"Sekarang dia sudah bisa melakukan operasi sendiri. Aku juga merasa senang untuknya." Zion menghela napas berat dan berkata, "Guru, jangan khawatir. Aku nggak akan bilang apa pun."Dari balik pintu kaca buram, Sean bisa melihat seorang pria berjas putih berdiri dengan postur sedikit membungkuk. "Aku benar-benar minta maaf soal Quinn. Aku nggak pernah membahas insiden malapraktik itu di depannya. Tapi sebulan yang lalu ... aku mabuk ....""Tapi keesokan harinya, aku sudah peringatkan dia untuk jangan menyebarkan apa pun. Aku benar-benar nggak tahu dia akan pergi ke Kota Kintan dan ... memfitnah Tiffany di depan begitu banyak orang.""Zion, kamu anak yang baik." Wanita yang duduk di sofa menghela napas pelan. "Apa yang terjadi waktu itu bukan salahmu, tapi kamu tetap memilih menanggung semuanya sendirian.""Tiffany sebenarnya nggak pantas menerima kebaikanmu. Baik dua tahun lalu maupun sekarang, dia nggak pernah mengakui bahwa instruksi itu datang langsung darinya.""Guru," sahut Zion sa
Sean mengangkat pandangannya dan menatap Zion dengan tenang. Pria itu mengenakan jas putih dokter, tubuhnya tampak kurus, tetapi wajahnya tidak terlihat licik sama sekali.Dengan senyum santai, Zion bertanya, "Anda wartawan?"Sean mengangguk. "Bisa dibilang begitu.""Tapi menurutku bukan."Zion tersenyum tipis. Tatapannya yang jernih menyapu wajah Sean yang tegas dan berkarakter dingin. "Wartawan nggak punya aura seperti Anda."Sean tersenyum. "Aku punya aura seperti apa?""Elegan, dingin, tidak peduli pada banyak hal di dunia ini, tetapi sangat fokus pada tujuan Anda. Kalau sudah menentukan target, Anda akan mengerahkan segalanya untuk mencapainya."Setelah berkata demikian, dia berbalik untuk menuangkan segelas air, lalu meletakkannya di depan Sean. "Benar nggak apa yang kubilang?"Sean menatapnya dengan lebih dalam. Ada sedikit kilasan kekaguman dalam matanya. "Kalau kamu sudah tahu aku bukan wartawan, kenapa nggak langsung mengusirku?""Karena aku merasa Anda mungkin adalah teman D
Kenapa bisa ...."Ada apa?" tanya Zion Ketika melihat Sean tidak berbicara.Sean menatap Zion dengan tajam. "Tangan Dok Tiff .... apakah cedera itu mengenai otot dan tulangnya?"Zion tampak agak terkejut. Dia teringat pernah melihat laporan medis Tiffany yang tergeletak di atas meja suatu hari."Bisa dibilang begitu." Dia mengepalkan bibirnya sejenak sebelum melanjutkan, "Tapi yang paling parah adalah, tangannya pernah mengalami luka bakar yang sangat serius."Sean terdiam sejenak, ekspresinya berubah. "Luka bakar?"Saat dia hendak bertanya lebih lanjut, pintu klinik tiba-tiba terbuka. Seorang wanita melangkah masuk dengan tenang. Dengan mengenakan mantel merah panjang dan sepatu bot hitam, kehadirannya seketika menarik perhatian.Zion hampir menjatuhkan gelas air yang dipegangnya. Dengan gugup, dia langsung bangkit berdiri dari sofa dan matanya terpaku pada Tiffany. "Dok ... Dok Tiff ...."Tiffany mengangguk ringan ke arahnya, langkahnya tenang saat dia memasuki ruangan. Sebelumnya, d
Zion menggigit bibirnya dan melirik Tiffany sejenak, lalu melihat ke arah Sean sebelum akhirnya mengusap tangannya dengan gugup. Tubuhnya menyusut di sofa saat berkata, "Aku ... waktu mabuk, aku cuma bilang terus terang sama dia.""Terus terang?"Terus terang apaan! Apakah "terus terangnya" menurutnya adalah memberi tahu Quinn bahwa dia dulu menanggung kesalahan Tiffany?Saat insiden itu terjadi, Tiffany bahkan masih berada di Elupa untuk terapi rehabilitasi dan menahan rasa sakit luar biasa akibat luka bakarnya. Mana mungkin dia bisa menyusun rencana operasi untuk Quinn?Tiffany bahkan tidak bisa mengurus dirinya sendiri saat itu, apalagi mengurus operasi orang lain! Dan dia masih berani bilang itu "kebenaran"?"Ya."Zion menghela napas panjang, lalu mengangkat tatapannya yang masih jernih ke arah Tiffany. "Dok Tiff, aku nggak ingin menyembunyikan apa pun darimu. Aku tahu kamu nggak pernah ingin mengakui ini, tapi ...."Dia kembali melirik Sean sebelum melanjutkan, "Tampaknya pria ini
Tiffany paling memahami seperti apa sifat Zion sebenarnya. Saat insiden itu terjadi, dia bahkan merasa sangat menyayangkannya. Kenapa anak sebaik ini bisa sampai nekat melakukan operasi tanpa izin hanya demi membuktikan kemampuannya?Namun kini, saat dia menatap mata jernih Zion dan mendengar kata-katanya yang penuh ketulusan, Tiffany merasa mungkin selama ini dia terlalu banyak berpikir.Sepertinya, Zion masih sama polosnya seperti dulu."Kamu bisa tunjukkan rekaman itu pada kami?"Sean berdiri dari tempat duduknya. Dia melangkah ke pintu depan klinik, menutup rolling door dan menurunkan tirai jendela, memastikan ruangan tertutup sepenuhnya. Setelah semuanya tertutup rapat, dia berjalan perlahan kembali ke depan Zion."Sekarang cuma ada kita bertiga di sini."Zion tampak ragu.Tiffany mengatupkan bibirnya. Dia paham maksud Sean. Oleh karena itu, dia menenangkan diri, lalu menatap pria yang berada di depannya. "Begini, Zion.""Aku yakin aku nggak pernah meneleponmu mengenai operasi itu
"Selain kemungkinan ini, nggak penjelasan lain lagi."Sean mengerutkan kening dalam-dalam dan menoleh ke arah Tiffany. "Kamu punya musuh atau orang yang nggak suka sama kamu di rumah sakit?"Tiffany masih terjebak dalam keterkejutan setelah mendengar rekaman itu. Saat Sean mengulangi pertanyaannya sekali lagi, barulah Tiffany tersadar dari lamunannya.Selama bertahun-tahun ini, hubungannya dengan rekan kerja termasuk sangat baik. Meskipun dia tidak lagi sehangat dulu dalam berinteraksi dengan semua orang, kemampuannya yang luar biasa dan sikapnya yang profesional tetap membuatnya disukai oleh banyak kolega.Tiffany berpikir sangat lama, tetapi dia tidak bisa mengingat pernah berbuat salah pada siapa pun sehingga ada orang yang ingin mencelakainya dengan cara seperti ini."Biasanya Dok Tiff selalu rendah hati. Meskipun keahliannya cukup hebat, dia nggak pernah sombong sama orang. Aku nggak merasa ada orang yang ingin menjebaknya."Zion yang sejak tadi bersandar di kusen pintu pun menghe
Sean mengetukkan jari-jarinya ke meja dengan ritme pelan. "Kirimkan rekaman ini padaku."Zion mengangkat kepalanya, menatap Tiffany sejenak. Setelah merasa yakin dengan ketulusan Tiffany, dia akhirnya mengirim rekaman itu ke e-mail Sean. "Apa rencana Anda?" tanyanya."Kalau nggak bisa mendapatkan petunjuk dari motif pelaku, kita bisa mulai dari suara ini. Seseorang yang bisa meniru suara Tiffany sampai 70% mirip dalam waktu singkat bukanlah orang biasa. Setidaknya, dia pasti seorang pengisi suara profesional."Zion menepuk dahinya. "Benar juga!"Dia menatap Sean dengan penuh kekaguman, lalu mengacungkan jempol. "Pintar sekali."Sean hanya tersenyum kecil, lalu berdiri dari sofa. "Kalau begitu, aku dan Tiffany akan pergi dulu. Kalau ada sesuatu, hubungi kami."Setelah berkata demikian, dia berbalik dan melangkah ke sisi Tiffany, lalu mengulurkan tangannya. "Kita sudah cukup lama mengganggu di sini. Saatnya pulang."Setelah mendengar kenyataan yang begitu mengejutkan ini, Tiffany merasa
Dua mobil berwarna merah dan hitam melaju di jalan raya menuju Kota Kintan. Dua jam kemudian, mereka akhirnya tiba di dalam kota. Meskipun hari ini adalah hari liburnya, Tiffany tetap tidak bisa tenang memikirkan pasien-pasiennya.Begitu memasuki Kota Kintan, dia langsung membelokkan mobilnya menuju rumah sakit. Sementara itu, Sean mengarahkan mobilnya ke kantor polisi, membawa Zion bersamanya.Saat Quinn dibawa keluar oleh petugas, rambutnya terlihat berantakan dan wajahnya penuh ketidakpuasan. "Aku sudah bilang, nggak ada yang bisa membujukku! Aku akan membongkar kebenaran tentang wanita itu ...!"Sambil berbicara, dia ditarik keluar oleh polisi. Zion berdiri dengan kedua tangan bersedekap di koridor sambil menatapnya. "Kalau aku yang datang untuk membujukmu?"Suara pria itu terdengar sangat merdu. Quinn langsung terhenti sejenak.Detik berikutnya, dia mendongak untuk melihat ke arah datangnya suara. Matanya membelalak seketika. "Kak Zion?!"Tanpa berpikir panjang, dia langsung melep
Suara lembut Tiffany seperti suntikan adrenalin yang langsung membuat jantung Sean berdebar kencang.Pria itu mengatupkan bibirnya. Nada bicaranya rendah dan menyiratkan kelembutan saat dia meraih tangan Tiffany dengan jemarinya yang panjang dan kokoh. "Aku cuma mau nyalain panel listrik.""Aku nyalain dulu ya, tunggu di sini."Tiffany menggigit bibir, lalu mengangguk pelan sambil menggumam, "Iya ...." Namun, tangannya masih enggan melepaskan pinggang Sean.Dia menggigit bibir bawahnya sedikit lebih keras. "Bawa aku juga."Sean tersenyum tak berdaya. "Aku cuma turun satu lantai. Kamu tunggu sini sebentar, ya.""Nggak mau."Sejak mereka bertemu kembali, Tiffany sudah jarang bermanja-manja seperti ini pada Sean. "Aku mau ikut.""Aku ...."Di tengah kegelapan, wajah Tiffany mulai terasa panas.Di saat-saat seperti ini, dia justru merasa bersyukur karena listrik tidak menyala. Kalau Sean melihat wajahnya yang memerah, Tiffany pasti sudah diledek habis-habisan ....Suara manjanya membuat Se
"Dia itu pria idaman di Kota Aven, dari wanita usia 18 sampai 80 tahun semuanya ingin menikah sama dia!""Kalau aku tahu siapa yang dia suka, siapa yang mau dia tembak, aku pasti akan langsung wawancara wanita itu. Gimana caranya dia bisa mendapatkan Sean, si suami idaman!"Tiffany menirukan ucapan itu dengan begitu mirip, bahkan ekspresi wajah dan gayanya pun sama persis.Sean terdiam. "Sebenarnya aku nggak sampai segitu disukainya sama wanita, aku ....""Hentikan."Tiffany mengangkat tangan. "Disukai atau nggak, bukan kamu yang nentuin, tapi perempuan.""Pokoknya, aku putuskan mau izin besok, kerja di rumah urus urusan akademik. Nanti kalau situasi sudah mereda, baru aku masuk kerja lagi. Sekalian, aku akan terbitkan makalah terbaruku.""Sekarang antar aku ke lembaga penelitian untuk ambil datanya dulu."Sean menarik napas panjang, akhirnya hanya bisa pasrah dan mengangguk. Dia pun mengambil kunci mobil dari Genta dan resmi menjadi sopir pribadi Tiffany malam itu.Saat tiba di lembag
Tiffany membuka pintu ruang ICU. Dari luar, Lena langsung menerjang ke arahnya dan menatapnya dengan marah. "Kamu apakan kakakku?""Nggak ada." Tiffany melepas jas dokternya dengan anggun dan meletakkannya di kursi di samping. Kemudian, dia menoleh dengan tenang pada para dokter yang sedang menunggu dengan cemas di luar."Kalian boleh masuk. Dia seharusnya sebentar lagi sadar." Para dokter saling berpandangan, lalu buru-buru bergegas masuk ke dalam ruang ICU.Melihat para dokter sudah masuk, Lena juga cepat-cepat menyusul.Sesaat kemudian, terdengar suara Lena yang begitu emosional dari dalam ruangan, "Kak! Akhirnya kamu sadar juga! Huhu! Kamu bikin aku takut setengah mati!"Mendengar suara wanita itu dari dalam, Sean melirik sekilas ke arah Tiffany dan tersenyum tipis. "Hebat juga, ya?""Penyakit hati tentu harus disembuhkan dengan obat untuk hati."Tiffany mengangkat kepala dan tersenyum cerah padanya. "Mau masuk lihat-lihat?"Mata Sean sedikit memicing dan bibirnya mengangkat senyum
Setelah semua orang pergi, Tiffany yang mengenakan jas dokter putih dengan anggun berjalan ke pintu dan menutupnya, lalu mengambil ponselnya. Sambil memainkan ponsel, tanpa sadar dia melirik dingin ke arah Vivi yang masih "pingsan" di atas tempat tidur."Bu Vivi, sekarang cuma ada kita berdua. Kamu nggak usah pura-pura lagi."Wanita yang terbaring di tempat tidur tidak bergerak sedikit pun, seolah benar-benar pingsan. Namun, Tiffany tahu bahwa dia sebenarnya sadar. Sebab, waktu Tiffany baru saja berbicara tadi, dia melihat dengan jelas bahwa ritme pada monitor EKG Vivi menjadi kacau.Itu adalah tanda terkejut. Mungkin Vivi sama sekali tidak menyangka Tiffany akan tiba-tiba berbicara padanya, sehingga dia merasa agak panik."EKG-mu sudah membocorkan rahasiamu."Tiffany menguap, lalu tetap menatap Vivi dengan tenang. "Tapi kalau Bu Vivi mau terus akting, aku juga nggak akan membongkarnya.""Lagian kamu sudah berakting selama tiga tahun, bukan?"Begitu ucapan itu dilontarkan, Tiffany kemb
Lena tidak menyangka Tiffany akan bersikap seperti ini. Dia tertegun sejenak sebelum akhirnya sadar dan berteriak, "Tiffany, apa maksudmu?""Kamu nggak ngerti bahasaku?" Tiffany tersenyum sinis. "Harus aku ulang dalam bahasa lain? Tapi, dengan ijazah SMP-mu, sepertinya kamu tetap nggak akan paham ya?""Kalau bodoh, belajarlah lebih giat. Jangan cuma mengandalkan jasa kakakmu untuk bertindak sewenang-wenang. Memangnya kamu pantas?" Tatapan Tiffany sedingin suaranya.Lena terdiam, lalu menggertakkan gigi. "Apa maksudmu?"Sambil berkata, dia langsung maju, berniat menyerang Tiffany. Dia paling benci diejek soal pendidikannya! Ini bukan karena dia bodoh!Tahun itu saat orang tua mereka meninggal dalam kecelakaan, dia tidak ingin menjadi beban bagi kakaknya. Makanya, dia sendiri yang meminta untuk berhenti sekolah.Dia sebenarnya anak yang sangat pengertian, tetapi banyak orang yang malah menjadikan hal itu sebagai bahan ejekan!"Maksudnya sesuai dengan yang kukatakan." Tiffany meliriknya s
"Saat Bu Vivi mengalami kecelakaan, Bu Lena memaksa kami mencari mawar untuk kakaknya di lantai bawah ...."Sean mengaktifkan pengeras suara sehingga suara pria di ujung telepon terdengar jelas oleh Tiffany.Sambil memegang anggur merah di satu tangan dan mengetuk meja pelan dengan tangan lainnya, Tiffany mencerna informasi itu.Dari penjelasan pria itu, dia bisa menebak apa yang baru saja terjadi di rumah sakit. Kemungkinan besar, Vivi dan Lena melihat video yang beredar di internet.Vivi mengeluh karena tidak mendapatkan mawar, jadi Lena yang tidak terima dengan hal itu pun memaksa para pengawal mengikutinya mencari mawar untuk kakaknya!Namun, seluruh mawar di kota sudah diborong oleh Sean. Hal ini jelas diketahui oleh Vivi. Meskipun demikian, dia tetap meminta adiknya membawa orang-orang untuk mencarikannya bunga.Alasannya hanya satu, yaitu menciptakan situasi di mana tidak ada yang bisa menjaganya, sehingga dia bisa terluka dengan sempurna.Trik ini memang sangat cerdik. Tiffany
Iring-iringan mobil berhias mawar melaju melewati sebagian besar kota sebelum akhirnya berhenti di depan Restoran Proper.Di sana, Mark, pemilik Restoran Proper, sudah berdiri di depan pintu bersama para manajer dan koki untuk menyambut kedatangan mereka.Melihat Mark yang biasanya tampil gagah dalam setelan jas kini berdiri seperti seorang pelayan hanya untuk menyambutnya, Tiffany merasa cukup puas.Terlebih setelah mengingat bagaimana Mark memperlakukan Julie dulu, kini melihatnya berdiri dengan patuh sesuai arahan Sean, membuat Tiffany merasa semakin puas.Pintu mobil terbuka. Dengan bantuan Sean, Tiffany turun dengan anggun layaknya seorang ratu.Begitu turun, dia melirik sekilas ke arah Mark yang berdiri di kejauhan. "Wah, sejak kapan pemilik restoran punya waktu luang untuk menyambutku secara langsung?"Mark memasang senyuman tipis. "Kenapa aku di sini? Orang lain mungkin nggak tahu alasannya, tapi kamu pasti tahu, 'kan?""Kamu pasti lebih paham bagaimana sifat tunanganmu ini. Ka
Namun, Tiffany benar-benar tidak menyangka Sean akan menggunakan lamaran seromantis ini untuk mengumumkan bahwa hubungan mereka telah kembali seperti semula.Dia tahu dengan lamaran sebesar ini, tak akan butuh waktu lama sebelum berita ini tersebar hingga ke luar negeri. Para senior Keluarga Japardi akan segera melihatnya.Mungkin Vivi dan Lena juga akan marah besar? Namun, apakah semua itu penting? Tidak ada yang lebih penting dibandingkan pria yang kini berada di hadapannya, Sean.Tiffany menarik napas dalam-dalam, lalu tersenyum sambil mengulurkan tangannya ke arah Sean. "Tebak, aku terima atau nggak?"Senyuman malu-malu di wajahnya sudah menjawab semuanya.Sean mengatupkan bibirnya, tak lagi meragu. Dia segera meraih tangan Tiffany dan menyematkan cincin di jarinya. "Aku tebak, kamu sangat ingin menikah denganku."Setelah mengatakan itu, Sean langsung menariknya ke dalam pelukan.Sorakan dan tepuk tangan dari kerumunan terdengar bergemuruh.Tiffany bersandar di dadanya, merasa malu
Ketika Tiffany baru saja selesai mengobrol dengan rekan kerjanya, di kejauhan Sean sudah melihat sosok mungil wanita itu.Dengan senyuman tipis di wajah, pria itu membawa sebuket besar mawar dan melangkah perlahan ke arah Tiffany.Tiffany mendengar jelas suara tarikan napas terkejut dari para rekan kerja wanita di sekitarnya. Dia menggigit bibirnya dan tetap berdiri di tempat, meskipun hatinya sudah penuh kegelisahan.Dia tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Namun, yang tidak pernah dia duga adalah Sean tiba-tiba berhenti dua langkah di depannya, lalu berlutut dengan satu kaki dan menatapnya sambil memegang buket.Di wajah Sean yang selalu terlihat tegas, kini penuh dengan kelembutan yang mendalam. "Tiff."Suara bariton yang dalam memanggil nama Tiffany dengan lembut. Nada penuh kasih itu seketika membuat kegelisahan Tiffany menghilang.Tiffany menunduk, menatap wajah pria itu. "Hmm."Teriakan dan gumaman dari rekan-rekan wanita kembali terdengar. Mereka mulai bergosip dengan heboh.