Setelah selesai mengerjakan tugas nguli nyuci gosok, Ningroem melangkahkan kakinya menuju ke tempat Yesi, yang masih asyik bermain tepung dan mikser.
"Mbak," aku menepuk pundaknya pelan. Otomatis Yesi yang sedang serius terperanjat untungnya adonan tidak tumpah.
"Ih Mbak, ada apa kaget aku?" Melirik Ningroem yang berdiri di belakangnya sesaat. Kemudian fokus kembali pada adonan kue yang sedang di buatnya.
"Serius banget sih," gurau Ningroem terkekeh.
"Kalau gak serius bisa gagal adonannya."
"Aku pamit pulang duluan, ya?"
"Ya, aku ngerti kok, kamu bimbang dengan anakmu 'kan?" Yesi balik bertanya.
"Ya," sahut Ningroem singkat kemudian berlalu dari hadapan Yesi.
Ningroem meninggalkan tempat itu, setelah berpamitan terlebih dahulu kepada majikannya, yang kebetulan ada ditempat itu sedang mengawasi para pegawai. Yang sedang membuat kue dan roti.
Bu Halimah mengambil dua buah roti yang sudah di kemas plastik, diserahkannya ketangan Ningroem. Dengan senang hati wanita berlesung pipi menerimanya, mengucapkan terimakasih. Setelah itu Ningroem mengucapkan salam. Membalikkan tubuhnya untuk melangkah pulang.
Ningroem buru-buru berjalan pulang, terkadang dirinya merasa tak enak hati menitipkan Denis pada Ratna jika terlalu lama.
Sesampainya di rumah Ningroem langsung menuju rumah Ratna, yang letaknya bersebelahan dengan rumahnya.
Tetapi terlihat sepi dan sunyi tak ada suara televisi ataupun suara Denis yang biasa tertawa, dengan riang sepertinya rumahnya kosong.
Ningroem melirik ke arah kanan dan kiri mencari seseorang barangkali ada orang yang bisa di tanyai. Terkait tidak adanya Ratna dan Denis di dalam rumahnya. Tetapi nihil, sepi. Karena tadi cuaca sempat gerimis sehingga kontrakan tampak lenggang tidak ada orang yang beraktivitas di luar. Semua orang berada di dalam rumahnya masing-masing, karena cuaca terasa dingin menusuk tulang.
Mirna mengetuk kontrakan paling ujung rumahnya Tini, karena hanya dia yang selalu ada di rumah jarang pergi ke mana-mana.
"Mbak."
Mirna memanggil penghuni rumah dengan mengetuk pintu, menunggu jawaban dari dalam rumah. Tetapi tidak ada tanda terdengar suara Denis putra kecilnya yang sedang bicara.
Mirna mematung sesaat di depan pintu rumah Tini, ia merasa bimbang pada putranya jika tidak menemukannya.
Mirna mematung di depan pintu, memasang telinganya mendengarkan dengan seksama suara yang baru saja di dengarnya."Ba, ba."
Benar tak salah lagi, itu suara Denis putra bungsunya yang terdengar sedang bermain cilukba. Wanita berlesung pipi memanggil Mbak Tini sekali lagi. Kali ini suaranya agak keras disertai dengan mengetuk pintu.
"Mbak Tini."
Setelah mengetuknya beberapa kali, terdengar suara jawaban dari dalam rumah dengan langkah kaki yang mendekati pintu.
"Iya," sahutnya dari dalam. Pintu pun terbuka tapak oleh Ningroem, Tini berdiri di depan pintu.
"Eh Mbak, sudah pulang," tanya Tini tetangganya.
"Iya Mbak, Denis di sini ya?"
"Iya, tadi Mbak Ratna menitipkannya padaku. Karena ia dibawa ke rumah sakit untuk Operasi oleh suami dan keluarganya," timpal Mbak Tini menjelaskan mengapa Denis ada padanya.
"Ohhh, Maaf Ya Mbak jadi merepotkan," ucap Ningroem.
"Tidak apa kok, Denis anaknya anteng jadi seneng jagain nya."
Mbak Tini masuk kedalam sementara Ningroem duduk menunggunya di teras rumah. Tak lama Tini kembali lagi sambil menggendong Denis, diserahkannya ke dalam gendongan Ningroem.
Wanita berlesung pipi memberikan amplop kepada Tini, sebagai ungkapan terimakasih telah menjaga anaknya menggantikan Ratna.
Setelah tiga hari dirawat dirumah sakit Ratna pulang diantar oleh Dani dan keluarganya.Ningroem menyempatkan untuk menengok Mbak Ratna yang baru saja pulang.
"Mbak boleh aku masuk?" Ningroem melongok dari luar ke dalam rumah melihat Mbak Ratna, yang sedang bermalas-malasan di atas tempat tidur.
"Masuk saja Mbak," sahut Ratna.
Kemarin maaf, ya? Nggak sempat bilang karena memang perginya mendadak terlebih Mbak Ningroem gak punya ponsel. Jadi saya tidak bisa memberi tahu. Sebetulnya Kemarin sempat kontrol-kontrol saja tetapi ketika berobat lagi kemarin dokternya menyarankan harus operasi secepatnya. Saya tidak bisa menolak karena Mas Dani sudah menandatangani surat prosedur operasi dari rumah sakit." Jelas Ratna panjang lebar.
"Iya, enggak apa-apa yang penting sekarang Mbak sehat dulu. Biar Denis saya titip ke Mbak Tini dulu. dia juga tidak menolak di titipin Denis."
"Iya seperti itu lebih baik, biar Mbak masih bisa bekerja." Ratna membenarkan ucapan Ningroem.
"Iya, Mbak, kalau tidak bekerja dari mana aku dan anakku bisa makan?"
"Mba aku ada permintaan, tapi ---," Ratna tidak melanjutkan ucapannya.
"Ada apa Mbak?" tanya Ningroem penasaran, menatap wajah sayu dan cantik di hadapannya. Walaupun Ratna terlihat pucat tetapi guratan kecantikannya tidak memudar.
"Ah sudah siang. Nanti Mbak kesiangan nanti saja dilanjutkan, kalau Mbak sudah pulang," sahutnya.
Walaupun sebetulnya Ningroem penasaran dengan apa yang akan dikatakan Ratna padanya, tetapi dirinya tidak bisa memaksa untuk mendesaknya sekarang karena waktunya pun sudah mepet. Ia harus segera berangkat untuk tugas nyuci.
"Baiklah. Aku berangkat dulu ya, Mbak. Nanti pembicaraannya dilanjutkan lagi," sambung Ningroem mengakhiri pembicaraan. Kemudian melangkah keluar dari rumah Ratna.
Ningroem yang masih penasaran dengan apa yang ingin dibicarakan Ratna menjadi bertanya-tanya dalam hati.'Apa sih yang ingin dibicarakan Mbak Ratna sehingga ia membutuhkan waktu yang banyak?'
Jam di dinding menunjukkan pukul tujuh tepat Ningroem harus segera berangkat. Namun, Denis masih tergolek di tempat tidur.Ningroem mencium kening dan pipinya tetapi Denis tetap lelap, sehingga wanita berlesung Pipit tidak tega untuk membangunkannya.
Wanita berlesung pipit menutup pintu kemudian melangkah keluar rumah. Ia berjalan ke arah rumah Mbak Tini, terlihat wanita bertubuh singset sedang menjemur pakaian rupanya ia baru selesai mencuci baju, Ningroem menghampirinya.
"Mbak."
"Iya Mbak," Tini menoleh ke arah Ningroem yang berdiri di depan teras rumahnya.
"Denisnya masih tidur nanti tolong di lihat ya? saya mau berangkat titip dulu, ya Mbak!"
"Iya nanti saya lihat Mbak."
Ningroem membalikan tubuhnya melangkah meninggalkan rumahnya. Hari ini ia berangkat sendiri karena Mbak Yesi ada keperluan jadi hari ini Ningroem berjalan kaki pulang dan pergi.
Sambil melangkah menyusuri jalanan Ningroem teringat kembali pada pembicaraan tadi pagi dengan dengan Mbak Ratna yang sempat terputus karena jam yang sudah Memet untuk dirinya berangkat nguli.
Sebenarnya Mbak Ratna mau membicarakan hal apa, ya? bukankah sakitnya saja belum sembuh.Dimata Ningroem Mbak Ratna itu sosok wanita cantik, suaminya juga ganteng. keduanya baik dan suka menolong orang. Namun, sayang belum dikaruniai anak. Bahkan Mbak Ratna baru-baru ini di operasi pengangkatan rahim karena terdeteksi ada kanker di dalam rahimnya. Padahal pasangan itu sangat ingin menimang bayi. Kasihan. Memang nasib setiap orang sudah digariskan sejak manusia itu sendiri lahir ke dunia. Nasibku sendiri juga tidak lebih baik dari mereka.
Jika keadaannya demikian rasanya nggak mungkin Mbak Ratna bisa hamil. kasihan sungguh nasib kedua pasangan ini. Ningroem membatin dalam hati. Kenapa juga aku memikirkannya? Nasibku juga sama menyedihkannya dengan mereka. hanya berbeda permasalahannya saja. Setiap-tiap orang pasti punya masalah. Tinggal bagaimana caranya diri kita untuk menyingkapi masalah tersebut dengan baik. Aku juga mengambil keputusan sebagai janda karena menurutku baik. Baik untukku namun, tidak untuk anakku. Tapi, ya memang tidak ada lagi jalan selain ini. Lagi-lagi Ningroem berbicara dengan hatinya sendiri. Membatin sembari berjalan tak terasa akhirnya ia sampai juga di tempat kerjanya. Ningroem membuka pintu gerbang yang tidak di kunci. Ia langsung menuju ke tempatnya kerja di bagian belakang. Ningroem langsung memisahkan pakaian yang berwarna dan yang putih untuk di giling, sedangkan yang kemarin kering siap untuk di gosok. Ningroem langsung menata pakaian kering di atas meja gosok, kemudian mulai mengg
"Bukan itu. Aku tidak ingin ke kamar mandi tetapi, aku ada permintaan padamu, maukah Mbak menikah dengan Mas Dani dan menjadi maduku?"Ningroem kaget dengan apa yang baru saja di dengarnya. Ratna meminta dirinya untuk jadi madunya. Apa sisa obat biusnya masih bereaksi sehingga wanita berwajah putih bersih itu berkata yang tak masuk akal seperti ini.Apa tidak dipikir dulu ucapannya itu akan menyiksa batinnya sendiri. tidak, tidak. Walaupun dirinya bisa memberikan anak tapi ia tak tega jika harus menjadi madunya Ratna. 'Mana mau Mas Dani, sama aku yang kucel dekil begini. Sedangkan istrinya cantik saja berkulit putih bersih dan terawat. 'Mirna membatin."Ah Mbak Ratna ini ada-ada saja bercandanya kelewatan," gumam Mirna tidak merespon permintaan Ratna. Ia malah meletakkan punggung tangannya di kening Ratna."Aku Serius. Aku tidak sedang demam, tapi aku belum berunding dengan Mas Dani. aku ingin Mbak menyanggupinya dulu," jelas Ratna."Aku percaya padamu, tak mungkin kamu menyalahi ke
Saat berpapasan dengan Ningroem, ingin rasanya Dani menghentikan langkah wanita yang melewati dirinya itu. Namun, lidahnya kelu. Ia hanya bisa menatap punggungnya yang kini hilang di balik pintu.Dani tak mengerti mengapa istrinya —Ratna meminta dirinya untuk menikah lagi. Hanya karena alasan istrinya tidak bisa memberinya keturunan.Memang aku sangat ingin memiliki keturunan tapi itu dari rahimnya bukan dari rahim orang lain.Walaupun aku harus menerima kenyataan jika istriku itu menderita sakit kanker rahim. Yang baru saja diangkat dari rahimnya sehingga kini Ratna tidak bisa memiliki anak. ya memang dalam sekejap hadapanku musnah seketika. Tapi mungkin itu sudah takdir hidupku harus seperti ini.Walaupun tidak mempunyai anak tapi usahaku cukup maju, tak pernah kekurangan dari segi materi. Mungkin ini berkahnya bagi kami berdua.Namun, Dani terkejut ketika istrinya berbicara di kala malam itu. disaat dirinya akan melakukan kewajiban sebagai suami. Ratna duduk di pangkuan Dani me
Ratna masih tetap pada pendiriannya. Ia tetap ingin mengambil Ningroem menjadi adik madu nya. karena ia yakin dengan hatinya bahwa Ningroem adalah wanita yang baik. Baik secara lahir maupun batin, yang terlihat dari kesehariannya.Bagaimana sabarnya dia menghidupi dirinya sendiri beserta kedua anaknya. Ningroem berjuang sendiri. Ia sosok wanita hebat belum tentu dirinya bisa sesabar dan sekuat Ningroem, itu yang menjadi tekad Ratna untuk tetap kukuh menunggu sampai Ningroem luluh hatinya. Hari ini Ratna akan mengambil dan menjaga Denis supaya suaminya bisa kencan berdua saja dengan Ningroem.Dani pasti tidak akan menolak jika Ratna yang meminta karena dia tidak sanggup melihat buliran bening di kedua netranya. Walaupun dengan sedikit terpaksa pasti suaminya akan menuruti keinginan Ratna.Jika tidak seperti itu keinginan Ratna untuk memiliki anak dari Dani tidak akan pernah terkabulkan.Bagaimana dengan keluarga Ratna? Mereka sudah tidak bisa mencegah keinginan Ratna. Bukankah sudah a
Ningroem bergegas masuk dari pintu belakang, menghampiri Ratna yang dari tadi memanggil-manggil namanya. Samar Ningroem mendengar panggilan Ratna dari rumahnya. Ningroem keluar melalui pintu belakang untuk membeli diapers karena kehabisan stok di rumah."Ada, apa Mbak?" tanya Ningroem melihat wajah wajah Ratna yang panik dan pucat pasi."Mbak, dari mana saja aku panggil-panggil tidak menjawab?""Maaf Mbak, tadi habis dari warung dulu membeli diapers untuk Denis karena di rumah habis," sahut Ningroem memperlihatkan kantong plastik berwarna putih yang berisi 2 bungkus diapers."Ya, ampun Mbak, Aku kira Mbak marah sama aku? kabur melalui pintu belakang," sahut Ratna merasa lucu sehingga tertawa tertahan menutup mulutnya dengan tangan kanannya. Wajahnya yang tadi pucat kini dialiri darah kembali."Ya Allah Mbak, aku mau kabur kemana? Mbak tahu sendiri aku hanya mempunyai kontrakan sepetak, ini juga ngontak. Tidak punya saudara, sebatang kara," jelas Ningroem kepada Mbak Ratna.Ya ampun Mb
Pergi berdua saja dengan suami orang atas izin istri pertama, bagi Ningroem ini sungguh aneh. haruskah Ningroem merasa senang? Ningroem menepis sesaat rasa yang hadir dan yang tak seharusnya ada. Dirinya tidak boleh jatuh cinta sekarang, hanya karena diajak jalan-jalan. Mungkin perasaan itu hadir karena sepanjang hidup Ningroem bersama dengan Bram dulu, tidak pernah sekalipun di ajak jalan-jalan. Sepanjang hari Ningroem hanya menghabiskan waktunya di rumah saja. Mengurus urusan sumur, kasur dan dapur. Suami orang yang bersamanya kini bersikap baik padanya. tidak ajang aji mumpung main peluk dan cium sesukanya. Malah terkesan canggung layaknya hanya teman biasa. Bicara juga hanya seperlunya saja. Ningroem sepenuhnya sadar siapa dirinya. Ningroem hanya ingin menjaga hubungan baiknya dengan Ratna tidak ada niat untuk mengambil Dani. Walaupun setelah bersamanya beberapa jam meninggalkan kesan yang aneh di dalam relung hati Ningroem. Rasanya suami orang itu sanggup menutup lubang di
Ningroem menciumi Denis karena kangen, Ratna menatap kami sesaat kemudian beralih menatap suaminya. "Dek, Mas, bawain ini, tadi beli di tempat oleh-oleh, Adek 'kan suka sekali Daster." Mas Dani menyerahkan kantong plastik yang dibawanya, pada Ningroem dan juga istrinya. Wajah Ratna tampak sumringah melengkungkan seulas senyum di bibirnya. Ningroem merasa tidak enak berlama di rumah Ratna, segera ia berpamitan, mengucapkan terimakasih. Menggendong Denis, membawa kantong plastik berisi pakaian yang di belikan Dani. Tiba di rumah Ningroem menurunkan Denis, membiarkannya bebas bergerak semaunya. Ningroem memang tidak membiasakan Denis untuk terus dalam gendongannya. Selain karena tidak kuat terus gendong karena berat badannya yang terus bertambah. Sehingga membuat Ningroem cepat lelah kalau terus-terusan menggendongnya. Ningroem sengaja membiasakan Denis untuk aktif bergerak, supaya otot-otot kakinya cepat berfungsi sehingga cepat bisa berjalan. Ningroem membuka kantong plastik
"Dek tidak apa-apa?" Dani bertanya pada Ningroem di saat motor sedang melaju. Wanita berlesung pipi menatap pria di depannya dengan mata yang sembab, karena menangis sudah dituduh macam-macam oleh Bram –mantan suaminya. "Tidak apa-apa." sahut Ningroem singkat tangannya masih sibuk menghapus sisa air mata yang membasahi pipinya. "Yang sabar, ya? Segala sesuatu pasti ada jalan keluarnya. "Kurang sabar apa, sih Mas diriku ini. Kenapa masalah datang dan pergi silih berganti menghampiri diriku." Tangan Ningroem mengusap sisa air mata yang tergenang di sudut matanya. Dani diam saja tak berkata apapun, hanya menatap wanita berlesung pipi dari kaca spion. Beberapa bulan kemudian. Ratna datang ke rumah Ningroem, Ningroem tidak merasa kaget karena memang keduanya tinggal bersebelahan. "Denis, sudah mandi belum?" tanya Ratna pada anakku yang sedang di pakaikan baju. "Sudah, Nda," sahut Ningroem mewakili Denis, yang memang belum lancar bicara hanya bisa berkata Mah, tuh dan nih. Ratna du
Mendengar penuturan Ratna, Ningroem langsung mengajak kedua anaknya untuk berpamitan. Rasanya Ningroem tidak sanggup jika terus disalahkan. Satu tahun kemudian. Tok! tok! tok! Terdengar suara ketukan pintu, Ningroem segera bangkit dari duduknya yang sedang memainkan ponselnya. Wanita itu sedang menatap gambar putranya Yuda di layar ponsel. Ningroem merasa rindu. Namun, ia tidak berani untuk bertamu ke rumah Ratna. Karena Ratna sudah melarangnya tempo hari. Sehingga Ningroem hanya bisa menahan rindu. Wanita itu hanya bisa mendoakannya dari jauh. Terlihat di depan pintu seorang pria telah berdiri. "Pak Surya, tunggu sebentar saya ambil dulu botol susunya." "Tunggu Mbak," tahan lelaki paruh baya menghentikan langkah kaki Ningroem. Ningroem membalikan tubuhnya menghadap pak Surya. "Ada apa pak?" "Saya disuruh ibunya Non Ratna untuk mengabarkan jika Mbak Ratna telah berpulang." "Innalillahi wa inna ilaihi rojiun. Mbak Ratna sakitkah?" Ningroem terkejut dengan berita yang baru
Mendengar penuturan Ratna, Ningroem langsung mengajak kedua anaknya untuk berpamitan. Rasanya Ningroem tidak sanggup jika terus disalahkan. Satu tahun kemudian. Tok! tok! tok! Terdengar suara ketukan pintu, Ningroem segera bangkit dari duduknya yang sedang memainkan ponselnya. Wanita itu sedang menatap gambar putranya Yuda di layar ponsel. Ningroem merasa rindu. Namun, ia tidak berani untuk bertamu ke rumah Ratna. Karena Ratna sudah melarangnya tempo hari. Sehingga Ningroem hanya bisa menahan rindu. Wanita itu hanya bisa mendoakannya dari jauh. Terlihat di depan pintu seorang pria telah berdiri. "Pak Surya, tunggu sebentar saya ambil dulu botol susunya." "Tunggu Mbak," tahan lelaki paruh baya menghentikan langkah kaki Ningroem. Ningroem membalikan tubuhnya menghadap pak Surya. "Ada apa pak?" "Saya disuruh ibunya Non Ratna untuk mengabarkan jika Mbak Ratna telah berpulang." "Innalillahi wa inna ilaihi rojiun. Mbak Ratna sakitkah?" Ningroem terkejut dengan berita yang baru
Ningroem memalingkan tatapannya dari penjual pop es. Wanita itu tidak menyangka jika dirinya akan bertemu dengan Bram di wahana bermain. "E—eee, sama anak-anak," sahut Ningroem tergagap. Pria itu melangkah mendekati Ningroem. "Sama anak-anak!" Pria itu tertegun untuk sesaat karena tidak melihat Fahmi dan juga Denis ikut bersamanya. "Mereka ada di dalam sedang bermain," jelas Ningroem. "Aku membeli makanan untuk mereka karena takut merekaerasa lapar karena capek asyik bermain," pungkas Ningroem kemudian. "Ohh, boleh Mas ikut bergabung?" Belum sempat menjawab pertanyaan Bram, ibu penjual pop es memberikan tiga gelas pop es yang dipesannya. Ningroem menerima dan membayar pesanannya. "Boleh, kamu kan ayahnya." Bram mensejajarkan langkahnya dengan langkah Ningroem, wanita itu berhenti di penjual sosis untuk mengambil pesanannya. Setelah melangkah beberapa langkah Ningroem berhenti di Abang penjual martabak tadi ia juga memesan martabak manis dengan toping keju untuk dirin
"Mas, tunggu dulu. Aku takut."Dani melumat bibir Ningroem, "Mas akan melakukan dengan hati-hati."Ningroem merasa tegang, ini hari pertama setelah dirinya melahirkan rasanya miliknya merasa seperti perawan kembali rapat karena sudah di jahit. Wanita itu takut melakukan hubungan badan seperti saat memulai malam pertama."Jangan tegang," ucap Dani berbisik di telinga Ningroem, hingga membuat sekujur tubuhnya merinding. Ningroem menarik nafas dalam menghembuskannya perlahan . Wanita itu betul-betul takut dan tegang hingga. Dirinya tidak bisa menikmati pergulatan pertamanya, hanya fokus untuk menghilangkan rasa sakit saat memulainya."Mas, pelan, aku takut jahitannya robek.""Hem, kau seperti perawan. Dek." Kesat dan sempit sekali."Ningroem tersipu, Dani menaikturunkan tubuh di atas Ningroem. Wanita yang berada di bawah kunjungannya semakin erat meremas sprei menahan sakit. Namun, sesaat kemudian rasa cermas dan takut berangsur hilang tergantikan oleh nikmatnya hentakan yang di berikan
"Maksud Mas, apa?" Ratna merasa tak mengerti dengan perkataan Suaminya. "Ah, sudah lah lupakan kata-kata Mas, barusan." Dani tak ingin membuat hati Ratna gundah sehingga, pria itu meninggalkan Ratna yang masih berdiri mematung di hadapannya. Dani melangkah menuju box bayi yang di dalamnya terbaring putra kecilnya yang lucu. Dalam hati ia merasa kasihan pada Ningroem yang harus mengalah. Merelakan bayinya untuk tetap berada di sini. Tentu saat ini Ningroem sedang bersedih saat ini. Tidak ada teman untuk berbagi. Dani menyentuh pipi Yuda dengan telunjuknya, "Anak ayah baik-baik disini, ya bersama bunda Ratna." Dani berbicara pada Bayi Yuda yang tertidur dengan pulasnya. "Yang malam ini bolehkah aku menemani Ningroem? Pasti ia sangat sedih harus berpisah dengan bayinya." Dani meminta izin pada Ratna untuk menemani Ningroem istri keduanya. "Silahkan saja kalau pun tak kembali ke sini aku rela, karena aku sudah menukarmu dengan Yuda." "Apa, Yank. Memangnya aku barang yang bisa k
Sepulang dari pasar Dani menyempatkan untuk membeli kue, teringat akan Ningroem sedari tadi hatinya berdebar-debar terus. Dani tidak mengerti padahal dia tidak merasa sakit atau pun tidak enak badan. Apakah ada yang salah dengan jantungnya sehingga detaknya tidak seperti biasanya. Dani tidak memperdulikan detak jantungnya. Nanti juga kembali normal seperti biasa, kemarin juga sempat berdebar tetapi hilang dengan sendirinya. Semoga hari ini pun jantungnya baik-baik saja. Dani terus memacu motor maticnya hingga sampai di sebuah toko kue, setelah memarkirkan motornya pria itu turun melangkah masuk. Dani melihat-lihat aneka kue yang berderet rapi di meja, juga di etalase. "Mbak, saya mau ini dua." Tunjuk Dani pada kue brownies yang berbaris di etalase toko. Pegawai segera mengemas kue yang di minta Dani, setelah mengemasnya Dani segera membayarnya di kasir. Hari sudah semakin sore ketika Dani keluar dari toko kue tersebut. Baru saja hendak keluar dari toko tiba-tiba hujan turun de
Pagi harinya Ningroem merasa terbebas dari rasa meriang yang menyerangnya tadi malam, kini Kedua gunungnya meneteskan ASI dengan lancar. Hingga membasahi Bra, tembus ke baju yang dikenakannya. Jika orang lain tak pernah pakai Bra ketika memberikan ASI pada anaknya. Lain halnya dengan dirinya yang risih jika harus berpakaian tanpa Bra apalagi dua gunungnya terlihat menjulang padat dan meneteskan ASI hingga bajunya basah. Ningroem lebih nyaman mengganti sumpalan pada kedua Bra-nya dari pada bajunya harus basah terkena Air ASI-nya yang meninggal bau amis. Singkat cerita sudah dua bulan Ningroem berada di rumah Ratna. Ningroem merasa dirinya sudah sehat dan bisa beraktivitas seperti biasa lagi. Ningroem memberanikan diri mengetuk pintu kamar Ratna, untuk membicarakan sesuatu hal yang penting menyangkut dirinya dan juga putranya yang diberi nama oleh Ratna, Yuda putra Pratama. "Masuk!" Ningroem menekan gagang pintu untuk membuka pintu, melangkah masuk. Ratna yang sedang menyisir r
Ningroem tidak dapat lagi membendung air matanya. Ia menangis terisak di dalam mobil. Dirinya tak menyangka akan berpisah dengan anak dalam waktu dekat. Bayinya masih sangat kecil masih sangat membutuhkan dirinya. Tapi dirinya tidak bisa berbuat apa-apa untuk Yuda. Anak yang baru berusia dua bulan darah dagingnya sendiri dari lelaki yang menjadi Suaminya. Pak supir yang tak tega mencoba menghibur Ningroem. "Sabar Mbak, segala sesuatu tentunya ada balasannya. Aku juga tak menyangka jika Bu Ratna akan berbuat nekat seperti ini. Menyuruh Mbak untuk meninggalkan bayimu di sini." Ningroem tidak menanggapi ucapan pak supir di depannya. Hatinya masih sangat pilu mengingat bayinya yang ia tinggalkan di rumah Ratna. Sang supir pun tidak sakit hati karena ucapannya tidak mendapatkan tanggapan. Ia sangat paham pada wanita yang duduk di jok belakang. Pak supir bersimpati padanya tetapi tidak ia bisa berbuat apa-apa sehingga sang supir hanya fokus lagi ke jalan raya yang berada di depannya. "
Pagi harinya ketika Adzan subuh berkumandang, Ningroem memberanikan diri untuk membersihkan badannya yang lengket. Ningroem tidak ingin membangunkan Ratna yang masih tertidur pulas, bersama ibunya di tempat tidur sebelah yang kosong karena tidak ada Pasien lain. Sedangkan Dani tidur di atas tikar yang dibawanya dari rumah. Ningroem melihat sekilas pada box bayi yang ada di samping tempat tidurnya. Dilihatnya bayinya masih tertidur pulas. Ia pun perlahan beranjak dari tempatnya semula. Berjalan pelan menuju kamar mandi, yang masih ada di pojok kamarnya. Karena tangan Ningroem tidak di infus. Ia menjadi lebih leluasa untuk melakukan aktivitasnya. Hanya saja bagian intinya yang masih terasa sakit Karena baru satu hari melahirkan. Ningroem memasuki kamar mandi dengan hati-hati. Kemudian melepaskan pakaiannya satu-persatu dari tubuhnya. Menghidupkan kran air, membasuh tubuhnya dari kepala hingga badannya sesuai nasehat yang diberikan Ibunya ketika ia melahirkan anak pertamanya. "Ndok j