Kimberly pun syok. "Ah, Yuksel."
Secara alami, Kimberly ingin mengusap wajah suaminya. Namun, tangan Kimberly langsung dicekal oleh Yuksel. Hal itu membuat Kimberly beranggapan, kalau suaminya marah besar.Namun Yuksel menggeleng. "Tak apa, aku bisa sendiri."Yuksel benar-benar membersihkan sendiri makanan di wajah. Kimberly menelan ludahnya, nyawa Kimberly tak akan terancam hanya karena menyembur Grand Duke kejam ini? Yuksel menatapnya membuat pandangan Kimberly buru-buru diturunkan."Apa kau sudah selesai makan? Aku akan membawamu berkeliling kediaman," ujar Yuksel pelan.Kimberly langsung bangkit dari duduk. "Ya ayo! Emma."Yuksel mengerutkan dahi, melihat sang istri yang biasanya sangat pembangkang. Tiba-tiba menjadi penurut dalam sekejap. Terburu Emma mengikuti Kimberly yang sudah berjalan lebih dulu keluar kamar."Ayo, Grand Duke," sebutnya membuat Yuksel ikut berdiri dan mendekatinya.Ketika Kimberly keluar kamar dan memandang melalui jendela bMeski tahu ada yang tidak beres. Namun, Yuksel nampak tak peduli dengan kondisi pelayan pribadi Kimberly. Hanya fokus sarapan bersama Kimberly di dalam kamar.Netra biru Kimberly mendelik. Merasa heran dengan sarapan yang dibawa sampai kamar. Padahal biasanya Yuksel sarapan bersama pangeran kelima dan Arabella di ruang makan. "Ada apa istriku?" tanya Yuksel begitu menyadari tatapannya.Mata Kimberly mengedar, menatap para pelayan yang siaga menunggu sang tuan selesai sarapan. "Anu, memangnya kau tidak makan di ruang makan, Grand Duke."Yuksel yang telah tahu kebiasaan Kimberly hanya sopan ketika ada orang lain, langsung menyahut. "Memangnya kau sudi makan di hadapan ayahku dan Arabella?"Mendengar hal itu. Kimberly memilih melahap sarapannya saja, tak berceloteh lagi. Dari pada menyahut dan membuat para pelayan membicarakan ketidak sudi itu. Melihat ada sisa kunyahan di sudut mulut. Yuksel tanpa ragu langsung mengusap mulutnya, namun satu yang membuat Kimbe
Netra Kimberly mendelik Yuksel serius. "Bisakah kau berpura buta dan tuli hanya untuk hari ini saja?"Yuksel mengusap kepalanya. "Baiklah. Apa pun yang kau lakukan, aku akan membelamu.""Kalau begitu, aku minta tolong padamu Yuksel. Tolong suruh pelayan terpercaya milikmu untuk merawat Emma selama aku pergi," pintanya."Baiklah. Aku akan meminta pengawal pribadiku berjaga di sini."Seketika itu juga Kimberly menoleh. Pengawal pribadi Yuksel kan pria yang selalu membawa pedang itu kan? Pria loh! Kimberly tentunya langsung menggelengkan kepala. Tentu membuat Yuksel mengerutkan dahi."Kenapa istriku?""Dia pria Yuksel. Mana mungkin aku membiarkan Emma berdua saja dengan pengawalmu itu."Yuksel tersenyum. "Dia berjaga di luar istriku.""Ya tapi tetap saja kan. Dia pria," celetuknya."Baiklah, aku akan menyuruh Madam Ane untuk merawatnya dan Aiden yang berjaga di depan."Soal itu ... Kimberly mulai mengangguk setuju. Sementara sorot matanya penuh dengan dendam. Jelas hal itu membuat Yukse
Madam Ane terlihat terkejut atas perintah yang keluar dari mulut Kimberly. "Lady, membutuhkan seember air untuk apa?"Sorot mata Kimberly menunjuk Arabella dengan jelas. "Untuk menyegarkan otak, sekaligus mengalirkan ide-ide jahat untuk keluar dari otaknya."Madam Ane ikut melirik pada Arabella. "Lady, tolong jangan lakukan itu.""Kenapa? Apa kau akan menentangku Madam Ane? Kalau begitu biar aku saja yang mengambilnya."Melihat tubuh Kimberly yang mulai berjalan pergi. Membuat Madam Ane memejamkan mata. Nampak penuh dengan kembimbangan. Jika menolak, maka akan berurusan dengan Grand Duke yang dimabuk cinta. Tapi, jika menyetujui, maka akan diamuk oleh pangeran kelima."Bawakan seember air." Pada akhirnya Madam Ane menuruti.Kimberly menatap Madam Ane yang nampak takut. "Terima kasih Madam Ane.""Tidak masalah Lady. Paling saya hanya akan ditegur pangeran kelima saja."Soal itu ... Kimberly sangat tahu. Apalagi Arabella berasal dari keluarga yang cukup dihormati oleh pangeran kelima. B
Langit malam mulai merajai kota Lefan. Terlihat Kimberly mematung dengan mata kosongnya. Sementara Yuksel telah berpakaian lengkap. Melihat sang istri yang tak segera memakai baju, membuat Yuksel mendekat dan berniat membantu."Menyingkir dariku Grand Duke."Dahi Yuksel mengerut. Padahal beberapa waktu lalu, Kimberly sangat menurut. Tapi, dimulai dari saat Yuksel menikmati Kimberly, sang istri mulai berbeda. Kembali bersikap kasar."Kimberly, kau bukan wanita yang tidak tahu terima kasih kan?" sindir Yuksel sedikit kesal, "lekas pakai bajumu."Yuksel menatap labirin yang sebentar lagi akan menghilang. Jika sampai hilang, maka akan ada mata yang melihat tubuh tanpa busana milik Kimberly. Meski sibuk dengan pemikirannya sendiri, Kimberly mulai memakai bajunya."Kenapa kau tidak memiliki tanda organisasi di dadamu?" tanya Kimberly lagi.Bahkan, ketika mata Kimberly meneliti seluruh tubuh suaminya. Benar-benar tak tersentuh oleh tanda organisasi yang dimaksud oleh ayahnya, Aaron Barnes. A
"Jelaskan apa?" tanya Yuksel sedikit ketus."Menjelaskan semuanya." Namun Kimberly berusaha bersikap tenang.Mata Yuksel menyorot sangat tajam, seolah bisa menembus wajah Kimberly. Tangan mencengkram pundak cukup erat. Persis seperti ingin memarahi istri habis-habisan."Kau pasti ingin kabur ke perbatasan kan? Bertemu selingkuhanmu itu kan!" seru Yuksel tertahan, mengingat mereka berdua berada di ruang tengah."Ya?" Seketika Kimberly melongo."Apa maksudmu Grand Duke?"Netra Yuksel masih menatap tajam. "Jangan berlagak bodoh. Aku tahu di perbatasan itu kau memiliki kekasih, makanya kau berniat kabur untuk menemuinya malam ini kan?"Tiba-tiba saja Kimberly tertawa kecil. Ternyata hal yang ia cemaskan seperti angin lalu saja. Padahal jantung rasanya mau copot, memikirkan Yuksel tahu alasannya menikah. Rupanya pria ini mengira keinginannya kabur di malam hari, karena merindukan sosok pria lain.Dahi Yuksel mengerut marah. "Berani sekali kau tertawa di de
"Bohong!" seru Arabella marah, "Grand Duke, jelas-jelas Lady Kimberly menendang pelayanku."Mata Yuksel melirik pada pelayan yang hanya menunduk. Kaki nampak baik-baik saja, tapi raut wajah yang penuh keringat dingin itu. Tanpa menelaah lebih pun, Yuksel bisa menyimpulkan. Kalau sang istri memang telah melakukan yang Arabella adukan.Namun, bukannya mengaku salah. Kimberly justru masih menangis dengan mulut mengaduh sakit pada kakinya. Arabella mengepalkan tangan dan hendak mengamuk, sayangnya mata Yuksel menatap serius pada kedua istri."Bangun dari tubuh Arabella," ujar Yuksel sedikit pelan.Kimberly berhenti dari tangisnya. "Aku tidak bisa berdiri, kakiku sungguh sakit."Meski berusaha untuk tetap sabar. Pada akhirnya, Yuksel mendengkus. Semakin mendekat, kemudian mulai mengangkat tubuh Kimberly begitu mudahnya. Hal itu jelas mengundang tatapan iri dari Arabella."Grand Duke," panggil Arabella dengan manja serta kedua tangan minta diraih.Melihat perhatian Yuksel yang tertuju pada
Tubuh Kimberly bergerak mundur perlahan. Sementara Yuksel terburu meninggalkan meja hanya untuk berlari ke arahnya. Kimberly sendiri bersiap kabur, namun tangan Aiden lebih cepat tanggap saat diperintah."Tangkap Kimberly.""Baik Grand Duke."Kimberly menjerit takut, tangan yang semula dicekal oleh Aiden langsung diraih oleh Yuksel. Tangan yang bersentuhan itu membuat Kimberly semakin ketakutan. Kematian adalah hal yang paling menakutkan untuknya."Grand Duke tolong lepaskan aku, aku masih ingin hidup," rengeknya dengan air mata menggenang.Yuksel mengusap sudut matanya. "Tenang saja, aku pakai sarung tangan, kau tidak akan kenapa-kenapa."Madam Ane yang mulai keluar dari ruangan, nampak saling bertatapan dengan Aiden. Biasanya Grand Duke, orang yang selalu menutupi kelemahan itu. Sementara Yuksel tidak menyangkal sama sekali racun itu. Nampak mempercayakan fakta itu pada Kimberly."Tapi, aku akan mati," ujarnya dengan sorot ketakutan."Tidak istriku, ini sarung tangan dari penyihir,
Yuksel mengira, kalau Kimberly hanya benar kaget saja hingga butuh waktu. Namun, ternyata jauh lebih banyak waktu yang dibutuhkan untuk kembali dekat. Terbukti dari Kimberly yang terus saja menghindar.Contohnya sekarang. Kimberly berada di taman hanya untuk sarapan. Alih-alih menikmati sejuknya pagi hari, Kimberly justru menghindar. Dari balik jendela warna coklat itu, berdiri pangeran kelima dengan Madam Ane nampak di belakang."Jadi, wanita rendahan itu tahu. Kalau Yuksel punya racun di tubuhnya?" Suara pangeran kelima terdengar serius."Benar sekali Yang Mulia," sahut Madam Ane hormat."Kenapa dia ceroboh sekali setelah mengenal cinta? Dia tidak belajar dari pengalaman, betapa buruknya wanita itu dalam menggosip," gerutu pangeran kelima membuat Madam Ane membisu.Rumor kematian Yuksel di tangan bandit. Memang sudah merajai kota Lefan, hingga ada beberapa pejabat yang berdatangan untuk berbelasungkawa. Namun, Madam Ane berperan sebagai pembawa pesan, dan tepat waktu mengabarkan fak
Kabar mengenai perjodohan antara putri tangan kanan Raja dengan Pangeran Noah menyebar dengan cepat di telinga para warga ibukota Kairi. Terdengar juga gosip lainnya. Bahwa banyak yang patah hati atas perjodohan itu. Tentu saja dari pihak yang menyukai Noah juga Prisa. Namun, tak sedikit juga orang yang memberi selamat atas perjodohan itu. Karena merasa memang mereka berdua sangat cocok.Sementara Noah berdiri di hadapan gerbang rumah Prisa dengan kereta kuda terparkir. Nampak menanti sosok Prisa yang keluar kediaman dengan mengenakan dress berwarna peach dengan corak bunga sederhana. Bibir Prisa tersenyum malu saat Noah berjalan mendekat dan menawarkan tangan."Padahal saya bisa jalan sendiri Pangeran," ujar Prisa sangat pelan."Tidak, biarkan aku yang membantumu berjalan hingga menaiki kereta," sahut Noah terdengar ramah.Noah sudah berjanji membawa Prisa mengelilingi ibukota Kairi lewat jalur sungai. Kejernihan warna sungai dengan sekitar dihuni para pedagang sepanjang perjalanan.
Malam harinya. Kimberly mendudukkan diri di sudut ranjang. Mata membingkai sosok Yuksel yang membawa pekerjaan ke kamar. Rasa kesal membuatnya menampar dokumen dari tangan suaminya.Hingga mata Yuksel melirik. "Sayang.""Apa ini ruang kerjamu?" Nada suaranya terdengar mengeluh.Yuksel yang mengerti langsung menutup dokumen dan meletakkan di meja samping ranjang. Lantas merentangkan tangan dengan tubuh masih menyender pada board ranjang. Kimberly menjadi tersenyum dan mulai menempatkan diri di pelukan suaminya."Ingin membicarakan sesuatu?" tanya Yuksel.Kepala Kimberly pun mengangguk. "Iya, aku ingin bicara.""Soal Noah dan Prisa?" tanya Yuksel lagi mulai mengerti.Lagi, kepalanya mengangguk. "Iya, suamiku."Jemari Yuksel mengusap kepalanya. "Ayo bicara padaku."Kimberly menggerakkan tubuhnya, mencari tempat yang paling nyaman. Yuksel tersenyum atas kelakuan darinya. "Aku benar-benar ingin Prisa dan Noah bisa bersama," ujarnya."Bukankah ayah sudah menyarankan soal perjodohan?" singg
Setelah beberapa hari berlalu, Kimberly selalu saja mendapat kabar. Kalau ketiga putri sangat akur satu dengan lainnya. Hal yang selalu membuat Kimberly tersenyum senang.Kimberly sendiri dalam perjalanan menuruni anak tangga. Setelah mendengar kalau Emma akan berkunjung. Dengan membawakan buah yang baru saja dipanen."Emma," sebutnya dengan senang begitu melihat istri dari Aiden ini.Emma sendiri sempat ikut tersenyum, namun sedetik kemudian menunjukkan wajah heran. "Tumben hari ini Ratu saya bisa tersenyum lebar begini."Mendengarnya Kimberly langsung tertawa. "Aku merasa sangat senang."Mata Emma membulat terkejut. "Apa Yang Mulia mengandung anak kelima?"Anak kelima, kata yang selalu Yuksel bicarakan padanya. Saking bosannya, Kimberly langsung menghela napas. Emma yang merasa tebakan salah, menjadi lebih penasaran."Memangnya bukan ya?""Bukan itu, tapi akhirnya ada hari di mana ketiga putriku itu akur. Aku merasa sangat bahagia," ujarnya dengan tersenyum lebar.Setelah tahu apa y
Beberapa saat kemudian. Yuksel terlihat duduk di ruang kerja, tak lama pintu diketuk dan dibuka oleh pelayan. Terlihat Noah berjalan masuk ditemani oleh Yoshi.Mata Yuksel menatap sang putra yang sudah berusia 14 tahun. Noah memiliki tubuh yang tinggi dan berisi, serta ketampanan dari Yuksel benar-benar menurun pada Noah. Hingga terkenal di kalangan bangsawan dan juga putri para menteri."Kau sudah dengar masalah bencana di kota sebelah?" singgung Yuksel.Noah duduk di kursi sekitar Yuksel. "Sudah, Ayah.""Apa kau memiliki solusi?"Dan Yuksel selalu bertanya pada sang putra. Setiap kali ada masalah yang melibatkan kerajaan. Karena, Yuksel ingin Noah lebih cepat memahami dan ketika mewarisi tahta tidak akan terkejut begitu beratnya tanggung jawab seorang raja."Jumlahnya cukup banyak, jika membantu maka banyak dana yang harus dikeluarkan. Alangkah baiknya menyediakan lahan dan bantuan medis saja. Untuk dana Ayah bisa berikan seperlunya saja."Yuksel langsung tersenyum. "Ayah juga beren
Yuksel dan Kimberly terpaksa kembali ke kediaman dengan cepat. Karena malamnya akan menghadiri pernikahan dari Liliana dan Julian. Kemudian mereka menikmati pesta yang diadakan di istana dengan meriah.Meski di dalam pesta itu, ada seorang wanita yang hanya bisa menahan kemarahan di pojok ruangan. Tentunya dia adalah mantan Putri Mahkota yang hanya dijadikan selir. "Dia hanya anak ingusan, tapi berani sekali merebut Raja dari tangan Anda."Wanita itu menoleh ke arah Arabella. "Bukankah kau juga sama? Kau waktu itu kalah dari anak ingusan seperti Ratu Kimberly."Arabella menatap kesal pada selir Raja ini. Namun tak bisa berbuat apa pun, karena selain berada di pesta. Derajat Arabella juga tidak sebanding.Sementara Kimberly yang mulai lelah. Memutuskan duduk di kursi khusus yang disediakan untuknya. Yuksel yang semula berbicara dengan Yoshi dan Liliana, langsung melirik ke arahnya."Aku akan ke istriku," ujar Yuksel.Yoshi menatap sang adik yang sejak tadi sedang diawasi oleh Julian,
Pagi harinya, mereka semua sarapan bersama. Madam Ane pun mengulas senyum selama mengawasi suasana ruang makan yang dulu begitu sepi. Sekarang sangat ramai, apalagi Alesha yang selalu berteriak pada Isabella."Katanya rumah Kakek Aaron ada di kota ini juga?" Noah memulai kata setelah sarapan selesai.Mendengar hal itu, Aaron menoleh. "Benar, Nak.""Apa aku boleh berkunjung?" tanya Noah.Isabella menjadi bersemangat. "Aku juga! Aku ingin melihat kediaman Kakek!"Mendengar hal itu, Aaron langsung melirik ke arah Kimberly dan Yuksel. Meski sang kakek merasa tidak sedikit masalah. Tapi, ada pihak lain yang kemungkinan tidak akan setuju."Lebih baik tidak usah ya, tidak ada yang bisa dilihat dari kediaman kakek itu," tolak Aaron.Kimberly menatap pada sang ayah. Mungkin Aaron tidak ingin anak-anaknya tahu, kondisi seperti apa dirinya ketika tumbuh sewaktu dulu. Karena masa lalu yang buruk memang sebaiknya tidak diceritakan dan lebih baik dilupakan."Hanya melihat dari depan juga tidak bole
Beberapa minggu berlalu. Kimberly dan keluarganya telah tiba di kediaman Pangeran kelima, perjalanan membutuhkan waktu kurang dari dua hari untuk tiba. Karena mereka memilih jalan pintas dan tercepat.Isabella berdecak kagum melihat taman di kediaman lama. "Wah indahnya, Bu aku jadi ingin tinggal di rumah Kakek."Pangeran kelima tersenyum mendengar hal itu. "Benarkah? Apa Isabella tidak takut tinggal sendirian di sini?""Kenapa begitu Kek?"Noah melintasi Isabella dan menyahut dingin, "bukankah sudah jelas? Kau ingin tinggal di sini, sementara kami semua pulang ke ibukota."Isabella langsung cemberut. Meski begitu, anak keduanya itu berlari menyusul Noah yang berjalan mendekatinya. Kimberly sesekali tersenyum dan berbincang dengan ibunya."Bu, ayah di mana?" tanya Noah begitu berjalan di sampingnya.Mendengar anak mencari sang ayah, membuat Kimberly hanya bisa tersenyum. Namun, Noah teringat sendiri hingga memutuskan untuk tidak bertanya lagi.Kimberly mengusap kepala putranya. Jujur
"Apa yang membuat istriku ini sangatlah bergembira?"Kimberly menoleh dan tersenyum begitu mendapati Yuksel berjalan mendekat bersama Yoshi. Sementara Emma hendak bangkit berdiri lagi dan menyapa. Namun, Yuksel lebih dulu melarang."Wanita hamil tidak boleh banyak gerak, duduklah."Kimberly masih tersenyum. "Suamiku, apa yang membawamu ke sini?"Yuksel mendekatinya dan ikut tersenyum. "Aku hanya ingin melihat apa yang kau lakukan Sayang.""Aku menyulam," sahutnya dengan ceria.Jemari Yuksel mengusap kepalanya. Menarik kursi dan duduk di sebelahnya. Kemudian mengambil hasil sulaman setengah jadi miliknya."Bagus," puji Yuksel."Terima kasih suamiku."Isabella yang melihat keberadaan sang ayah. Langsung berhenti bermain dan segera menghampiri Yuksel sembari berteriak memanggil ayah. Yuksel sendiri bangkit dari duduk dan mendekat.Alesha yang melihat Isabella sudah sangat dekat. Membuat putri kecil itu terburu berlari tertatih demi bisa mencapai Yuksel lebih dulu. Noah, Prisa dan para pe
Yuksel menatap ke arahnya. "Sayang, apa kau yakin Alesha tidak akan terbangun lagi?"Atas pertanyaan tersebut, Kimberly menatap suaminya. "Benar. Kalau sampai petir datang lagi, Alesha terbangun saat kita sedang ...."Kimberly tak melanjutkan ucapannya. Karena Yuksel pun sudah paham meski dirinya tak bicara lagi. Hingga kepala Yuksel mengangguk, dan tangan mengusap wajahnya."Tidak baik melakukannya saat anak terbangun," sambung Yuksel.Kimberly menarik napas. "Kalau begitu mari kita tidur."Yuksel mengusap wajahnya. "Ya Sayang."Dengan Alesha menjadi penghalang di antara Kimberly dan Yuksel. Namun, Yuksel malah mendekatkan diri demi bisa menjadikan tangan sebagai bantal tidur untuknya. Kimberly tersenyum senang dan mulai memejamkan mata.***Esoknya. Di ruang kerja, Yuksel kedatangan Putra Mahkota yang seharusnya sudah pulang. Justru terlihat enggan untuk kembali."Bukankah kau sudah mengerti cara kerja dan risiko dari obat yang diberikan?" tanya Yuksel."Bisakah aku tinggal di sini