Suci menyimpan kembali air bekas membasuh punggung suaminya itu di bawah meja dekat ranjangnya. Kemudian mencoba berbaring. Beberapa menit kemudian ia tertidur lelap.
Ternyata Andhika belum tidur. Ia menatap wajah istrinya yang lembut dengan mata yang tertutup rapat. Hatinya mulai tersentuh karena perlakuan istrinya yang tidak ia duga sebelumnya.
"Usapan tangannya lembut banget, berasa ketagihan terus," batinnya. "Ya Tuhan, apa istri sebaik ini pantas dinikah kontrak oleh orang macam aku ini."
Tapi, Andhika masih merasakan kekecewaan mendalam di hatinya. Keyakinannya terlalu kuat bahwa Suci penyebab utama kematian nenek kesayangannya mati sia-sia. Ia mencoba menyentuh pipi Suci, membelai rambutnya. Kemudian tertidur lelap saling berhadapan.
Tangan Suci memegang tangan Andhika layaknya pasutri mesra ketika tidur. Dan malam ini mungkin bukan seja
Gadis kecil itu mencium tangan ayahnya. Dan mereka saling membalas senyum dan kecupan di keningnya. Suci lantas menuntun tangan Putri menuju kelasnya. "Aku pergi dulu, ya? Hati-hati, ingat pesan saya," pinta Andhika. Lalu, ada beberapa orang pengasuh anak yang mengambil potret Andhika secara terang-terangan. Para nanny yang baru saja masuk gerbang dengan asyiknya selfie dengan latar belakang CEO tampan itu. "Itu pak boss yang lagi viral kok ganteng banget, ya," kata pengasuh wanita. Suci merasa terusik dengan perbuatan para pengasuh yang seenaknya mengambil sejumlah foto suaminya tapi membiarkan mereka jika hanya sekedar berselfie ria. Dan Andhika bergegas pergi ke kantor. "Mama, ayo masuk kelas," ajak Putri. Suci menuntunnya ke kelas. Ia berpapasan lagi dengan sejumlah nanny yang baru saja ambil po
Suci merasa heran begitu seorang pria bertato itu menyapa. Putri sang gadis kecil itu mendekap seolah ketakutan pula. Tapi, pria itu malah menorehkan senyuman yang hangat."Maaf, siapa ya?""Saya teman--, maksudnya saya pasien dokter ini, biasa ada perlu mau ambil hasil test darah," jawabnya. "Iya, kan?""Kalau mau ambil hasil test bukan di sini tapi di rumah sakit," keluh Indah. "Andra, saya tegaskan ya--""Di rumah sakit," sambungnya lembut.Namun, pria yang bernama Andra itu terus menatap Suci. Tak ayal, dia merasa khawatir dengan sikap anehnya itu, ditambah lagi dengan fisik seperti manusia garangan."Kamu, pasti Suci, ya?""Iya, kenapa?""Cantik juga, pantes pak boss pilih kamu jadi istrinya.""Pak boss? Kamu kenal?" Tanya Suci."Maaf, sepertinya saya harus segera ke rumah sakit
Andra tertawa terbahak-bahak. Ia membelai rambut Indah dengan sifat genitnya. Lalu, gadis itu menepak tangan pria bertato itu."Kalau sampai mereka menemukan aku pastinya kamu juga terbawa jadi buronan juga, maka dari itu bu dokter, kita kerjasama untuk merahasiakan aib ini. Jangan sampai ketahuan polisi apalagi si detektif yang baru saja datang.""Tahu dari mana kalau dia detektif?""Makanya kamu nonton berita, dong!"Andra bergegas keluar dari mobil Indah. Untuk mengatasi rasa paniknya, ia melaju lebih cepat. Batinnya sudah mulai tidak tenang dan ia mencoba mengingat kembali apa yang sebenarnya terjadi dulu.FLASHBACK ONKetika nenek Diana tiba di rumah sakit, mata sang dokter Cantik itu membelalak. Darah segar tengah mengucur di ranjang yang menopangnya. Ia segera mendekat dan mematikan kalau orang tua itu masih bernapas.Ket
Malam hari itu, Suci sengaja yang menyajikan makanan untuk mereka. Tak biasanya Putri begitu bahagia, Suci lebih dulu menaruh makanan di piringnya."Aku mau makan buah dulu, mah. Boleh, kan?""Boleh, sayang. Maunya buah apa dulu?""Aku pengen jeruk sama anggur, tapi gak mau makan nasi. Perutku udah kenyang," ungkap gadis berusia menuju lima tahun itu. Kemudian ia melahap buahnya sampai habis.Dan Andhika baru saja muncul. Ia telah mengganti pakaiannya dengan piyama dan rambutnya basah. Saat itu ia menatap semua masakan yang tersaji. Dan matanya tertuju pada rendang yang berbumbu banyak ditaburi bawang goreng. Ia langsung mengambil garpu lalu memakan rendang itu hingga memenuhi mulutnya."Pelan-pelan, mas. Hati-hati kesedak," pinta Suci.Andhika rupanya sangat menikmati masakan itu dan ketagihan sampai mengambilnya berkali-kali."Kamu
Suci lantas menuntun Putri menaiki ranjangnya. Dan mereka berdua berpura-pura seperti pasutri yang akur di depan anak."Putri kenapa pengen bobo di sini? Bosen sendirian terus, ya?" Kata Suci."Habisnya kalau malam suka sepi," ungkap gadis kecil itu. "Gak ada yang bacain aku dongeng sama doa tiap mau tidur. Mama, mau kan bacain dongeng buat aku?""Dongeng? Oh, iya. Boleh, Mama kan dulu guru TK yang suka bacain cerita," kata Suci."Putri, kalau mau bacain dongeng harusnya di kamar kamu, Papa mau tidur," kata Andhika, ayahnya."Kan sekalian Papa juga dengerin dongeng biar bobo nyenyak," tukas Putri.*Glek*Suci mengusap rambut Putri. Menyelimuti dengan baik lalu memeluknya. Selintas di pikirannya ingat dulu ketika ibunya menidurkannya dengan baik."Mah, kapan sih aku punya adek? Aku kesepian terus di rumah."
Andhika mencium kening Putri, ia membelai rambutnya pula."Papa, tumben gak biasanya cium kening Putri, makasih ya. Coba kalau Papa tiap hari baik kayak gini, aku pasti senang. Iya kan, mah?" Ungkapnya."Iya, sayang. Belajar yang pinter, makanannya dimakan sampai habis biar sehat dan cepat gede," kata Andhika, ayahnya dengan lembut.Suci mencium tangan suaminya. Ketika hendak keluar mobil. Andhika meraih tangannya."Tunggu. Nanti pak Rustam mau kembali jadi supir, kamu bisa panggil dia buat jemput. Dan jangan lupa, kalau mau shopping harus hati-hati.""Iya, aku paham. Mungkin aku bakal sendirian, gak ngajak Putri. Biar Pak Rustam sama Mama aja yang jemput," kata Suci.Andhika lantas membuka dompetnya. Ia berikan sebuah kartu kredit untuk istrinya itu hingga dahi Suci mengernyit."Buat aku?""Buat siapa lagi? Ini hadiah bu
Andhika sedang duduk manis sambil menonton televisi, ia mendapati berita tentang Sofyan seorang detektif yang sukses di Indonesia karena kelihaiannya membongkar kasus yang sulit dipecahkan. Lalu, ponselnya berbunyi dan tertera nama ibunya menelepon."Iya, mah. Ada apa?""Andhika, Suci sama kamu? Kok, belum pulang juga. Ini Putri udah nanyain terus nih, dia nangis, tuh.""Bukannya dia katanya mau belanja? Kenapa belum pulang? Tapi, ya udah nanti saya cari ya."Andhika menutup ponselnya. Dan tak lama kemudian Suci menghubunginya."Iya, Suci katanya kamu belum pulang, Putri nangis di rumah. Kamu belanja lama amat, sih!"Andhika langsung terdiam ketika Suci menjelaskan kejadian yang sebenarnya. Pria tampan itu bergegas pergi ke kantor polisi dengan terburu-buru.Tiba di kantor polisi, Andhika dengan terburu-buru masuk ruangan. Ia melihat istrin
"Ini baju buat bobo bagus, kan? Suka gak?" Tanya Suci dengan lembut pada anak sambungnya."Suka banget, mah. Makasih, ya. Lain kali ajak aku kalau beli baju," ungkap gadis kecil itu.Andhika, ayahnya yang masih selonjoran sambil memainkan ponselnya, tampak cuek dan dingin. Putri mendekatinya, menatap wajahnya dan tiba-tiba saja mencium keningnya."Selamat tidur, pah. Aku mau bobo sama oma, lain kali kita jalan bertiga, ya. Biar rame, Papa kan jarang banget ngajak aku main, nganter ke sekolah juga jarang, teman aku malah suka difoto sama papanya, kok aku enggak?"Ucapan manis yang terlontar dari mulut mungil itu menyentuh hati ayahnya yang fokus memegang ponsel. Andhika merangkul Putri namun ditolak."Kenapa? Marah sama Papa?""Enggak, janji ya. Papa ngajak jalan aku sama Mama juga," ungkap Putri.Pandangan mata Putri t
"Jujur saja kamu mau menyingkirkan Suci dari hidup saya," ucap Andhika. "Sayangnya, gagal!""Aaarrrghhh!" Indah berteriak. Dokter itu menutup telinganya sambil terisak-isak. "Kamu gak pernah menghargai cinta aku, Andhika!""Karena demi cinta kamu menghalalkan segala cara. Padahal masih ada pria lain yang mau menikahi kamu. Sayangnya, rencana kamu untuk menghancurkan rumah tangga saya sudah gagal. Saya terlanjur mencintai Suci," terang Andhika. "Yang kamu lakukan itu menyakitkan, saya gak pernah menyakiti kamu.""Mungkin bagi dokter Indah sangat menyakitkan, tapi waktu saya tertimpa gosip perselingkuhan itu memang benar-benar mengecewakan, perilaku kamu gak bisa dimaafkan, Indah," tegas Sofyan.Sofyan mengeluarkan sebuah borgol di hadapan Indah . Pemandangan itu tentunya membuat Indah sesak nafas dan panik."Sekarang saya tanya, apa kamu pelaku penusukan sewaktu di Monas?" Tanya Andhika. "Apa buktinya kalau aku pelakunya?" Tanya Indah."Waktu saya lap sepatu kamu dengan tissue. Saya
"Perlu kamu ingat, jangan sekali-kali lagi kamu sebarkan gosip mengenai saya dan istri. Akhir-akhir ini saya mendapat musibah, kenapa kamu gak sebarkan saja beritanya, biar semua orang tahu kalau orang jahat berkeliaran di sekitar," ucap Andhika. Andhika tampaknya tidak mau berlama-lama berhadapan dengan Revi. Ia menghindar dari pertemuan itu sampai Indah menyusulnya. "Katanya mau ketemuan, tapi malah kabur," protes Sofyan. "Sorry, saya harus tugas sekarang," pamit Revi. Kemudian, staf khusus kantor muncul. Seorang pria tampak geram berhadapan dengan Revi. Ia berkata," Saya sudah mendengar percakapan kamu sama dia. Revi, sejak kapan kamu jadi MC di infotainment? Acara apaan itu?" Lantas, Sofyan menunjukkan sebuah borgol besi di hadapan gadis itu dan berkata," Anda tahanan kami." Revi melunglai, dia duduk dahulu di sofa dan mulai terisak-isak. "Kenapa? Apa ada peran lain di belakang kamu? Kalau masih menutupi kasus terpaksa saya akan laporkan kamu ke pengadilan, bisa dikenai hu
"Kan ada aku, Mas? Aku istri kamu," ucap Suci. "Aku yang lebih berhak melayani kamu. Selama jadi istri ya aku yang harusnya layani suami.""Maaf, aku lagi gak butuh kamu," tukas Andhika. Tiga hari kemudian, Andhika pulang ke rumah. Tidak ada senyum yang tersungging di wajahnya kecuali kepada sang gadis kecilnya."Mana anak Papa?" "Ini, Papa," sahut Putri. Meskipun dalam kondisi belum pulih, Andhika tetap menggendong gadis kecilnya."Mas, hati-hati," pinta Suci."Pa, Mama bilang hati-hati tapi kok diem aja?" Tanya Putri. "Lagi berantem, ya?""Enggak, Sayangku. Malam ini kamu tidur temenin Papa ya, biar ada teman ngobrol, udah lama Papa gak masuk ke dunia kamu," ucapnya. Andhika lantas mengajak Putri ke kamarnya.Sementara itu, Suci menyambangi dapur, menyiapkan masakan untuk keluarganya. Ketika, mengiris sayuran, tiba-tiba mertuanya menyapa. "Suci, kamu masak buat kapan?" Tanya Pak Adi."Makan malam nanti, aku mau buatkan makanan yang enak buat keluarga, anggap saja ini perayaan ke
Suci memeluk Sofyan dengan erat sambil terisak-isak. "Makasih sudah menolong Mas Andhika, ya? Kalau gak ada kamu, aku gak tahu harus minta tolong ke siapa," ucapnya. Sofyan melepas pelukan itu. Lalu menyeka air mata Suci. "Kamu udah cinta sama Andhika, ya? Syukurlah kalau begitu, pertahanan rumah tangganya ya, jangan cerai," pinta Sofyan. "Aku pergi dulu." Tak berselang lama, muncul Ibu Marlina dan Pak Adi. Kepanikan terjadi bahkan ibu kandung Andhika itu meraung-raung di depan ruang rawat. "Gimana kronologisnya?" Tanya Pak Adi. "Anak saya jadi begini, korban kriminal yang tidak tahu diri." "Saya sedang berusaha mencari pelakunya," sahut Sofyan. "Mohon doanya ya, biar kasusnya cepat selesai." "Apa semua ini gara-gara kamu, Suci! Anak saya stress karena berita kamu sama detektif ini, kalau terbukti berselingkuh silahkan kalian hengkang dari kehidupan kami!" Tegas Ibu Marlina. "Suci tidak bersalah apapun," sangkal Sofyan. "Ada pihak lain." "Pokoknya saya lagi gak mau baikan sam
"Terus, siasat kamu ke depannya mau apa?" Tanya Indah. "Kalau bisa libatkan aku juga ya biar bisa bantu kamu." Andhika tersenyum tipis. Ia menyambangi ruang tamu kemudian duduk di sofa. "Kamu bisa duduk di depan saya?" Tanya Andhika. Indah menuruti apa kata Andhika. Gadis itu tampak pasrah saja. "Saya sudah melaporkan kasus ini ke pihak berwajib, tinggal mencari orangnya, siapa dalang di balik menyebarnya gosip. Reporter itu yang harus kami usut," ucap Andhika. Wajah Indah memerah, mulutnya tampak gemetaran. "Kenapa? Kamu panik?" Tanya Andhika. Ia lantas ke dapur dan kembali lagi sambil menenteng air hangat. Air hangat itu dia berikan pada Indah dan berkata," Ini buat kamu biar gak panik." Indah tercekat, melihat segelas air hangat yang masih beruap, apalagi Andhika yang tampan yang menyodorkan segelas air itu. "Kamu gak pernah lupa memperhatikan aku," ucap Indah. Lalu, dia menerima segelas air hangat dan diteguk sampai habis. Indah berurai air mata. Bulir bening itu sem
"Suci, bisa saya jelaskan dulu, itu cuma gosip," ucap Andhika. "Iya itu cuma gosip. Pastinya kamu lebih memilih menyelamatkan nama baik keluarga dibanding aku. Selama ini aku cuma jadi korban," keluh Suci. Ia mulai terisak-isak. Kemudian, Sofyan menghadap Suci yang sedang menyeka air matanya. Seraya memberikan selembar tissue dan berkata," Dari tangisnya, saya bisa menebak kamu membutuhkan kasih sayang dan perhatian. Kasus ini bisa selesai dalam waktu satu atau dua bulan ke depan, saya akan berjuang demi kamu." Mungkin, jika Suci belum menjadi istri orang lain, pasti sudah memeluk Sofyan. "Aku masih bisa menghadapi ini, makasih tawarannya, kamu gak perlu berjuang demi aku. Karena Mas Andhika sudah berjuang lebih dulu," ucap Suci. "Dengar itu, Pak Andhika," tegas Sofyan. Istri Anda ternyata sudah membela mati-matian. Sayangnya, Anda kurang tahu diri. Ingat! Kasus ini semakin rumit, mungkin saja butuh waktu untuk menemukan titik terangnya." "Saya bisa mencari detektif yang lebih
"Sekarang, sekalian aku mau ajak Carla," sahut Sofyan. Dia meraih tangan Carla lalu merangkul pinggang bak biola itu. Suci menyusul setelah mereka keluar kantor. Apalagi melihat pemandangan bak sepasang kekasih. "Mereka bukan orang asing, mereka temanku. Apa aku harus siap kehilangan Sofyan," gumamnya. "Kenapa aku merasa keberatan Sofyan dekat sama Carla. Temanku yang hampir hilang dari ingatanku." Saking penasarannya, Suci menguntit dua orang itu ke tempat tujuan. Sebuah perusahaan televisi swasta ternama yang selalu memberitakan gosip miring mengenai keluarga Andhika. Namun, langkah Suci terhenti di sana. Seraya berbalik arah dan pergi. Sementara itu, Sofyan memaksa Carla untuk menemui manajer perusahaan televisi. Sayangnya, Carla tampak keberatan. "Kamu bisa bantu, kan? Saya dapat tugas khusus dari Andhika," ucapnya sambil memelas. "Mau bantuin apa? Kenapa juga kamu bawa aku ke sini?" Protes Carla. "Tanyakan reporter wanita yang katanya teman kamu itu," suruh Sofyan. Ca
Tak ada cara lain, Suci bermurah hati menerima gulungan tissue dan hendak mengelap baju Indah. Namun, Andhika merebut tissue itu dan berkata," Saya yang salah, kenapa harus istri saya yang melakukan. Kamu bukan barang suruhan orang." Andhika lantas mengelap cairan jus di baju Indah. Meski gulungan tissue itu habis, tidak akan bisa membersihkan nodanya karena sudah terserap kain. Tapi, Indah tidak menolak kebaikan Andhika. Dokter cantik itu tampak menikmati meksipun berdiam diri. "Kalian tahu? Suci itu memang wanita biasa tapi cerdas. Dia mampu menghormati siapapun, memperlakukan orang sekitarnya dengan baik dan tulus. Itulah kenapa saya bertahan dengan dia," terang Andhika. Gulungan tissue itu hampir habis. Andhika menunjukkan sisanya di depan mata Indah. "Noda di baju kamu susah hilang, lebih baik dicuci saja atau mau ganti dengan yang baru?" Tanya Andhika. "Urusan baju itu bukan perkara hati. Aku bisa beli yang lebih bagus lagi," ucap Indah. "Gak usah banyak penjelasan soal k
Dan mereka menjadikan malam untuk berbaikan, saling meminta maaf. Andhika memanfaatkan waktu tersebut menjadi momen yang penuh kasih sayang, mesra dan saling memuaskan. Pagi hari tiba, jam sembilan yang sudah cerah, Andhika dan Suci tampak semangat untuk pergi. Mengenakan baju yang elegan dan perhiasan yang mewah. "Kita berangkat sekarang," ajak Andhika."Kamu semangat banget sih, gak biasanya," ucap Suci. "Yakin mau ketemu Sofyan? Kemarin sempat marah gara-gara aku nyebut nama dia.""Orang arogan itu kadang mikirnya pendek, tapi setelah dipikir-pikir ada benarnya juga," ucap Andhika. "Kamu segar banget hari ini. Apa karena udah disembur malam tadi ya? Sampai kamu mengejang kenikmatan, kayaknya harus rajin.""Mas, gak usah dibikin serius, kita cuma nikah kontrak, gak lebih," sangkal Suci."Sssstttt, jangan bahas itu, kita pergi sekarang," ajak Andhika.Tiba di kantor kerja Sofyan, mereka berpapasan dengan Indah dan seorang teman wanitanya. Tetapi, Andhika tidak menyapa lebih dulu."