"Kau yang membuat aku melakukan ini, Pak Beny," jawab pak Gandi dengan suara lantang."Apa maksudmu?" tanya pria paruh baya itu sambil menoleh ke arah lawan bicaranya."Andai saja kau tak menginvestasikan seluruh asetmu kepada perusahaan Irsyad maka aku tak akan melakukan ini," ungkapnya masih dengan kelimat yang mengambang."Aku tidak mengerti apa maksudmu?" ucap pak Beny balik bertanya. Pak Gandi akhirnya menjelaskan bahwa istrinya dioperrasi itu karena ulah pak Beny sendiri, gegara pria tua itu menggagalkan investasinya kepada putra mereka maka istrinya mengalami stress karena itu dia mencoba bunuh diri."Apa maksud Anda?" tanya Izzan tak mengerti namun bisa sedikit menmyimpulkan sesuatu."Sebenarnya putraku dan Irsyad itu teman namun mereka saling bersaing dan membujuk pak Benny untuk menginvestasikan sahamnya kepada perusahaan mereka namun etrnyata hanya perusahaan Irsyad saja yang mendapat investasi." Pak Beny mencoba mengingat hal itu, akhirnya dia tahu sesuatu hal dan
"Bukankah dia..." Pria paruh baya itu mengatupkan bibirnya ketika mengingat nama Inayah, membuat Izzan yang melihat itu nampak sangat penasaran sekali."Apa Anda mengenalnya?" tanya Izzan ingin tahu."Irsyad pernah menceritakan nama perempuan itu padaku sebelum dia meninggal. Bahkan, sebelum kematiannya dia mengingkan sekali bertemu dengan Inayah namun sepertinya takdir tak berpihak padanya.""Iya, kondisi kak Irsyad semakin parah dan harus dirawat di rumah sakit." Pak Beny menatap Izzan dengan sangat dalam, "Irsyad juga mengatakan padaku bahwa adiknya yang akan memegang kuasa atas perusahaan ini." Sebuah senyuman getir nampak terlihat di sudut bibir pak Beny, "Dia juga menitipkan perusahaan ini padaku agar aku mengajarimu, Zan. Berulang kali aku menyuruhnya untuk bekerja di perusahaanku saja namun dia menolak dan bersikeras untuk membangun perusahaan sendiri.""Benarkah?! Aku telah menganggaap Irsyad sebagaai anakku sendiri, kedewasaannya dan kemandiriannya sungguh membuaat aku t
Izzan berharap sekali firasatnya itu salah namun ia tidak ingin ambil resiko bila sesautu hal buruk terjadi pada malaikat penolongnya itu. Masih berada dengan jarak aman, Izzan mencoba untuk mengirim pesan kepada Aldi. Menunggu bila saja pria brewok itu membalas pesannya, tetapi sama saja. Dia hanya fokus dengan setir mobilnya saja. Di jalan raya yang begitu sepi antara jalan menuju ke hutan. Izzan nampak curiga karena mobil berwarna hitam itu berjalan lebih dulu dan berdampingan di sebelah mobil Aldi. Izzan sengaja membunyikan klakson mobilnya agar menggagalkan rencana pria mencurigakan itu. Mobil hitam itu masih saja di tempatnya hingga membuat Izzan semkain histeris lagi membunyikan klakson mobil hingga Aldi yang mendengar itu pun langsung memperlambat laju mobilnya dan mendahulukan mobil berwarna hitam itu. Ketika mendapati Izzan yang sedang berusaha membuka kaca mobilnya mendapati Izzan yang ada dan sejak tadi membunykan sebuah klakson mobil begitu histeris. "Izzan,
"Sepertinya iya, bisa kau perjelas sedikit gambarnya?" tanya Izzan ingin memastikan. Jody memyuruh anak buahnya untuk memperbesar gambar tersebut, matanya membulat sempurna ketika mendapati seorang pria yang ada di dalam mobil tersebut. "Bukankah itu adalah pria yang bersaksi ketika Inayah diculik?" tanya Izzan melirik Jody. Mendengar itu pria berseragam itu langsung terbelalak kaget dan mengiyakan apa yang dikatakan oleh Izzan, "Iya, kau benar!""Bukannya pria itu ditangkap?" tanya Aldi ikut bicara."Temannya masih di dalam penjara bersama pak Hidayat." Jody juga menjelaskan bahwa salah satu temannya berhasil bebas bersama Daniel."Apakah Daniel dalang dari mobil yang mengikutiku tadi?" tanya Aldi ingin tahu."Belum diketahui karena mengingat apa dikatakan Daniel bahwa dia tidak begitu mengenal pria yang bernama Roy itu. Bahkan untuk menjadi anak buah Daniel saja dia memiliki daftar namanya." Jody menjelaskan bahwa dia juga pernah menyelidiki Daniel dan memang benar informasi
Alangkah terkejutnya Inayah dan Alita ketika mendapati seorang pria tampan dengan memiliki kedua lesung di bagian pipinya. "Kau..." Alita meneguk salivanya dengan kasar. "Izzan..." Inayah pun melakukan hal yang sama, dia tidak menyangka bila pria yang baru saja mereka bicarakan kini ada di hadapan mereka."Sejak tadi," jawab Izzan melangkah mendekat ke arah Inayah."Kau bohong 'kan? Kami baru saja masuk ke dalam?" tanya Alita nampak tak percaya. Izzan tersenyum tipis, "Kenapa kau tak jujur padaku, Nay?" tanya Izzan melayangkan tatapan serius ke arah Inayah."Apa maksudmu?" tanya Inayah balik bertanya."Aku mendengara semua yang kalian katakan tadi," jawab Izzan singkat."Tidak mungkin semuanya 'kan?" ucap Inayah ssambil tertegun."Jelas-jelas kau sudah tahu aku jatuh hati padamu dan kau juga jatuh hati padaku namun kenapa kau tidak mau mengungkapkannya padaku?" tanya Izzan dengan nada suara datar."Aku rasa kau tak berhak tahu apa yang sedang aku rasakan?" Inayah mengalihkan
"Kenapa kau meninggalkan kami?" tanya pria berseragam itu ketus.''Aku pikir kalian tak akan mengikutiku lagi," jawab Izzan memicingkan matanya. Aldi menghempaskan pantatnya duduk di atas sofa seraya melirik ke arah sahabatnya nampak ada yang kurang, "Di mana Inayah?" tanya pria brewok itu."Dia sedang menyendiri di dalam kamar.""Menyendiri? Tidak seperti biasanya?" tanya Aldi nampak mengernyitkan dahinya."Iya, gegara Izzan dan aku." Alita memicingkan matanya agar Aldi mengerti apa yang ia katakan. Melihat pria brewok itu mengangguk pelan, menandakan bahwa pria itu mengerti apa yang dikatakan Alita. Di dalam benaknyna Aldi sudah bisa menebak bahwa Izzan mengatakan apa yang telah terjadi dan siapa dalang dari musibah yang menimpa Inayah beberapa hari ini.Tok.. Tok.."Assalammu'alaikum," ucap seseorang dari balik pintu yang terbuka."Wa'alaikumsalam," jawab keempat orang itu bersamaan. Mereka mengernyitkan dahinya ketika mendapati Daniel ada di depan pintu, "Mau apa dia
"Siapa yang kau telpon dan apa benar kau melakukan itu?" tanya seseorang itu yang tak lnin adalah Al Fattah Shidiq."Kakek..?! Sejak kapan Kakek di situ?" tanya Halwa meneguk salivanya dengan kasar."Jawab Kakek, Wa! Kau mencelakai siapa?" tanya pria tua itu dengan mata yang melotot."A--ku tidak mencelakai siapapun, Kek," jawabnya sedikit terbata-bata."Kau tak bisa berbohong pada Kakek, Wa." Pria tua itu berjalan lebih dekat lagi ke arah Halwa yang nampak mematung. Kaki Halwa bergetar hebat namun tiba-tiba dia menjawab, "Aku melakukan ini karena Inayah berniat mengambil Izzan dariku, Kek.""Apa maksudmu? Bukankah Inayah itu adalah ibunya Athar?" tanya pria tua itu ingin memastikan."Iya, Kakek benar dan dia juga adalah mantan kekasihnya kak Irsyad namun perempuan itu masih berniat ingin mendekati Izzan dan mengambil Izzan dariku. ""Jadi karena itu kau mencelakainya?" Halwa mengangguk pelan, "Iya, Kek. Aku melakukan ini untuk memberi hukuman pada perempuan itu karena telah m
"Apa maksudmu, Zan?" tanya pria tua itu sambil mengernyitkan dahinya yang sudah nampak berkerut Izzan menceritakan apa yang terjadi sebenarnya,"Apa Kakek sangat mendukung perbuatan seperti itu, bukan Inayah yang terus mengejarku namun aku sendiri yang mengejarnya," ungkap Izzan dengan matanya yang berkaca-kaca."Ini tidak mungkin!" serunya pria tua itu nampak tertegun."Apanya yang tidak mungkin, Kek. Inilah kenyataanya. Andai saja Kakek tahu bahwa kak Irsyad menyuruhku untuk menjaga Inayah," tandas Izzan mulai jujur seraya menunjukkan sepucuk surat kepada pria tua itu. Al Fattah Shidiq membacanya dan usia itu terlihat jelas bahwa matanya berlinang. "Sungguh aku telah melakukan kesalahan terhadap Irsyad," ungkapnya tertunduk lemah."Kesalahan apa maksud Kakek?" tanya Izzan ingin tahu. Butuh waktu 10 menit kemudian pria tua itu baru mengatakan bila saat ini dirinya dan Halwa sudah membuat sebuah rencana untuk memmbuat Inayah enggan bertemu lagi dengan Izzan."Apa maksud Ka
Izzan mengusap wajahnya dengan frustrasi. “Halwa, apakah kau sudah kehilangan akal sehatmu?” tanya Izzan kalut.“Pilihanmu hanya satu, Zan. Kembali padaku atau aku akan mendorong Inayah,” jawab Halwa yang sudah kesetanan.Di saat yang sama, Jody dan Aldi sampai di jembatan itu. Mereka sengaja memarkirkan mobilnya agak jauh dari jembatan supaya tidak ada yang tahu tentang kedatangan mereka.“Astaga, apa yang sedang Halwa lakukan?” gumam Aldi sambil membelalakkan matanya.Posisi Halwa yang membelakangi Aldi dan Jody membuat mereka kesulitan untuk memahami apa yang terjadi. Hingga akhirnya mereka mendengar ancaman demi ancaman yang terlontar dari bibir tipis Halwa.“Kita harus menyelamatkan Inayah dari sana sebelum Halwa mendorongnya,” ucap Jody lirih supaya Halwa tidak mendengar.“Bagaimana caranya? Apakah kau tidak melihat jika Halwa mengikat Inayah di jembatan?” gerutu Aldi cemas.“Pasti ada caranya, Al. Selalu ada cara untuk menyelamatkan seseorang,” balas Jody dengan yakin.Sementa
"Apa kau mendengar suara itu, Al?" tanya Alita ingin tahu."Iya, sepertinya suara itu berasal dari ruangan ini." Aldi menyentuh knop pintu dan ternyata pintunya terkunci. Pria brewok itu mencoba mengetuk pintu sambil bertanya, "Ada siapa di dalam?" Merasa tidak ada jawaban, dua orang itu pun memutar balik namun baru dua langkah memutar balik tiba-tiba terdengar kembali suara orang meminta tolong, dengan sigap Aldi langsung mengetuk pintu itu kembali dan bertanya, "Halo Ada siapa di dalam?" tanya Aldi ingin memastikan."Tolong!!" Terdengar ada jawaban yang meminta tolong akhirnya Aldi bergegas mendobrak pintu tersebut dan alangkah terkejutnya dua orang itu ketika mendapati Al Fattah Shidiq sedang tergeletak di anak tangga bagian bawah dengan posisi kursi roda menimpa tubuhnya."Astagfirullah, Kakek. Bagaimana bisa ini terjadi di mana Izzan dan Inayah?" tanya Alita dan Aldi bersamaan. Aldi dan Alita membantu pria tua itu untuk duduk kembali di atas kursi rodanya, "Izzan edang me
Dan segerombolan pria berseragam datang sembari menyodorkan sebuah pistol ke arah pria tadi. "Borgol dia sekarang," titah pria itu melirik dua orang pria di belakangnya."Kalian tidak akan bisa menangkapku!" serunya masih mengenakan sebuah masker yang menutupi wajahnya."Apa kau masih bermimpi?! Lekas bangun dari ilusimu karena kami sudah menangkapmu sekarang!" jawab seorang pria yang kini sedang berada di daun pintu dengan napas yang ngos-ngosan."Jody," sebut Izzan pelan. Inayah meminta Alita untuk mendekat ke arah Izzan, "Apa kau baik-baik saja, Zan?" tanya Inayah nampak khawatir."Apa kau mulai mengkhawatirkanku?" tanyanya dengan alis terangkat."Tentu saja, kau terluka seperti ini karena melindungiku dan kakek." Inayah menyentuh jemari Izzan dan membawanya untuk segera duduk di atas sofa, melirik sahabatnya untuk ikut membantu maka Alita pun langsung bergegas cepat. "Aku akan memanggil perawat," ucap Alita mengerti bahwa Inayah tidak ingin sampai terlambat mengobati Izzan.
Inayah sontak tertegun, jujur saja dia bingung untuk menjawab apa. Mengingat bagaimana Irsyad dulu pernah ditolak oleh kedua orang tuanya ketika ingin melamar Inayah. "Atas nama orang tuaku, aku memohon maaf.""Maaf untuk apa, Nay?" tanya pria tua itu tak mengerti."Mungkin penolakan orang tuaku beberapa tahun lalu telah menyakiti hati Kakek." Inayah tertunduk malu dan merasa bersalah, jika saja ibunya tidak menulis surat mana mungkin dia bisa tahu bahwa Irsyad pernah berbicara kepada orang tuanya perihal ingin melamar Inayah."Oh, masalah itu Kakek juga tidak terlalu ingat namun waktu itu Irsyad melarang Kakek untuk menemui orang tuamu." Izzan yang ada di ruangan tersebut sontak menatap Inayah, "Apa maksud ucapanmu itu, Nay?" tanya Izzan sangat penasaran, bukankah selama ini yang Izzan tahu bahwa kak Irsyad belum sempat untuk meminangnya, meski dia sudah menyiapkan semua perlengkapan lamaran."Jangan bilang kalau..." Izzan menelisik tajam ke arah Inayah. Seolah dia bisa menebak
"Jalan satu-satunya adalah membawa beliau pergi ke Singapura untuk pengobatan." Dokter hanya berkata seperti itu namun hal tersebut sungguh sangat membubat Izzan bingung."Akan aku usahan, Dok." Izzan mengangguk pelan ndan akan berusaha untuk membujuk kakeknya agar mau melakukan pengobatan. Pria tampan itu kembali masuk ke dalam ruangana tersebut sambil melirik Al Fattah Shidiq yang nampak sangat akrab sekali dengan Inayah, membuat pria itu nampak tersenyum tipis. "Apakah Kakek sudah merasa baikan?" tanya Izzan melirik kakeknya."Alhamdulillah, lumayan membaik, Zan. Bisakah kau bawa Kakek pulang ke rumah?" ucapnya menoleh ke arah cucunya."Kakek kenapa mau pulang? Kondisi Kakek belum membaik sepenuhnya," imbuh Izzan menolak dengan pelan. Pria berlesung pipi itu mencoba untuk menjelaskan bahwa kakeknya harus dirawat di rumah sakit sampai tubuhnya sudah membaik. Izzan habis kata-kata meliha Al Fattah Shidiq selalu saja menolak dan bersikukuh untuk pulang. Melihat Izzan yang t
"Bisakah kau berhenti membekapku?" ketus Alita tak senang. Gadis cantik itu menoleh ke arah Aldi sambil bertanya, "Memangnya apa yang terjadi?" Aldi mengedarkan sepasang bola matanya melihat ke penjuru arah lalu berjalan mendekati Alita, menarik tangan gadis itu untuk mendekatinya sambil berbisik dan mengatakan kejadian yang terjadi dan penyebab Inayah terluka."Apa? Dasara gadis licik!" ketusnya tak senang."Maka dari itu, sebelum Izzan pulang kita harus menjaga mereka dengan baik. Perhatikan dokter dan perawat yang masuk," imbuh Aldi mengingatkan Alita."Kau tenang saja ku paling ahli dalam memeriksa orang, memangnya Izan pergi ke mana?" tanya Alita ingin tahu."Izzan pergi memeriksa perusahaan I2 Group, ada sedikit masalah yang mendadak jadi dia pergi ke sana. Bila ada Izzan maka hal ini tidak akan terjadi, andai saja aku tidak menerima telpon maka hal seperti ini tak akan terjadi," tandasnya penuh sesal dan merasa bersalah. Alita menghela napas beratnya, dia tidak pernah t
"Al, cepat selamatkan kakek," balasnya seraya ikut berteriak dan masih menarik kaki Halwa."Kalian tak akan bisa menyelamatkan pria tua itu," imbuh Halwa langsung mendorong Inayah lagi."Mau sekuat apa pun kau mendorongku, aku akan tetap kokoh dan aku tak akan membiarkanmu mencelakai kakek." Inayah sekuat tenaga memegang kaki Halwa agar gadis itu tak mengejar Aldi. Halwa berusaha menendang tubuh Inayah yang sudah terguling dan sepertinya kaki perempuan itu terluka namun dia menahan rasa sakit itu agar bisa menahan Halwa melihat segerombolan pria berseragam membuat Inayah tak mampu lagi untuk menahan Halwa."Tangkap gadis itu sekarang!" Salah satu pria itu langsuang menarik tangan Inayah dan membawanya untuk diperiksa."Kalian bawa dia ke kantor polisi sekarang!" teriak si ketua itu yang tak lain adalah Jody. Jody menggendong tubuh Inayah dan membawanya ke ruangan unit gawat darurat. "Dok, selamatkan Inayah." Jody nampak panik sekali melihat banyak sekali darah yang menetes dar
Pria tua itu meminta Inayah untuk duduk berjongkok dan dia membisikkan sesuatu kepada Inayah, alangkah terkejutnya Inayah ketika mendengar hal tersebut. Dia benar-benar tidak menyangka bila hal tersebut akan menimpah Al Fattah Shidiq. "Baik, Kek. Ayo." Inayah mendorong kursi roda pria tua itu. Diiringi oleh Aldi yang membawa sebuah tas tengah dijinjingnya, pria brewok itu masih sibuk dengan headseat di telinganya namun sepasang bola matanya terus melihat sekeliling arah. Mengawasi bila saja ada hal buruk yang terjadi."Baiklah, aku akan mencari tempat dulu, di sini suaramu tidak terlalu jelas." Aldi menyentuh pundak Inayah seraya berkata, "Naya, aku terima telpon dulu ya.""Iya, aku akan menunggu di mobil ya." Inayah mengangguk pelan. Pria tua itu terus menoleh ke belakang sambil meminta Inayah untuk lewat jalan yang tak dipenuhi dengan banyak orang. "Lewat mana ya, Kek?" tanya Inayah tak paham."Kau ikuti instruksi kakek saja." Mereka hampir saja sampai di pertengahan jal
"Tentu saja," jawab Aldi dan Inayah bersamaan."Baiklah, kalau begitu!" seru Izzan langsung berjalan mendekati sang kakek sambil emnyentuh jemari yang sudah sangat keriput dan semakin tua itu. "Kek, maafkan aku! Dengan sangat terpaska aku harus meninggalkan kakek dulu, perusahaan kak Irsyad dalam masalah. Aku titip kakek pada Inayah," bisiknya pelan. Untuk kedua kalinya, pria tampan dengan lesung pipi itu mengucapkan maaf pada sang kakek. Sangat berat bagi Izzan untuk meninggalkan sang kakek, jika saja itu perusahaannya maka dia tak akan pergi namun mengingat kerja keras sepupunya maka h itu harus dia lakukan."Al, aku titip kakekku dan Naya ya." Izzan menatap Aldi penuh harap."Iya, Zan. Aku akan menjaga mereka dengan baik kok." Inayah memandangi kepergiaan Izzan yang begitu sedih, ia tahu bahwa pria itu tak ingin pergi namun amanah mendiang Irsyad harus dilaksakannya. "Semoga saja kakek segera sadar ya, Al." Inayah duduk di samping sang kakek sambil memandangi wajah pria tua