Sena sengaja menciptakan jarak aman agar dirinya tidak melakukan sesuatu yang tidak diharapkan Kanya saat mereka tidur seranjang. Bagaimana jika Sena tak bisa menahan dirinya untuk memeluk Kanya semalaman? Bagaimana kalau Kanya mengigau lagi seperti beberapa waktu lalu dan membuat Sena terprovokasi menginginkan lebih?Biarpun baru sekali merasakannya, tidur sambil memeluk Kanya telah menjadi candu baru bagi Sena. Hangat tubuh Kanya dalam dekapannya menghadirkan kenyamanan yang tidak ada duanya. Hatinya jadi lebih tenang, membantunya tidur nyenyak dan mimpi indah.Hanya saja, Sena masih sangat ingat betapa syoknya Kanya saat mendapati dirinya bangun dalam posisi dipeluk dari belakang. Kanya juga kelihatan sangat menyesali interaksi intim yang terjadi saat perempuan itu dalam kondisi setengah sadar.Untung saja ranjang di kamarnya sangat besar, memungkinkan Sena membuat ruang kosong tak kurang dari semeter antara dirinya dan Kanya.“Boleh minta tidur sambil pelukan …?”Namun, ada apa d
‘Maaf karena pada akhirnya aku yang menikahi pengantin secantik kamu, bukan Mas Arga. Sebagai pengganti Mas Arga yang sangat kamu cintai itu, aku berjanji akan menjadi suami yang bertanggung jawab dalam pernikahan ini.’Seingat Kanya, Sena tidak pernah sekali pun menyebut nama kakaknya lagi sejak hari itu. Semenjak keduanya menikah, Arga seolah menjadi nama yang terlarang diucapkan.Pada awal pernikahan, kadang ada saat di mana Kanya keceplosan membandingkan mereka, tetapi Sena pasti bergeming. Biarpun begitu, Kanya selalu menemukan tatapan terluka yang tidak ia pahami dari sorot mata Sena.Seiring berjalan waktu, Kanya sadar bahwa sikapnya tidak bijak. Entah sejak kapan, tetapi rasanya sudah sangat lama juga Kanya menahan diri untuk tidak menyebut nama mendiang tunangannya di depan Sena. “Kenapa aku selalu kalah dari Mas Arga?”Namun, apakah barusan Kanya tidak salah dengar? Setelah sekian lama, Sena kembali melisankan nama pria yang pernah begitu Kanya andalkan di masa lalu itu.Ra
Sena tampak sibuk membaca ulang laporan keuangan perusahaan saat sekretarisnya masuk. Dahinya mengerut, tanda tengah berpikir keras lantaran menemukan beberapa hal yang menurutnya janggal.“Saya sudah menghimpun beberapa data dan informasi yang Pak Sena butuhkan,” kata Andi sambil menaruh sebuah map hitam di meja Sena. Tanpa mengalihkan perhatiannya pada dokumen yang sedang dibaca, Sena mengucapkan terima kasih kepada Andi. “Nanti saya cek setelah yang ini beres,” ujarnya kemudian.“Baik, Pak,” sahut Andi seraya menganggukkan kepala.Rampung dengan urusan pekerjaan, Andi lanjut menjalankan tugas sebagai kurir dadakan untuk istri bos.“Bu Kanya beli kopi 15 gelas dari kafe yang baru buka di seberang gedung. Saya diminta menyisihkan satu untuk Pak Sena,” ungkapnya.Perhatian Sena akhirnya teralihkan dari dokumen memusingkan. “Lainnya untuk siapa?”Sang bos bertanya sambil menyentuh gelas plastik berisi es americano yang barusan ditaruh Andi di mejanya. Ada sebuah stiker label putih pol
Banyak beauty influencer yang gemar berbagi momen saat mereka merias wajah dan melakukan perawatan kulit. Tentu saja biasanya sekalian promosi produk kosmetik.Namun, ada yang memang sekedar ingin menunjukkan rutinitas kecantikan mereka. Tidak sedikit pula yang tujuannya adalah menyajikan konten edukasi.Jingga pun tak jauh beda. Media sosialnya kebanyakan berisi beragam tipe konten kecantikan. Salah satu andalannya adalah berbagi momen get unready with me. Alih-alih dandan, dia lebih senang menyapa pengikutnya di media sosial sambil menghapus riasan.“Sekarang udah lewat jam 10.30 malam. Ini habis ikutan gala dinner di Bandung. Capek banget, tapi pantang tidur sebelum makeup dempul ini bersih, ya, teman-temanku,” kata Jingga sambil memakai bando, memastikan tidak ada helaian rambut yang menjuntai saat dirinya membersihkan wajah.Jingga sengaja melakukan siaran langsung saat dirinya melakoni rutinitas kecantikan malam. Usai acara makan malam, dia kini telah mengganti gaunnya dengan ka
“Menurutku, dia sengaja memancing rasa penasaran orang-orang. Tujuan akhirnya, apa lagi kalau bukan membongkar hubungan kalian dulu?”Zidan mondar-mandir di depan meja kerja Sena, terlihat lebih gelisah ketimbang korban sesungguhnya. Pria itu berpikir keras, menganalisa situasi yang menurutnya sangat patut diwaspadai.“Sebenarnya, bukan masalah besar andai hubungan kalian dulu akhirnya jadi konsumsi publik. Nyatanya memang pernah terjadi, kan? Pacaran, lalu putus, itu wajar. Masalah adalah alasan kalian bubaran.”Sena duduk menyandar di kursi kerjanya sambil bersedekap. Rasanya jengah melihat Zidan jalan bolak-balik seperti metronom. “Aku sama dia putus karena dia selingkuh,” ujar Sena enteng.Sena menghela napas, lega karena gerak monoton sahabatnya tampak terhenti.“Dia sendiri yang bakal repot kalau orang-orang tahu soal itu. Nggak cocok untuk citra yang dia bangun selama ini.”Sikap tenang Sena membuat Zidan agak frustasi. Satu tangannya berkacak pinggang, sementara lainnya digun
“Nggak bisa, Kanya.”Sena mendengar dengusan dari seberang sana. Bisa dibayangkan bagaimana ekspresi kecewa Kanya karena ia menolak melakukan apa yang diinginkan istrinya itu.“Katamu aku boleh minta apa pun. Masa kayak begitu aja nggak bisa?” protes Kanya.Sena baru saja selesai rapat beberapa menit yang lalu dan langsung menelepon Kanya begitu sampai ruangannya lagi.Lewat pesan singkat, Kanya telah menerangkan keinginannya mengajak Sena rekaman siniar bersama. Kanya memang mengelola saluran siniar yang lumayan punya banyak pendengar. Di sana, biasanya dia berbagi konten edukasi tentang kepenulisan, mengulas buku-buku yang ia baca, atau sekedar membacakan nukilan favorit dari buku karyanya.Namun, kali ini Kanya ingin membikin konten yang lebih kasual bersama Sena. Konsepnya adalah mendengar keluh kesah Sena sebagai suami penulis. Nantinya, Kanya ingin menutupnya dengan pertanyaan, “Apakah pernah menyesal karena memutuskan menikah dengan seorang penulis?”Jika memang hanya seperti i
Kanya mungkin baru menyadarinya belakangan ini, tetapi perasaan itu barangkali sudah mulai tumbuh jauh sebelumnya.Tiga tahun bukan waktu yang singkat. Mungkin saja tanpa sadar Kanya jatuh di sela-sela kesibukannya melakoni sandiwara. Dari sekian banyak orang yang berhasil mereka buat percaya, siapa sangka Kanya juga diam-diam terjerat cinta palsunya Sena.Sena cuma pura-pura cinta, tetapi Kanya bisa-bisanya malah sungguhan terpesona.“Ayo, pulang.”Kanya cuma diam memandangi tangan Sena yang diulurkan padanya. Biasanya dia tidak perlu berpikir dua kali untuk meraihnya, tetapi kali ini beda. Rasanya ada sedikit ketakutan yang membuatnya ragu.Kebimbangan itu terbaca oleh Mika. “Kami masih mau ngobrol,” kata Mika pada Sena yang berdiri di samping meja mereka.Perhatian Sena beralih sejenak ke Mika, lalu kembali menatap Kanya yang kini tampak menundukkan kepala.“Oh, oke,” ucap Sena seraya menarik tangannya. “Kalau begitu, aku ngobrol sama Bastian dulu.”Sena mengusap puncak kepala Kany
Kanya telah berulang kali menulis tentang betapa hebatnya sebuah pelukan. Meski hanya beberapa detik, komunikasi nonverbal ini bisa memberikan banyak manfaat.Saat bersedih, ada kalanya kamu tidak ingin mendengarkan kalimat penghiburan apa pun. Kamu hanya berharap didengarkan dan mendapat pelukan yang menenangkan.Gestur sederhana, tetapi efeknya luar biasa. Hanya dengan sebuah pelukan, seseorang bisa merasa dirinya begitu dihargai, diterima apa adanya, dan tentu saja, lebih dicintai. Kanya pun percaya bahwa pelukan yang hangat dapat meredakan kecemasan dan segala bentuk emosi negatif lainnya.“Mas mau aku peluk?”Di matanya saat ini, Sena tampak tidak baik-baik saja. Setelah mengungkapkan hal menyakitkan yang dialaminya, pria itu terlihat agak gelisah dan tidak nyaman.Jika ada di posisi Sena, Kanya yakin setidaknya dia akan merasa sedikit lebih baik kalau ada seseorang yang sukarela memberinya pelukan. Oleh karenanya, jika Sena tidak keberatan, Kanya ingin memberikan sebuah peluka
Soal mengumpati orang, Mika memang jauh lebih jago ketimbang Kanya. Bukan hanya mengabsen berbagai nama penghuni kebun binatang, pengetahuan Mika tentang variasi kata makian juga terbilang jempolan.Di antara begitu banyak kata kasar yang Mika tahu, sebagian besar sudah dia gunakan untuk memaki Sena. Sebenarnya tidak enak didengar, tetapi anehnya Kanya jadi merasa lebih baik karenanya.Karena tidak pintar melakukannya sendiri, ternyata menyenangkan punya teman yang ahli mengumpat seperti Mika. Puas mendengar Sena dimaki-maki sebegitunya.Setelah semua umpatan itu, Kanya pikir Mika bakal sepenuhnya antipati lagi dengan Sena. Setidaknya Kanya bakal disuruh jaga jarak sementara dengan suaminya tersebut.Namun, barusan Mika malah dengan entengnya menyuruh Kanya dipeluk Sena. Mungkin cuma asbun karena obrolan mereka sudah tidak seserius sebelumnya, tapi Kanya tetap tak bisa menahan dirinya untuk tidak memicingkan mata.“Kamu tim siapa, sih, sebenarnya, Mik? Sena atau aku?”Tatapan Kanya ya
Setiap kali melihat Jingga menangis, hal pertama yang pasti segera dilakukan Sena dulu adalah memeluknya. Sena tidak perlu mengatakan apa pun untuk menenangkan Jingga. Hanya dengan sebuah pelukan, isak perempuan itu perlahan akan mereda.Hanya saja, lain dulu, lain sekarang.Hatinya kini memang tergerak melihat Jingga menangis pilu. Namun, afeksi semacam itu tidak lagi pantas dia berikan. Sena sepenuhnya sadar bahwa dirinya harus membiarkan garis batas di antara mereka tetap jelas. Akhirnya, cukup lama Sena hanya diam di tempatnya. Memandang iba Jingga yang sesenggukan sambil menutup wajahnya dengan kedua tangan, Sena menunggu sampai Jingga mampu menenangkan dirinya sendiri.Di sisi lain, Jingga mulai berusaha mengatur napas yang sesekali masih tersengal. Air matanya belum berhenti mengalir, tetapi sudah lebih terkendali.“Kita bisa mulai lagi dari awal …” Suara Jingga terdengar serak saat ia kembali berbicara seraya mengusap air matanya sendiri.“Aku janji nggak bakal bikin Mas kec
“Aku dulu terlalu kecewa dan marah, jadinya mengabaikan rasa sakit hati yang kamu tahan sendirian.”Bahkan sampai sore tadi, Sena masih memendam amarah yang sama pada Jingga. Hubungan mereka dulu barangkali tidak melulu bahagia, sesekali ada cekcok juga. Namun, mereka selalu cepat berbaikan, jadi tak ada alasan kisah kasih keduanya kandas di tengah jalan.Andai Sena tidak melihat Jingga selingkuh dengan mata kepalanya sendiri, mungkin mereka masih menjalin asmara hingga hari ini. Sena hanya perlu terus pura-pura tidak tahu bahwa dirinya telah dikhianati. Sena yakin, dirinya di masa lalu sanggup melakukan hal seperti itu demi tetap bersama Jingga.Namun, kekecewaan Sena sungguh telah mencapai puncaknya ketika mendapati Jingga tidur tanpa busana bersama pria lain di ranjang tempat mereka sering bercinta. Sejak malam itu, kemarahan Sena tidak pernah sedikit pun berkurang. Bahkan air mata Jingga, tangisannya yang pecah-pecah saat memohon maaf, tak dapat meluluhkan hati Sena.Sena merasa d
“Apa harus sejauh ini? Kenapa mesti dihapus semua?”Dua hari setelah putus, Jingga sempat mengira Sena ingin kembali padanya. Pria itu datang ke apartemennya tanpa pemberitahuan dan Jingga tentu saja dengan senang hati menyambutnya.Namun, kedatangan Sena hari itu ternyata hanya untuk menghapus segala jejak kenangan selama mereka menjalin asmara. Sena menjelajahi setiap sudut tempat tinggal Jingga, mengambil semua foto yang dipajang tak peduli sebesar apa ukurannya.Sena juga menyisir laptop Jingga, menghapus semua foto dan video mereka berdua, tak terkecuali yang ada di perangkat penyimpanan eksternal. Memori kamera digital pun tidak luput dari perhatiannya. Sena bahkan mereset ponsel Jingga setelah menghapus seluruh unggahan yang berkaitan dengan hubungan mereka di setiap akun media sosial Jingga. Dia rela menghabiskan banyak waktu untuk itu semua—sebegitunya tak mau ada satu pun kenangan yang tersisa.Jingga sendiri tak mengerti mengapa dirinya tidak bisa berbuat banyak. Awalnya s
Cinta pertama katanya akan selalu memiliki tempat spesial sampai kapan pun. Entah berujung bahagia atau justru jadi luka yang seakan tidak ada obatnya, cinta pertama seolah tidak ditakdirkan untuk dilupakan begitu saja.Itulah mengapa obrolan tentang cinta pertama seakan tidak pernah terasa membosankan. Bahkan tak sedikit pasangan yang saling penasaran dengan cinta pertama sang pujaan hati.Awal masa pacaran dulu, Jingga dan Sena juga pernah tiba-tiba mengobrolkan cinta pertama. Mulanya gara-gara Jingga tak sengaja bertemu mantannya ketika kencan di sebuah kafe bersama Sena.“Dulu pacarannya lama?”Kala itu, Sena terdengar sangat ingin tahu. Dia bisik-bisik bertanya, bahkan sebelum pria yang sempat menyapa Jingga baru beberapa langkah meninggalkan mereka mereka.Jingga tertawa tanpa suara melihat wajah penasaran Sena. Cemburunya cukup kentara karena jarang-jarang Sena menatap sinis pria lain.“Cuma beberapa bulan, kok. Nggak sampai setahun. Sekitar 5-6 bulan, mungkin?”Sena masih memp
Jingga meringkuk di atas ranjang, memeluk kedua lutut dengan pandangan kosong. Tangisannya sudah reda, menyisakan mata sembap dan bekas air mata yang mengering di wajahnya.Di sebelahnya, Chacha setia menemani. Sang asisten cuma diam, tak sedikit pun coba menghibur Jingga dengan kata-kata. Ia hanya sesekali mengusap pelan punggung Jingga, berusaha menenangkan tanpa suara.“Mas Sena mana …?”Setelah cukup lama, Jingga akhirnya memecah kesunyian dengan suara yang terdengar serak khas orang habis menangis.“Kak Jingga masih mau ketemu orang itu?”Chacha bertanya karena khawatir. Bagaimana jika Jingga merasa syok atau terguncang lagi gara-gara berinteraksi dengan Sena? Namun, Jingga tampaknya lebih cemas jika dirinya tak jadi menghabiskan waktu bersama Sena seperti apa yang terlanjur dia bayangkan sejak kemarin.Perempuan itu mengangguk kecil, lalu berkata, “Aku harus ketemu dia malam ini, Cha. Di mana Mas Sena sekarang …?”Selepas insiden sore tadi, Sena memang sempat tinggal sejenak di
Kanya ingin bertemu dengan Jingga bukan hanya untuk mengoceh tak jelas. Ada sesuatu yang hendak dia katakan pada mantan kekasih suaminya itu.“Jadi, sesuai apa yang kamu mau, akhirnya aku minta cerai.”Setelah mengatakan itu, Kanya ingat benar bagaimana suasana di antara mereka jadi hening sepenuhnya. Suara-suara lain di sekitarnya perlahan menghilang, tak terkecuali gemuruh angin laut dan deburan ombak yang saling berkejaran.Tak ada dengusan kesal atau helaan napas emosional. Jingga benar-benar hanya diam, pun dengan Kanya yang menunggu reaksinya.“Dia bilang apa …?”Ketika Jingga akhirnya memecah sunyi, suaranya sangat pelan, bahkan nyaris tak terdengar.“Setelah kamu minta cerai, dia bilang apa?”Jingga memperjelas pertanyaannya dengan suara yang sedikit bergetar.Saat menoleh ke arah Jingga, Kanya menangkap ekspresi yang tak bisa ia pahami. Jingga tampak menunduk, memandangi lantai dengan tatapan kosong.“Dia nggak mau,” tutur Kanya lirih. “Dia nggak mau kami bercerai.”Hening la
“Sialan kamu! Semuanya kacau gara-gara kamu! Semua salahmu! Aaargh …!”Jingga berteriak di sela isak tangisnya. Dia terus-menerus menyalahkan Kanya sambil mengguncang-guncang bahu perempuan yang menurutnya telah mengambil sumber kebahagiaannya itu.Baik Jingga maupun Kanya sama-sama tak menyadari saat pintu kamar terbuka. Pun dengan keributan kecil yang sempat terjadi di luar sebelum Sena memilih berlari menghampiri mereka berdua.Kamar yang ditempati Jingga cukup luas. Meski begitu, hanya butuh beberapa langkah bagi Sena untuk mencapai balkon.“Jingga …!”Sena tanpa sadar meninggikan suaranya ketika berusaha menghentikan apa yang Jingga lakukan pada Kanya. Tangan besarnya men
“Jujur, sampai sekarang pun aku belum paham kenapa Sena tiba-tiba muncul sebagai pengganti kakaknya.”Setelah susah payah meletakkan egonya, Jingga akhirnya mau duduk bersama Kanya di balkon. Namun, baru saja Kanya mulai bicara, dia sudah mencebik tak suka.“Selama bertahun-tahun, kami bahkan nggak pernah ngobrol. Basa-basi pun, dia kelihatan banget malesnya. Jadi, aku beneran nggak habis pikir waktu dia tiba-tiba diperkenalkan sebagai calon suamiku.”“Sebelum menikah, aku sempat tanya soal kalian. Bukannya kalian mau tunangan? Emangnya masuk akal kalau dia mendadak nikahnya malah sama aku?”Kanya masih ingat betapa dingin sikap Sena padanya dulu. Bicara sungguh hanya seperlunya. Saat berbicara pun, Sena tak mau melihat matanya kecuali saat ada orang yang memperhatikan.“Aku tanya nggak cuma 1-2 kali, tapi dia selalu nggak mau menjelaskan apa pun. Cuma bilang kalau kalian udah putus. Titik. Soal kapan dan/atau kenapa kalian putus, dia nggak merasa aku berhak tahu.”Jingga tersenyum mi