Dua minggu berlalu, Inayah masih bergelut dengan kesedihan sepeninggal kepergiaan Athar. Liburan adalah cara terbaik buat Inayah untuk melupakan kesedihannya. Berjalan menelusuri pantai hanya butuh beberapa menit untuk mencapai pantai dari hotel. Suasana yang nampak begitu cerah membuat banyka sekali orang-orang yang beralu-lalang menikmati langit malam yang dipenuhi dengan bintang-bintang. Menatap jauh ke laut lepas yang gelap gulita, Inayah melanjutkan langkahnya ke tepi pantai, seberkas cahaya dari lampu blizt menusuk matanya, nampak sepasang pasangan suami istri dan juga seorang anak kecil sedang berfoto dengan pose yang beraneka ragam dan tertawa bahagia. Entah kenapa hati perempuan berhijab itu mendadak nyeri memerhatikan satu keluarga itu. Mungkin tidak hampir satu bulan lalu, Inayah ada di sini bersama sang buah hatinya. Ia duduk di atas pepasiran seraya memandangi ombak laut menyalakan api unggun bersama, berharap semua akan baik-baik saja, "Kau perempuan kuat, Naya."
#Flashback Inayah sontak berdiri dan tak kuasa menjawab pertanyaan Izzan hingga dia bungkam dan ingat betul bagaimana perpisahannya bersama Irsyad 7 tahun lalu. ***"Sepertinya hubungan kita tidak bisa dilanjutkan lagi, Kak." Inayah tertunduk dan tak berani menatap lawan bicaranya."Tapi kenapa, Naya?" tanyanya sangat penasaran karena tiba-tiba saja sang kekasih ingin mengakhiri hubungan mereka. Mengingat dirinya yang banyak kekurangan membuat Irsyad menghela napas beratnya dan beranjak dari duduknya sambil berkata "Jika itu yang kau inginkan, aku bisa apa? Aku akan mendukung semua keputusanmu karena aku tahu apa yang kau pilih adalah terbaik untukmu." Irsyad ingin sekali menatap wajah Inayah sebelum dia pergi namun gadis itu seolah menghindarinya hingga membuat Irsyad pergi begitu saja, "Assalamua'alaikum." Inayah terpelonjak kaget karena melihat pria yang amat dicintainya itu pergi berlalu tanpa menolak sedikitpun keputusannya, 'Kenapa kakak tidak membujukku seperti
Miris sekali hidupnya Inayah, apa yang direncanakan Sang Pencipta padanya hingga dia harus mengalami rasa bersalah yang begitu mendalam, di depan nisan Irsyad perempuan itu mengaduh pada takdirnya dan di situ Inayah mengungkapkan bahwa dia masih sangat mencintai Irsyad dan nama itu masih terukir indah di dalam hatinya."Maafkan aku, kak. Aku telah bersalah hingga membuat kakak berharap lebih padaku," lirih Inayah sambil memeluk nisan Irsyad."Tapi yang harus kakak tahu bahwa aku masih mencintai kakak sampai saat ini. Saking terlalu merindukan kakak hingga aku lupa bahwa kisah kita hanya sebatas masa lalu." Izzan yang melihat itu benar-benar tak menyangka bila Inayah masih sangat mencintai sepupunya itu, "Ini untukmu," ucap Izzan sambil menyodorkan sebuah kotak persegi panjang berwarna biru kepada Inayah."Apa ini, Zan?" tanya Inayah sambil menyeka air matanya."Ini adalah amanah beliau yang harus ku berikan untukmu! Sebelum kak Irsyad meninggal dia menitipkan ini padaku dan memin
"Apa yang kau katakan?" tanya Inayah mengerutkan dahinya."Haruskah aku mengulangi untuk kedua kalinya, meski kita bukanlah orang yang saling kenal awalnya namun kakakku mengenalmu dengan baik dan izinkanlah aku menajddi temanmu.""Di dalam sebuah hubungan orang dewasa, hubungan teman itu sangat tdak diperbolehkan apalagi kau sudah memiliki sebah hubungan dengan dokter Halwa," ucap Inayah melirik Izzan sejenak."Aku tahu itu namun kau adalah wali murid dari Athar dan aku adalah guru dari putramu bukan? Bersikaplah seperti biasanya, meski aku bukan kak Irsyad namun dalam beberapa bulan ini kita menghabiskan waktu bersama bukan." Izzan menoleh ke arah Inayah meski perempuan itu memalingkan wajahnya ke kaca mobil. Entah kenapa Izzan tidak ingin Inayah menjauh darinya, ada sebuah rasa nyaman tersendiri bila bersama perempuan itu. Menghentikan mobilnya di depan sebuah restoran langganannya, Izzan keluar lebih dulu lalu berlari mengitari mobil seraya menyentuh knop pintu mobil. "Kau ta
Mendengar suara mobil yang begitu nyaring di telinga membuat Halwa bergegas ke teras rumah sambil tersenyum simpul menyambut kedatangan sang kekasih, "Apakah kau sudah menyampaikan amanah kak Irsyad?" tanyanya dengan menaikkan sebelah alisnya."Iya." Izzan hanya menjawab singkat dan bergegas masuk, mendapati sebuah tangan Halwa yang kini menggandeng tangannya membuat pria tampan itu sedikit risih dengan sikap Halwa. Namun, berbeda dengan gadis cantik berambut panjang itu. Ia begitu senang ketika mendengar Izzan sudah menyampaikan amanah dan kini adalah waktu yang tepat untuk mereka bersama tanpa ada gangguan sama sekali."Zan, duduklah ke mari." Al Fattah Shidiq menyambut uluran tangan Izzan dan meminta cucunya untuk duduk di sampingnya. Melihat raut wajah sang kakek yang begitu serius membuat pria itu mulai berpikir sesuatu hal, 'Ada apa ini? Kenapa kakek begitu serius?'"Kakek ingin kau segera melamar Halwa karena hubungan kalian sudah lumayan lama dan Kakek tidak mau sampai
Ada sebuah rasa hambar yang mulai tercipta di antara dua pasangan itu, Izzan merasa risih ketika Halwa bersandar di bahunya namun dia tidak ingin membuat Halwa tersinggung. "Bagaimana kalau kita makan siang bersama?" tanya Halwa melirik Izzan."Aku su--" Izzan mengatupkan bibirnya ketika mendengar Halwa memotong kalimatnya, "Oh ya, kau sudah makan siang tadi.""Bagaimana kalau kita berjalan-jalan saja di taman," ucap Izzan memberi saran."Boleh juga." Pria tampan itu langsung membelokkan mobilnya ke arah kanan dan tak lama mereka sampai di depan taman. "Ayo, Wa," ucap Izzan seraya membukakan pintu. Halwa tersenyum simpul dan melangkah keluar dari mobil, melihat sang kekasih berjalan lebih dulu maka gadis cantik itu sontak berlarian kecil seraya menyelaraskan langkahnya dan menggandeng tangan Izzan. "Sudah lama sekali iita tidak berjalan bersama seperti ini, Zan." Izzan hanya mengangguk pelan, mereka berjalan bersama beradu pandang satu sama lain. Pria dengan memiliki k
Dengan sigap tangan Izzan menangkap tubuh Inayah hingga membuat jarak mereka begitu dekat membuat Halwa yang melihat itu terpelongo kaget, mulutnya menganga hingga membulat menjadi huruf o.DEG!! Jantung Izzan berdegup lebih kencang dari biasanya, sebuah rasa tak biasa mulai muncul, ditambah lagi jarak yang begitu dekat membuat Izzan tak kuasa menehuk salivanya menatap kecantikan Inayah."Astarghfirullah, apa yang sedang aku pikirkan," ucap Izzan langsung melepaskan dekapannya. Inayah pun berjalan mundu satu langkah karena ia merasa risih dengan kejadian tadi dan tak lupa meminta maaf sambil menundukkan pandangannya, ia tak mampu menatap Izzan dan pergi begitu saja. Sementara Halwa berusaha terlihat baik-baik saja meski sebenarnya ia sedikit cemburu dengan kejadian tadi namun dia berusaha menahan amarahnya itu karena ia tidak ingin membuat Izzan marah padanya karena perihal sepele eperti tadi."Apa kau baik-baik saja, Zan?" tanya Halwa memastikan kekasihnya baik-baik saja
Namun, perempuan itu lekas menjawab,"Bagaimana kau bisa tahu?""Tentu saja aku tahu karena kau begitu mencintainya." Izzan menghempaskan pantatnya di kursi kesayangan Inayah. Dia duduk santai sambil memutar-mutar kursi tersebut, mengedarkan sepasang bola matanya melihat ke layar komputer. Sebuah novel terpampang jelas dengan judul Different Castes, sangat menarik baginya hingga dia langsung bertanya. "Apakah isi novel ini berisikan cerita cintamu?" Inayah tersenyum sambil melirik Izzan, "Kau cari tahu sendiri saja ya?""Aku paling males yang namanya baca novel, Nay." Pria tampan itu terus saj mengscroll mouse di samping keyboard sambil membaca cerita yang ada di depannya itu."Wah, cinta itu adalah sesuatu rasa yang bisa buat kita bahagia bila ada di dekatnya," ucap Izzan sambil membaca isi novel di bab pertama novel milik Inayah. Izzan sontak terdiam seketika itu sambil mengulangi kalimat tersebut untuk kedua kalinya, "Jika aku boleh tahu menurutmu cinta itu apa, Nay?" t
Izzan mengusap wajahnya dengan frustrasi. “Halwa, apakah kau sudah kehilangan akal sehatmu?” tanya Izzan kalut.“Pilihanmu hanya satu, Zan. Kembali padaku atau aku akan mendorong Inayah,” jawab Halwa yang sudah kesetanan.Di saat yang sama, Jody dan Aldi sampai di jembatan itu. Mereka sengaja memarkirkan mobilnya agak jauh dari jembatan supaya tidak ada yang tahu tentang kedatangan mereka.“Astaga, apa yang sedang Halwa lakukan?” gumam Aldi sambil membelalakkan matanya.Posisi Halwa yang membelakangi Aldi dan Jody membuat mereka kesulitan untuk memahami apa yang terjadi. Hingga akhirnya mereka mendengar ancaman demi ancaman yang terlontar dari bibir tipis Halwa.“Kita harus menyelamatkan Inayah dari sana sebelum Halwa mendorongnya,” ucap Jody lirih supaya Halwa tidak mendengar.“Bagaimana caranya? Apakah kau tidak melihat jika Halwa mengikat Inayah di jembatan?” gerutu Aldi cemas.“Pasti ada caranya, Al. Selalu ada cara untuk menyelamatkan seseorang,” balas Jody dengan yakin.Sementa
"Apa kau mendengar suara itu, Al?" tanya Alita ingin tahu."Iya, sepertinya suara itu berasal dari ruangan ini." Aldi menyentuh knop pintu dan ternyata pintunya terkunci. Pria brewok itu mencoba mengetuk pintu sambil bertanya, "Ada siapa di dalam?" Merasa tidak ada jawaban, dua orang itu pun memutar balik namun baru dua langkah memutar balik tiba-tiba terdengar kembali suara orang meminta tolong, dengan sigap Aldi langsung mengetuk pintu itu kembali dan bertanya, "Halo Ada siapa di dalam?" tanya Aldi ingin memastikan."Tolong!!" Terdengar ada jawaban yang meminta tolong akhirnya Aldi bergegas mendobrak pintu tersebut dan alangkah terkejutnya dua orang itu ketika mendapati Al Fattah Shidiq sedang tergeletak di anak tangga bagian bawah dengan posisi kursi roda menimpa tubuhnya."Astagfirullah, Kakek. Bagaimana bisa ini terjadi di mana Izzan dan Inayah?" tanya Alita dan Aldi bersamaan. Aldi dan Alita membantu pria tua itu untuk duduk kembali di atas kursi rodanya, "Izzan edang me
Dan segerombolan pria berseragam datang sembari menyodorkan sebuah pistol ke arah pria tadi. "Borgol dia sekarang," titah pria itu melirik dua orang pria di belakangnya."Kalian tidak akan bisa menangkapku!" serunya masih mengenakan sebuah masker yang menutupi wajahnya."Apa kau masih bermimpi?! Lekas bangun dari ilusimu karena kami sudah menangkapmu sekarang!" jawab seorang pria yang kini sedang berada di daun pintu dengan napas yang ngos-ngosan."Jody," sebut Izzan pelan. Inayah meminta Alita untuk mendekat ke arah Izzan, "Apa kau baik-baik saja, Zan?" tanya Inayah nampak khawatir."Apa kau mulai mengkhawatirkanku?" tanyanya dengan alis terangkat."Tentu saja, kau terluka seperti ini karena melindungiku dan kakek." Inayah menyentuh jemari Izzan dan membawanya untuk segera duduk di atas sofa, melirik sahabatnya untuk ikut membantu maka Alita pun langsung bergegas cepat. "Aku akan memanggil perawat," ucap Alita mengerti bahwa Inayah tidak ingin sampai terlambat mengobati Izzan.
Inayah sontak tertegun, jujur saja dia bingung untuk menjawab apa. Mengingat bagaimana Irsyad dulu pernah ditolak oleh kedua orang tuanya ketika ingin melamar Inayah. "Atas nama orang tuaku, aku memohon maaf.""Maaf untuk apa, Nay?" tanya pria tua itu tak mengerti."Mungkin penolakan orang tuaku beberapa tahun lalu telah menyakiti hati Kakek." Inayah tertunduk malu dan merasa bersalah, jika saja ibunya tidak menulis surat mana mungkin dia bisa tahu bahwa Irsyad pernah berbicara kepada orang tuanya perihal ingin melamar Inayah."Oh, masalah itu Kakek juga tidak terlalu ingat namun waktu itu Irsyad melarang Kakek untuk menemui orang tuamu." Izzan yang ada di ruangan tersebut sontak menatap Inayah, "Apa maksud ucapanmu itu, Nay?" tanya Izzan sangat penasaran, bukankah selama ini yang Izzan tahu bahwa kak Irsyad belum sempat untuk meminangnya, meski dia sudah menyiapkan semua perlengkapan lamaran."Jangan bilang kalau..." Izzan menelisik tajam ke arah Inayah. Seolah dia bisa menebak
"Jalan satu-satunya adalah membawa beliau pergi ke Singapura untuk pengobatan." Dokter hanya berkata seperti itu namun hal tersebut sungguh sangat membubat Izzan bingung."Akan aku usahan, Dok." Izzan mengangguk pelan ndan akan berusaha untuk membujuk kakeknya agar mau melakukan pengobatan. Pria tampan itu kembali masuk ke dalam ruangana tersebut sambil melirik Al Fattah Shidiq yang nampak sangat akrab sekali dengan Inayah, membuat pria itu nampak tersenyum tipis. "Apakah Kakek sudah merasa baikan?" tanya Izzan melirik kakeknya."Alhamdulillah, lumayan membaik, Zan. Bisakah kau bawa Kakek pulang ke rumah?" ucapnya menoleh ke arah cucunya."Kakek kenapa mau pulang? Kondisi Kakek belum membaik sepenuhnya," imbuh Izzan menolak dengan pelan. Pria berlesung pipi itu mencoba untuk menjelaskan bahwa kakeknya harus dirawat di rumah sakit sampai tubuhnya sudah membaik. Izzan habis kata-kata meliha Al Fattah Shidiq selalu saja menolak dan bersikukuh untuk pulang. Melihat Izzan yang t
"Bisakah kau berhenti membekapku?" ketus Alita tak senang. Gadis cantik itu menoleh ke arah Aldi sambil bertanya, "Memangnya apa yang terjadi?" Aldi mengedarkan sepasang bola matanya melihat ke penjuru arah lalu berjalan mendekati Alita, menarik tangan gadis itu untuk mendekatinya sambil berbisik dan mengatakan kejadian yang terjadi dan penyebab Inayah terluka."Apa? Dasara gadis licik!" ketusnya tak senang."Maka dari itu, sebelum Izzan pulang kita harus menjaga mereka dengan baik. Perhatikan dokter dan perawat yang masuk," imbuh Aldi mengingatkan Alita."Kau tenang saja ku paling ahli dalam memeriksa orang, memangnya Izan pergi ke mana?" tanya Alita ingin tahu."Izzan pergi memeriksa perusahaan I2 Group, ada sedikit masalah yang mendadak jadi dia pergi ke sana. Bila ada Izzan maka hal ini tidak akan terjadi, andai saja aku tidak menerima telpon maka hal seperti ini tak akan terjadi," tandasnya penuh sesal dan merasa bersalah. Alita menghela napas beratnya, dia tidak pernah t
"Al, cepat selamatkan kakek," balasnya seraya ikut berteriak dan masih menarik kaki Halwa."Kalian tak akan bisa menyelamatkan pria tua itu," imbuh Halwa langsung mendorong Inayah lagi."Mau sekuat apa pun kau mendorongku, aku akan tetap kokoh dan aku tak akan membiarkanmu mencelakai kakek." Inayah sekuat tenaga memegang kaki Halwa agar gadis itu tak mengejar Aldi. Halwa berusaha menendang tubuh Inayah yang sudah terguling dan sepertinya kaki perempuan itu terluka namun dia menahan rasa sakit itu agar bisa menahan Halwa melihat segerombolan pria berseragam membuat Inayah tak mampu lagi untuk menahan Halwa."Tangkap gadis itu sekarang!" Salah satu pria itu langsuang menarik tangan Inayah dan membawanya untuk diperiksa."Kalian bawa dia ke kantor polisi sekarang!" teriak si ketua itu yang tak lain adalah Jody. Jody menggendong tubuh Inayah dan membawanya ke ruangan unit gawat darurat. "Dok, selamatkan Inayah." Jody nampak panik sekali melihat banyak sekali darah yang menetes dar
Pria tua itu meminta Inayah untuk duduk berjongkok dan dia membisikkan sesuatu kepada Inayah, alangkah terkejutnya Inayah ketika mendengar hal tersebut. Dia benar-benar tidak menyangka bila hal tersebut akan menimpah Al Fattah Shidiq. "Baik, Kek. Ayo." Inayah mendorong kursi roda pria tua itu. Diiringi oleh Aldi yang membawa sebuah tas tengah dijinjingnya, pria brewok itu masih sibuk dengan headseat di telinganya namun sepasang bola matanya terus melihat sekeliling arah. Mengawasi bila saja ada hal buruk yang terjadi."Baiklah, aku akan mencari tempat dulu, di sini suaramu tidak terlalu jelas." Aldi menyentuh pundak Inayah seraya berkata, "Naya, aku terima telpon dulu ya.""Iya, aku akan menunggu di mobil ya." Inayah mengangguk pelan. Pria tua itu terus menoleh ke belakang sambil meminta Inayah untuk lewat jalan yang tak dipenuhi dengan banyak orang. "Lewat mana ya, Kek?" tanya Inayah tak paham."Kau ikuti instruksi kakek saja." Mereka hampir saja sampai di pertengahan jal
"Tentu saja," jawab Aldi dan Inayah bersamaan."Baiklah, kalau begitu!" seru Izzan langsung berjalan mendekati sang kakek sambil emnyentuh jemari yang sudah sangat keriput dan semakin tua itu. "Kek, maafkan aku! Dengan sangat terpaska aku harus meninggalkan kakek dulu, perusahaan kak Irsyad dalam masalah. Aku titip kakek pada Inayah," bisiknya pelan. Untuk kedua kalinya, pria tampan dengan lesung pipi itu mengucapkan maaf pada sang kakek. Sangat berat bagi Izzan untuk meninggalkan sang kakek, jika saja itu perusahaannya maka dia tak akan pergi namun mengingat kerja keras sepupunya maka h itu harus dia lakukan."Al, aku titip kakekku dan Naya ya." Izzan menatap Aldi penuh harap."Iya, Zan. Aku akan menjaga mereka dengan baik kok." Inayah memandangi kepergiaan Izzan yang begitu sedih, ia tahu bahwa pria itu tak ingin pergi namun amanah mendiang Irsyad harus dilaksakannya. "Semoga saja kakek segera sadar ya, Al." Inayah duduk di samping sang kakek sambil memandangi wajah pria tua