"Bagaimana bisa kau hidup kembali?"
Wajah Yuksel nampak begitu terkejut setengah mati. Serta rasa penasaran yang menyelimuti, hingga tubuh mulai turun ke kuburan yang digali sendiri. Dengan tangan yang masih memegang cangkul, membuat tubuh Kimberly beringsut. Yuksel ... tidak akan melanjutkan pemakaman dengan mencincang tubuhnya menggunakan cangkul tersebut kan."Tolong jangan mendekat Grand Duke," pinta Kimberly masih memiliki rasa takut.Namun, Yuksel terus saja mendekat hingga menyudutkan Kimberly di galian kuburan. "Kenapa kau bisa hidup lagi? Apa tadi kau pura-pura mati?"Kimberly menatap netra hazel milik Yuksel yang dipenuhi kepanikan. Wajah yang dikabarkan begitu dingin, tak pernah terjamah ekspresi. Di hadapannya, Grand Duke ini seperti bukan Yuksel saja. Cangkul baru saja terjatuh dari tangan Yuksel, lantas jemari yang dibalut sarung tangan mulai menyentuh nadi karotis Kimberly."Bagaimana ...."Tubuh Yuksel perlahan mundur usai memastikan sesuatu. Hal yang tak mungkin itu baru saja Yuksel saksikan. Istri yang disentuh harusnya meninggal, tapi Kimberly justru hidup kembali. Meski heran dengan reaksi Yuksel, tapi kepala Kimberly langsung terangkat dan mata menatap ke atas, langit telah menurunkan hujan pada kulit bumi.Seketika Kimberly menjadi panik. "Kita harus segera keluar Grand Duke! Bila tidak galian ini akan menjadi kolam dan kita akan mati!"Sorot mata Yuksel menatap serius. "Kau lebih takut mati tenggelam, dari pada mati di tanganku?"Kimberly tertegun. Pria yang dirinya sebut suami ini, tak akan mencoba membunuhnya dengan membiarkan Kimberly mati tenggelam karena air hujan kan? Itu hal yang cukup memalukan jika menjadi buah bibir di masyarakat kota Lefan. Mata Yuksel masih menatap serius, kemudian berjalan mendekat."Di sini tidak ada siapa pun," ujar Yuksel sembari menyeringai.Wajah Kimberly menunjukkan ketakutan. "Apa maksudmu Grand Duke? Apa kau tidak takut tidurmu dihantui oleh istri-istri yang kau bunuh!"Yuksel telah menyudutkan Kimberly kembali, jemari tersebut menyentuh pipinya. "Roh para istriku pun, berpikir ribuan kali untuk menghantuiku."Mata birunya melotot mendapati Yuksel yang sedang melepaskan kancing piyama tidurnya. Terburu Kimberly menangkap tangan suaminya ini. Matanya saling bertatapan dengan Yuksel, mata yang kembali menyorot dingin serta tajam."Grand Duke, apa kau akan menyentuh istrimu di galian kuburan? Terlebih tempat ini akan segera tergenang air hujan!"Yuksel menyeringai dan berbisik, "hujan apa yang membuat kuburan tergenang dalam waktu singkat? 15 menit juga cukup bagiku untuk mencicipimu, istriku."Ketika kepala Kimberly menoleh, tanpa penuh pertimbangan Yuksel langsung mencium bibirnya. Menyesap cukup rakus dan tangan kiri mengukung kedua lengannya, sementara jemari lain sibuk melepaskan kancing baju tidurnya. Ini pemaksaan!"Ugh!"Yuksel yang semula menyesap kulit leher Kimberly, sempat berhenti dan menyeringai. "Kenapa? Apa rasa sakitnya mulai hinggap lagi? Rasa sakit seperti menuju ajal."Tubuh Kimberly menjadi lemas. Mulutnya ingin memaki namun sama sekali tidak bisa bergerak. Seluruh otot tubuhnya melumpuh. Dalam keadaan seperti ini, Yuksel justru memanfaatkan untuk melucuti seluruh pakaian Kimberly dengan cepat.Mata Kimberly berusaha tetap terjaga, hanya demi memastikan tato di dada Yuksel itu! Tapi nyatanya. Jangankan mata, seluruh nadi di tubuh Kimberly pun berhenti berfungsi. Yuksel menatap pada Kimberly yang sepenuhnya telah mati.Meski begitu, sama sekali tak menyurutkan niat Yuksel untuk menyetubuhi Kimberly. Di tengah-tengah galian kuburan, untuk kali pertama, Kimberly diterobos. Tanpa jeritan rasa sakit atau tangisan, sama sekali tak ada meski Yuksel terus saja bergerak liar. Karena Kimberly telah mati!Hingga rintik hujan tak lagi memberi berkah pada bumi. Saat itu mata Kimberly mulai mengerjap. Samar-samar telinga mendengar suara berbagai jenis binatang saling bersahutan."Tiga, dua, satu."Kepala Kimberly menoleh mendengar suara itu. Segera, tubuh beringsut begitu mendapati Yuksel duduk di sebelahnya. Namun, Kimberly meringis ketika tubuh di bawah sana terasa sakit dan perih. Mata Kimberly terbelalak menyadari sesuatu telah terjadi, sampai netra birunya melotot pada Yuksel."Sudah kuduga," ujar Yuksel sembari menyeringai, "kaulah orangnya."Kimberly tak peduli dengan maksud Yuksel berkata bahwa ia adalah orang yang dimaksud. Tapi, Kimberly lebih peduli pada kondisi tubuhnya yang telah disentuh tanpa izin darinya. Mata Kimberly melotot marah."Apa yang kau lakukan padaku Grand Duke!"Mata Yuksel menyorot tajam. Istri pertama yang berani membentak dan melototkan mata. Meski begitu, Yuksel langsung menyeringai dengan tangan yang menyentuh kancing bajunya. Terburu Kimberly menepis dengan kasar."Jangan tatap aku seperti itu, karena aku sangat benci," ujar Yuksel penuh penekanan.Kimberly pun menatap pada lengan Yuksel, kemudian tanpa ragu ia langsung meraih dan menggigit sangat keras. Namun, ekspresi wajah Yuksel tidak berubah sama sekali. Malah Kimberly yang menjauh dengan memegangi rahangnya. Sial! Keras sekali, sampai rasanya sangat sakit."Kau mau mati hah? Jangan asal menyentuh atau menggigitku, meski kau memiliki kekebalan itu.""Omong kosong! Aku sangat ingin mengirimmu ke neraka!"Yuksel mengerutkan dahi melihat Kimb
"Grand Duke telah tewas di tangan bandit!"Itulah yang kimberly teriakan. Membuat dua bandit yang semula mengejar, saling pandang dan berhenti sejenak. Kemudian nampak berbalik dan berlari kencang, mereka mungkin takut jika terus mengejar maka nyawa tidak akan selamat.Tepat seperti apa yang Yuksel katakan. Begitu keluar dari hutan, mata bisa menemukan gerbang kota Lefan yang hampir tak pernah ditutup. Mungkin baru ditutup jika raja kota Lefan memerintah untuk menangkap seorang penyusup. "Grand Duke tewas!" seru Kimberly.Tentunya seruan itu berhasil menyita seluruh perhatian penjaga gerbang untuk segera berlari mendekat. Mata mereka mengenali jubah biru milik Yuksel. Hingga langsung membantu menurunkan Kimberly dari atas kuda. "Apa maksudnya Grand Duke telah tewas?"Melihat mereka yang nampak tak percaya. Membuat Kimberly langsung melancarkan aksinya dengan menangis keras. Dan mengeratkan jubah milik Yuksel di tubuhnya. Pasalnya Kimberly merasa sedikit kedinginan setelah basah-basa
"Grand Duke," sebut Kimberly sembari terkekeh.Tangannya berusaha mendorong pisau supaya menjauh. Ya, sosok pria berjubah hitam yang ternyata adalah Yuksel, justru makin mendekatkan pisau padanya. Hingga Kimberly meringis karena lehernya baru saja digores oleh Yuksel."Jika suami mati, maka istri pun harus ikut dikubur sebagai tanda cinta mereka," ujar Yuksel membuatnya membeku sejenak."Omong kosong. Itu sebuah penistaan cinta!"Yuksel menyeringai. "Penistaan cinta."Kimberly sedikit menghela napas lega ketika Yuksel menjauh dan pisau itu dijatuhkan asal ke lantai. Kimberly menoleh terkejut dan terburu menutup tubuhnya setelah sadar kalau saat ini ia tanpa busana. Namun, lebih terkejut lagi ketika Yuksel melepas jubah, meski begitu masih memakai set pakaian hitam. Yuksel mulai memasuki kolam."Grand Duke! Apa yang kau lakukan di tempat mandiku!"Yuksel menyeringai melihat goresan di lehernya. Kemudian tangan mulai menyentuh kakinya, terburu Kimberly menarik dan menekuk kaki untuk men
Yuksel membalas tatapan sang ayah. "Setelah berpuluh tahun, aku menemukannya. Kau berniat langsung memisahkan kami, Ayah?"Pangeran kelima mendengkus. "Dia mandul! Apa yang kau harapkan dari wanita yang mandul hah!"Yuksel menyeringai. "Bagaimana pun, hanya dia yang bisa memenuhi kebutuhan biologisku sebagai pria. Aku tidak akan menceraikannya."Mendengar hal itu, Pangeran kelima tak lagi mendebat. Soal ranjang, tentunya jauh lebih mengerti ketimbang sang anak yang baru pertama kali merasakan kehangatan seorang wanita. Mata pangeran kelima menatap pada Kimberly yang masih tidur nyenyak."Rumor tentangnya telah beredar di kediaman ini, pastikan kau membersihkannya jika ingin mempertahankan anak dari Count Barnes ini," ujar pangeran kelima mulai melangkah pergi dan diikuti oleh dokter kerajaan.Yuksel menatap pada Aiden serius. "Perintahkan pelayan untuk membantuku mandi dan berpakaian besok di kamar ini.""Ya Grand Duke?"Mata Yuksel menjadi tajam. "Kau mau menyampaikan perintah dengan
Ruang pertemuan khusus lady. Kini Kimberly mulai berjalan masuk ketika pintu terbuka. Mata Kimberly langsung menemukan dua sosok pria sudah duduk di sofa panjang. Ash Barnes, kakak laki-laki pertamanya dan satu lagi adalah Aaron Barnes, ayah dari Kimberly. Mulanya mereka berdua tersenyum ceria dan bersiap berdiri hanya untuk memeluk tubuhnya. Tapi, ketika pintu tertutup. Wajah mereka berdua langsung menjadi serius dan mata menyorot benci. Apalagi pada Emma yang berdiri di belakangnya."Hei babu kecil. Kembalilah bekerja," tegas Ash, kakak pertamanya."Dia di sini karena mengikutiku, sebenarnya apa yang membuatmu tidak nyaman dengan kehadirannya?" tanya Kimberly mulai duduk di hadapan ayahnya."Tidakkah masalah tato itu sangat rahasia? Kau yakin ingin pembantu kecilmu ini ikut mendengar?" Setelah lama membisu, akhirnya Aaron Barnes bicara.Mendengarnya, Kimberly langsung menghela napas dan melirik pada Emma. "Kau bisa menunggu di luar.""Baik Nona."Dengan penuh hormat, Emma mulai ber
Jari jemari yang tersembunyi oleh sarung tangan itu. Mulai mengusap permukaan pedang yang sedikit memantulkan cahaya pada wajah. Sorot mata Yuksel tak main-main, tertuju sangat tajam ke arah Ash dan Aaron."Jadi, siapakah di antara kalian berdua yang mencekik Kimberly?"Ash melirik takut ke arah sang ayah. Reputasi Yuksel selama bergabung di medan perang, membuat siapa pun merinding hanya dengan menyimak cerita. Apalagi sekarang, telinga bakal mendengar langsung suara gemerincing pedang yang menebas layaknya angin bergerak."Mana ada ayah yang mencoba membunuh anaknya sendiri, begitu pula dengan kakaknya. Bukankah begitu, Kimberly?" tanya Aaron dengan nada santai.Kimberly yang masih membutuhkan tempat pulang ketika diceraikan. Tentunya langsung mengangguk antusias. Meski pembunuhan akan kembali terulang setiap hari di kediaman Barnes, namun itulah rumah untuknya, tempat Kimberly berasal."Yakin?" Yuksel mempertanyakan jawabannya yang tanpa kata."Ini hanya karena alergi saja, seperti
Sementara itu. Kaki dibalut sepatu kulit yang ujungnya bundar dan memiliki hak tipis, Kimberly terus saja mengikuti langkah Yuksel yang begitu ringan. Punggung yang biasa memimpin perang itu begitu lebar di mata Kimberly. Membayangkan ketika buku-buku jemarinya mencengkram di sana ketika bersetubuh. Membuat Kimberly menggelengkan kepala seketika. Namun, satu hal yang membuat Kimberly tak mengerti. "Kenapa aku tak ingat sama sekali, ketika dia menyentuhku, bahkan dua kali sekaligus," gumam Kimberly dengan dahi yang mengerut.Langkah kaki Yuksel perlahan berhenti. Kepala menoleh sedikit, menatap pada Kimberly yang sibuk dengan pemikirannya. Hingga tak sadar ada penghalang besar yang menghalangi jalan, sontak tubuh Kimberly menabrak punggung Yuksel."Apa yang kau pikirkan, istriku?" tanya Yuksel dengan sorot mata tajam.Kimberly mengangkat matanya setelah mengelus dahi yang lumayan sakit. "Kau mau membawaku ke mana?"Ya hanya itu yang bisa Kimberly ucapkan. Dari pada kepergok sedang me
Rasa malu tiba-tiba saja menyergap dalam diri Kimberly. Ketika mulut tak kuasa menahan satu desakan atas kenikmatan. Namun, ada suara lebih memalukan dari itu semua.Daging basah yang saling bertemu di bawah sana. Telah menciptakan suara yang merajai kesunyian labirin. Kimberly yang semula terlena oleh sentuhan Yuksel, tiba-tiba terlintas seruan di dalam otaknya.Tanda organisasi di dada Yuksel!"Grand Duke," sebut Kimberly pelan dengan tangan merambat pada Yuksel yang masih memakai atasan.Yuksel menyeringai. "Kenapa? Kau sangat menikmatinya, istriku?""Tolong lepaskan kemejamu, biarkan aku memandang--"Mulut Kimberly lebih dulu dibungkam oleh bibir Yuksel. Sebelum melanjutkan ucapannya. Apalagi melancarkan kegiatannya membuka pakaian Yuksel dan melihat tato itu.***"Sungguh, kau pria hina, Grand Duke."Yuksel yang tengah memakai jubah jadi menyeringai. Menatap pada Kimberly yang dalam keadaan berantakan, pakaian tersebar di sekitar ranjang. Sem
Kabar mengenai perjodohan antara putri tangan kanan Raja dengan Pangeran Noah menyebar dengan cepat di telinga para warga ibukota Kairi. Terdengar juga gosip lainnya. Bahwa banyak yang patah hati atas perjodohan itu. Tentu saja dari pihak yang menyukai Noah juga Prisa. Namun, tak sedikit juga orang yang memberi selamat atas perjodohan itu. Karena merasa memang mereka berdua sangat cocok.Sementara Noah berdiri di hadapan gerbang rumah Prisa dengan kereta kuda terparkir. Nampak menanti sosok Prisa yang keluar kediaman dengan mengenakan dress berwarna peach dengan corak bunga sederhana. Bibir Prisa tersenyum malu saat Noah berjalan mendekat dan menawarkan tangan."Padahal saya bisa jalan sendiri Pangeran," ujar Prisa sangat pelan."Tidak, biarkan aku yang membantumu berjalan hingga menaiki kereta," sahut Noah terdengar ramah.Noah sudah berjanji membawa Prisa mengelilingi ibukota Kairi lewat jalur sungai. Kejernihan warna sungai dengan sekitar dihuni para pedagang sepanjang perjalanan.
Malam harinya. Kimberly mendudukkan diri di sudut ranjang. Mata membingkai sosok Yuksel yang membawa pekerjaan ke kamar. Rasa kesal membuatnya menampar dokumen dari tangan suaminya.Hingga mata Yuksel melirik. "Sayang.""Apa ini ruang kerjamu?" Nada suaranya terdengar mengeluh.Yuksel yang mengerti langsung menutup dokumen dan meletakkan di meja samping ranjang. Lantas merentangkan tangan dengan tubuh masih menyender pada board ranjang. Kimberly menjadi tersenyum dan mulai menempatkan diri di pelukan suaminya."Ingin membicarakan sesuatu?" tanya Yuksel.Kepala Kimberly pun mengangguk. "Iya, aku ingin bicara.""Soal Noah dan Prisa?" tanya Yuksel lagi mulai mengerti.Lagi, kepalanya mengangguk. "Iya, suamiku."Jemari Yuksel mengusap kepalanya. "Ayo bicara padaku."Kimberly menggerakkan tubuhnya, mencari tempat yang paling nyaman. Yuksel tersenyum atas kelakuan darinya. "Aku benar-benar ingin Prisa dan Noah bisa bersama," ujarnya."Bukankah ayah sudah menyarankan soal perjodohan?" singg
Setelah beberapa hari berlalu, Kimberly selalu saja mendapat kabar. Kalau ketiga putri sangat akur satu dengan lainnya. Hal yang selalu membuat Kimberly tersenyum senang.Kimberly sendiri dalam perjalanan menuruni anak tangga. Setelah mendengar kalau Emma akan berkunjung. Dengan membawakan buah yang baru saja dipanen."Emma," sebutnya dengan senang begitu melihat istri dari Aiden ini.Emma sendiri sempat ikut tersenyum, namun sedetik kemudian menunjukkan wajah heran. "Tumben hari ini Ratu saya bisa tersenyum lebar begini."Mendengarnya Kimberly langsung tertawa. "Aku merasa sangat senang."Mata Emma membulat terkejut. "Apa Yang Mulia mengandung anak kelima?"Anak kelima, kata yang selalu Yuksel bicarakan padanya. Saking bosannya, Kimberly langsung menghela napas. Emma yang merasa tebakan salah, menjadi lebih penasaran."Memangnya bukan ya?""Bukan itu, tapi akhirnya ada hari di mana ketiga putriku itu akur. Aku merasa sangat bahagia," ujarnya dengan tersenyum lebar.Setelah tahu apa y
Beberapa saat kemudian. Yuksel terlihat duduk di ruang kerja, tak lama pintu diketuk dan dibuka oleh pelayan. Terlihat Noah berjalan masuk ditemani oleh Yoshi.Mata Yuksel menatap sang putra yang sudah berusia 14 tahun. Noah memiliki tubuh yang tinggi dan berisi, serta ketampanan dari Yuksel benar-benar menurun pada Noah. Hingga terkenal di kalangan bangsawan dan juga putri para menteri."Kau sudah dengar masalah bencana di kota sebelah?" singgung Yuksel.Noah duduk di kursi sekitar Yuksel. "Sudah, Ayah.""Apa kau memiliki solusi?"Dan Yuksel selalu bertanya pada sang putra. Setiap kali ada masalah yang melibatkan kerajaan. Karena, Yuksel ingin Noah lebih cepat memahami dan ketika mewarisi tahta tidak akan terkejut begitu beratnya tanggung jawab seorang raja."Jumlahnya cukup banyak, jika membantu maka banyak dana yang harus dikeluarkan. Alangkah baiknya menyediakan lahan dan bantuan medis saja. Untuk dana Ayah bisa berikan seperlunya saja."Yuksel langsung tersenyum. "Ayah juga beren
Yuksel dan Kimberly terpaksa kembali ke kediaman dengan cepat. Karena malamnya akan menghadiri pernikahan dari Liliana dan Julian. Kemudian mereka menikmati pesta yang diadakan di istana dengan meriah.Meski di dalam pesta itu, ada seorang wanita yang hanya bisa menahan kemarahan di pojok ruangan. Tentunya dia adalah mantan Putri Mahkota yang hanya dijadikan selir. "Dia hanya anak ingusan, tapi berani sekali merebut Raja dari tangan Anda."Wanita itu menoleh ke arah Arabella. "Bukankah kau juga sama? Kau waktu itu kalah dari anak ingusan seperti Ratu Kimberly."Arabella menatap kesal pada selir Raja ini. Namun tak bisa berbuat apa pun, karena selain berada di pesta. Derajat Arabella juga tidak sebanding.Sementara Kimberly yang mulai lelah. Memutuskan duduk di kursi khusus yang disediakan untuknya. Yuksel yang semula berbicara dengan Yoshi dan Liliana, langsung melirik ke arahnya."Aku akan ke istriku," ujar Yuksel.Yoshi menatap sang adik yang sejak tadi sedang diawasi oleh Julian,
Pagi harinya, mereka semua sarapan bersama. Madam Ane pun mengulas senyum selama mengawasi suasana ruang makan yang dulu begitu sepi. Sekarang sangat ramai, apalagi Alesha yang selalu berteriak pada Isabella."Katanya rumah Kakek Aaron ada di kota ini juga?" Noah memulai kata setelah sarapan selesai.Mendengar hal itu, Aaron menoleh. "Benar, Nak.""Apa aku boleh berkunjung?" tanya Noah.Isabella menjadi bersemangat. "Aku juga! Aku ingin melihat kediaman Kakek!"Mendengar hal itu, Aaron langsung melirik ke arah Kimberly dan Yuksel. Meski sang kakek merasa tidak sedikit masalah. Tapi, ada pihak lain yang kemungkinan tidak akan setuju."Lebih baik tidak usah ya, tidak ada yang bisa dilihat dari kediaman kakek itu," tolak Aaron.Kimberly menatap pada sang ayah. Mungkin Aaron tidak ingin anak-anaknya tahu, kondisi seperti apa dirinya ketika tumbuh sewaktu dulu. Karena masa lalu yang buruk memang sebaiknya tidak diceritakan dan lebih baik dilupakan."Hanya melihat dari depan juga tidak bole
Beberapa minggu berlalu. Kimberly dan keluarganya telah tiba di kediaman Pangeran kelima, perjalanan membutuhkan waktu kurang dari dua hari untuk tiba. Karena mereka memilih jalan pintas dan tercepat.Isabella berdecak kagum melihat taman di kediaman lama. "Wah indahnya, Bu aku jadi ingin tinggal di rumah Kakek."Pangeran kelima tersenyum mendengar hal itu. "Benarkah? Apa Isabella tidak takut tinggal sendirian di sini?""Kenapa begitu Kek?"Noah melintasi Isabella dan menyahut dingin, "bukankah sudah jelas? Kau ingin tinggal di sini, sementara kami semua pulang ke ibukota."Isabella langsung cemberut. Meski begitu, anak keduanya itu berlari menyusul Noah yang berjalan mendekatinya. Kimberly sesekali tersenyum dan berbincang dengan ibunya."Bu, ayah di mana?" tanya Noah begitu berjalan di sampingnya.Mendengar anak mencari sang ayah, membuat Kimberly hanya bisa tersenyum. Namun, Noah teringat sendiri hingga memutuskan untuk tidak bertanya lagi.Kimberly mengusap kepala putranya. Jujur
"Apa yang membuat istriku ini sangatlah bergembira?"Kimberly menoleh dan tersenyum begitu mendapati Yuksel berjalan mendekat bersama Yoshi. Sementara Emma hendak bangkit berdiri lagi dan menyapa. Namun, Yuksel lebih dulu melarang."Wanita hamil tidak boleh banyak gerak, duduklah."Kimberly masih tersenyum. "Suamiku, apa yang membawamu ke sini?"Yuksel mendekatinya dan ikut tersenyum. "Aku hanya ingin melihat apa yang kau lakukan Sayang.""Aku menyulam," sahutnya dengan ceria.Jemari Yuksel mengusap kepalanya. Menarik kursi dan duduk di sebelahnya. Kemudian mengambil hasil sulaman setengah jadi miliknya."Bagus," puji Yuksel."Terima kasih suamiku."Isabella yang melihat keberadaan sang ayah. Langsung berhenti bermain dan segera menghampiri Yuksel sembari berteriak memanggil ayah. Yuksel sendiri bangkit dari duduk dan mendekat.Alesha yang melihat Isabella sudah sangat dekat. Membuat putri kecil itu terburu berlari tertatih demi bisa mencapai Yuksel lebih dulu. Noah, Prisa dan para pe
Yuksel menatap ke arahnya. "Sayang, apa kau yakin Alesha tidak akan terbangun lagi?"Atas pertanyaan tersebut, Kimberly menatap suaminya. "Benar. Kalau sampai petir datang lagi, Alesha terbangun saat kita sedang ...."Kimberly tak melanjutkan ucapannya. Karena Yuksel pun sudah paham meski dirinya tak bicara lagi. Hingga kepala Yuksel mengangguk, dan tangan mengusap wajahnya."Tidak baik melakukannya saat anak terbangun," sambung Yuksel.Kimberly menarik napas. "Kalau begitu mari kita tidur."Yuksel mengusap wajahnya. "Ya Sayang."Dengan Alesha menjadi penghalang di antara Kimberly dan Yuksel. Namun, Yuksel malah mendekatkan diri demi bisa menjadikan tangan sebagai bantal tidur untuknya. Kimberly tersenyum senang dan mulai memejamkan mata.***Esoknya. Di ruang kerja, Yuksel kedatangan Putra Mahkota yang seharusnya sudah pulang. Justru terlihat enggan untuk kembali."Bukankah kau sudah mengerti cara kerja dan risiko dari obat yang diberikan?" tanya Yuksel."Bisakah aku tinggal di sini