“Sebenarnya apa, Pak?” Desakan dari Inayah membuat Pak Derajat bingung bukan main. Pria paruh baya tersebut menengok ke kanan dan ke kiri, mendapati tatapan orang-orang di sekeliling yang hanya terfokus padanya seolah mereka memiliki pertanyaan yang sama dengan Inayah. Pak Derajat menelan salivanya, bingung apakah dia harus berkata jujur atau tidak. Tapi, kalau pun dia ingin membatalkan niatnya untuk mengungkapkan apa yang terjadi, sekarang sudah terlambat sebab tadi dia sudah bilang akan berkata jujur.“Aku terpaksa melakukan ini semua,” cicit Pak Derajat. Meski awalnya kalimat itu sempat menyumpal tenggorokannya, kini akhirnya dia bisa mengeluarkan kalimat tersebut. Lagi-lagi dia menatap ke sekelilingnya, ingin tahu bagaimana reaksi orang-orang di sekitarnya.“Aku tidak mengerti,” sahut Alita. Inayah mengangguk setuju dengan pendapat sahabatnya.“Apa maksudnya kau terpaksa, Pak? Memangnya ada seseorang yang memaksamu?” tanya Inayah lagi, kali ini jauh lebih spesifik.
Daniel tersenyum, senang karena Inayah tidak mengindahkan ucapan Alita yang menurutnya agak mengesalkan itu.“Aku bukanlah pelaku penculikan itu. Sebaliknya, aku datang ke sini bersama pelaku yang sesungguhnya,” jawab Daniel lantang. Pria berhidung mancung itu membawa seorang pria kekar dengan tatapan begitu nanar, "Iya, aku pelakunya," ucap pria itu tegas. Inayah dan Alita saling beradu pandang satu sama lain, seolah mereka tidak yakin dengan apa yang dikatakan Daniel. Alita bergeser beberapa senti meter, ia membisikkan sesuatu kepada Inayah, "Haruskah kita bongkar masalah mobil tersebut?" Inayah sontak menoleh sambil menggelengkan kepalanya, memberikan syarat kepada sang sahabat agar tidak melakukan itu. "El, apa kau yakin bahwa pria ini adalah pelakunya?""Iya, aku yakin. Karena sewaktu aku menemukanmu memang pria itu ada di sekitar jalan itu namun aku belum curiga namun ketika melihat sebuah rekaman cctv terdekat dan melihat pria itu membuatku yakin bahwa dia adalah pe
Sungguh Inayah menolak itu karena pria setampan Daniel dan begitu mapan sangat mustahil menyukainya, di sepanjang jalan Alita terus saja menyindir Inayah karena disukai banyak pria. "Jujur aku iri deh, masak janda laku sementara aku tidak," ketusnya sebal."Memangnya aku barang apa?" protes Inayah sambil menggelengkan kepalanya. Alita tersenyum geli ketika mendapati Inayah sebal padanya, "Kau kalau marah begitu kelihatan cantik sekali, Naya.""Tidak usah terus meledekku ya?" Tak lama mereka sampai dan langsung merebahkan tubuhnya di tempat pembaringan karena merasa sudah benar-benar lelah sekali. Suara jangkrik pun mulai terdengar di keheningan malam itu, membuat Inayah dan Alita tidur begitu pulas. Embun pagi saat itu memunculkan aura yang begitu dingin membuat Inayah dan Alita enggan sekali untuk bangun namun bunyi alarm yang terus berbunyi membuat dua perempuan itu langsung bangun dari tidurnya. Inayah bangun lebih dulu ketika ponselnya terus saja berdering. Mem
"Andai saja kau tahu saat itu aku kembali setelah setengah jam dan meminta izin kepada ayahku, tetapi ketika aku pulang, kau telah pergi dan parahnya lagi setelah beberapa tahun kemudian kau malah tidak mengingatku.""Aku tidak mengingatmu? Jelas aku tidak mengingatmu karena kau sudah berubah, wajahmu sangat berbeda, El." Daniel menoleh ke arah Inayah sambil bertanya, "Apakah wajahku lebih tampan dari sebelumnya?""Iya," jawab Inayah singkat."Kalau begitu kita ke restoran sekarang," ajaknya sambil tersenyum. Jauh di dalam lubuk hatinya yang terdalam, Inayah sudah bisa menebak apa yang dikatakan oleh Daniel nantinya namun ketika mereka sampai di sebuah restoran. Mata Inayah tertuju pada seseorang yang kini sedang berada di dalam restoran.'Bukankah itu Izzan, bagaimana bisa dia ada di sini?" tanyanya dalam hati. Daniel mempersilakan Inayah untuk duduk, sesekali pria tampan itu melirik Inayah dan parahnya Daniel mengajak Inayah untuk duduk di dekat Izzan, "Kalian ada di si
Inayah tersenyum tipis, "Ada alasan tertentu yang tak bisa aku ungkapkan padamu namun yang pasti aku memiliki sesuatu hal yang harus kau tahu, cinta hadir dengan sendirinya tanpa paksaan.""Aku tahu itu namun aku heran saja, bagaimana bisa Izzan menyukai seorang perempuan yang lebih tua, sepertimu?""Entahlah, aku juga tidak tahu itu namun yang pasti aku tidak akan menganggu hubungan orang lain." Mendengar itu Halwa sontak tersenyum tipis, "Bukankah kau menjadi penghalang hubungan kami waktu itu.""Sepertinya kau sudah salah paham terhadapku, aku sama sekali tidak bermaksud apa-apa kepada Izzan, hanya sebatas dia guru putraku dan juga aku baru tahu bila dia dalah sepupunya kak Irsyad." Inayah menjelaskan panjang lebar agar lawan bicaranya itu mengerti namun sayang Halwa tak juga memahaminya dan selalu saja menganggap Inayah adalah perusak hubungannya dengan Izzan. "Aku tidak terima bila kau menganggapku seperti itu, Wa.""Tetapi kenyataannya seperti itu 'kan? Jika saja kau tid
Inayah membulatkan matanya dengan sempurna ketika membaca sebuah pesan masuk di ponselnya.["Kami telah menangkap tersangka itu, tetapi anehnya dia mengatakan bila dirinya bukanlah pelaku sebenarnya?"]"Naya, apa kau mendengarku?" tanya Daniel melihat perempuan itu begitu fokus dengan ponselnya."Oh, iya, bisa kita lebih cepat. Aku ada kerjaan yang mendadak.""Apakah terjadi sesuatu?""Bukan kok, hanya saja Alita butuh bantuanku." Inayah sengaja beralasan seperti itu padahal sebenarnya yang mengirim pesan itu adalah Aldi."Baiklah, kalau begitu." Daniel menambah kecepatan mobilnya, tetapi tetap di jalur aman dan berhati-hati dalam mengemudi. Tak butuh waktu lama akhirnya Inayah dan Daniel sampai di depan rumahnya. Terlihat ada sebuah mobil yang terparkir membuat Daniel langsung menoleh ke arah Inayah yang hendak saja menyentuh knop pintu. "Mobil siapa itu, Naya?""Sepertinya itu mobil Aldi." Inayah menyentuh kenop pintu dan hendak keluar. Daniel bergegas lebih cepat keluar
Dengan sangat terpaksa Inayah harus mengangguk, tetapi dia tidak terlalu detail karena mereka sudah sampai di depan kantor polisi, "Ayo, kita keluar sekarang," ajaknya memgalihkan pembicaraan. Alita tersenyum tipis, "Naya, kau memang pintar dalam mengalihkan pembicaraan.""Sepertinya Allah berbaik hati kepadaku." Inayah terkekeh geli."Kalian berdua berantem terus deh, masuk sekarang yuk," ajak Aldi merelai dua perempuan itu. Ketika melihat Aldi berjalan lebih dulu, Inayah dan Alita pun menyusul dari belakang. "Itu, Izzan," ucap Alita tersenyum hangat karena bisa bertemu dengan pujaan hatinya."Aku pikir kalian tidak akan datang, ayo ikut aku," ajak Izzan langsung mengajak ketiga orang itu masuk ke dalam sebuah ruangan interogasi. Inayah menatap tajam ke arah tersangka yang sedang duduk sambil meliriknya. "Bisakah Bapak katakan yang sejujurnya, siapa orang yang telah menyuruh Anda menculikku?""Saya sendiri yang ingin menculikmu karena kau..." Pria kekar itu sengaja menghe
Si pelaku menatap penuh harap kepada Jody karena banyak sekali sesuatu hal yang ini dia sembunyikan namun berharap dia masih bisa melihat keluarganya. "Aku janji akan melindungimu namun aku harap kau menepati janjimu karena aku tak akan sungkan untuk menghukummu seberat-beratnya." Jody menatap tajam ke arah si pelaku seraya sedikit mengancamnya."Selama kau juga menepati janji maka aku akan menepati janjiku." Si pelaku akhirnya mengungkapkan kebenarannya bahwa dirinya memang sengaja menjadi pelaku karena ingin dibayar agar bisa melunasi hutangnya namun dia tidak pernah tahu bila Daniel akan menerima hukuman yang berat, 5 tahun cukup berat baginya dan tidak setimpal dengan bayaran yang telah dibayarkan oleh Daniel padanya."Bagaimana bisa kau percaya bahwa kau akan dihukum hanya 2 tahun saja, hah?" tanya Jody ingin tahu."Entahlah, aku pikir orang sekaya Daniel bisa memanggilkan pengacara terhebat hingga hukumanku bisa diringankan," jawabnya begitu polos."Sepertinya kau sudah dit
Izzan mengusap wajahnya dengan frustrasi. “Halwa, apakah kau sudah kehilangan akal sehatmu?” tanya Izzan kalut.“Pilihanmu hanya satu, Zan. Kembali padaku atau aku akan mendorong Inayah,” jawab Halwa yang sudah kesetanan.Di saat yang sama, Jody dan Aldi sampai di jembatan itu. Mereka sengaja memarkirkan mobilnya agak jauh dari jembatan supaya tidak ada yang tahu tentang kedatangan mereka.“Astaga, apa yang sedang Halwa lakukan?” gumam Aldi sambil membelalakkan matanya.Posisi Halwa yang membelakangi Aldi dan Jody membuat mereka kesulitan untuk memahami apa yang terjadi. Hingga akhirnya mereka mendengar ancaman demi ancaman yang terlontar dari bibir tipis Halwa.“Kita harus menyelamatkan Inayah dari sana sebelum Halwa mendorongnya,” ucap Jody lirih supaya Halwa tidak mendengar.“Bagaimana caranya? Apakah kau tidak melihat jika Halwa mengikat Inayah di jembatan?” gerutu Aldi cemas.“Pasti ada caranya, Al. Selalu ada cara untuk menyelamatkan seseorang,” balas Jody dengan yakin.Sementa
"Apa kau mendengar suara itu, Al?" tanya Alita ingin tahu."Iya, sepertinya suara itu berasal dari ruangan ini." Aldi menyentuh knop pintu dan ternyata pintunya terkunci. Pria brewok itu mencoba mengetuk pintu sambil bertanya, "Ada siapa di dalam?" Merasa tidak ada jawaban, dua orang itu pun memutar balik namun baru dua langkah memutar balik tiba-tiba terdengar kembali suara orang meminta tolong, dengan sigap Aldi langsung mengetuk pintu itu kembali dan bertanya, "Halo Ada siapa di dalam?" tanya Aldi ingin memastikan."Tolong!!" Terdengar ada jawaban yang meminta tolong akhirnya Aldi bergegas mendobrak pintu tersebut dan alangkah terkejutnya dua orang itu ketika mendapati Al Fattah Shidiq sedang tergeletak di anak tangga bagian bawah dengan posisi kursi roda menimpa tubuhnya."Astagfirullah, Kakek. Bagaimana bisa ini terjadi di mana Izzan dan Inayah?" tanya Alita dan Aldi bersamaan. Aldi dan Alita membantu pria tua itu untuk duduk kembali di atas kursi rodanya, "Izzan edang me
Dan segerombolan pria berseragam datang sembari menyodorkan sebuah pistol ke arah pria tadi. "Borgol dia sekarang," titah pria itu melirik dua orang pria di belakangnya."Kalian tidak akan bisa menangkapku!" serunya masih mengenakan sebuah masker yang menutupi wajahnya."Apa kau masih bermimpi?! Lekas bangun dari ilusimu karena kami sudah menangkapmu sekarang!" jawab seorang pria yang kini sedang berada di daun pintu dengan napas yang ngos-ngosan."Jody," sebut Izzan pelan. Inayah meminta Alita untuk mendekat ke arah Izzan, "Apa kau baik-baik saja, Zan?" tanya Inayah nampak khawatir."Apa kau mulai mengkhawatirkanku?" tanyanya dengan alis terangkat."Tentu saja, kau terluka seperti ini karena melindungiku dan kakek." Inayah menyentuh jemari Izzan dan membawanya untuk segera duduk di atas sofa, melirik sahabatnya untuk ikut membantu maka Alita pun langsung bergegas cepat. "Aku akan memanggil perawat," ucap Alita mengerti bahwa Inayah tidak ingin sampai terlambat mengobati Izzan.
Inayah sontak tertegun, jujur saja dia bingung untuk menjawab apa. Mengingat bagaimana Irsyad dulu pernah ditolak oleh kedua orang tuanya ketika ingin melamar Inayah. "Atas nama orang tuaku, aku memohon maaf.""Maaf untuk apa, Nay?" tanya pria tua itu tak mengerti."Mungkin penolakan orang tuaku beberapa tahun lalu telah menyakiti hati Kakek." Inayah tertunduk malu dan merasa bersalah, jika saja ibunya tidak menulis surat mana mungkin dia bisa tahu bahwa Irsyad pernah berbicara kepada orang tuanya perihal ingin melamar Inayah."Oh, masalah itu Kakek juga tidak terlalu ingat namun waktu itu Irsyad melarang Kakek untuk menemui orang tuamu." Izzan yang ada di ruangan tersebut sontak menatap Inayah, "Apa maksud ucapanmu itu, Nay?" tanya Izzan sangat penasaran, bukankah selama ini yang Izzan tahu bahwa kak Irsyad belum sempat untuk meminangnya, meski dia sudah menyiapkan semua perlengkapan lamaran."Jangan bilang kalau..." Izzan menelisik tajam ke arah Inayah. Seolah dia bisa menebak
"Jalan satu-satunya adalah membawa beliau pergi ke Singapura untuk pengobatan." Dokter hanya berkata seperti itu namun hal tersebut sungguh sangat membubat Izzan bingung."Akan aku usahan, Dok." Izzan mengangguk pelan ndan akan berusaha untuk membujuk kakeknya agar mau melakukan pengobatan. Pria tampan itu kembali masuk ke dalam ruangana tersebut sambil melirik Al Fattah Shidiq yang nampak sangat akrab sekali dengan Inayah, membuat pria itu nampak tersenyum tipis. "Apakah Kakek sudah merasa baikan?" tanya Izzan melirik kakeknya."Alhamdulillah, lumayan membaik, Zan. Bisakah kau bawa Kakek pulang ke rumah?" ucapnya menoleh ke arah cucunya."Kakek kenapa mau pulang? Kondisi Kakek belum membaik sepenuhnya," imbuh Izzan menolak dengan pelan. Pria berlesung pipi itu mencoba untuk menjelaskan bahwa kakeknya harus dirawat di rumah sakit sampai tubuhnya sudah membaik. Izzan habis kata-kata meliha Al Fattah Shidiq selalu saja menolak dan bersikukuh untuk pulang. Melihat Izzan yang t
"Bisakah kau berhenti membekapku?" ketus Alita tak senang. Gadis cantik itu menoleh ke arah Aldi sambil bertanya, "Memangnya apa yang terjadi?" Aldi mengedarkan sepasang bola matanya melihat ke penjuru arah lalu berjalan mendekati Alita, menarik tangan gadis itu untuk mendekatinya sambil berbisik dan mengatakan kejadian yang terjadi dan penyebab Inayah terluka."Apa? Dasara gadis licik!" ketusnya tak senang."Maka dari itu, sebelum Izzan pulang kita harus menjaga mereka dengan baik. Perhatikan dokter dan perawat yang masuk," imbuh Aldi mengingatkan Alita."Kau tenang saja ku paling ahli dalam memeriksa orang, memangnya Izan pergi ke mana?" tanya Alita ingin tahu."Izzan pergi memeriksa perusahaan I2 Group, ada sedikit masalah yang mendadak jadi dia pergi ke sana. Bila ada Izzan maka hal ini tidak akan terjadi, andai saja aku tidak menerima telpon maka hal seperti ini tak akan terjadi," tandasnya penuh sesal dan merasa bersalah. Alita menghela napas beratnya, dia tidak pernah t
"Al, cepat selamatkan kakek," balasnya seraya ikut berteriak dan masih menarik kaki Halwa."Kalian tak akan bisa menyelamatkan pria tua itu," imbuh Halwa langsung mendorong Inayah lagi."Mau sekuat apa pun kau mendorongku, aku akan tetap kokoh dan aku tak akan membiarkanmu mencelakai kakek." Inayah sekuat tenaga memegang kaki Halwa agar gadis itu tak mengejar Aldi. Halwa berusaha menendang tubuh Inayah yang sudah terguling dan sepertinya kaki perempuan itu terluka namun dia menahan rasa sakit itu agar bisa menahan Halwa melihat segerombolan pria berseragam membuat Inayah tak mampu lagi untuk menahan Halwa."Tangkap gadis itu sekarang!" Salah satu pria itu langsuang menarik tangan Inayah dan membawanya untuk diperiksa."Kalian bawa dia ke kantor polisi sekarang!" teriak si ketua itu yang tak lain adalah Jody. Jody menggendong tubuh Inayah dan membawanya ke ruangan unit gawat darurat. "Dok, selamatkan Inayah." Jody nampak panik sekali melihat banyak sekali darah yang menetes dar
Pria tua itu meminta Inayah untuk duduk berjongkok dan dia membisikkan sesuatu kepada Inayah, alangkah terkejutnya Inayah ketika mendengar hal tersebut. Dia benar-benar tidak menyangka bila hal tersebut akan menimpah Al Fattah Shidiq. "Baik, Kek. Ayo." Inayah mendorong kursi roda pria tua itu. Diiringi oleh Aldi yang membawa sebuah tas tengah dijinjingnya, pria brewok itu masih sibuk dengan headseat di telinganya namun sepasang bola matanya terus melihat sekeliling arah. Mengawasi bila saja ada hal buruk yang terjadi."Baiklah, aku akan mencari tempat dulu, di sini suaramu tidak terlalu jelas." Aldi menyentuh pundak Inayah seraya berkata, "Naya, aku terima telpon dulu ya.""Iya, aku akan menunggu di mobil ya." Inayah mengangguk pelan. Pria tua itu terus menoleh ke belakang sambil meminta Inayah untuk lewat jalan yang tak dipenuhi dengan banyak orang. "Lewat mana ya, Kek?" tanya Inayah tak paham."Kau ikuti instruksi kakek saja." Mereka hampir saja sampai di pertengahan jal
"Tentu saja," jawab Aldi dan Inayah bersamaan."Baiklah, kalau begitu!" seru Izzan langsung berjalan mendekati sang kakek sambil emnyentuh jemari yang sudah sangat keriput dan semakin tua itu. "Kek, maafkan aku! Dengan sangat terpaska aku harus meninggalkan kakek dulu, perusahaan kak Irsyad dalam masalah. Aku titip kakek pada Inayah," bisiknya pelan. Untuk kedua kalinya, pria tampan dengan lesung pipi itu mengucapkan maaf pada sang kakek. Sangat berat bagi Izzan untuk meninggalkan sang kakek, jika saja itu perusahaannya maka dia tak akan pergi namun mengingat kerja keras sepupunya maka h itu harus dia lakukan."Al, aku titip kakekku dan Naya ya." Izzan menatap Aldi penuh harap."Iya, Zan. Aku akan menjaga mereka dengan baik kok." Inayah memandangi kepergiaan Izzan yang begitu sedih, ia tahu bahwa pria itu tak ingin pergi namun amanah mendiang Irsyad harus dilaksakannya. "Semoga saja kakek segera sadar ya, Al." Inayah duduk di samping sang kakek sambil memandangi wajah pria tua