. Keputusan terakhir sebelum berpisah secara agama dan negara.“Maafkan aku,” kata Waldi, lelaki itu tetap terus meminta maaf kepada Mila atas kesalahannya kemarin. Waldi sadar kesalahannya itu tidak bisa dimaafkan, tapi ia masih tetap berharap ada ruang kesempatan untuk dirinya memperbaiki semuanya.Mendengar kata maaf yang keluar dari mulut
Satu bulan telah berlalu, kondisi Mila yang semakin membaik setiap harinya membuat Yalina dan Adra senang dengan perkembangan itu. Sejak pulang dari rumah sakit, Mila sudah kembali tinggal bersama orang tuanya, sementara Waldi tinggal di rumah sendiri. Selama satu bulan itu Mila tidak tahu bagaimana kondisi Waldi dan tidak mau tahu juga. Rasa sakitnya masih terasa mendalam sampai saat ini.“Mila, besok adalah putusan sidang perceraian kalian. Apakah kamu yakin dengan keputusan ini?” tanya Adra kepada sang putri untuk mendapatkan jawaban sekali lagi yang lebih meyakinkan. Mila tetap memutuskan untuk berpisah dengan Waldi, karena ia merasa sudah tidak ada yang bisa diperbaiki lagi.“Mila yakin, Abi. Mila tahu, perceraian tidak diajarkan dalam agama kita, tapi jika terus dipaksa bersama maka Mila yang terus mendapatkan dosa,” jelas Mila. Keputusan yang tidak bisa diganggu gugat lagi.“Apakah kamu tahu bagaimana kondisi Waldi selama satu bulan terakhir ini?” tanya Adra lagi.Mila menggele
Pagi-pagi sekali ke dua orang tua Kevin berkunjung ke rumah, sebenarnya mereka berdua ingin berangkat ke kantor karena arah yang sama jadi mampir lebih dulu ke rumah anak mereka.“Wah, wah, ada apa gerangan ini kok pagi-pagi udah keramas aja, barengan lagi,” celetuk Heros pada saat melihat Zoya dan Kevin rambutnya sama-sama basah.Mendengar ucapan papa mertuanya membuat ke dua pipi Zoya merah merona karena malu.“Papa ini seperti tidak pernah merasakan jadi pengantin baru saja,” kata Anya, sambil menyenggol pelan siku sang suami.“Sepertinya sebentar lagi kita akan menimang cucu, Mah,” kata Heros, penuh semangat.“Apa sih, Pah,” ujar Kevin, meminta ke dua orang tuanya untuk berhenti menggodanya.Kevin tidak tahan melihat ke dua pipi Zoya yang sudah merah, ingin rasanya Kevin menangkup ke dua pipi itu menggunakan tangan besarnya lalu memberi sedikit cubitan. Namun, sayangnya ke dua orang tua mereka masih ada di sana.“Mama sama Papa tumben main ke sini nggak bilang-bilang dulu?” tanya
Malam ini untuk pertama kalinya Zoya dan Kevin menempati kamar utama yang sudah sejak lama Kevin siapkan untuk istrinya nanti. Kamar yang menjadi saksi pergulatan panas mereka tadi siang yang akhirnya membawa ke duanya pada hubungan rumah tangga yang semakin erat.“Vin, lampunya nggak akan lo matiin, ‘kan?” tanya Zoya wajahnya penuh rasa takut terakhir kali lampu kamar dimatikan saat tidur, paginya Zoya demam sampai di bawa ke rumah sakit.“Kalau pakai lampu tidur aja gimana?” tanya Kevin.Zoya nampak berpikir lalu pada akhirnya mengangguk. “Boleh. Tapi lo tidurnya jangan jauh-jauh dari gue ya, gue takut gelap.”Kevin terkekeh pelan. “Dengan senang hati aku akan memberikan pelukan hangat, sayang.”“Ih, aku kamu? Kok gue geli ya dengerinya,” kata Zoya wajahnya terlihat tidak nyaman dengan panggilan baru itu. Wajar saja Zoya belum terbiasa, karena memang keseharian mereka hanya memanggil lo dan gue.“Loh, kenapa harus geli? Kita kan sudah suami istri, emang kamu nggak mau kehidupan rum
Keluarga Waldi dan Mila sudah sampai di rumah sakit, ketika diberi tahu Mila mengalami kecelakaan tentunya mereka syok berat bahkan Yalina sempat tidak sadarkan diri di rumah. “Kamu keterlaluan, Waldi!” Jeff murka setelah Waldi menjelaskan semuanya. Menurut Jeff, apa yang dilakukan Waldi memang tidak bisa diterima oleh akal sehat manusia.Jeff memutuskan untuk duduk supaya emosinya reda dari pada ia menjadi pusat perhatian karena membuat keributan di rumah sakit.“Setelah anakku keluar dari rumah sakit, ceraikan dia!” perintah Adra. Lelaki itu juga naik pitam karena cinta putri semata wayangnya dikhianati oleh Waldi. Waldi yang sebelumnya sudah mendapatkan restu dari keluarga, tapi dengan mudahnya mengkhianati begitu saja.“Abi, Waldi mohon beri satu kesempatan lagi untuk memperbaiki semuanya. Semua yang kalian dengar tidak seperti yang kalian kira,” kata Waldi, lelaki itu mencoba untuk meluruskan masalah, tapi semuanya sudah terlanjur berantakan.“Apa lagi yang mau kamu perbaiki, Wa
Sekarang Kevin dan Zoya sudah berada di rumah sendiri. Akhirnya bisa lepas dari pertanyaan ‘kapan punya momongan?’ dari orang tuanya sendiri. Jika mendengar pertanyaan yang sama lagi dari orang tuanya, Zoya ingin menenggelamkan diri saja di sungai Amazon.“Woy, lagi ngelamun in apa?” tanya Kevin yang tiba-tiba saja membawa banyak cemilan di tangannya.“Ih, apa itu? Gue mau dong.” Zoya menatap penuh minat jajanan di tangan Kevin.“Dih, ambil sendiri lah,” kata Kevin, sambil menyembunyikan jajanan yang ia bawa tadi.“Nggak usah pelit sama istri sendiri.” Zoya merebut paksa jajanan yang ada di tangan Kevin. Raut wajah kemenangan Zoya langsung terpancar jelas.“Malah ngalah mengalah aja lo baru sadar udah punya suami. Tapi lo lupa tugas sebagai istri itu apa aja,” kata Kevin, sambil membersihkan sisa-sisa micin di tangannya.“Bodo.” Lalu Zoya meninggalkan Kevin dan tidak lupa membawa jajanan yang sudah berhasil ia rampas tadi.Kevin yang ditinggalkan begitu saja pun merasa kesal dan marah
“Halo.”Mila begitu tenang mengangkat telepon, meskipun itu dari seorang perempuan yang sudah menghancurkan keluarga kecilnya.“Maaf, ini siapa ya?” tanya seseorang di seberang sana.“Saya istrinya,” jawab Mila, nada bicaranya masih terdengar tenang.“Saya ingin bicara sama Pak Waldi, apakah beliau ada?”“Siapa?” tanya Waldi tanpa suara hanya melalui gerakan mulutnya.Tanpa menjawab, Mila langsung memberikan ponsel itu kepada Waldi supaya lelaki itu bisa tahu sendiri. Saat Waldi hendak pergi, Mila menahan meminta lelaki itu berbicara di depannya. Waldi tidak punya pilihan sekali menuruti keinginan Mila.“Iya, kenapa, Sonya?” tanya Waldi nadanya sangat ramah sekali.Mendengar nada bicara Waldi kepada perempuan itu membuat Mila tersenyum sinis. Meskipun hati Mila teramat sakit, tapi ia mencoba untuk menjadi perempuan yang tenang.“Apa, kran kamar mandi di apartemen kamu rusak?”“Sewa saja orang untuk membetulkannya,” kata Mila, pelan.“Em, saya tidak bisa ke sana sekarang, karena masih
Keesokan paginya, tepatnya pada jam setengah enam subuh, Zoya nyaris berteriak saat melihat Kevin sedang melaksanakan sholat subuh. Zoya pikir Kevin adalah sosok hantu yang sedang berdiri, sebab penerangan yang remang-remang membuatnya hampir salah sangka.“Udah bangun?” tanya Kevin sambil melipat kembali sajadah yang baru saja ia pakai shalat subuh. Setelah itu Kevin melepas peci dan juga baju koko. Dari mana lelaki itu mendapat baju koko?“Baju koko siapa yang lo pake?” tanya Zoya dengan suara serak.“Bajunya Papa,” jawab Kevin.Zoya menganggukkan kepalanya lalu kembali memejamkan mata ingin melanjutkan tidur.“Kenapa lo nggak bangunin gue buat shalat?” tanya Zoya dengan mata terpejam.“Gue nggak mau maksa lo. Gue tau lo belum terbiasa,” jawab Kevin, santai.Zoya merasa malu, karena selama ini memang jarang sekali shalat, bahkan dalam satu tahun bisa dihitung pakai jari.“Lain kali ajarin gue shalat, gue juga pengen belajar bisa shalat lima waktu dalam satu hari,” kata Zoya.“Lo ngg