"Grand Duke," sebut Kimberly sembari terkekeh.
Tangannya berusaha mendorong pisau supaya menjauh. Ya, sosok pria berjubah hitam yang ternyata adalah Yuksel, justru makin mendekatkan pisau padanya. Hingga Kimberly meringis karena lehernya baru saja digores oleh Yuksel."Jika suami mati, maka istri pun harus ikut dikubur sebagai tanda cinta mereka," ujar Yuksel membuatnya membeku sejenak."Omong kosong. Itu sebuah penistaan cinta!"Yuksel menyeringai. "Penistaan cinta."Kimberly sedikit menghela napas lega ketika Yuksel menjauh dan pisau itu dijatuhkan asal ke lantai. Kimberly menoleh terkejut dan terburu menutup tubuhnya setelah sadar kalau saat ini ia tanpa busana. Namun, lebih terkejut lagi ketika Yuksel melepas jubah, meski begitu masih memakai set pakaian hitam. Yuksel mulai memasuki kolam."Grand Duke! Apa yang kau lakukan di tempat mandiku!"Yuksel menyeringai melihat goresan di lehernya. Kemudian tangan mulai menyentuh kakinya, terburu Kimberly menarik dan menekuk kaki untuk menjauhi Yuksel. Namun, suaminya justru makin mendekat. Bahkan menyudutkan Kimberly di sudut kolam."Sial sekali, aku punya istri sepertimu. Suami masih sehat bugar, dikatakan meninggal. Parahnya lagi karena para bandit," sindir Yuksel.Kimberly segera menarik diri saat Yuksel mengecup punggung tangannya. "Bandit sebanyak itu, siapa yang menduga kalau kau bisa menang."Yuksel menatapi dada yang ditutup oleh tangannya. "Itu karena kau terlalu meremehkan suamimu sendiri."Kimberly hendak menjawab. Namun, tiba-tiba saja perasaan sesak dan sakit itu kembali menghinggap. Hingga Kimberly mencengkram pundak Yuksel yang mulai sibuk mengecup lehernya. Kimberly sama sekali tak ada tenaga untuk menolak, apalagi ketika matanya mulai terpejam dan seluruh tubuh melemas.Tangan Yuksel memeluk punggungnya, supaya Kimberly tidak tenggelam di dalam kolam. Yuksel menggendong Kimberly dan membawa ke atas ranjang. Yuksel menarik selimut untuk menutupi tubuh Kimberly yang polos. Tapi, Yuksel ikut masuk ke dalam selimut setelah menanggalkan pakaian."Sayang sekali, aku hanya bisa menyentuhmu saat kau sedang mati sementara."***"Grand Duke, kau ini pria hina."Tangan yang semula menggoyangkan gelas alkohol langsung terhenti. Mata hazel Yuksel menatap dingin pada pengawal pribadi yang memakai jubah hitam. Jubah yang sempat dipinjamkan pada Yuksel."Bagaimana bisa kau menyentuhnya setelah dia menyebarkan rumor bahwa kau meninggal?""Alden, tutup mulutmu jika masih ingin hidup," ujar Yuksel dingin.Pengawal bernama Alden menghela napas. "Kau sungguh tidak akan memanggil dokter kerajaan?""Dalam hitungan detik, racun itu akan memasuki dan menggerogoti jantungnya. Jadi, untuk apa memanggil dokter kerajaan? Tak ada gunanya."Mata Aiden pun menatap pada Kimberly yang terbaring di atas ranjang dengan memakai piyama tidur. Pastinya Yuksel yang telah menggantikannya. Mata Yuksel menatap tajam dan tangan meletakkan gelas dengan sedikit kasar. Sampai mata Aiden pun menatap."Kau cemburu karena aku menatap orang yang mati?" tanya Aiden.Yuksel menyeringai. "Karena kau pengawalku, orang paling terpercaya. Biar aku beri tahu kau suatu rahasia."Mata Aiden menatap lekat pada Yuksel yang mendekati Kimberly dengan membawa pisau. Aiden melotot terkejut karena Grand Duke baru saja menggores tangan Kimberly. Aiden terburu mendekat dan mendorong Yuksel supaya menjauh dari Kimberly dengan pedang."Grand Duke, apa kau akan memutilasi tubuh yang sudah jadi mayat?"Sementara mata Yuksel menatap dingin pada pedang milik Aiden. "Kau mendorongku dengan benda yang kau gunakan untuk melindungiku?"Aiden mengedikan bahu. "Dengan tanganku? Aku masih sayang dengan nyawaku jika menyentuhmu."Yuksel memilih mengabaikan. Kemudian menunjuk pada tangan Kimberly. Luka goresan di sana langsung menghilang secara perlahan dan terlihat seperti kulit sehat lagi. Aiden melotot terkejut dan menatap pada Kimberly yang tak lama langsung bergerak dalam tidur, lantas berbalik."Dia hidup." Itulah yang membuat Aiden sampai menutup mulut saking tak percayanya."Panggil dokter kerajaan," titah Yuksel membuat Aiden makin terkejut."Ya Grand Duke?"Mata Yuksel menatap tajam. "Kau mau memanggil dengan tubuh lengkap atau tanpa kepala?""Baik Grand Duke," ujar Aiden sembari terburu keluar dari kamar Kimberly.Sekitar seper empat jam. Dokter kerajaan yang dipanggil secara diam-diam sudah memeriksa Kimberly yang tertidur. Bukan hanya dokter, tapi di sana pangeran kelima pun duduk di hadapan Yuksel."Grand Duke sungguh menyentuh Nona ini?" tanya dokter kerajaan tak percaya.Hingga Yuksel mengambil pisau dan menyerahkan pada dokter. "Cobalah menyayatnya, selagi dia tidur.""Grand Duke itu ....""Sayat dia," putus pangeran kelima.Meski nampak ragu. Dokter kerajaan ini menerima pisau dari tangan Yuksel dan mulai menyayat tangan Kimberly, sedikit saja. Namun, tak berapa lama kembali normal seperti kulit sehat. Dokter yang tak percaya ingin mengulangi dan nampak harus memperdalam luka. Namun, Yuksel merampas pisau dari tangan dokter kerajaan."Kau berniat memutilasinya yang sedang tidur?" sindir Yuksel."Maaf Grand Duke. Tapi, ini tanda-tanda kalau racun itu masuk ke dalam tubuhnya, tapi tidak menyerang. Bahkan menjadi tameng dan memperbaiki jaringan tubuh yang rusak atau terluka," jabar dokter terlihat takjub sendiri.Pangeran kelima nampak menatap serius pada Kimberly. "Coba periksa apa dia bisa meneruskan ahli waris keluarga ini."Yuksel menatap sang ayah, namun tak mengatakan apa pun. Ya, tujuan Yuksel menikahi banyak istri adalah untuk melestarikan keturunan dari pangeran kelima yang terancam punah di tangan Yuksel. Pasalnya tubuh Yuksel terdapat racun yang mematikan, siapa pun yang menyentuh maka akan mati detik itu juga.Dokter nampak terkejut dan langsung bersujud di lantai. Sampai membuat Yuksel dan sang ayah mengerutkan dahi. Ada dua kemungkinan dengan reaksi seperti itu. Hal baik juga buruk."Nona memang memiliki kekebalan terhadap racun Grand Duke. Jika ingin maka bisa disentuh tanpa mati, tapi ... karena racun itu, Nona ini menjadi mandul."Pangeran kelima menatap Yuksel. "Ceraikan dia."Yuksel membalas tatapan sang ayah. "Setelah berpuluh tahun, aku menemukannya. Kau berniat langsung memisahkan kami, Ayah?"Pangeran kelima mendengkus. "Dia mandul! Apa yang kau harapkan dari wanita yang mandul hah!"Yuksel menyeringai. "Bagaimana pun, hanya dia yang bisa memenuhi kebutuhan biologisku sebagai pria. Aku tidak akan menceraikannya."Mendengar hal itu, Pangeran kelima tak lagi mendebat. Soal ranjang, tentunya jauh lebih mengerti ketimbang sang anak yang baru pertama kali merasakan kehangatan seorang wanita. Mata pangeran kelima menatap pada Kimberly yang masih tidur nyenyak."Rumor tentangnya telah beredar di kediaman ini, pastikan kau membersihkannya jika ingin mempertahankan anak dari Count Barnes ini," ujar pangeran kelima mulai melangkah pergi dan diikuti oleh dokter kerajaan.Yuksel menatap pada Aiden serius. "Perintahkan pelayan untuk membantuku mandi dan berpakaian besok di kamar ini.""Ya Grand Duke?"Mata Yuksel menjadi tajam. "Kau mau menyampaikan perintah dengan
Ruang pertemuan khusus lady. Kini Kimberly mulai berjalan masuk ketika pintu terbuka. Mata Kimberly langsung menemukan dua sosok pria sudah duduk di sofa panjang. Ash Barnes, kakak laki-laki pertamanya dan satu lagi adalah Aaron Barnes, ayah dari Kimberly. Mulanya mereka berdua tersenyum ceria dan bersiap berdiri hanya untuk memeluk tubuhnya. Tapi, ketika pintu tertutup. Wajah mereka berdua langsung menjadi serius dan mata menyorot benci. Apalagi pada Emma yang berdiri di belakangnya."Hei babu kecil. Kembalilah bekerja," tegas Ash, kakak pertamanya."Dia di sini karena mengikutiku, sebenarnya apa yang membuatmu tidak nyaman dengan kehadirannya?" tanya Kimberly mulai duduk di hadapan ayahnya."Tidakkah masalah tato itu sangat rahasia? Kau yakin ingin pembantu kecilmu ini ikut mendengar?" Setelah lama membisu, akhirnya Aaron Barnes bicara.Mendengarnya, Kimberly langsung menghela napas dan melirik pada Emma. "Kau bisa menunggu di luar.""Baik Nona."Dengan penuh hormat, Emma mulai ber
Jari jemari yang tersembunyi oleh sarung tangan itu. Mulai mengusap permukaan pedang yang sedikit memantulkan cahaya pada wajah. Sorot mata Yuksel tak main-main, tertuju sangat tajam ke arah Ash dan Aaron."Jadi, siapakah di antara kalian berdua yang mencekik Kimberly?"Ash melirik takut ke arah sang ayah. Reputasi Yuksel selama bergabung di medan perang, membuat siapa pun merinding hanya dengan menyimak cerita. Apalagi sekarang, telinga bakal mendengar langsung suara gemerincing pedang yang menebas layaknya angin bergerak."Mana ada ayah yang mencoba membunuh anaknya sendiri, begitu pula dengan kakaknya. Bukankah begitu, Kimberly?" tanya Aaron dengan nada santai.Kimberly yang masih membutuhkan tempat pulang ketika diceraikan. Tentunya langsung mengangguk antusias. Meski pembunuhan akan kembali terulang setiap hari di kediaman Barnes, namun itulah rumah untuknya, tempat Kimberly berasal."Yakin?" Yuksel mempertanyakan jawabannya yang tanpa kata."Ini hanya karena alergi saja, seperti
Sementara itu. Kaki dibalut sepatu kulit yang ujungnya bundar dan memiliki hak tipis, Kimberly terus saja mengikuti langkah Yuksel yang begitu ringan. Punggung yang biasa memimpin perang itu begitu lebar di mata Kimberly. Membayangkan ketika buku-buku jemarinya mencengkram di sana ketika bersetubuh. Membuat Kimberly menggelengkan kepala seketika. Namun, satu hal yang membuat Kimberly tak mengerti. "Kenapa aku tak ingat sama sekali, ketika dia menyentuhku, bahkan dua kali sekaligus," gumam Kimberly dengan dahi yang mengerut.Langkah kaki Yuksel perlahan berhenti. Kepala menoleh sedikit, menatap pada Kimberly yang sibuk dengan pemikirannya. Hingga tak sadar ada penghalang besar yang menghalangi jalan, sontak tubuh Kimberly menabrak punggung Yuksel."Apa yang kau pikirkan, istriku?" tanya Yuksel dengan sorot mata tajam.Kimberly mengangkat matanya setelah mengelus dahi yang lumayan sakit. "Kau mau membawaku ke mana?"Ya hanya itu yang bisa Kimberly ucapkan. Dari pada kepergok sedang me
Rasa malu tiba-tiba saja menyergap dalam diri Kimberly. Ketika mulut tak kuasa menahan satu desakan atas kenikmatan. Namun, ada suara lebih memalukan dari itu semua.Daging basah yang saling bertemu di bawah sana. Telah menciptakan suara yang merajai kesunyian labirin. Kimberly yang semula terlena oleh sentuhan Yuksel, tiba-tiba terlintas seruan di dalam otaknya.Tanda organisasi di dada Yuksel!"Grand Duke," sebut Kimberly pelan dengan tangan merambat pada Yuksel yang masih memakai atasan.Yuksel menyeringai. "Kenapa? Kau sangat menikmatinya, istriku?""Tolong lepaskan kemejamu, biarkan aku memandang--"Mulut Kimberly lebih dulu dibungkam oleh bibir Yuksel. Sebelum melanjutkan ucapannya. Apalagi melancarkan kegiatannya membuka pakaian Yuksel dan melihat tato itu.***"Sungguh, kau pria hina, Grand Duke."Yuksel yang tengah memakai jubah jadi menyeringai. Menatap pada Kimberly yang dalam keadaan berantakan, pakaian tersebar di sekitar ranjang. Sem
Semburat senyum di bibir Emma begitu cerah. Memandang Kimberly yang telah diakui oleh Grand Duke. Mungkin sebentar lagi akan memberikan suara tangis bayi pertama di kediaman pangeran kelima. Itulah keinginan Emma.Suara ketukan di pintu, menyita perhatian Emma juga Kimberly. Tak pernah Kimberly dapati Madam Ane begitu hormat terhadapnya. Menunduk selalu dan baru menatap mata ketika sudah di hadapannya."Apakah Lady ingin makan sekarang?""Ya?" Kimberly terheran, "memangnya kalian menyiapkan makan untukku? Selir ini?"Madam Ane kan pelayan pribadi Yuksel. Tiba-tiba menawarkan makanan padanya. Itu hal yang sulit untuk dimengerti."Betul Lady. Ayam goreng manis, nasi dan jus sudah tersaji di depan. Jika Lady ingin makan sekarang, saya akan menyuruh pelayan masuk," jabar Madam Ane pelan, namun tatapan mata begitu tajam."Ah ya, aku ingin makan sekarang."Tenaga habis terkuras karena ulah Yuksel. Tentunya perut Kimberly yang sudah keroncongan harus diisi, buka
Kimberly pun syok. "Ah, Yuksel."Secara alami, Kimberly ingin mengusap wajah suaminya. Namun, tangan Kimberly langsung dicekal oleh Yuksel. Hal itu membuat Kimberly beranggapan, kalau suaminya marah besar.Namun Yuksel menggeleng. "Tak apa, aku bisa sendiri."Yuksel benar-benar membersihkan sendiri makanan di wajah. Kimberly menelan ludahnya, nyawa Kimberly tak akan terancam hanya karena menyembur Grand Duke kejam ini? Yuksel menatapnya membuat pandangan Kimberly buru-buru diturunkan."Apa kau sudah selesai makan? Aku akan membawamu berkeliling kediaman," ujar Yuksel pelan.Kimberly langsung bangkit dari duduk. "Ya ayo! Emma."Yuksel mengerutkan dahi, melihat sang istri yang biasanya sangat pembangkang. Tiba-tiba menjadi penurut dalam sekejap. Terburu Emma mengikuti Kimberly yang sudah berjalan lebih dulu keluar kamar."Ayo, Grand Duke," sebutnya membuat Yuksel ikut berdiri dan mendekatinya.Ketika Kimberly keluar kamar dan memandang melalui jendela b
Meski tahu ada yang tidak beres. Namun, Yuksel nampak tak peduli dengan kondisi pelayan pribadi Kimberly. Hanya fokus sarapan bersama Kimberly di dalam kamar.Netra biru Kimberly mendelik. Merasa heran dengan sarapan yang dibawa sampai kamar. Padahal biasanya Yuksel sarapan bersama pangeran kelima dan Arabella di ruang makan. "Ada apa istriku?" tanya Yuksel begitu menyadari tatapannya.Mata Kimberly mengedar, menatap para pelayan yang siaga menunggu sang tuan selesai sarapan. "Anu, memangnya kau tidak makan di ruang makan, Grand Duke."Yuksel yang telah tahu kebiasaan Kimberly hanya sopan ketika ada orang lain, langsung menyahut. "Memangnya kau sudi makan di hadapan ayahku dan Arabella?"Mendengar hal itu. Kimberly memilih melahap sarapannya saja, tak berceloteh lagi. Dari pada menyahut dan membuat para pelayan membicarakan ketidak sudi itu. Melihat ada sisa kunyahan di sudut mulut. Yuksel tanpa ragu langsung mengusap mulutnya, namun satu yang membuat Kimbe
Kabar mengenai perjodohan antara putri tangan kanan Raja dengan Pangeran Noah menyebar dengan cepat di telinga para warga ibukota Kairi. Terdengar juga gosip lainnya. Bahwa banyak yang patah hati atas perjodohan itu. Tentu saja dari pihak yang menyukai Noah juga Prisa. Namun, tak sedikit juga orang yang memberi selamat atas perjodohan itu. Karena merasa memang mereka berdua sangat cocok.Sementara Noah berdiri di hadapan gerbang rumah Prisa dengan kereta kuda terparkir. Nampak menanti sosok Prisa yang keluar kediaman dengan mengenakan dress berwarna peach dengan corak bunga sederhana. Bibir Prisa tersenyum malu saat Noah berjalan mendekat dan menawarkan tangan."Padahal saya bisa jalan sendiri Pangeran," ujar Prisa sangat pelan."Tidak, biarkan aku yang membantumu berjalan hingga menaiki kereta," sahut Noah terdengar ramah.Noah sudah berjanji membawa Prisa mengelilingi ibukota Kairi lewat jalur sungai. Kejernihan warna sungai dengan sekitar dihuni para pedagang sepanjang perjalanan.
Malam harinya. Kimberly mendudukkan diri di sudut ranjang. Mata membingkai sosok Yuksel yang membawa pekerjaan ke kamar. Rasa kesal membuatnya menampar dokumen dari tangan suaminya.Hingga mata Yuksel melirik. "Sayang.""Apa ini ruang kerjamu?" Nada suaranya terdengar mengeluh.Yuksel yang mengerti langsung menutup dokumen dan meletakkan di meja samping ranjang. Lantas merentangkan tangan dengan tubuh masih menyender pada board ranjang. Kimberly menjadi tersenyum dan mulai menempatkan diri di pelukan suaminya."Ingin membicarakan sesuatu?" tanya Yuksel.Kepala Kimberly pun mengangguk. "Iya, aku ingin bicara.""Soal Noah dan Prisa?" tanya Yuksel lagi mulai mengerti.Lagi, kepalanya mengangguk. "Iya, suamiku."Jemari Yuksel mengusap kepalanya. "Ayo bicara padaku."Kimberly menggerakkan tubuhnya, mencari tempat yang paling nyaman. Yuksel tersenyum atas kelakuan darinya. "Aku benar-benar ingin Prisa dan Noah bisa bersama," ujarnya."Bukankah ayah sudah menyarankan soal perjodohan?" singg
Setelah beberapa hari berlalu, Kimberly selalu saja mendapat kabar. Kalau ketiga putri sangat akur satu dengan lainnya. Hal yang selalu membuat Kimberly tersenyum senang.Kimberly sendiri dalam perjalanan menuruni anak tangga. Setelah mendengar kalau Emma akan berkunjung. Dengan membawakan buah yang baru saja dipanen."Emma," sebutnya dengan senang begitu melihat istri dari Aiden ini.Emma sendiri sempat ikut tersenyum, namun sedetik kemudian menunjukkan wajah heran. "Tumben hari ini Ratu saya bisa tersenyum lebar begini."Mendengarnya Kimberly langsung tertawa. "Aku merasa sangat senang."Mata Emma membulat terkejut. "Apa Yang Mulia mengandung anak kelima?"Anak kelima, kata yang selalu Yuksel bicarakan padanya. Saking bosannya, Kimberly langsung menghela napas. Emma yang merasa tebakan salah, menjadi lebih penasaran."Memangnya bukan ya?""Bukan itu, tapi akhirnya ada hari di mana ketiga putriku itu akur. Aku merasa sangat bahagia," ujarnya dengan tersenyum lebar.Setelah tahu apa y
Beberapa saat kemudian. Yuksel terlihat duduk di ruang kerja, tak lama pintu diketuk dan dibuka oleh pelayan. Terlihat Noah berjalan masuk ditemani oleh Yoshi.Mata Yuksel menatap sang putra yang sudah berusia 14 tahun. Noah memiliki tubuh yang tinggi dan berisi, serta ketampanan dari Yuksel benar-benar menurun pada Noah. Hingga terkenal di kalangan bangsawan dan juga putri para menteri."Kau sudah dengar masalah bencana di kota sebelah?" singgung Yuksel.Noah duduk di kursi sekitar Yuksel. "Sudah, Ayah.""Apa kau memiliki solusi?"Dan Yuksel selalu bertanya pada sang putra. Setiap kali ada masalah yang melibatkan kerajaan. Karena, Yuksel ingin Noah lebih cepat memahami dan ketika mewarisi tahta tidak akan terkejut begitu beratnya tanggung jawab seorang raja."Jumlahnya cukup banyak, jika membantu maka banyak dana yang harus dikeluarkan. Alangkah baiknya menyediakan lahan dan bantuan medis saja. Untuk dana Ayah bisa berikan seperlunya saja."Yuksel langsung tersenyum. "Ayah juga beren
Yuksel dan Kimberly terpaksa kembali ke kediaman dengan cepat. Karena malamnya akan menghadiri pernikahan dari Liliana dan Julian. Kemudian mereka menikmati pesta yang diadakan di istana dengan meriah.Meski di dalam pesta itu, ada seorang wanita yang hanya bisa menahan kemarahan di pojok ruangan. Tentunya dia adalah mantan Putri Mahkota yang hanya dijadikan selir. "Dia hanya anak ingusan, tapi berani sekali merebut Raja dari tangan Anda."Wanita itu menoleh ke arah Arabella. "Bukankah kau juga sama? Kau waktu itu kalah dari anak ingusan seperti Ratu Kimberly."Arabella menatap kesal pada selir Raja ini. Namun tak bisa berbuat apa pun, karena selain berada di pesta. Derajat Arabella juga tidak sebanding.Sementara Kimberly yang mulai lelah. Memutuskan duduk di kursi khusus yang disediakan untuknya. Yuksel yang semula berbicara dengan Yoshi dan Liliana, langsung melirik ke arahnya."Aku akan ke istriku," ujar Yuksel.Yoshi menatap sang adik yang sejak tadi sedang diawasi oleh Julian,
Pagi harinya, mereka semua sarapan bersama. Madam Ane pun mengulas senyum selama mengawasi suasana ruang makan yang dulu begitu sepi. Sekarang sangat ramai, apalagi Alesha yang selalu berteriak pada Isabella."Katanya rumah Kakek Aaron ada di kota ini juga?" Noah memulai kata setelah sarapan selesai.Mendengar hal itu, Aaron menoleh. "Benar, Nak.""Apa aku boleh berkunjung?" tanya Noah.Isabella menjadi bersemangat. "Aku juga! Aku ingin melihat kediaman Kakek!"Mendengar hal itu, Aaron langsung melirik ke arah Kimberly dan Yuksel. Meski sang kakek merasa tidak sedikit masalah. Tapi, ada pihak lain yang kemungkinan tidak akan setuju."Lebih baik tidak usah ya, tidak ada yang bisa dilihat dari kediaman kakek itu," tolak Aaron.Kimberly menatap pada sang ayah. Mungkin Aaron tidak ingin anak-anaknya tahu, kondisi seperti apa dirinya ketika tumbuh sewaktu dulu. Karena masa lalu yang buruk memang sebaiknya tidak diceritakan dan lebih baik dilupakan."Hanya melihat dari depan juga tidak bole
Beberapa minggu berlalu. Kimberly dan keluarganya telah tiba di kediaman Pangeran kelima, perjalanan membutuhkan waktu kurang dari dua hari untuk tiba. Karena mereka memilih jalan pintas dan tercepat.Isabella berdecak kagum melihat taman di kediaman lama. "Wah indahnya, Bu aku jadi ingin tinggal di rumah Kakek."Pangeran kelima tersenyum mendengar hal itu. "Benarkah? Apa Isabella tidak takut tinggal sendirian di sini?""Kenapa begitu Kek?"Noah melintasi Isabella dan menyahut dingin, "bukankah sudah jelas? Kau ingin tinggal di sini, sementara kami semua pulang ke ibukota."Isabella langsung cemberut. Meski begitu, anak keduanya itu berlari menyusul Noah yang berjalan mendekatinya. Kimberly sesekali tersenyum dan berbincang dengan ibunya."Bu, ayah di mana?" tanya Noah begitu berjalan di sampingnya.Mendengar anak mencari sang ayah, membuat Kimberly hanya bisa tersenyum. Namun, Noah teringat sendiri hingga memutuskan untuk tidak bertanya lagi.Kimberly mengusap kepala putranya. Jujur
"Apa yang membuat istriku ini sangatlah bergembira?"Kimberly menoleh dan tersenyum begitu mendapati Yuksel berjalan mendekat bersama Yoshi. Sementara Emma hendak bangkit berdiri lagi dan menyapa. Namun, Yuksel lebih dulu melarang."Wanita hamil tidak boleh banyak gerak, duduklah."Kimberly masih tersenyum. "Suamiku, apa yang membawamu ke sini?"Yuksel mendekatinya dan ikut tersenyum. "Aku hanya ingin melihat apa yang kau lakukan Sayang.""Aku menyulam," sahutnya dengan ceria.Jemari Yuksel mengusap kepalanya. Menarik kursi dan duduk di sebelahnya. Kemudian mengambil hasil sulaman setengah jadi miliknya."Bagus," puji Yuksel."Terima kasih suamiku."Isabella yang melihat keberadaan sang ayah. Langsung berhenti bermain dan segera menghampiri Yuksel sembari berteriak memanggil ayah. Yuksel sendiri bangkit dari duduk dan mendekat.Alesha yang melihat Isabella sudah sangat dekat. Membuat putri kecil itu terburu berlari tertatih demi bisa mencapai Yuksel lebih dulu. Noah, Prisa dan para pe
Yuksel menatap ke arahnya. "Sayang, apa kau yakin Alesha tidak akan terbangun lagi?"Atas pertanyaan tersebut, Kimberly menatap suaminya. "Benar. Kalau sampai petir datang lagi, Alesha terbangun saat kita sedang ...."Kimberly tak melanjutkan ucapannya. Karena Yuksel pun sudah paham meski dirinya tak bicara lagi. Hingga kepala Yuksel mengangguk, dan tangan mengusap wajahnya."Tidak baik melakukannya saat anak terbangun," sambung Yuksel.Kimberly menarik napas. "Kalau begitu mari kita tidur."Yuksel mengusap wajahnya. "Ya Sayang."Dengan Alesha menjadi penghalang di antara Kimberly dan Yuksel. Namun, Yuksel malah mendekatkan diri demi bisa menjadikan tangan sebagai bantal tidur untuknya. Kimberly tersenyum senang dan mulai memejamkan mata.***Esoknya. Di ruang kerja, Yuksel kedatangan Putra Mahkota yang seharusnya sudah pulang. Justru terlihat enggan untuk kembali."Bukankah kau sudah mengerti cara kerja dan risiko dari obat yang diberikan?" tanya Yuksel."Bisakah aku tinggal di sini