Share

Dinikahi Asisten Papa
Dinikahi Asisten Papa
Penulis: Vieyan Opit

BAB 1

Penulis: Vieyan Opit
last update Terakhir Diperbarui: 2023-06-28 22:16:56

“Pokoknya aku enggak mau menikah sama Bian. Dia kan Cuma asisten Papa, enggak selevel sama aku!” seru Ajeng sembari melipat kedua tangannya di dada. Tidak terima dijodohkan dengan pegawai papanya.

“Harus! Keputusan papa tidak bisa diganggu gugat lagi, Ajeng. Bian adalah lelaki yang tepat untuk kamu,” tegas Himawan.

“Papa kok gitu, sih? Yang mau menikah kan aku.” Ajeng berulang kali mengembuskan napas dengan kasar. Dadanya naik turun, menahan kesal.

“Menikah dengan Bian atau semua fasilitas kamu akan papa tarik!” ancam Himawan. Sudah cukup dirinya memanjakan Ajeng. Himawan ingin agar anaknya bisa berubah. Untuk itu, dia meminta Bian untuk menjadi suami Ajeng.

Himawan berharap Bian bisa membimbing dan mengubah sikap Ajeng menjadi lebih baik.

“Papa mengancamku? Oke, silakan! Kita lihat saja, Papa atau aku yang menang.” Ajeng balik mengancam.

Dia percaya kalau ucapan papanya hanya gertakan saja. Selama ini Ajeng sudah sering diancam seperti itu, dan nyatanya tidak pernah terjadi. Ajeng merasa yakin, papanya tidak akan tega membuat anak kesayangannya menderita.

Ajeng menyambar tas jinjing miliknya yang di letakkan di sofa. Dengan kesal, dia melangkah keluar dari ruang kerja papanya.

“Ajeng?” panggil Himawan. Laki-laki paruh baya itu menyusul Ajeng. Namun berhenti dan berdiri di depan pintu.

Ajeng diam tidak menjawab. Dia terus melangkahkan kakinya menjauh dari ruangan Himawan.

“Kembali Ajeng!” Himawan kembali berseru.

Sementara yang dipanggil lambat laun menghilang dari pandangan.

Himawan menghela napas panjang, tangannya menggenggam erat gagang pintu. Sengaja dia tidak menyusul Ajeng, membiarkan puterinya itu pergi begitu saja.

“Mana mobilku?” Ajeng celingukan setelah sampai tempat parkir.

Satpam di toko furniture milik Himawan menghampiri Ajeng.

“Maaf, Mba Ajeng. Tadi mobilnya dibawa sama mas Bian,” ucapnya.

“Apa?” pekik Ajeng.

“Kok bisa, sih? Dia kan enggak punya kuncinya?” Ajeng berkacak pinggang.

“Katanya disuruh sama Tuan,” jawab si satpam dengan perasaan takut.

“Sialan! Rupanya papa tidak main-main!” gerutu Ajeng. Perempuan itu membalikkan badan, menatap bangunan toko mebel besar milik papanya. Perempuan itu berucap dalam hati, kalau dia akan benar-benar kabur dari rumah.

Saat ini Ajeng tidak tahu apa yang harus dilakukan. Satu-satunya orang yang terlintas di pikirannya adalah Steven, pacar barunya. Ajeng mengambil ponselnya di dalam tas kemudian menghubungi Steven. Dia meminta laki-laki itu untuk menjemputnya sekarang.

Beruntung, Steven langsung mengiyakan permintaan Ajeng dan segera menuju ke tempat Ajeng berada. Tidak butuh waktu lama bagi Ajeng untuk menunggu kedatangan Steven. Laki-laki itu datang dengan kuda besinya berwarna merah maroon. Ajeng langsung masuk ke dalam mobil dengan ekspresi wajah yang merengut. Jelas membuat tanda tanya bagi Steven.

“Ada masalah, sayang?” tanya Steven. Merasa aneh karena melihat wajah Ajeng yang ditekuk cemberut.

“Nanti aku ceritakan. Yang penting kita pergi dari sini,” jawab Ajeng.

Steven menghadap Ajeng. Dia memberikan senyuman termanisnya. “Ya udah, kita mau ke mana?”

“Terserah. Yang penting bisa mencerahkan pikiranku,” ucap Ajeng. Perempuan itu mengurut pelipisnya.

“Bukannya kamu habis liburan dari Singapura, Sayang? Kok malah enggak happy gitu?” tanya Steven.

Ajeng mendesah kasar, lalu menyenderkan bahunya ke belakang.

“Boro-boro liburan. Yang ada disuruh pulang buat nikah,” kesal Ajeng.

“Apa? Nikah?” Kedua mata Steven melebar.

“Papa bohong sama aku. Ternyata dia enggak masuk rumah sakit. Padahal aku udah pengen lihat acara fashion week di sana. Demi papa aku langsung pulang. Enggak tahunya, Cuma akal-akalan papa buat nyuruh aku nikah,” jelas Ajeng. Raut wajahnya semakin terlihat kesal.

Bagaimana tidak, rencananya untuk liburan selama satu bulan di Singapura harus gagal. Karena papanya sendiri telah memberikan kabar bohong.

“Terus, kamu mau?” tanya Steven dengan nada yang tinggi. Dia khawatir, pacarnya mau menikah dengan pilihan orang tuanya.

“Ya enggaklah,” jawab Ajeng.

“Kamu tahu, kan? Siapa yang sebenarnya aku inginkan? “ Ajeng menoleh lalu memberikan senyuman yang lebar pada Steven.

”Udah, buruan kita pergi dulu dari sini. Bawa aku ke mana saja, aku ikut denganmu.” Ajeng menatap lembut Steven. Dia berharap laki-laki itu paham dengan apa yang dimaksudnya.

Steven lantas tancap gas, membawa Ajeng menjauh dari toko besar milik papanya.

“Papamu kan sayang sama kamu. Mana mungkin dia maksa puterinya buat nikah sama orang yang enggak dicintai.” Satu tangan Steven membelai puncak kepala Ajeng. Satu tangan lagi memegang setir mobil.

“Kalau gitu. Aku mau bawa kamu ke tempat di mana kamu lupa sama amarah kamu,” imbuh Steven.

“Ke mana?” Mata Ajeng berbinar. Steven tidak menjelaskan mau ke mana, laki-laki itu hanya menjawab dengan senyum yang lebar.

Steven semakin menambah kecepatan. Kuda besinya begitu lincah hingga mampu memecah kepadatan jalan raya. Hingga sampailah mereka di klub malam.

“Tenang saja. Di sini bukan klub malam murahan pada umumnya. Tamu di sini semua eksklusif, harus punya member atau undangan dari si pemilik.” Steven menjelaskan kepada Ajeng sebelum dia bertanya.

“Klub malam ini punya temanku. Jadi, tentu aku punya akses khusus untuk masuk,” imbuh Steven.

Ajeng sedikit ragu untuk turun dari mobil. Meskipun dia sering hang out dan keluar malam. Tapi dirinya memang tidak pernah masuk ke klub malam dan sejenisnya. Namun, kali ini pikirannya sedang kacau. Dia ingin menghibur diri dan tempat pilihan Steven tampaknya memang cocok.

Sebelum masuk, Steven menunjukkan kartu berwarna hitam kepada penjaga pintu.

“Silakan masuk,” ucap si penjaga pintu.

Steven masuk lebih dulu kemudian mengulurkan tangan kepada Ajeng. Perempuan itu menyambutnya, menggenggam tangan Steven. Mereka berdua masuk dengan bergandengan tangan. Begitu masuk ke dalam, Steven menggiring Ajeng ke tempat duduk yang ada di sudut ruangan.

“Aku ambilin minum, ya?” tanya Steven dan Ajeng membalas dengan anggukan.

Steven berjalan menuju meja bartender. Dia memesan dua gelas cocktail. Setelah mendapatkan minumannya, Steven segera membawanya ke pada Ajeng.

“Ini, minum dulu! Biar seger.” Steven mengulurkan minuman kepada Ajeng. Perempuan itu langsung meneguknya hingga tersisa setengah gelas.

Steven tersenyum smrik. Laki-laki itu duduk, sengaja agak mendekat ke Ajeng.

“Hari ini, kamu enggak boleh cemberut. Ada aku di sini yang siap menemani kamu, Ajeng,” ucap Steven. Tangannya membelai lembut pipi Ajeng.

“Makasih ya, Stev. Aku benar-benar kesal sama papaku,” balas Ajeng.

Steven semakin merapatkan diri. Satu tangannya melingkar di pinggang Ajeng, membawanya perempuan itu lebih dekat ke tubuhnya.

Ajeng hanya tersenyum. Tiba-tiba dia merasakan kepalanya seperti berputar dan badannya terasa lemas.

“Steven ... aku ....”

“Hari ini, kamu harus menjadi milikku, Ajeng,” bisik Steven di telinga Ajeng.

Perempuan itu hanya membalas dengan senyuman seraya menyelipkan rambut ke belakang telinganya. Tidak mengerti apa maksud dari perkataan Steven.

“Stev ... kepalaku ....” Ajeng mengurut pelipisnya. Pandangannya mulai kabur. Dia ingin mengatakan kepada Steven kalau kepalanya tiba-tiba terasa pusing.

Sementara Steven terus menatap Ajeng dan tersenyum miring. Dia sudah tahu apa yang akan terjadi selanjutnya kepada Ajeng. Benar saja, sebelum memberi tahu Steven apa yang sedang dirasakan. Ajeng sudah lebih dulu pingsan di dalam pelukan Steven.

Steven membelai lembut pipi Ajeng lalu berkata, “Maaf, Ajeng. Aku tidak sanggup menyia-nyiakan perempuan cantik sepertimu. Aku ingin memilikimu seutuhnya sebelum laki-laki lain memilikimu,” ucap Steven sembari membelai pipi Ajeng dengan punggung tangannya.

Bab terkait

  • Dinikahi Asisten Papa   BAB 2

    Ajeng syok, ketika mendapati dirinya terbangun di kamar hotel. Lebih terkejut lagi ada Steven yang berlutut tepat di samping ranjang, tempatnya berbaring. Wajah laki-laki itu babak belur. "Steven?" Ajeng terperanjat, langsung melompat dari ranjang. Perempuan berambut panjang itu lega, semua baju masih melekat di badannya. Tepat di belakang Steven, berdiri Bian. Laki-laki yang merupakan asisten papa Ajeng itu, menatap marah pada Steven. Kedua tangannya di samping, mengepal kuat-kuat. "Maafkan aku, Ajeng. Aku tidak bermaksud untuk —“ "Enggak usah banyak alasan. Dasar laki-laki mesum!" Bian mencengkeram ujung rambut Steven kemudian menariknya. Steven pun memekik kesakitan. Melihat pemandangan itu, Ajeng sampai menutup mulut dengan kedua tangannya. Bian lalu menyeret Steven ke arah pintu. Sementara Ajeng, masih berusaha mengumpulkan kesadarannya. Tangannya mengurut pelipis karena masih terasa pusing. Meskipun masih dalam keadaan bingung, perempuan itu sudah bisa menyimpulkan apa yang

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-29
  • Dinikahi Asisten Papa   BAB 3

    Ajeng mematung, satu tangannya masih memegang gagang pintu. Apa yang dilihat tidak sesuai dengan yang dipikirkan oleh perempuan itu. Himawan tidak sedang terbaring lemah. "Papa menipuku lagi?" seru Ajeng. Kesal melihat papanya duduk di sofa sambil bersenda gurau. "Di mana kamu menemukannya, Bian?" Himawan sengaja tidak memedulikan pertanyaan Ajeng. "Di rumah Stella," jawab Bian, terpaksa dia berbohong. Satu tangannya kemudian menempel di punggung Ajeng, mendorong tubuh perempuan itu pelan agar lebih masuk lagi ke dalam. Ajeng terpaksa melepaskan gagang pintu dan kakinya maju beberapa langkah. Meskipun masih kesal kepada Bian, tapi dia bersyukur. Laki-laki itu tidak berkata jujur mengenai kejadian di hotel bersama dengan Steven. Padahal dia sudah bersiap ingin menginjak kaki Bian, jika saja laki-laki itu menceritakan sejujurnya. "Syukurlah, kamu tidak bersama Steven," balas Himawan, tanpa memandang wajah puterinya. "Sekarang kalian berdua duduklah, segera tanda tangani ini." Hima

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-29
  • Dinikahi Asisten Papa   BAB 4

    Pandangan Bian beralih ke Himawan yang menuju ke arahnya menggunakan kursi roda. Pun demikian dengan Danu. “Himawan, sahabatku. Lama tidak berjumpa.” Sapa Danu dengan senyum lebar. “Baik,” jawab Himawan singkat. Sejujurnya tidak begitu senang bertemu kembali dengan Danu. Bertemunya kembali dengan Danu, mengingatkan Himawan akan kehilangan kedua orang tua Bian. Mereka meninggal dalam peristiwa kebakaran sepuluh tahun yang lalu di pabrik furniture milik Himawan. Kala itu, Danu yang ingin dimintai keterangan, tiba-tiba menghilang. Ternyata laki-laki itu pergi ke Singapura dan memiliki usaha di sana hingga sekarang. “Baik, bagaimana? Kamu saja duduk di kursi roda begini.” Ucapan Danu yang terdengar mengejek, membuat Ajeng kesal. Perempuan itu maju satu langkah, ingin menegur. Namun, Himawan menahan dengan tangannya. “Om Danu jauh-jauh dari Singapura ingin menjenguk om Himawan,” Bian menerangkan. “Terima kasih sudah menjenguk. Tapi aku ingin istirahat.” Himawan menunjukkan ekspresi

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-29
  • Dinikahi Asisten Papa   BAB 5

    Ajeng risau dan takut dengan kondisi papanya, yang tiba-tiba memburuk. Dia bersikukuh untuk tetap berada di rumah sakit. Bian berusaha menenangkan dan berhasil membujuk Ajeng untuk pulang bersamanya. “Kamu tenang saja, Dokter Abdi adalah dokter terbaik di rumah sakit itu. Papamu pasti mendapat perawatan yang terbaik,” ucap Bian begitu mereka masuk ke dalam mobil. “Yakin tu dokter enggak akan mencelakai papa?” sinis Ajeng. Terus terang dia menaruh curiga pada Bian. Karena percakapannya dengan seseorang tadi terdengar ganjil. Mungkin saja laki-laki yang baru menjadi suaminya itu, ada kaitannya dengan kesehatan papanya. Bian menoleh menatap Ajeng dan perempuan itu balas menatapnya. Mereka berdua saling diam sejenak. “Capek. Buruan pulang!” Ajeng mengalihkan pembicaraan. Dia tidak ingin Bian curiga kepadanya. Dalam perjalanan, Ajeng dan Bian sempat berdebat ke mana mereka akan pulang. Ajeng bersikeras untuk pulang ke rumahnya. Sama halnya dengan Bian yang juga ingin mengajak Ajeng unt

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-29
  • Dinikahi Asisten Papa   BAB 6

    Bian berkacak pinggang sembari geleng-geleng kepala, melihat Ajeng yang masih tertidur pulas meski matahari mulai meninggi. Laki-laki itu berniat ingin membangunkan untuk sarapan. Bian kasihan, sejak kemarin perut istrinya belum terisi sama sekali, saat membuat jus pun justru dijahili olehnya. Tangannya bersiap menyentuh bahu Ajeng, membuat perempuan itu bangun. Tapi terhenti ketika melihat ekspresi Ajeng yang terlihat sedih, sedetik kemudian berganti senyuman. "Apa dia sedang bermimpi?" gumam Bian. Tanpa sadar bibirnya ikut tertarik ke belakang. Melihat Ajeng tersenyum dengan kedua mata tertutup seperti itu menimbulkan rasa yang berbeda di dalam hati Bian. Paras Ajeng yang memang sudah cantik sejak lahir, membuat perempuan itu terlihat menggemaskan. Namun, Bian segera menyadarkan diri tidak ingin terlalu larut. "Bangun!" Bian bernada agak tinggi. "Bangun tuan putri!" Bian semakin meninggikan suaranya. Dan akhirnya berhasil membuat Ajeng bangun. "Apaan sih! Berisik!" protes Ajen

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-03
  • Dinikahi Asisten Papa   BAB 7

    Seketika Ajeng merasa seluruh tubuhnya menjadi lemas. Lutut seakan tidak kuat menopang berat badannya sendiri. Jika saja tidak menguatkan diri, pasti saat itu juga sudah pingsan di tempat. Baru beberapa menit tadi Ajeng bermimpi tentang papanya. Dan kini harus mendengar kabar duka dari rumah sakit. Kondisi Himawan semakin lemah dan tidak tertolong lagi. Himawan pergi untuk selamanya. “Bagaimana bisa?” Ajeng berucap lirih sambil berlinang air mata. “Kehendak Tuhan,” jawab Bian singkat. Sama sekali bukan kata-kata yang ingin didengar oleh Ajeng. Ajeng berharap setidaknya Bian menghibur dirinya atau memberi kata-kata penyemangat. “Sebaiknya kamu istirahat di rumah. Aku akan ke rumah sakit untuk mengurus semuanya,” ucap Bian. “Tidak! Aku harus ikut ke rumah sakit. Aku ingin memastikan sendiri kalau papa benar-benar meninggal,” protes Ajeng, kemudian mengusap pipinya yang basah. Perempuan itu mendahului Bian melangkah keluar dari rumah. Bian beralih menatap sepiring nasi goreng

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-04
  • Dinikahi Asisten Papa   BAB 8

    Ajeng cukup terkejut dengan tindakan Bian kepadanya. Suaminya itu menghempaskan dirinya ke sofa. Kemudian mencengkeram pergelangan tangannyaTangan satunya lagi menahan tubuhnya, agar berjarak dengan Ajeng. Bian memang sengaja, agar Ajeng tidak menodongkan lagi pisau padanya. Netranya menatap marah pada Ajeng. Kini laki-laki itu ada di atas tubuh istrinya. Berseru dengan lantang, memberi tahu Ajeng mengenai orang tuanya. “Selama ini kamu tidak tahu, kan? Kalau om Himawan merawat karena merasa bersalah kepadaku. Kejadian di pabrik mebel sepuluh tahun yang lalu. Semua karena om Himawan. Dan kematian kedua orang tuaku juga rencana dari om Himawan,” jelas Bian. “Papa? Melakukan itu semua?” Kedua mata Ajeng melebar. Tidak menyangka mendengar cerita itu dari Bian. “Tidak mungkin. Papa tidak mungkin melakukan hal itu,” ucap Ajeng lirih. Tubuh lemas mendengar papanya dituduh menjadi pembunuh oleh Bian. Yang dia tahu selama ini, papanya bersahabat dekat dengan ora tua Bian. Itulah kenapa p

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-08
  • Dinikahi Asisten Papa   BAB 9

    “Jangan harap kamu bisa punya anak dariku, Bian.” Ajeng berucap dalam hati. Rasanya dia ingin bersorak penuh kemenangan. Karena melihat ekspresi Bian yang terkejut setelah mendengar penjelasan dari pak Ridwan. Ajeng memang tidak pernah mau tahu tentang urusan pekerjaan papanya. Termasuk dengan pak Ridwan, Ajeng sendiri juga belum mengenalnya secara personal. Semuanya selaku diserahkan kepada Bian. Tapi, kali ini Ajeng merasa bangga dan berterima kasih. Papanya ternyata tidak menyerahkan perusahaannya begitu saja kepada Bian. “Saya juga mempunyai kewajiban untuk terus memantau kalian berdua. Karena pak Himawan memberikan kepercayaannya kepada saya. Untuk memastikan bahwa Ajeng selalu baik-baik saja,” ucap pak Ridwan. Setelah memberikan penjelasan panjang lebar. Pengacara pribadi Himawan itu pamit. “Saya percaya, Ajeng akan aman dan bahagia bersamamu, Bian.” Pak Ridwan menepuk pundak Bian. Kemudian sedikit mencondongkan tubuhnya mendekat ke Bian. Pak Ridwan berbisik, “Percayalah.

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-10

Bab terbaru

  • Dinikahi Asisten Papa   BAB 23 - Merawat Bian

    Ajeng terkejut melihat Bian tiba-tiba pingsan di depannya. "Bian? Bangun! Pagi-pagi nggak usah bercanda, deh!" Ajeng mengguncang-ngguncang tubuh Bian, tapi tidak ada respon. Ajeng kemudian menempelkan tangan ke dahi Bian."Astaga, panas banget badannya," ucap Ajeng panik. Tanpa ragu Ajengmembawa Bian ke dalam kamar. Susah payah Ajeng memapah Bian lalu membaringkannya di tempat tidur. Kemudian berusaha menghubungi Mba Ratri untuk meminta bantuan, tapi tidak diangkat. Ajeng semakin khawatir karena Bian menggigau. "Tenang, Ajeng. Tenang." Ajeng menenangkan dirinya sendiri agar tidak semakin panik.Perempuan itu memutuskan untuk mencari informasi di internet, mengenai penanganan dan pertolongan pertama pada orang yang mengalami demam tinggi.Selesai membaca semua informasi, Ajeng keluar dari kamar dan menuju ke dapur untuk merebus air.Ajeng kembali menghubungi Mba Ratri dan hasilnya masih nihil, tidak ada jawaban. "Oke, aku bisa sendiri." Ajeng meyakinkan dirinya.Setelah airn

  • Dinikahi Asisten Papa   BAB 22- Kejutan dari Bian

    "Sengaja mau nunjukin kekuasaan kamu, ya? Atau biar kelihatan kaya suami yang sayang sama istrinya?" Ajeng berucap dengan nada sinis. Ajeng tidak terima saat Bian tiba-tiba muncul, menurutnya Berlagak sangat peduli, menawarkan kepadanya agar memilih apa saja yang ingin dibeli. "Kemarin katamu aku ini kejam, aku ini enggak ngerti perasaan kamu. Sekarang aku mau nurutin apa yang kamu malah dibilang sok peduli. Jadi orang yang konsisten," balas Bian dengan perasaan kesal. Padahal niatnya memang baik, tapi Ajeng salah mengartikan.Bian memang berniat meninggalkan Ajeng dan kembali ke kantor, tapi mengurungkan niatnya karena merasa khawatir dan memutuskan mengikuti Ajeng.Timbul iba di hati Bian saat melihat Ajeng menatap sebuah dress. Dan Bian yakin Ajeng sangat menyukai dress tersebut karena terus menatapnya. "Ya kalau ngerti aku harusnya tuh kasih uang. Kartu kreditku jangan diblokir. Ngenes banget sih hidup aku, punya suami kagak pernah kasih uang," sinis Ajeng. Perempuan itu menghe

  • Dinikahi Asisten Papa   BAB 21 - Ajeng Merajuk

    Tatapan Bian kepada Ajeng kali ini agak berbeda. Ada sedikit rasa kagum dan heran karena istrinya mau membaur dengan karyawan pabrik."Aku tidak salah lihat, kan?" gumam Bian, geleng-geleng kepala dan tersenyum tipis.Bukannya segera menghampiri, Bian justru terpaku melihat Ajeng yang tanpa sungkan membaur dan bercengkerama dengan para karyawan itu. Hingga Bian tidak sadar telah larut dan membuat kembali teringat akan kejadian semalam. Saat Ajeng dengan berani membuat sisi laki-lakinya muncul. "Bian? Sini!" Ajeng berteriak seraya melambaikan tangan.Bian tersentak mendengar Ajeng memanggil namanya. Sadar bahwa dirinya tidak seharusnya mengingat hal seperti itu di siang hari dan di tempat kerja."Ngapain kamu di sini? Ganggu pekerjaan mereka aja!" Bian sengaja menegur di depan para karyawan. Sebenarnya hal itu dilakukan karena merasa salah tingkah sendiri."Siapa yang gangguin? Mereka sendiri yang ngajakin aku, kok," balas Ajeng tidak terima."Ini, kamu ngajakin mereka buat makan. Pa

  • Dinikahi Asisten Papa   Bab 20 – Tidak Akan Terjadi

    Ajeng merasa skeptis terhadap niat Danu yang ingin mengajak kerja sama. Dia merasa bahwa Danu hanya ingin menguasai perusahaan papanya dan mengambil alih kendali yang seharusnya menjadi miliknya.Dengan tidak menyetujui kerja sama, Ajeng merasa bahwa tindakan ini adalah langkah yang tepat untuk melindungi perusahaan papanya. Dia tidak ingin perusahaan papanya jatuh ke tangan orang yang tidak bisa dipercaya.Bian sendiri cukup terkejut dengan kehadiran Ajeng yang tidak disangka. Ditambah lagi dengan rasa kesal karena Ajeng mendadak ikut campur dalam perbincangannya dengan Danu. Meskipun begitu, Bian memahami alasan di balik penolakan Ajeng, namun tetap berpendapat bahwa kerja sama dengan Danu dapat memberikan keuntungan besar bagi perusahaan."Ini kesempatan besar bagi perusahaan kita, Ajeng?" tegas Bian"Aku tidak percaya pada orang itu, Bian. Ngajakin kerja sama? Tapi Aku lebih merasa dia hanya ingin menguasai perusahaan papa," sengit Ajeng."Kamu tahu apa, Ajeng? Aku yang bertanggun

  • Dinikahi Asisten Papa   BAB 19- Secepat Itu Lupa?

    “Mba Ratri orang mana? Kok Bian bisa minta Mba Ratri kerja di sini?” Ajeng melempar pertanyaan kepada Ratri yang masih sibuk mencuci piring di dapur. Ratri tidak langsung menjawab dan justru tersenyum geli. Wajar jika Ajeng menginterogasi dirinya. mungkin Bian belum bercerita mengenai siapa dirinya.“Sebenarnya udah lama saya kerja sama mas Bian, Mba. Dulu kedua orang tua saya yang jadi kepercayaan orang tuanya mas Bian. Buat ngurus rumah sama ngurus mas Bian. Tapi, setelah orang tuanya mas Bian meninggal, orang tua saya buka usaha sendiri, kulineran gitu,” jelas Ratri. “Lah, jadi pembantu kok turun temurun sih,” celetuk Ajeng. Sedetik kemudian dia sadar kalau kata-katanya kurang pantas. Namun, Ratri sama sekali tidak tersinggung. Jauh sebelum Ajeng datang ke rumah itu, rupanya Bian sudah menceritakan mengenai Ajeng termasuk kepribadiannya.“Bukan turun temurun sih, Mba. Lebih tepatnya balas budi aja. Saya bisa sekolah dan orang tua saya sampai bisa beli rumah sendiri ya karen

  • Dinikahi Asisten Papa   BAB 18- Permainan cinta Ajeng

    Bian mematung saat Ajeng melingkarkan tangan di lehernya. Awalnya Bian mengira kalau istrinya itu hanya menggertak, ternyata di luar dugaan. Ajeng cukup nekat menempelkan bibirnya ke bibir Bian. Bukan hanya kecupan biasa, melainkan sapuan lembut yang mampu membuat sekujur tubuh Bian menegang.Jika hanya sekali, Bian masih memaklumi. Tapi rupanya Ajeng lebih berani dari dugaan Bian. Istrinya itu lebih dulu memulai permainan yang tidak disangka oleh Bian. Ajeng semakin menarik kepala Bian untuk lebih dekat lagi kepadanya. Sementara Ajeng tidak enggan membuat dirinya sama sekali tidak berjarak dengan Bian.Awalnya Bian hanya mencoba mengikuti permain Ajeng. Namun, tidak sangka dirinya semakin larut. Bagai harimau yang dibangunkan dari tidurnya. Sisi lain dari diri Bian memaksa muncul.“Takut?” Ajeng menarik wajahnya sebentar. Memberi jeda pada permainannya yang tidak dibalas oleh Bian. Perempuan itu masih dengan posisi kepala miring memberikan senyuman smrik pada Bian.Ditantang sepe

  • Dinikahi Asisten Papa   BAB 17- KESEPAKATAN

    Ajeng mondar-mandir dengan perasaan kesal dan marah. Di kamar Bian, kamar yang sekarang menjadi tempat tinggalnya. Ajeng terus mengomel tentang sikap Bian yang menurutnya tadi sangat kurang ajar. Laki-laki itu tanpa persetujuan dan tanpa bertanya lebih dulu, seenaknya mendaratkan bibir ke bibirnya. Meskipun peristiwa itu tidak berlangsung lama, dan hanya kecupan biasa. Ajeng merasa bahwa Bian sudah mengambil secuil dari dirinya. Bodohnya, kenapa tadi Ajeng tidak langsung marah dan justru melarikan diri. Perempuan itu sampai lupa tentang pinggangnya yang semula kesakitan. “Kamu enggak tahu bagaimana ekspresi Bian setelah menciumku. Dia tuh kaya mengejekku, Stella. Seolah dia sengaja ingin mempermalukanku.” Ajeng mengepalkan tangan, satu tangan memegang ponsel yang ditempelkan ke telinga. Ajeng tidak menyia-nyiakan untuk berbagi cerita kepada Stella. “Terus-terus. Kamunya gimana?” balas Stella. Di seberang sana dia sedang menahan tawa mendengar cerita dari Ajeng. “Kok terus? Ya aku

  • Dinikahi Asisten Papa   BAB 16 - Ciuman Pertama

    “Sial! Kenapa juga tadi Bian mendengar perkataanku.” Ajeng bergumam dalam hati. Tidak menyangka kalau Bian tiba-tiba datang ke kamarnya dan mendengar percakapannya dengan Stella.Tapi, bukan Ajeng namanya kalau tidak pandai mengalihkan pembicaraan. Perempuan itu memarahi Bian yang menguping pembicaraannya dengan Stella.“Aku tidak menguping. Sengaja lewat dan ada orang yang sebut-sebut namaku. Jadi aku mampir sebentar untuk menyimak.” Bian melipat kedua tangannya, lalu menyenderkan bahu ke pintu.“Itu namanya menguping!” Ajeng langsung mematikan panggilannya dengan Stella.“Se-sejak kapan kamu berdiri di situ?” Ajeng bertanya dengan nada tergagap. “Baru saja. Aku mau ngecek, apa kamu masih butuh barang lagi untuk di bawa?” Bian memilih membicarakan yang lain. Dia tidak memperpanjang masalah tadi. Meskipun tadi sebenarnya Bian mendengar semua ucapan Ajeng kepada Stella.“Enggak ada. Nanti kalau butuh lagi, aku bisa pulang untuk mengambilnya,” balas Ajeng.“Baiklah, kalau sudah tidak a

  • Dinikahi Asisten Papa   BAB 15 - PINDAH RUMAH

    Ajeng sempat mengira ada pencuri yang masuk ke rumahnya dan mengacak-ngacak kamarnya. Siapa sangka ternyata Bian tengah sibuk merapikan beberapa barang miliknya. Bian mengeluarkan semua baju Ajeng dari dalam lemari, menatanya di beberapa koper milik Ajeng. Sisanya lagi dimasukkan ke kardus. Semua sudah ditata dengan rapi dan diletakkan di ruang tamu. Bahkan semua peralatan make up dan skincare Ajeng yang ada di meja rias juga sudah dipacking Bian dengan rapi. “Bian! Mau kamu apakan barang-barangku?” pekik Ajeng. Perempuan itu marah besar karena Bian tanpa izin menyentuh semua barang-barangnya. “Enggak lihat aku sedang mengepak barang-barangmu? Sisanya kamu rapikan sendiri. Tapi aku rasa itu sudah cukup, kalau perlu yang lain kita bisa beli,” jawab Bian dengan santai. “Maksudnya apa? Kenapa aku harus mengepak sisanya dan kalau butuh yang lain bisa beli? Bisa enggak kamu kasih penjelasan!” tuntut Ajeng. Kedua tangannya berada di pinggang, menatap marah pada Bian. “Mulai hari ini, k

DMCA.com Protection Status