Keesokan harinya, konferensi pers Rumah Sakit Kota Kintan diadakan tepat pukul sepuluh pagi.Berhubung insiden ini terkait dengan seorang tokoh medis terkenal, dan karena Tiffany adalah dokter dengan perkembangan paling pesat dalam dua tahun terakhir di rumah sakit, jumlah wartawan yang datang sangat banyak.Hampir seluruh media di Kota Kintan hadir. Bahkan, ada beberapa media internasional yang ikut meliput.Saat Tiffany memasuki ruangan, dia langsung melihat beberapa wartawan asing. Di samping mereka, duduk seorang wanita yang sangat cantik dan bersorot mata dingin.Wanita itu bertubuh tinggi, ramping, dan penuh pesona. Aura dingin dan angkuhnya terasa begitu kuat. Saat itu, wanita tersebut sedang menyilangkan kaki dan berbicara dengan beberapa wartawan asing di sekitarnya.Sesekali, dia tersenyum tipis dengan ekspresi palsu.Tiffany meremas kedua tangannya di sisi tubuhnya.Cathy.Sudah berapa lama sejak terakhir kali dia bertemu dengan Cathy?Terakhir kali mereka bertemu adalah dua
"Eee ... anu, aku seharusnya melepaskan bajuku dulu atau bajumu dulu?" tanya Tiffany Maheswari dengan hati-hati. Dia berdiri di depan kamar mandi dan hanya membalut tubuhnya dengan handuk.Malam ini adalah malam pertamanya. Pria di depan sana, yang duduk di kursi roda dan menutup matanya dengan sutra hitam adalah suaminya.Ini pertama kalinya Tiffany bertemu calon suaminya. Parasnya lebih tampan daripada yang terlihat di foto. Hidungnya mancung, alisnya tebal, tubuhnya tinggi dan tegap. Ini adalah tipe pria Tiffany.Sayang sekali, pria itu buta dan duduk di kursi roda. Ada yang mengatakan bahwa Sean Tanuwijaya adalah pembawa sial. Ketika berusia 9 tahun, orang tuanya meninggal karenanya. Ketika berusia 13 tahun, kakaknya meninggal karenanya. Kemudian, 3 wanita yang pernah menjadi calon istrinya juga mati.Ketika mendengar rumor ini, Tiffany sangatlah takut. Namun, pamannya bilang mereka baru bisa mengobati penyakit neneknya jika dia menikah dengan Sean. Demi neneknya, Tiffany bersedia
Tiffany bertanya dengan heran, "Kalau aku keluar, kamu bisa mandi sendirian?"Bukannya pria ini tidak bisa melihat apa pun? Sean tidak berbicara, tetapi suasana menjadi makin menegangkan.Tiffany bisa merasakan kemarahan Sean. Dia melepaskan handuk gosoknya, lalu berucap sebelum pergi, "Kalau begitu, kamu hati-hati ya. Panggil aku kalau butuh bantuan."Setelah keluar dari kamar mandi, Tiffany tampak gelisah dan terus memandang ke arah kamar mandi. Bagaimana kalau Sean terjatuh dan mati di dalam sana? Mereka baru menikah. Tiffany tidak ingin menjadi janda.Ketika Tiffany sedang mencemaskan Sean, ponselnya tiba-tiba berdering. Ternyata sahabatnya, Julie, mengirimnya sebuah video. Judul video itu adalah materi pelajaran.Materi pelajaran? Tiffany mengkliknya dengan heran sambil bertanya-tanya dalam hati, 'Ujian masih lama. Untuk apa mengirimnya materi pelajaran sekarang?'"Um ... ah ... hm ...." Begitu video diputar, terlihat seorang wanita bersandar di atas tubuh seorang pria ....Wajah
Kemudian, Tiffany berbalik untuk kembali ke dapur. Kedua pelayan itu segera menghentikannya. "Nyonya, nggak perlu."Mereka digaji untuk masak, tetapi semua sudah disiapkan oleh Tiffany. Kalau sampai Sean tahu soal ini, bukankah mereka akan dipecat?"Nyonya, aku dan Rika bertanggung jawab masak sarapan. Kamu baru datang ke rumah ini, nggak mungkin tahu selera Tuan. Sebaiknya jangan membuat masalah di dapur," ujar salah seorang pelayan dengan kesal.Pelayan bernama Rika itu segera menyahut, "Ya, Bibi Prisa benar. Sebaiknya Nyonya istirahat saja.""Tuan nggak makan makanan seperti ini. Dia selalu sarapan roti lapis, ham, dan susu. Sarapan yang Nyonya buat terlalu kuno," ucap Prisa sambil memandang sarapan yang terlihat hambar itu.Ekspresi Tiffany tampak heran sesaat, lalu menjadi suram. Dia menunduk dan mengiakan. "Kalian benar."Orang kaya memang suka bergaya. Di kampusnya, para siswa kaya saja tidak pernah pergi ke kantin untuk makan, apalagi orang sekaya Sean. Tiffany merasa dirinya s
Suara Sean terdengar sangat dingin, seolah-olah ingin membekukan seluruh ruang makan. Saat berikutnya, buk! Prisa berlutut di lantai dan berujar dengan mata merah, "A ... aku nggak seharusnya bicara begitu dengan Nyonya ...."Sean memang terlihat baik. Namun, jika dia marah, tidak ada yang bisa menanggung amarahnya.Prisa meneruskan, "Tapi, aku nggak berniat jahat! Aku cuma nggak ingin Nyonya masak karena takut dia lelah ...."Sean tersenyum sambil menghadap Prisa dan bertanya, "Makanya, kamu sengaja merusak suasana hati istri baru yang masak untuk suaminya?"Suasana di ruang makan menjadi hening untuk sesaat. Perkataan Sean ini bukan hanya mengejutkan Rika dan Prisa, tetapi Tiffany juga memelotot terkejut. Sean sedang membelanya?Prisa ketakutan hingga gemetaran. Dia menyahut, "A ... aku nggak bermaksud begitu .... Aku nggak membuang masakan Nyonya. Aku dan Rika memakannya ...."Senyuman Sean menjadi makin dingin. Dia mengejek, "Sepertinya kamu lebih mirip majikan di sini daripada aku
Setelah tersadar kembali, Tiffany memungut ponselnya dengan panik. Dia mendongak menatap Garry, lalu bertanya, "Kak, rupanya kamu kerja di sini?"Garry menyunggingkan senyuman manis. Dia mengelus kepala Tiffany dengan penuh kasih sayang sambil menegur, "Sebenarnya berapa usiamu? Kenapa ceroboh seperti anak kecil?""Dua puluh tahun," jawab Tiffany dengan mata berbinar-binar.Garry memalingkan wajah dan terkekeh-kekeh, lalu bertanya, "Kenapa kamu datang ke rumah sakit?"Tiffany menunjuk ruangan di belakang sambil membalas, "Temanku sedang mengobrol dengan kakak sepupunya."Garry melirik jam dan berujar, "Sudah waktunya jam makan siang. Temanmu mungkin nggak akan keluar secepat itu. Kebetulan aku mau makan siang. Gimana kalau kutraktir?"Tiffany berpikir sejenak, lalu mengetuk pintu untuk berpamitan dengan Julie, "Aku pergi sebentar."Garry berjalan di depan dengan wajah berseri-seri dan Tiffany mengikuti dari belakang. Sepertinya dari SMA 2, Tiffany sudah mengagumi pria ini.Saat itu, pe
Suasana di vila menjadi menegangkan. Sean melirik beberapa botol obat di atas meja. Tebersit kilatan dingin di matanya saat berkata, "Ternyata istriku pergi ke rumah sakit demi aku. Aku malah menyalahkanmu."Tiffany tidak bodoh. Dia tentu memahami makna tersirat pada ucapan Sean. Sean memberi isyarat tangan kepada pelayan di samping. Kepala pelayan segera menghampiri dan mengambil beberapa botol obat itu.Tiffany merasa kurang percaya diri. Dia bertanya, "Kamu menyuruh kepala pelayan menyimpannya karena nggak ingin makan ya?"Tiffany bisa merasakan kekesalan pada Sean. Sean tersenyum tipis dan berujar, "Makan saja dulu."Suara Sean terdengar sangat dingin dan rendah. Hal ini membuat Tiffany merasa gugup. Sepertinya, pria ini benar-benar marah.Tiffany mengepalkan tangan dengan erat. Mereka baru menikah 2 hari, tetapi dia sudah membawakan obat untuk Sean. Apakah ini terkesan kurang pantas? Apakah Sean mengira Tiffany membelikannya obat karena tidak menyukai kondisinya?Tiba-tiba, Tiffan
Ketika Tiffany belum tahu harus bagaimana menjelaskan, bibir Sean tiba-tiba menempel pada bibirnya. Sean menahan lengan dan tubuh Tiffany sambil menciumnya secara intens.Keintiman yang mendadak ini membuat Tiffany pusing. Dia merasa jiwanya akan diserap oleh Sean melalui ciuman ini.Sean melepaskannya, lalu tersenyum nakal dan bertanya, "Istriku, apa kamu cukup puas?"Perasaan Tiffany sungguh kacau balau. Dia mencoba melepaskan diri dari pelukan Sean, tetapi Sean menahannya dengan sangat erat. Jarak keduanya sangat dekat. Pada akhirnya, Tiffany kehabisan tenaga."Kenapa tenagamu besar sekali?" tanya Tiffany sambil mencebik. Sebelum menikah, kakek Sean jelas-jelas memberitahunya bahwa Sean sakit-sakitan sehingga Tiffany harus merawatnya dengan baik.Tiffany mengira penyakit Sean hampir sama dengan penyakit neneknya. Namun, tangan kekar yang memegang pinggang Tiffany tidak menunjukkan tanda-tanda bahwa Sean penyakitan.Tiffany tampak cemberut . Sean pun tertawa melihatnya. Sean mengangk
Keesokan harinya, konferensi pers Rumah Sakit Kota Kintan diadakan tepat pukul sepuluh pagi.Berhubung insiden ini terkait dengan seorang tokoh medis terkenal, dan karena Tiffany adalah dokter dengan perkembangan paling pesat dalam dua tahun terakhir di rumah sakit, jumlah wartawan yang datang sangat banyak.Hampir seluruh media di Kota Kintan hadir. Bahkan, ada beberapa media internasional yang ikut meliput.Saat Tiffany memasuki ruangan, dia langsung melihat beberapa wartawan asing. Di samping mereka, duduk seorang wanita yang sangat cantik dan bersorot mata dingin.Wanita itu bertubuh tinggi, ramping, dan penuh pesona. Aura dingin dan angkuhnya terasa begitu kuat. Saat itu, wanita tersebut sedang menyilangkan kaki dan berbicara dengan beberapa wartawan asing di sekitarnya.Sesekali, dia tersenyum tipis dengan ekspresi palsu.Tiffany meremas kedua tangannya di sisi tubuhnya.Cathy.Sudah berapa lama sejak terakhir kali dia bertemu dengan Cathy?Terakhir kali mereka bertemu adalah dua
Meskipun selama ini Tiffany selalu berusaha rendah hati, tetapi karena dukungan penuh dari direktur, dia terlalu mencolok. Saking mencoloknya, hingga membuat dokter lain mulai merasa iri padanya.Melihat sorot matanya yang semakin meredup, tebersit sedikit kegetiran dalam hati Sean. Dia menghela napas dengan pasrah. "Kalau begitu, bagaimana denganmu? Kamu suka sama kehidupanmu yang sekarang?"Tiffany terdiam sejenak, lalu menggeleng pelan. "Aku nggak bisa bilang aku suka atau nggak. Selain urusan sosial dan konferensi yang nggak penting, sebenarnya aku cukup menikmati pekerjaanku sekarang. Tenang dan menyenangkan."Sean tersenyum tipis. "Kepribadianmu mungkin lebih cocok untuk riset akademik di balik layar, bukan berdiri di depan orang banyak dan berpidato ke mana-mana."Tiffany mengangguk kecil. "Mungkin begitu."Emosi yang selama ini terpendam akhirnya menemukan jalan keluar. Tiffany menarik napas dalam-dalam dan merasa lebih lega daripada sebelumnya. Dia mengembuskan napas panjang,
Sean menghela napas pelan, lalu mengulurkan tangan untuk mengusap kepala Tiffany. "Kalau kamu merasa nggak pintar ngomong, kenapa harus tetap berpidato di konferensi seperti ini?"Sean kemudian mengambil satu lagi buku catatan dari meja yang sudah penuh dengan tulisan. Setelah membolak-balik beberapa halaman, dia berkomentar santai, "Sebenarnya, semua ini bisa kamu serahkan pada orang lain untuk menyampaikannya.""Apa boleh buat." Tiffany mengerucutkan bibirnya.Sekarang setelah rahasianya terbongkar, dia pun malas berpura-pura lagi. Dengan pasrah, dia memeluk bantal sofa dan menyandarkan tubuhnya. "Kamu pikir aku mau?"Tiffany mengeratkan pelukannya pada bantal, lalu menenggelamkan wajah mungilnya ke dalamnya. Kemudian, dia menatap Sean dengan sepasang matanya yang berbinar."Aku ini kebanggaan direktur rumah sakit kami. Setiap kali ada konferensi penting, dia selalu membawaku. Dia juga selalu memaksaku untuk menyapa orang-orang dan memberikan pidato ...."Wanita itu menghela napas pa
Mendengar percakapan kedua orang dewasa itu, Arlene tersenyum manis dan melirik Arlo dengan penuh arti. Namun, Arlo hanya memasang wajah datar dan mengerucutkan bibirnya tanpa mengatakan apa pun.Setelah makan malam, Tiffany tidak langsung mengusir Sean karena Sean telah menyiapkan paha ayam yang lezat. Lagi pula, dia tahu jelas bahwa pria itu datang dengan membawa perlengkapan mandi dan piama, jadi tidak mungkin dia hanya datang untuk makan malam saja."Mama, biarkan Pak Sean tidur sama aku malam ini." Setelah makan malam, Arlo mengambil selimut cadangan dari lemari Tiffany dan mengatakannya dengan enggan.Tiffany tertegun. Setahunya ... Arlo tidak terlalu menyukai Sean. Kenapa tiba-tiba dia sendiri yang mengusulkan untuk tidur bersama?"Karena aku kalah taruhan."Bocah itu mengerucutkan bibirnya dengan ekspresi tak berdaya. "Mama, jangan tanya lagi. Ini urusan antara pria. Aku menerima kekalahan, jadi malam ini aku tidur sama dia."Tiffany menatap Arlo dengan terkejut hingga tidak bi
Sean sibuk sendirian di dapur untuk waktu yang cukup lama. Sementara itu, Tiffany duduk di sofa menemani kedua anaknya sambil terus mengawasi dapur dengan hati-hati. Dia belum lupa kejadian lima tahun yang lalu, ketika Sean pernah memasak untuknya.Saat itu ... dia menghancurkan satu dapur.Sekarang, setelah lima tahun berlalu, meskipun Tiffany sudah membuktikan sendiri bahwa paha ayam panggang buatan Sean sama lezatnya dengan yang dibuat oleh koki Restoran Prosper dulu ....Tetap saja, dia tidak bisa benar-benar tenang. Bagaimanapun juga, ini adalah rumahnya dan tempat tinggal kedua anaknya. Kondisi keuangannya saat ini, tidak memungkinkan baginya untuk merenovasi dapur lagi.Namun, kenyataan membuktikan bahwa kekhawatirannya terlalu berlebihan.Satu jam kemudian, pria tinggi yang mengenakan celemek kelinci pink itu keluar dari dapur dengan membawa sepiring paha ayam panggang panas yang mengepul harum."Wahh!"Arlene melompat turun dari sofa sambil menatap Sean yang mengenakan celemek
"Aku sudah lihat semuanya."Tangan Sean dengan mudah menggenggam tangan Tiffany, lalu mengambil tutup panci dari tangannya dan meletakkannya ke samping. "Kalau ingin makan, cari aku saja. Jawaban di internet nggak bisa diandalkan daripada aku."Tiffany terdiam. Sampai di titik ini, apa lagi yang bisa dia katakan?Dengan pipi yang memerah, Tiffany akhirnya menyerah dan mundur selangkah. "Kalau begitu ... kamu saja yang masak.""Hmm."Sean menggulung lengan bajunya dan memperlihatkan lengan bawah yang berotot. "Bisa tolong ambilkan kecap asin?"Tiffany menggigit bibirnya, lalu mengambil kecap asin dan menyerahkannya."Ada madu?""Ada." Dia lagi-lagi dengan patuh mengambil botol madu dan menyerahkannya."Ada celemek lain?" Tiffany tertegun sejenak.Celemek lain ... dia tidak punya itu.Namun, setelah menarik napas dalam-dalam, Tiffany akhirnya melepaskan celemek yang dikenakannya dan menyerahkannya kepada Sean. "Cuma ada ini. Pakai saja."Bagaimanapun juga, sekarang Sean adalah kepala kok
Ini adalah pertama kalinya Sean memasuki kamar Arlo. Ruangan itu sangat rapi dan bersih. Lemari pakaian serta seprai berwarna biru tua.Selain sebuah puzzle yang tergantung di dinding dan figur Ultraman di atas meja, kamar ini sama sekali tidak terlihat seperti kamar seorang anak laki-laki berusia lima tahun."Letakkan barangmu di sini." Arlo berbicara dengan nada sedikit tidak sabar. "Kalau mau ganti baju, ganti saja di sini."Sean mengangguk, lalu meletakkan barang bawaannya sebelum mulai mengganti pakaian."Hmm, ternyata kamu punya perut berotot juga." Arlo menyilangkan tangan di dadanya dan duduk santai di tepi tempat tidur sambil memperhatikan Sean mengganti baju. "Bukannya kamu sibuk sekali? Kapan sempat latihan?"Gerakan Sean terhenti sejenak saat mendengar pertanyaan itu. Dia menatap Arlo dengan tatapan tenang. "Dari mana kamu tahu aku sibuk?""Hmph!"Arlo menoleh ke samping dengan ekspresi tidak senang, lalu berkata dengan nada enggan, "Presdir Grup Tanuwijaya memegang kendali
Arlene mengedipkan matanya beberapa kali, tidak menangkap maksud Arlo.Melihat adiknya kebingungan, Arlo hanya bisa mengangkat tangan dan mengetuk keningnya dengan pelan. "Dia mirip banget sama aku, 'kan?""Kamu bilang dia ganteng, berarti kamu lagi muji aku."Arlene terdiam. "Kakak nggak tahu malu!"Namun, setelah berkata demikian, Arlene kembali merapatkan bibirnya dan berbisik di dekat telinga Arlo, "Kak, aku pengen banget Paman Ganteng jadi papa kita.""Dia itu pria terganteng yang pernah aku lihat! Mama menikah sama pria terganteng adalah hal terbaik yang bisa terjadi!"Arlo mencemberutkan bibirnya, lalu melirik sekilas pria yang bersiap-siap hendak masuk ke dapur. Arlo mendengus kecil dengan nada meremehkan, "Kita lihat saja dulu performanya.""Bukan sembarang orang yang bisa jadi Papa kita."....Di dalam dapur, begitu mendengar bahwa Sean datang, hal pertama yang dilakukan Tiffany adalah buru-buru menyembunyikan paha ayam dan bumbu-bumbu yang tadi dibelinya.Dapur itu kecil, lo
Malam itu, Tiffany baru saja menjemput kedua anaknya ke dalam mobil, Arlo sudah mulai merengek ingin makan paha ayam untuk makan malam. Berbeda dengan Arlene yang sering manja, Arlo jarang sekali mengungkapkan apa yang dia suka atau inginkan kepada Tiffany.Oleh karena itu, ketika putranya akhirnya mengajukan permintaan, Tiffany tentu saja ingin mengabulkannya.Setelah keluar dari taman kanak-kanak, Tiffany langsung mengemudikan mobil menuju pasar bahan segar. Saat membeli paha ayam, Tiffany teringat dengan paha ayam panggang yang dimasakkan Sean saat makan siang di tempat Zion.Tiffany telah merindukan rasa itu selama lima tahun.Sudah lima tahun dia tidak kembali ke Kota Aven, selama itu juga dia tidak pernah merasakan rasa itu lagi. Begitu pula dengan Arlo dan Arlene, kedua anak kecil itu juga belum pernah mencicipinya.Setelah ragu cukup lama, akhirnya Tiffany memutuskan untuk membeli bumbu yang sama seperti yang digunakan Sean tadi siang untuk memanggang ayam."Mama, malam ini mak