Home / Romansa / Dinikahi Berondong Kaya / 2. Alasan Pulang ke Indonesia

Share

2. Alasan Pulang ke Indonesia

Author: Mayangsu
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

"Mungkin Tuhan mempertemukan kita karena kau ditakdirkan sebagai pelengkap cerita."

(Sean)

***

"Heh! Nggak punya mata, ya?!" teriak bocah ingusan di depan April dengan galak membuat April melongo tidak percaya.

What....

The....

Fuuck!

DIA YANG MENABRAK KENAPA PULA DIA YANG LEBIH GALAK, HAH!

April balik menerocosi bocah kurang ajar di depannya tersebut.

"Enak aja! Kan, kamu yang nabrak aku! Lagi pula, ngapain juga kamu pakai kacamata hitam di dalam ruangan? Buta, ya!" balas April tak kalah sengitnya membuat Sean tertohok.

Luar biasa, Sean tidak mengira jika ada wanita yang berani mengatainya balik.

Heh, wanita ini tidak tahu, ya, jika yang saat ini sedang diajaknya bicara adalah keponakan petinggi di perusahaan ini?

"Haha. Kamu nggak tahu siapa saya?" ucap Sean dengan jumawa.

Dih!

"Memangnya saya peduli?!"

Sean semakin ternganga. Ya, ampun, mulut wanita ini benar-benar pedas sekali.

April dan Sean saling bersitatap dengan sengit. Sekilas April menatap tampilan bocah di depannya. Baju hitam dengan jaket denim yang menghiasi tubuhnya. Lalu celana sobek-sobek model kekinian. Seperti preman!

Siapa sebenarnya bocah aneh ini? Mana dia juga tidak memakai id card lagi. Dipikirnya kantor ini tempat pengungsian orang asing apa!

Dalam diam mereka saling menilai satu sama lain. Alis Sean terangkat sebelah, menilai penampilan April perlahan dari bawah ke atas. Rok span hitam dengan atasan blouse berwarna biru muda. Kemudian beralih pada nama di id card wanita tersebut. Adinda Aprilia namanya. Terukir senyum tipis di sudut bibir Sean. Namanya cantik juga. Tapi sayang sekali pemiliknya sangat galak seperti herder.

"Lihat ke mana mata kamu, hah!"

Buru-buru April menutupi bagian atasnya yang sedang dilihati oleh Sean.

"Mesum!" tambah April sambil menunjuk ke arah Sean dengan galak.

Sean memutar bola matanya ke atas. Siapa juga yang mengamati miliknya dia. Kepedean sekali wanita satu ini.

"Triplek," celetuk Sean dengan cuek yang mengundang gelak tawa Riki yang berada di sebelahnya.

Merah sudah wajah April, antara malu dan marah sekaligus.

"Mana ID card kamu?" tanya April lagi sambil menodongkan tangannya.

Sean mengernyitkan dahi. Hah, sejak kapan dia harus membawa id card di perusahaannya Kokonya sendiri? Biasanya dia juga bebas keluar masuk seenak jidat di perusahaan ini tanpa harus menunjukkan id card, tuh.

Sean tidak menanggapi ucapan April dan memilih untuk bersandar pada tembok di belakangnya sambil menikmati wajah galak April yang tampak semakin kesal.

Sebenarnya kalau diperhatikan dengan saksama. Wajah wanita ini cantik juga. Hidungnya mancung, dengan rambut kecoklatan dikucir rapi serta bibir semerah buah cherry. Mengundang sekali untuk dikecup.

Kalau boleh jujur, dia manis.

'Tapi sayangnya kalau dilihat-lihat lagi memang rata, sih.' Hahaha.

"Kalau nggak punya Id card apa lagi nggak ada urusan di sini. Mending kalian pergi aja daripada saya panggilin satpam buat ngusir kalian!" desak April dengan kesal.

"Boss...." Riki—sahabat Sean—hendak menginterupsi supaya mereka tidak diusir. Namun Sean hanya tersenyum sambil memberikan kode kepada Riki supaya dia tetap diam saja. Biar Sean yang mengurusi ini semua.

Sean pikir, mungkin dia akan betah tinggal di sini. Setidaknya ada orang yang bisa diajaknya untuk bertengkar setiap hari.

April buru-buru menelpon nomor satpam untuk mengusir bocah yang sampai saat ini masih dikiranya adalah gelandangan nyasar.

"Awas, ya, kalian!" ucap April sambil menunggu teleponnya tersambung.

Dengan gerakan cepat Sean mendekat dan menyentuh dagu April sehingga kini April agak mendongak. Untuk seper sekian detik lamanya, pipi April terasa menghangat diperlakukan seperti itu.

"Nama kamu siapa, Manis?" tanya Sean menggoda. Bahkan sekarang April dapat merasakan embusan hangat dari napas Sean yang menerpa pori-pori wajahnya. Kalau sudah begini, biasanya wanita-wanita akan bertekuk lutut takluk akan pesona yang ditebarkannya.

Namun dugaan Sean meleset. April menepis dengan kasar tangannya lalu mendorong tubuhnya hingga Sean mundur satu langkah kembali ke belakang.

"Yang sopan, ya, kamu!"

Sean terkekeh senang.

Ternyata tidak mempan, ya? Menggemaskan!

"Kok, nggak kesambung, sih," gerutu April sembari menatap ponselnya.

"Kenapa nggak sekalian nelpon Pak Presiden?" ejek Sean membuat April mendengus.

"Pokoknya kalian harus pergi dari sini!"

"Kalau nggak mau gimana?"

April semakin kesal. Sudah tadi pagi dia apes. Sekarang dia juga harus menghadapi bocah antah berantah yang menyebalkan ini pula.

"Kalau kamu nggak mau pergi. Bakalan Saya usir paksa dari sini!"

April kehilangan kesabarannya. Dia menarik lengan Sean tapi Sean tidak bergeming karena perbedaan tenaga. Sean hanya terkekeh.

Dina, teman satu divisi April yang baru datang langsung memelototkan mata ketika melihat ribut-ribut di depan sana.

Heh! Apa April tidak tahu, ya, siapa yang saat ini sedang ditarik-tariknya seperti itu?!

"Pril!" Dina melotot dan melepaskan tangan April dari lengan Sean.

"Eh, ada Mas Sean. Kapan ke sininya, Mas? Hehe, udah lama, ya, Mas Sean nggak kelihatan," ucap Dina sambil menarik lengan temannya yang berada di sampingnya.

"Kamu kenal, Din, sama bocah kurang ajar ini?" gerutu April sambil menunjuk Sean yang kembali bersandar di tembok lagi.

"Diem kamu!" bisik Dina memberikan kode supaya April me-rem ucapannya.

Ya, jelas sajalah Dina kenal! Memangnya siapa yang tidak kenal dengan Sean keponakan Pak Hans direktur utama di kantor ini? Semua orang juga tahu kali. Apalagi Sean dulu pernah magang di sini.

Tapi kalau dipikir-pikir lagi wajar juga kalau April tidak mengenalnya. April, kan, baru bekerja di sini sekitar satu setengah tahun. Tapi bedanya karena kinerja April bagus, April sudah mendapatkan promosi untuk menjadi kepala tim di divisi pemasaran.

"Dia keponakannya Pak Hans!" bisik Dina sambil menyikut April yang kini membuka mulutnya tidak percaya.

"A-Apa? Pak Hans yang direktur itu?"

"Iyalah. Ya, kali Hans tukang siomay!"

April merengut melihat bocah itu kini menyeringai penuh kemenangan. Lagi pula bisa-bisanya Pak Hans yang beribawa memiliki keponakan seperti itu.

"Udah-udah, ayo Pril buruan kita masuk ke lift. Kami duluan, ya, Mas Sean. Hehe," ucap Dina sambil meringis. Dina berlalu setengah menarik lengan April yang masih menatap Sean dengan wajah merengut.

Ketika sudah berada di dalam lift barulah Dina memarahi April habis-habisan.

"Gila, ya, kamu cari masalah sama keponakannya Pak Hans. Udah bosen kerja di sini kamu? Udah kaya, hah?"

"Ya, mana aku tahu dia keponakannya Pak Hans! Tapi tadi dia, tuh, nggak sopan banget tahu Din sama aku. Masak dia ngatain aku but—" April menahan ucapannya ketika ternyata keponakannya Pak Hans itu juga ikut masuk ke dalam lift yang sedang mereka naiki ini.

Kini posisi April bersandar pada dinding lift sedangkan Sean berdiri persisi di depannya. Untung saja Sean tidak mengajaknya bertengkar lagi. Dia lebih sibuk memainkan gawainya.

Hening sesaat di antara mereka berempat. Hanya suara denting lift yang terdengar.

"Eh, Pril. Katanya rumahmu yang ada di Sadewa kamu sewain, ya?" tanya Dina ketika teringat akan suatu hal.

"Iya."

"Masih disewain nggak rumah kamu yang itu?" tanya Dina lagi.

"Masih. Kenapa emangnya?"

"Kemarin ada temen aku yang kebetulan lagi nyari kost-kostan di deket UDINUS. Terus, kan, ceritanya aku tawarin rumah kamu itu ke dia. Katanya dia minat buat nempatin, Pril."

Wajah April yang semula tertekuk kini berubah senang. Dina memutar bola mata ke atas. Dasar April, kalau sudah dengar hal berbau uang pasti langsung berbunga-bunga.

"Boleh-boleh. Orangnya suruh ngehubungi aku aja, Din."

"Tapi dia mintanya tiga ratus ribu sebulan, Pril. Gimana? Mau nggak?"

April berdecak mendengarnya.

"Mana ada kost-kostan tiga ratus ribu. Orang itu tempatnya strategis banget, loh, Din, di deket UDINUS. Deket sekolahan juga. Mau ke pasar pun juga tinggal jalan kaki bentaran, doang, udah sampai. Ya, kali mau ditawar tiga ratus ribu," ucap April menerocos sebal. Sepertinya teman Dina itu sama sekali tidak tahu harga kost-kostan sampai menawar harga Afgan, tega.

Kalau kost-kostan di gang sempit, mah, wajar jika ditawar tiga ratus ribu.

"Kemarin aja ada yang menawar lima ratus ribu aku tolak, kok."

"Lha, terus gimana? Cancle aja, nih, jadinya?"

"Ya, cancle ajalah. Bilangin ke dia buat naikin harga. Kalau dia mau, tujuh ratus ribu per bulan baru aku kasih. Di sana aja kost-kostan mahasiswi sepetak paling murah enam ratus lima puluh ribu, kok. Itu pun kamar mandinya sharing. Sedangkan rumah aku itu full satu rumah. Kandang ayam kali, Din, tiga ratus ribu."

Dina memutar bola matanya untuk ke dua kalinya. Sahabatnya ini memang jeli sekali kalau sudah berurusan uang. Sean yang diam-diam menyimak pembicaraan dua wanita di belakangnya itu hanya diam saja sambil mengangkat sebelah alisnya.

Jalan Sadewa? Bukannya itu dekat dengan tempat kuliahannya yang baru, ya? Kemarin malam Sean memang sudah meniliknya melalui google maps. Cocok juga, sih, sebenarnya. Apalagi Sean juga kebetulan sedang mencari tempat tinggal dekat sana.

"Nanti, deh, kalau kamu bisa ngedapetin orang buat ngekost atau pun kontrak di rumahku bakalan aku kasih komisi, Din."

"Oke!" Dina tersenyum senang mendengar kata komisi.

Dentum lift berbunyi, April dan temannya pun keluar dari dalam lift sambil masih berdiskusi mengenai rumahnya yang hendak disewakan itu.

***

"Koko ada di dalam, Mbak?" tanya Sean kepada wanita yang sedang menata tumpukan map di atas meja kerjanya.

"Mas Sean!" Shelly—sekretaris pribadi Kokonya itu pun berteriak senang ketika melihat kedatangannya.

"Mas Sean! Ini beneran Mas Sean?!"

Sean mengangguk.

"Ya, ampun! Udah lama banget Mas Sean nggak ke sini. Bukannya Mas Sean masih kuliah di luar negeri, ya? Atau jangan-jangan Mas Sean ke sini dalam rangka liburan?"

Sean hanya terkekeh melihat Selly sesenang itu melihat kedatangannya.

"Koko ada di dalam?" ulang Sean untuk ke dua kalinya.

"Ada, Mas. Ada. Kebetulan Bapak lagi di da--."

Belum sempat menyelesaikan ucapannya Sean sudah menerobos masuk begitu saja membuat si pemilik ruangan kaget.

Awalnya Pak Hans hendak marah dengan siapa yang berani-beraninya menerobos masuk tanpa permisi sama sekali. Tapi melihat ternyata keponakannya yang datang, pria berusia lima puluhan itu pun batal marah, malahan seketika wajahnya berubah berbinar.

"Loh, Sean. Kamu kapan ke sini?"

Pak Hans memeluk keponakannya dengan erat. Sean pasrah. Kokonya ini benar-benar berlebihan sekali menyambut kedatangannya.

Sebenarnya Koko adalah panggilan untuk Kakak/Abang bagi keturunan Tionghoa. Tapi karena Omnya itu satu frekuensi dengannya. Maka Pak Hans tidak keberatan dipanggil Koko karena dia menolak tua.

"Gimana kabar kamu? Ayo-ayo duduk dulu. Sekalian Koko suruh Selly buat bawain kopi ke sini."

Sean menurut. Kokonya memang orang ke dua yang selalu heboh ketika menyambut kedatangannya selain Oma.

"Kabar Sean baik, kok, Ko. Koko sendiri gimana kabarnya?"

"Koko juga baik. Kapan kamu pulangnya? Kenapa nggak ngabarin Koko kalau kamu udah sampai di Indo? Kan, kalau kamu ngabarin dulu, Koko bisa nyuruh orang buat jemput kamu di bandara."

Sean mendengus lelah. Ya, Tuhan. Kokonya benar-benar berlebihan. Riki yang melihat hal tersebut pun hanya mampu menutup mulutnya menahan tawa membuat yang ditertawai melotot tajam sambil memberikan bahasa isyarat. 'Diem, lo!'

"Sean baru kemarin, kok, Ko pulang ke Indonesianya. Semalem Sean nginep di rumahnya Riki karena Sean nggak mau Oma heboh kalau sampai tahu Sean udah pulang ke Indo."

Pak Hans tergelak.

"Iya-iya. Emang lebih baik kamu nggak ngomong daripada Omamu heboh nyariin kamu."

Sean menyesap kopi yang dibawakan oleh Mbak Selly.

"Jadi, kamu mau ambil liburan beberapa hari di sini?"

Sean menggeleng. Menaruh gelas kopinya di atas meja. "Nggak, Ko. Rencananya Sean mau menetap di sini selamanya."

Mendengar hal tersebut, Pak Hans otomatis mengernyitkan dahi.

"Kenapa kamu tiba-tiba mau nerusin kuliahmu di sini? Dulu aja kamu ngebet banget pengin kuliah di Singapura."

Ya, memang begitulah adanya.

"Ada masalah? Atau kamu nggak betah tinggal di Singapura?"

Sean menggeleng. Ia nampak menghela napas berat. Agak ragu bagi Sean ketika hendak menjawab pertanyaan Kokonya.

"Karena... karena Sean dapet info kalau Mama ada di sini, Ko."

Manik mata Pak Hans membulat penuh. Setelah Sean mengucapkan hal tersebut, ruang Pak Hans tiba-tiba lengang dalam kebisuan.

Pak Hans menggeleng lemas, sebelum menimpali ucapan keponakannya.

"Nggak mungkin, Sean. Bahkan kamu sendiri lebih tahu daripada Koko kalau Mama kamu sudah lama meninggal, bukan?"

***

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Agunk Putra
nulis komen juga harus banyak kata , ribet nih novel
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Dinikahi Berondong Kaya   3. Cari Kost-kostan

    "Pacaran itu sama anak IT.Titik koma coding aja diperhatiin. Apalagi kamu?"(Sean)***Pak Hans mengembuskan napas berat dan menggelengkan kepala.“Nggak mungkin. Mama kamu udah lama nggak ada, Sean. Bahkan kamu tahu itu.”Sean memang sudah kehilangan Mamanya sejak kecil. Terakhir kali ingatan Sean mengenai Mamanya adalah ketika Mamanya menjemputnya saat pulang sekolah. Dari jalan seberang Mamanya terlihat merentangkan tangannya menunggu Sean untuk menyebrang jalan dan memberikan pelukan kepadanya.Namun belum sempat Sean menyebrang, beberapa pria dewasa dengan wajah bengis menarik paksa tangan Mamanya dan membawanya masuk ke dalam mobil hitam.Sejak itulah Mamanya menghilang entah ke mana. Bahkan sampai sekarang pun Sean belum pernah bertemu lagi dengan Mamanya.

  • Dinikahi Berondong Kaya   4. Tawaran Menggiurkan

    "Kamu April, kan?" tanya Sean sambil menunjuk wanita yang sedang dicarinya.Ya, iyalah April! Masak Milea. Huh! Sepertinya keponakan Pak Hans ini agak tidak waras, deh."Apa?!" jawab April dengan ketus. Namun yang diajak bicara malahan tersenyum senang."Eh, iya. Kalau nggak salah katanya kamu lagi nyewain rumah, ya? Nah, kebetulan aku lagi nyari tempat tinggal dan aku mau nempatin rumah kamu.""Nggak! Nggak jadi aku sewain!" kata April sambil memutar badannya menghadap layar komputer lagi.Sean mengernyitkan dahi. Loh, kenapa pula wanita galak ini jadi berubah pikiran seperti itu?Lebih baik April tidak menyewakan rumahnya kepada bocah itu daripada dia mati muda karena darah tinggi."Kenapa? Bukannya tadi kamu bilang lagi nyari orang buat nyewa rumah kamu? Gimana kalau satu juta per bulan?" tawar Sean dengan saksama.Lantaran April itu mata duitan. Mendengar nominal satu juta yang baru saja diucapkan oleh Sean pun mem

  • Dinikahi Berondong Kaya   5. Cantik-Cantik Pengisap Darah

    "Ini, mah, kandang Ayam!" teriak Sean seketika.April sebal. Keponakan Pak Hans ini terlalu banyak protes, deh."Ya, udah kalau nggak mau nggak usah tinggal di sini!" teriak April tak kalah kerasnya lantaran merasa kesal.Dengan cemberut Sean duduk di sofa panjang yang berada di depan dinding salah satu kamar. Ia pasrah. Mungkin sofa panjang ini digunakan April ketika dia menonton TV."Ini kamar kamu nantinya. Udah ada kamar mandinya di dalem," kata April ketika membuka kamar yang berada di belakang sofa tempat duduk Sean saat ini.Karena merasa penasaran, Sean pun berdiri untuk melihat isi dari kamar yang hendak ditempatinya nanti.Langsung saja dahi Sean mengeryit lagi. Kamar ini jelek, hanya ada satu lemari kayu berwarna cokelat, meja belajar di sebelahnya, dan tempat tidur yang untungnya sudah darispring bed."Oh, iya, aku kelupaan sesuatu. Satu juta tujuh ratus ribu itu belum termasuk biaya listriknya, loh, ya. Nan

  • Dinikahi Berondong Kaya   6. Aku Nggak Suka Kamu Punya Pacar

    “Gimana? Jadi nggak aku masakin tapi bayar dua puluh ribu?” ulang April lagi.“Yaudah, yaudah.”Cuma dua puluh ribu saja, kok. Enteng,batin Sean menyombongkan diri.Dengan perasaan senang April menyalakan kompornya yang sudah lama tidak ia gunakan.Masih bisa tidak, ya? Ah, untung saja masih mau menyala.Memang April membeli kompor dan mejikom. Jaga-jaga kalau dia kabur dari rumah maka dia masih bisa masak sendiri daripada beli makanan karena menurut April memasak sendiri lebih hemat.Sekiar sepuluh menitan April berkutat di dapur mungilnya tersebut untuk membuat dua mangkuk mie rasa ayam bawang dengan telur ceplok setengah matang.“Udah jadi!”April tersenyum senang dan menaruh dua mangkuk mie buatannya di atas meja lipat panjang. Mereka berdua saat ini seperti sedang makan di tempat makan lesehan saja. Sean menyantap mie telur ceplok setengah matang buatan April. Enak juga, sih.

  • Dinikahi Berondong Kaya   7. Ketahuan Sedang Anu

    Pagi ini April akan memasak sayur bayam dengan tambahan gambas yang dipotong-potong membentuk bulatan kecil, lalu dia juga akan membuat sambal korek serta lauk tempe goreng.April menengok ke belakang hanya untuk melihat sekilas Sean yang sedang bersandar malas di sofa. Makanan yang dimasaknya memang masakan rumahan sederhana. Apa nanti ketika dia membaginya dengan Sean anak itu mau memakan masakannya, ya?April mengedikkan bahunya cuek. Entahlah lidah orang kaya mau atau tidak memakan masakan seperti ini. Tapi kalau sampai Sean mencibir masakannya sebagai makanan ayam pasti April akan menghajar bocah itu betulan.“Halo, Chikaku, Sayang. Apa kabar? Udah lama, ya, kita nggak teleponan lagi. Hari ini kamufreenggak? Nanti malem nonton, yuk, cantik.”Perkataan Sean barusan membuat April yang semula sedang asyik-asyiknya mengulek sambal pun secara otomatis menoleh ke belakang. Oh, ternyata bocah itu sedang bertelepon ria dengan seorang

  • Dinikahi Berondong Kaya   8. Posisinya Di Atas Tubuh Sean

    “Ta-Tara….”Mata April terbeliak saat melihat kedatangan Tara yang tiba-tiba sudah berada di ambang pintu rumahnya.Apalagi saat ini terlihat wajah tampak... tampak sangat marah.Dengan kesusahan April mencoba berdiri dari atas tubuh Sean. Dia merutuki kebodohannya sendiri. Kenapa pula dia bisa jatuh dan berakhir dengan posisi seperti itu. Pasti Tara akan berpikiran macam-macam.“Ta-Tara. Dengerin a-aku....”Bagaimana dia menjelaskan ini semua kepada Tara?Tara tampak mengeratkan rahangnya. Tangannya mengepal kuat-kuat. Ditatapnya Sean dengan pandangan mematikan.“Tar. Ini nggak seperti yang kamu bayang—”Belum sempat April menyelesaikan ucapannya. Dengan langkah cepat Tara menghampiri Sean yang sedang mengusap bajunya kotornya karena terjatuh. Tanpa ba-bi-bu Tara pun mencengkeram erat kerah baju Sean.“Siapa kamu? Apa yang kamu lakuin di rumah tunangan saya, hah?!&r

  • Dinikahi Berondong Kaya   9. Kabar Buruk

    “Terkadang semesta memang sebercanda itu kepadamu. Kau dibuat jatuh hati sedangkan orang lain yang ditakdirkan untuk memiliki.”-By: Sean Ganteng***Sean memasang wajah masam, dia malas sekali meladeni keinginan pacarnya April itu untuk bicara empat mata dengannya.Awalnya Tara ingin mereka membahas hal ini di kamar Sean. Tapi Sean ngeri, takut diapa-apakan. Lagi pula aneh saja kalau dua lelaki dikurung dalam satu kamar. Bisa-bisa baku hantam.Jadi berakhirlah Sean di sini, duduk bersebelahan di sofa ruang tamu bersama Tara.“Lo ngomong apa? Gue ini sibuk,” ucap Sean yang malas berbasa-basi.April diam-diam menguping pembicaraan mereka dari balik pintu kamarnya. Dia menempelkan telinganya erat pada pintu kamar supaya dapat mendengar suara mereka lebih jelas lagi. Apa Sean hendak disidang Tara, ya?“Jadi kamu beneran nggak ada hubungan apa-apa s

  • Dinikahi Berondong Kaya   10. Tragedi Pengantin Baru

    “Yang lebih berat itu bukanlah cinta beda keyakinan. Melainkan cinta beda alam. Karena kau tidak akan bisa bertemu dia lagi.”-April***“Kak April. Kak Tara... Kak Tara... Dia kecelakaan,” ucap Bima dengan terbata membuat April membuka mulutnya tidak percaya.A-apa? Kecelakaan?Mendengar hal tersebut. Tubuh April pun kaku membeku, bahkan rasanya jantungnya seolah berhenti berdetak. Dia syok dan menggelengkan kepalanya kuat-kuat.“Nggak mungkin! Ini semua nggak mungkin. Kamu bohong, kan, Bim?” April mencengkeram kedua lengan.Kini mata April mulai terasa panas. Hingga akhirnya air matanya pun jatuh membasahi pipi.“Sekarang Taranya ada di mana?” tanya Papa sambil memegangi lengan April yang menangis sejadi-jadinya, ia mulai hilang kendali.Bima menyebutkan alamat rumah sakit serta ruangan tempat kakaknya saat ini berada.&ld

Latest chapter

  • Dinikahi Berondong Kaya   53. Extra Part VI ( Anaknya Sean )

    Sean: Woi Bocil! Jangan lupa jemput putri kesayangan Om di sekolahannya, ya. Soalnya sopir Om lagi nganterin Tantemu ke kondangan. Ais yang membaca pesan masuk dari Om Sean pun mendengus sebal. Padahal dulu waktu kecil ia sangat mengidolakan Om Sean karena selalu membelikannya mainan. Tapi setelah masuk SMP, Ais merasa Om Sean terkadang tingkahnya kekanakan di usianya yang sudah tidak lagi muda. Ais memasukkan HP-nya kembali ke kantung seragam. Dia masih kelas satu SMP, jadi wajar saat ini dia curi-curi kesempatan membawa HP ke sekolahan secara semunyi-sembunyi. Mumpung sedang ekstrakulikuler pramuka. Pulang pramuka Ais dan Aim meng-gowes sepedanya untuk menuju ke sekolahan Sheril—anak perempuan Om Sean. Sekolahan Ais dengan sekolahan Sheril memang berdekatan. Hanya beberapa blok saja. “Is. Tahu nggak, anak Om Sean cakep, lho. Nanti aku kenalin ke dia, deh,” celetuk Aim ketika diperjalanan. Sedangkan yang di

  • Dinikahi Berondong Kaya   52. Extra Part III ( Malam Pertama )

    Malamnya… Di hari pernikahan. Gemerlap cahaya lampu menerangi sekitar. Huru-hara tamu undangan ikut meramaikan suasana. Dan juga, lantunan lagu terdengar mengalun merdu mengiringi acara.Sean saat ini sudah mengenakan tuxedo berwarna hitam, ia terlihat semakin gagah. Perasaannya harap-harap cemas, menunggu sang pujaan hati untuk ikut bergabung di bawah sini bersamanya.Tadi pagi Sean dan April sudah melangsungkan acara ijab kabul dengan lancar, sedangkan sore sampai malamnya Sean mengadakan resepsi serta pesta dansa ala orang Eropa.Sebenarnya April menginginkan pernikahan yang sederhana. Tidak perlu sampai dibuatkan pesta segala, ijab kabul saja sudah cukup. Tetapi dari pihak keluarga Sean sendiri menginginkan adanya pesta dansa. Katanya Sean adalah putra kesayangan mereka, mereka ingin membuat pernikahan yang berkesan untuk Sean. Jadi, mau tak mau akhirnya April menurut keinginan mereka.

  • Dinikahi Berondong Kaya   51. Extra Part II ( Rumah )

    “BURUAN masuk, ih. Ngapain aja bengong di sana!” teriakan April menyadarkan Sean akan lamunannya. Sean masih mengamati sekitar, ia seolah bernostalgia dengan masa lalu yang indah. Pagar rumah dengan bunga mawar hampir mati di pojokannya.Ah, Sean juga masih mengingat Miri, anak tetangga April yang lucu itu. Ah, mungkin sekarang dia sudah besar.Begitu juga ketika Sean memasuki rumah tiga petak ini. Bayangan April yang memasak di dapur, April yang hobi berteriak-teriak sampai rasanya memekakkan telinga, dan juga kenangan di mana pertama kali Sean mencium April pun Sean masih ingat. Akhirnya dia kembali ke sini lagi!Di bagian kamar. Sean berdecak kagum saat jari telunjuknya mengusap meja wadah buku-bukunya ketika masih kuliah dulu. Bahkan tidak ada debunya sama sekali seolah April rutin membersihkannya tiap hari.“Wih, tumben kamarku bersih banget?” celetuk Sean ketika melihat kamarnya yang ternyata masih tertata rapi se

  • Dinikahi Berondong Kaya   50. Extra Part I ( 3 Tahun yang Lalu)

    TIGA tahun berlalu, banyak hal silih berganti. Diantaranya Sean sudah menyelesaikan S2-nya tepat waktu. Sean juga diamanahi Pak Hans untuk mengembangkan anak perusahaannya. Dan yang lebih membahagiakannya lagi adalah Mama Sean, alias Bu Linda, sudah sembuh dari penyakit yang dideritanya. Mungkin itu semua karena Bu Linda tinggal dekat dengan putranya serta mendapatkan penangan medis oleh tenaga professional. Pandangan Sean tertunduk, ia menekuri ponselnya untuk mengirimi pesan kepada seseorang. Sean: Lokasinya bener di Jalan Sadewa, kan, Mbak? Ketik Sean dengan saksama. Dina: Iya, Kak. Lokasinya strategis, lho, Kak. Deket tempat kuliahan, deket jalan raya. Harganya cuma 300 juta aja. Yuk, buruan dibeli, Kak. Sean menghela napas pelan, seolah ada beban berat yang bertauh-tahun di benaknya. Lucu sekali bukan? Dia sok-sokan mengabaika

  • Dinikahi Berondong Kaya   49. Menepis Ego

    Sambil mencari berkas April. Sean berjalan pelan menuju jendela kaca ruangan yang membentang lebar. Menampilkan tingginya bangunan pencakar langit.Dahi Sean mengernyit. Tampak dari atas sini Sean melihat April berada di depan kantor sambil memeluk helm di depan tubuhnya.Tebakan Sean mungkin April sedang menunggu Dina mengeluarkan motornya dari parkiran.Sean mengamatinya dalam diam. Andai saja April mendongak ke atas. Pasti April akan mendapati Sean yang berdiri di sini.Tiga tahun waktu yang lama. Harusnya Sean sudah bahagia dengan hidupnya yang sekarang.Saat ini dia sudah mengembangkan anak perusahaan milik Kokonya dalam waktu singkat. Hanya dalam hitungan waktu, pasti anak perusahaan ini akan menjadi perusahaan yang besar.Sean sudah punya segalanya.Dan, Tiga tahun dia berusaha mati-matian melupakan April. Mengabaikan semua notifikasi masuk dari April tetapi kenyataannya Sean tidak kuat untuk tidak mengintip pesan

  • Dinikahi Berondong Kaya   48. Kau Berubah

    Beberapa menit lagi tes psikotes akan segera dimulai. Sebagian pelamar bahkan sudah berdiri di depan pintu ruangan untuk bersiap-siap. Sedangkan April dan Dina masih duduk di salah satu kursi."Udah, Pril. Jangan nangis lagi, ya."Dina mengusap punggung April berusaha menenangkan sahabatnya.Huh, keponakan Pak Hans itu sungguh sangat menyebalkan!Mentang-mentang sekarang dia sudah menjadi orang penting, bukan berarti dia bisa memperlakukan April seenaknya, bukan!Apa bocah itu tidak ingat kalau bukan karena April, mana mungkin Bu Linda bisa ditemukan!Dina menggerutu dalam hati.Seorang staf keluar dari dalam ruangan, menyuruh para pelamar kerja untuk masuk ke dalam.April berdiri kemudian mengusap air mata yang tersisa di pipinya membuat Dina mengernyit.Kenapa April berdiri? Apa dia akan masuk ke dalam?"Kamu serius masih mau ngelamar kerja di sini?! Pulang aja, deh, Pril!"Dina tidak dapat memba

  • Dinikahi Berondong Kaya   47. Benarkah Itu Kamu?

    April melihat ulang jam tangan yang melingkar pada pergelangan tangannya sebelah kiri.Tes pertama yaitu psikotest baru akan dimulai sekitar kurang lebih empat puluh menitan lagi.Masih agak lama, mungkin Aprilnya saja yang datangnya kepagian karena takut terlambat.April menengok ke sekitar, di sini juga baru ada satu dua pelamar kerja yang lain.Bosan menunggu, Dina yang perutnya sudah keroncongan sejak tadi pun merengek mengajak April untuk pergi ke kantin mencari camilan."Kamu kenapa, sih, Pril? Kok, dari tadi kelihatannya lesu banget. Kamu sakit?" tanya Dina sambil memasukkan makanan ke dalam mulut.Malas menjawab, April hanya menggelengkan kepala."Kalau kamu sakit, kita pulang aja. Nggak usah maksain diri. Kesehatan kamu lebih penting tahu.""Nggak, kok. Aku baik-baik aja. Kamu nggak usah khawatir. Mungkin karena semalem aku kurang tidur aja," ucap April sembari menghela napas pelan."Masa, sih? Orang wajahmu puc

  • Dinikahi Berondong Kaya   46. Tidak tahu terima kasih

    Jangan karena aku mudah memaafkan. Lantas kau bisa seenaknya menyakitkan.-Sean***"Pril. Jawab aku, Pril! Siapa yang udah ngelakuin ini semua ke kamu?!"Sean menangkup wajah April yang berlinang air mata.April menggeleng pelan, tidak mau menjawab. Dia takut apabila masalah ini menjadi panjang jika Sean tahu Eriklah yang telah melakukan ini kepadanya.Akhirnya April memilih membuang muka ke samping untuk menghindari Sean."Kamu pergi aja, Sean. Aku pengin sendiri dulu," ucap April lirih, suaranya tercekat di tenggorokan, teredam tangisan.Bagaimana Sean bisa membantu jika April tidak mau memberitahunya?"Pril. Jawab aku, siapa yang ngelakuin ini," ulang Sean lagi, tidak gencar, bedanya kali ini nada bicara Sean terdengar penuh penekanan, menuntut jawaban.Sean tidak akan memaafkan siapa pun yang sudah menyakiti April. Cukup sebutkan satu nama, pasti Sean akan membalas orang itu

  • Dinikahi Berondong Kaya   45. Kamu Kenapa, Pril?

    "Mo-Monna!"April benar-benar tidak percaya saat ini ia melihat saudara angkatnya sedang berada di rumah Erik dengan tubuh terbungkus selimut putih yang April yakini pasti di baliknya Monna tidak mengenakan pakaian sama sekali."Ini maksudnya apa, Rik?" ucap April menuntut jawaban kepada Erik yang hanya diam di depannya."Kamu main gila sama adik sepupuku sendiri?!"Napas April memburu, tangannya mengepal erat-erat.Dia seolah tidak dapat membedakan apakah ini semua nyata atau tidak."Yaudahlah, Beb. Dia udah telanjur tahu sekalian aja kamu jelasin ke dia kalau kita udah pacaran," sela Monna dengan sambil melenggang mendaratkan bokongnya di sofa ruang tamu Erik."Kalian bener-bener selingkuh di belakang aku?!"April tak habis pikir. Kalau Erik niat berselingkuh kenapa tidak dengan wanita lain saja selain Monna? Sampai-sampai adik dari pacarnyadiembatjuga.Erik mengusap pelan tengkuk belakangnya. Dari

DMCA.com Protection Status