Bab 75"Apa?" Rani terkejut dan tentunya tak percaya dengan semua ini.Kalau Heba dan Nathan sudah bercerai, lantas mengapa ia tak tahu? Kamila pasti akan bercerita padanya soal apa pun yang terjadi pada Heba. Namun, sampai detik ini, Rani berani bersumpah kalau ia tak menerima kabar dari Kamila."Saya sama Heba sudah bercerai," tegas Nathan mengulang, pun sengaja menekan setiap kata yang keluar dari mulutnya. "Jadi wajar kalau mulai dari sekarang, Heba tidak ikut ke dalam acara keluarga kami."Rani berusaha untuk tenang, dan ia mengangguk lantas berpamitan karena teman-temannya yang ditunggu sejak tadi pun sudah tiba. Sepanjang acara makan malam itu, Rani kerap melirik kemeja di mana keluarga Ratih berada.Apakah benar, Heba dan Nathan sudah bercerai?Pertanyaan itu akhirnya dibawa oleh Rani sampai ia pulang ke rumah. Bukannya berganti baju, Rani malah memutuskan masuk lebih dulu ke kamar Kamila untuk mendapatkan jawaban yang sejelas-jelasnya."Ibu udah pulang?" Kamila menggeliat di
Bab 76"Mana bisa begitu, Ky!" sergah Diana sambil mengibaskan tangan. Emosinya memuncak seketika, ditambah dengan rasa bingung.Diana yakin, kalau suatu saat Anya akan menanyakan bagaimana proses pembukaan butiknya, dan menagih uang yang memang seharusnya dikembalikan dengan segera.Nicky menguap, kemudian ia duduk di sebelah Diana. "Kenapa gak bisa, Mbak? Aku yakin banget, Mbak Anya gak akan nolak kalau kita minta bantuan. Orang dia aja keliatannya sayang baget sama kita," tuturnya panjang lebar."Ya memang Anya udah sayang sama keluarga kita. Tapi yang jadi masalahnya, uang itu juga hasil minjem dari Anya! Mana bisa Mbak minjem lagi sama dia! Mau disimpan di mana muka Mbak ini, Ky!"Seketika Nicky terperangah. Rupanya Diana sudah selangkah lebih maju. Otak wanita muda itu langsung bisa memproduksi ide-ide licik. Saat itu juga, ia menggeser kursi agar bisa merapat pada Diana."Aku punya ide," bisiknya."Ide apa?" tanya Ratih lebih dulu, sudah mencium kecurigaan dari gelagat Nicky. "
Bab 77"Kamu ngapain di sini?" Anya malah balik bertanya, tak sadar telah menjauh beberapa sentimeter dari Nathan yang duduk di sebelahnya."Beli kopi," jawab Heba menunjukkan satu gelas cup kopi di tangannya. "Kalian berdua ngapain?"Pertanyaan itu kembali keluar, tetapi tentunya dengan nada biasa saja. Heba mengukir senyum miring dan terang-terangan menatap Nathan yang sepertinya salah tingkah. Mungkin lelaki itu juga panik karena tiba-tiba saja Heba ada di depannya seperti ini."Cuma makan siang aja. Kamu lupa, kalau aku sama Anya kerja di kantor yang sama?""Nggak lupa, bahkan aku akan selalu inget," sindir Heba telak. "Soal perceraian itu, gimana kalau kita berdua ketemu di pengadilan?" tantangnya.Nathan tercekat mendapat tantangan secara langsung dari Heba. Sebelumnya ia tidak menyangka, bahwa wanita yang diceraikan melalui pesan singkat, bisa terlihat tegar dan tak mengalami guncangan sedikit pun. Lelaki itu jadi penasaran, apakah Heba menangis saat menerima pesannya atau tid
Bab 78Ketegasan Nathan dalam menerima tantangan Heba, membuat Anya menghabiskan harinya dengan perasaan bahagia. Sayang sekali malam ini ia tak bisa menginap di apartemen, karena harus pulang agar Luqman tak bertanya-tanya.Sampai di rumah, Anya memeluk Anisa dengan perasaan senang yang membuncah."Kenapa, Nya? Keliatannya kamu berbunga-bunga begitu." Anisa berbalik dan meninggalkan semua bunga-bunga yang hendak ia masukkan ke dalam vas yang baru."Aku gak apa-apa kok, Ma, cuma pengen peluk Mama aja. Gak boleh, ya?" tanyanya manja."Boleh banget kok, Sayang," jawab Anisa balik memeluk Anya.Selama beberapa saat, Anya masih betah dengan posisinya. Hingga lima menit kemudian, ia naik ke lantai dua dan masuk ke kamar. Anya harus membersihkan diri. Malam ini juga, ia akan memberi tahu pada kedua orang tuanya, bahwa dirinya memiliki hubungan serius dengan seorang lelaki.Lantas saat makan malam tiba, Anya benar-benar ceria. Luqman yang melihat itu sangat senang. Kebahagiaan Anya adalah ke
Bab 79Rasa penasaran akan siapa kekasih yang dimaksud oleh Anya, membawa Anisa untuk mengikuti langkah putri sambungnya. Pagi ini, diam-diam Anisa mengekori Anya yang sudah berpamitan hendak berangkat ke kantor."Maaf ya, Nya, bukan maksud Mama mau bikin kamu gak nyaman. Tapi Mama penasaran sama sosok pacar kamu itu," gumam Anisa seraya mengikuti mobil Anya dari belakang.Kendaraan roda empatnya sudah melaju sekitar sepuluh menit. Ketika mobil Anya berbelok ke arah lain yang bukan menuju ke perusahaan, debar di dada Anisa makin tak karuan."Bukannya kamu mau kerja, Nya? Kenapa malah belok ke tempat lain?"Anisa tetap memfokuskan penglihatannya, tak ingin kehilangan jejak karena di depannya sangat padat merayap. Mobil dan motor berlomba-lomba saling mendahului, berkejaran dengan waktu untuk masuk ke tempat kerja.Untuk pertama kalinya, Anisa bisa menghela napas lega saat Anya berbelok ke gedung apartemen. Sementara di depan sana, Anya sengaja memberhentikan mobil untuk menunggu Nathan
Bab 80Sepanjang hari sampai jam makan siang itu, Heba tak henti mengukir senyum di bibirnya. Ia begitu senang bisa bicara panjang lebar dengan Anisa, meski hanya lewat sambungan telepon.Sampai jam istirahat tiba, Heba mendatangi Kamila lebih dulu dan menggamit lengan sahabatnya. Baru ingin pergi ke kantin, Heba mendapatkan pesan dari Noah, bahwa sebaiknya mereka memesan makanan saja dan menghabiskan waktu istirahat di ruangan Noah.Kali ini Kamila dan Heba setuju-setuju saja dan kembali naik ke lantai atas. Sampai di sana dan telah memesan makanan lebih dulu, barulah Heba menceritakan semuanya dengan nada yang begitu riang."Ih, serius Tante Anisa telfon kamu duluan, Ba?" Kamila sampai bertanya dengan nada tak percaya. "Gak marah-marah juga?" lanjutnya masih terperangah.Heba menggeleng dan tetap tersenyum lebar seperti tadi. "Aku serius, Mil! Mama nanyain gimana kabarku, apa aku betah kerja di toko atau nggak, dan gimana keseharianku waktu di rumah!"Mendengar itu, Noah ikut senang
Bab 81"Mbak tenang dulu, Mbak," bujuk Nathan yang sudah berjongkok demi menenangkan sang kakak."Gimana Mbak bisa tenang, Than? Uang puluhan juta itu udah hilang!" teriak Diana mendramatisir keadaan.Di ambang pintu, Nicky mengulum senyum melihat akting Diana yang begitu hebat. Tak sia-sia dirinya menghasut. Nicky yakin, kalau rencananya akan berhasil."Kita bisa usut orangnya kok, Mbak. Jangan khawatir, aku pasti bantuin sampai masalah ini selesai." Nathan berkata pelan, merasa iba pada Diana.Sementara Diana menepis tangan Nathan yang mencoba untuk meraihnya. Satu hal yang dilakukan oleh Diana secara konsisten adalah menangis dan terus meracau soal uang.Nathan pun bingung, lantaran ia tahu uang untuk membuat butik itu adalah uang yang dipinjamkan oleh Anya. Oleh karena itu, Nathan segera menghubungi Anya untuk memberi tahu semuanya.Lelaki itu pun keluar dari kamar Diana, dengan ponsel yang sudah menempel di telinga kanan."Halo, Sayang, maaf banget aku gak ngabarin kamu lebih dul
Bab 82Malam harinya setelah Anya dan Nathan telah pulang, Nicky pun benar-benar bersorak heboh. Wanita itu tak henti berjingkrak bahagia karena semua rencana sudah berjalan sesuai dengan bayangannya."Tuh 'kan, aku bilang juga apa, Mas Nathan sama Mbak Anya pasti percaya sama kita!" Wanita muda yang satu itu begitu jumawa. Ia sampai mengibaskan rambutnya yang panjang dan bergelombang cantik.Satu rencana telah berhasil, dan ia akan merancang rencana lainnya."Kamu beneran jago, Ky! Mbak aja deg-degan setengah mati, waktu Mbak bohong di depan Nathan sama Anya!" Diana ikut memekik dan memegang debar dada yang masih berpacu amat cepat.Bayangkan saja, seharian ini ia harus menangis, demi membuat Nathan dan Anya percaya. Untung saja semuanya berhasil, sehingga sekarang, Diana merasa lega."Mbak harus kasih aku uang, karena aku udah bebasin Mbak dari hutang itu. Gimana?" tawar Nicky sedikit menuntut.Tanpa keraguan sedikit pun, Diana langsung mengangguk. "Kamu tenang aja, Ky. Kalau dipake
109Hari Sabtu akhirnya tiba. Seperti janjinya pada Shanti, Heba akan berkunjung ke rumah wanita paruh baya itu untuk mengobrol dan membuat kue kering.Sebelum datang ke sana, terlebih dahulu Heba mampir sebentar ke kedai buah, untuk membeli beberapa jenis buah-buahan, yang pastinya akan disukai oleh Shanti.Bertahun-tahun menjadi sekretaris Pratama, tentunya Heba mengetahui dengan pasti makanan dan minuman apa yang disukai oleh keluarga atasannya itu.Setelah dari kedai buah, Heba menaiki ojek online untuk sampai di rumah Shanti. Tiba di sana, ia disambut oleh Shanti yang sudah menunggu."Akhirnya kamu datang juga. Saya pikir kamu nggak jadi datang ke sini," ucap Shanti yang tak ragu menggiring Heba masuk ke dalam rumahnya.Heba tertawa pelan atas perkataan Shanti. "Saya pasti datang kok, Bu. Sekarang bagaimana, Ibu percaya 'kan sama saya?"Giliran Shanti yang tertawa dan mengangguk cepat. "Kamu memang tidak pernah berubah. Sejak dulu kamu selalu menepati janji dan datang tepat waktu
108Heba tidak bisa tinggal diam saja. Pagi ini juga setelah sampai di kantor, ia sudah bertekad untuk bicara dengan Noah soal masalah kemarin. Jangan sampai ada kesalahpahaman di antara mereka berdua.Sebab Heba begitu yakin, kalau itu semua akan mempengaruhi pekerjaan antara sekretaris dan atasan, yang tiap hari harus bertemu dan melakukan komunikasi.Dengan kedua kaki yang melangkah pasti, Heba menemui Noah di ruangannya. Ia membawakan jadwal atasannya itu dan memaparkan seperti biasa. Namun, tentu saja ia juga akan membicarakan masalah yang ada di antara mereka berdua."Sudah, Ba?" tanya Noah, yang kentara tidak melakukan kontak mata dengan sekretarisnya sendiri."Kalau urusan pekerjaan sudah selesai, Pak. Tapi saya mau bicara soal lain," jawab Heba meminta izin agar Noah memberinya sedikit waktu."Soal apa?" tanya lelaki itu setelah berdehem pelan."Soal saya dan Bapak." Heba menatap Noah, sehingga lelaki yang ada di depannya pun terpaksa melakukan hal serupa.Noah terdiam. Harus
107"Kita pergi saja dari sini," ajak Noah hendak menggamit tangan Heba, tetapi Anisa lebih dulu mencegahnya."Jangan ke mana-mana, Ba. Mama mohon sama kamu, kamu harus bantuin Mama," pinta Anisa yang lagi-lagi diucapkan tanpa rasa malu sedikit pun.Heba sendiri benci melihat bagaimana Anisa begitu berusaha. Ia marah, tetapi tidak mau menunjukkannya, karena tenaganya akan terkuras habis. Maka dari itu, ia mengangguk pada Noah dan mereka pun pergi dari rumah Luqman saat itu juga.Menghela napas panjang, Heba menghembuskannya sangat perlahan. Ia mencoba untuk tetap tenang saat masuk ke dalam mobil. Sementara Noah hanya melihat sekilas wanita di sebelahnya, kemudian melajukan mobil.Heba begitu sibuk memikirkan bagaimana caranya ia menyadarkan Anisa, agar tak lagi mendesaknya untuk memperjuangkan Nathan. Tanpa sadar Heba mengepalkan tangan dan menggerutu pelan, dan Noah hanya melihat itu tanpa melakukan apa pun.Sedetik kemudian, Heba tersadar jika ia masih melakukan perjalanan bersama No
Bab 106Hari berganti cukup cepat bagi Heba, lantaran ia tengah merasakan ketenangan yang luar biasa. Hidupnya begitu damai, setelah Heba menjauh perlahan tapi pasti dari Anisa, juga Nathan dan keluarganya.Wanita itu fokus pada diri sendiri, mengembangkan berbagai macam bakat yang selama ini terpendam karena tak pernah mendapatkan ruang selama menikah dengan Nathan."Makan siang di mana kita hari ini?" tanya Noah melihat penunjuk waktu, yang mana setengah jam lagi, mereka akan mendapatkan jatah istirahat."Cuaca di luar sedang bagus, Pak. Bagaimana kalau makan siang di restoran yang baru saja buka?" Heba teringat pada restoran baru, yang letaknya tak jauh dari kantor."Boleh, kita coba makan di sana." Noah setuju.Maka cepat-cepat Heba akan menghubungi restoran untuk melakukan reservasi, agar mereka mendapatkan meja. Namun, tangannya berhenti bekerja saat ia mendapat panggilan dari Luqman."Ada apa, ya?" tanya Heba, tak sadar sudah mengeluarkan suara, sehingga Noah menoleh."Kenapa?"
Bab 105"Kemarin kamu makan malem sama keluarganya Pak Bos, ya?" tanya Kamila seraya berbisik.Sejak tadi ia memicingkan mata dan mengirimkan kode agar sahabatnya bercerita. Namun, sayang sekali Heba benar-benar tidak peka. Sehingga Kamila akhirnya harus bertanya secara gamblang."Ba? Iya atau nggak?" desak Kamila."Kamu tau dari mana?" Heba malah balik bertanya. Seingatnya, ia tak mengatakan pada siapa pun. Lantas dari mana Kamila bisa tahu semuanya?"Itu artinya bener?"Heba mengangguk, tak mungkin menyembunyikan apa pun dari Kamila. Lagi pula, tak ada yang aneh dari makan malam kemarin."Sekarang aku tanya sekali lagi, kamu kok bisa tau?" Heba menatap heran, tetapi Kamila malah terkikik saja."Iyalah aku tau! Orang aku ngikutin kamu sama Pak Bos!" Kamila menjawab jujur.Betul adanya kalau kemarin, diam-diam dirinya mengikuti Heba dan Noah. Sebetulnya Kamila tak memiliki niat seperti itu. Hanya saja, ia penasaran mengapa Heba tampak sedih.Niat untuk menegur Heba dan mengajaknya pul
Bab 104"Kamu harus berani, Sayang," ucap Nathan saat mobilnya sudah tiba di depan rumah Luqman.Anya mengangguk, tetapi tidak juga membuka pintu mobil dan keluar dari kendaraan roda empat tersebut."Yang terpenting kamu jangan ikut emosi. Kita harus tunjukkan sama Mama Anisa dan Papa Luqman, kalau hubungan kita ini sangat serius.""Iya, Mas. Aku akan jaga emosiku di depan Papa sama Mama," balas Anya berjanji.Nathan memang benar, kalau ia harus bersikap lebih dewasa, agar pilihannya untuk menjalin kedekatan dengan Nathan tak disepelekan. Lantas keduanya pun turun dari mobil.Anya masuk lebih dulu ke dalam rumah, diikuti oleh Nathan di belakangnya. Di dalam ruang keluarga, sudah ada Anisa di sana. Awalnya wanita paruh baya itu terlihat senang dengan kehadiran Anya, sehingga ia berdiri dan bergegas menghampiri.Akan tetapi saat melihat ternyata Nathan ikut hadir, senyum di bibir Anya langsung hilang seketika. Ia terang-terangan menatap tak suka pada lelaki yang masih jadi menantunya it
Bab 103Sejak pagi tadi, perasaan Nathan sudah tidak bisa dikondisikan lagi. Itu semua dikarenakan kedatangan Anisa yang hanya ingin marah-marah kepadanya.Untung saja ada Luqman yang menjadi penengah, tetapi lelaki paruh baya itu sama sekali tidak membela. Setidaknya, Nathan bisa bernapas lebih lega, karena ia tak mendapatkan masalah apa pun di kantor.Tepat jam lima sore ketika semua pekerjaannya sudah selesai, Nathan memutuskan untuk pulang ke rumah Ratih. Awalnya ia akan berkunjung sebentar ke apartemen untuk mengambil beberapa helai pakaian.Akan tetapi niat itu diurungkan, karena Nathan harus menghindari Anisa, yang kemungkinan akan memantau di sana.Nathan sengaja memasang wajah lesu ketika ia membuka pintu rumah. Sehingga Anya yang melihat pun langsung menghampiri dengan perasaan khawatir."Muka kamu kenapa begitu sih, Mas? Kerjaan di kantor banyak banget, ya?" Anya bertanya penuh perhatian, juga segera mengambil tas kerja di tangan kekasihnya."Kerjaan di kantor masih ringan
Bab 102Pagi-pagi sekali Anisa sudah pergi dari rumahnya, tanpa diketahui oleh Luqman. Ia berencana hendak mendatangi Heba dan memohon sekali lagi. Harapannya memang ada pada Heba, maka dari itu Anisa tak akan menyerah."Waktu itu Heba masih marah." Anisa bergumam sendiri. "Harusnya aku nanya sama dia gimana kondisinya, supaya dia juga mau dengerin permintaanku."Anisa memang agak menyesal karena ia tak mengatur strategi yang bagus. Andai saja otaknya bekerja lebih baik, mungkin ia tak perlu repot-repot mendatangi Heba seperti sekarang."Udahlah, aku memang harus berjuang supaya Anya pisah dari Nathan, dan dia mau pulang ke rumah." Anisa mengangguk yakin, dan keluar dari mobil.Berjalan beberapa langkah, ia pun mengetuk pintu rumah Heba yang masih tertutup."Heba? Ini Mama."Di dalam rumah, Heba yang tengah bersiap-siap pun segera mengenakan kerudung dan membuka pintu. Sesaat ia menatap Anisa."Ada apa, Ma?" tanya Heba memaksa senyum di bibir."Mama mau bicara sama kamu, Ba.""Aku gak
Bab 101"Noah, Papa, ayo!" ajak Shanti yang bingung mengapa anak dan suaminya malah diam dan tak mengikuti langkahnya menuju ruang makan."Ayo, Pa!" Noah pun mengajak Pratama.Lelaki paruh baya itu mengangguk. Ia menebak jika Noah memiliki maksud, sampai memberitahunya hal pribadi tentang Heba. Padahal selama ini, Pratama tak pernah sekali pun bertanya soal suami dari mantan sekretarisnya itu.Pratama sangat paham batasan mana yang tak boleh ia langgar. Sehingga selama masa kerjanya dengan Heba bertahun yang lalu, ia pun kurang tahu bagaimana nasib wanita yang satu itu di kehidupan pribadinya."Makan yang banyak ya, Ba." Shanti sangat senang melayani Heba. Mulai dari menyendokkan nasi, mengisi gelas, sampai menawarkan berbagai macam menu yang ada di atas meja makan."Makasih ya, Bu," ucap Heba yang tak tahu lagi harus berkata apa.Heba juga senang karena Shanti menerimanya dengan baik tiap kali bertamu ke rumah ini. Ia merasa seperti mendapatkan sosok ibu yang baru, yang begitu hangat