Suasana sunyi senyap. Semua orang yang ada di lereng gunung berhenti bergerak. Yang terdengar hanya suara angin dan kicauan burung.Julie membuka mulutnya, terkejut melihat Samuel yang berlutut di depan Zara. "Samuel, kamu....""Julie, maafkan aku." Samuel menatapnya dengan wajah penuh penyesalan."Dulu aku kira aku menyukaimu. Aku kira aku akan selalu menyukaimu dan menjagamu .... Sampai akhirnya aku bertemu Zara."Samuel menatap Zara dengan tatapan yang serius dan penuh ketulusan. "Setelah bertemu Zara, aku baru sadar, di dunia ini ada gadis yang begitu memesona. Dia cantik, imut, lembut. Julie, jangan salahkan aku karena nggak setia. Kamu benaran nggak mirip dengan wanita."Samuel bahkan enggan untuk menatap Julie lebih lama. "Selain cantik, sifat dan cara berpikirmu terlalu seperti pria. Mungkin ini karena kamu tumbuh tanpa didikan ibu.""Jangan bicara omong kosong!" Julie maju dengan cepat dan langsung meraih kerah baju Samuel. "Coba kamu ulangi perkataanmu lagi!"Kehilangan ibu se
Julie berlari ke depan dan meraih kerah baju Samuel, lalu mengayunkan tinjunya dengan keras.Samuel pun melawan dan menghindar. Julie terus mengikutinya dan terus menghujaninya dengan tinju."Awas!" Saat keduanya sudah dekat dengan tebing, Tiffany segera menarik lengan Julie. Sementara itu, Julie menarik Samuel. Keduanya tergantung di tebing.Di bawahnya adalah jurang yang curam. Namun, kekuatan Tiffany terlalu kecil. Dia sama sekali tidak bisa menarik kedua orang itu."Biar aku saja." Mark menggantikan posisi Tiffany. Dia memegang tangan Julie dan menariknya ke atas.Charles dan Zara juga membantu. Namun, Julie dan Samuel sama-sama terluka. Karena kejadian ini, acara terpaksa dihentikan lebih awal."Perjalanan kali ini benar-benar nggak lancar." Setelah duduk di bus yang akan kembali ke Kota Aven, Lucy bersandar di jendela sambil mengeluh.Hari pertama kebakaran. Hari kedua mendaki gunung, lalu Julie dan Samuel hampir jatuh dari tebing."Lain kali sebelum mengadakan acara, harus lihat
"Ahhhhh!!!""Sakit sekali!!!"Di ruang bawah tanah klinik Charles, Zara dikurung dalam ruangan sempit seperti penjara. Dia memegang kepalanya dengan kesakitan, berguling-guling di lantai.Meskipun dipisahkan oleh pintu besi yang tebal, Tiffany bisa merasakan keputusasaan dan penderitaan dalam jeritannya yang menyayat hati.Wajah Tiffany menjadi pucat. Dia menatap Charles dan bertanya, "Apa ... nggak ada cara lain?""Nggak ada." Charles memejamkan mata. Wajahnya terlihat agak pasrah. "Kita sudah melakukan banyak cara untuk memblokir sinyal di sini, tapi kita masih belum bisa memotong semua sinyal seperti yang kita lakukan di pegunungan."Dengan ekspresi serius, Charles membolak-balikkan dokumen di tangannya. "Cip yang ditanam di otaknya sudah terlalu lama hingga hampir menyatu dengan darahnya. Sangat sulit untuk dikeluarkan.""Satu-satunya cara untuk menghentikan rasa sakitnya dan membebaskannya dari kendali mereka ...." Charles menutup dokumen. "Adalah dengan menghancurkan terminal kon
"Nggak ada yang peduli pada hidup dan matiku, nggak ada yang peduli pada perasaanku. Mereka pikir ini sudah takdirku. Aku mirip dengan Faye, jadi aku harus jadi penggantinya .... Aku nggak ingin kembali!"Usai berbicara begitu, Zara mendongak menatap Tiffany dengan mata memerah. "Sebenarnya aku sangat senang karena kamu mau menganggapku sebagai keluarga. Meskipun semua itu nggak nyata, aku tetap senang. Aku punya kakak sekarang."Air mata Zara terus mengalir. "Janji padaku. Kalau nggak ada cara untuk menyelamatkanku, bunuh saja aku."Tiffany memeluk Zara. Dia sangat terkejut dengan perkataan Zara. Dia menggigit bibirnya. Adegan seperti ini biasanya hanya ada di drama dan novel, tetapi malah terjadi di dunia nyata. Hidup yang sangat menyedihkan.Tiffany teringat para pertemuan pertamanya dengan Zara. Saat itu, Zara sangat angkuh, dingin, sempurna, cantik. Dengan beberapa kata darinya, Zara membuat Tiffany merasa mereka bukan berasal dari dunia yang sama.Namun, Tiffany tidak tahu bahwa
Setelah pulang dari klinik Charles, Tiffany merasa sangat tidak nyaman sepanjang perjalanan pulang. Sosok Zara yang berguling-guling kesakitan di tanah terus terngiang-ngiang di benaknya. Zara menarik rambutnya, membenturkan kepalanya dengan keras ke lantai dan dinding.Jika tidak ada Charles di sana, Tiffany tidak akan sanggup menghentikannya sendirian. Rasa sakit itu sampai membuat orang ingin mati!Tiffany diam-diam mengepalkan tangannya. Sebelum bertemu Zara, Sean selalu mengatakan bahwa kakaknya adalah wanita yang baik dan lembut.Tiffany tidak menyangka kakak Sean yang bahkan rela pulang dari luar negeri saat sedang berbisnis, hanya demi merayakan ulang tahun Sean … ternyata sekejam ini.Mungkin, orang yang sudah mengalami rasa sakit dan kebencian yang sebenarnya akan mengalami perubahan drastis seperti ini ....Tiba-tiba, di telinganya terngiang perkataan Zara. Wanita itu menggenggam tangannya dan berkata, "Janji padaku, jangan pernah temui kakak Sean. Kamu nggak boleh ke sana.
Suara Sean terdengar rendah dan menggoda, dengan sedikit kenakalan di ujung kalimatnya.Tiffany memanyunkan bibirnya, lalu meniru Sean yang suka mencubit pipinya. Dia mencubit pipi Sean sambil menyahut, "Aku bukan jarum perak. Aku nggak mungkin tahu mana gelas yang beracun dan mana yang nggak."Sean tersenyum, lalu memberikan ciuman di wajahnya. "Tapi, kamu sendiri yang bilang ingin melindungiku. Ini juga pertama kalinya aku pergi jauh. Semua demi adikmu, Zara. Bukankah kamu seharusnya menemaniku?"Tiffany mencebik dan akhirnya setuju. Sebenarnya, dia tahu Sean hanya ingin membawanya jalan-jalan dan menyegarkan pikiran. Tiffany memang butuh sedikit hiburan."Gimana kondisinya sekarang?" tanya Sean. Ketika melihat Tiffany setuju, Sean mengecup pipinya lagi dengan lembut."Kondisinya ... sangat buruk." Tiffany mengatupkan bibirnya, lalu menceritakan kondisi Zara yang baru dilihatnya."Aku nggak tega melihatnya seperti ini." Tiffany menunduk sambil menghela napas dalam-dalam. Kemudian, di
Sebelum pergi ke Elupa, Tiffany menghadiri kelas dulu. Dia ingin meminta maaf kepada dosennya. Setengah bulan lalu, dia mengambil cuti karena kondisinya yang tidak sehat. Sekarang, dia harus mengambil cuti lagi selama satu minggu tiga hari.Dosen tidak terkejut lagi. "Tiffany, biar kuingatkan ya. Setelah cuti sepuluh hari ini, kamu akan langsung menghadapi ujian akhir. Semester lalu, kamu mendapat nilai sempurna di semua mata pelajaran. Kalau nilaimu turun kali ini, aku nggak bisa memaafkanmu lho!"Tiffany yang merasa malu hanya bisa tersenyum kepada dosennya."Ya, aku tahu.""Jangan cuma tahu!" Dosen meliriknya dengan tatapan tajam. "Jangan lupa bawa buku pelajaran supaya kamu bisa belajar!"Tiffany mengangguk serius dan mengingat semua nasihat dosennya. Setelah pulang dan mengemas barang, Tiffany pun memasukkan buku-buku pelajaran ke dalam koper dengan patuh.Rika sampai heran melihatnya. "Nyonya, kamu ke Elupa untuk berlibur, 'kan? Kenapa ...." Kenapa harus bawa buku pelajaran? Apa n
Tiffany terkejut, lalu mendongak menatap Sean. "Dia bilang, kamu beli banyak. Banyak apa?"Sean meletakkan satu tangan di depan mulut, lalu batuk dengan pelan. "Waktunya berangkat."Tiffany menatapnya dengan curiga. Kemudian, dia menoleh menatap Rika yang masih mengemas barang.Rika menggelengkan kepalanya, menandakan bahwa dia tidak tahu apa-apa. Sean merasa agak canggung dan melirik Rika. "Aku panggil Pak Sofyan dulu untuk angkat koper."Setelah itu, Sean bergegas berbalik dan pergi. Tiffany hanya bisa merenung. Apa pria ini sedang menyembunyikan sesuatu darinya?....Sebelum berangkat, Tiffany memeriksa jarak dari Kota Aven ke Kota Idali di peta. Menurut perkiraannya, mereka seharusnya akan transit di Kota Sleba.Namun, Sean malah membawanya melalui jalur VIP dan naik pesawat pribadi. Ini pertama kalinya Tiffany naik pesawat, bahkan pesawat pribadi.Di dalam pesawat, Tiffany tidak bisa menutupi rasa senangnya. Dia mengenakan sabuk pengaman dengan kencang, lalu duduk di kursi sambil
Suasana di dalam kantor langsung menjadi sunyi.Filda hampir tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Tiffany menghabiskan hampir empat juta hanya untuk membeli satu lipstik hari ini?Dia sudah gila?!"Kami juga merasa itu sangat nggak masuk akal," ujar Lina sambil menggigit bibirnya, "Bu Filda, Anda juga tahu, sejak Dok Tiff mulai bekerja di rumah sakit ini, dia hampir nggak pernah berdandan.""Tapi sekarang ... dia tiba-tiba membeli lipstik semahal itu. Semua orang bertanya-tanya apakah sesuatu sedang terjadi padanya.""Beberapa orang berpikir dia mungkin sedang tertarik pada seseorang dan berniat berselingkuh ... atau mungkin sebenarnya dia adalah orang kaya yang selama ini menyembunyikan identitasnya."Filda mendengus dingin, lalu bibirnya melengkung membentuk senyum sinis. "Kamu boleh keluar dulu."Dengan gugup, Lina buru-buru keluar dari ruangan. Filda tetap duduk di kursinya sambil tersenyum sinis. Sepertinya dia benar-benar memberi penilaian terlalu tinggi terhadap
Melihat jempol yang diacungkan oleh sahabatnya, Tiffany hanya mengangkat bahu dan menyerahkan kartu hitam itu kepada Julie. "Sepertinya ini semua berkat ajaran guru yang baik."Setelah berkata demikian, dia menundukkan kepalanya dan menatap kartu hitam yang barusan dikaitkan oleh Jayla dengan Sean. Kartu hitam ini memang memiliki simbol Keluarga Tanuwijaya.Di antara semua kartu eksklusif, kartu hitam dengan tulisan " Tanuwijaya" ini memiliki level tertinggi. Bahkan bisa dibilang, hanya orang seperti Sean dan Sanny yang bisa memiliki kartu ini.Tiffany menggoyangkan kartu itu di tangannya, lalu menatap Julie. "Kartu ini benar-benar milikmu?"Julie refleks menghindari tatapan Tiffany, lalu tersenyum canggung. "Ini ... kartu yang diberikan seorang teman padaku. Katanya, dia ingin meminjamkannya padaku supaya aku bisa membeli beberapa pakaian yang lebih bagus."Tiffany sama sekali tidak memercayai satu kata pun dari ucapan itu.Temannya melihat selera berpakaian Julie buruk, lalu langsung
Jayla membuka matanya lebar-lebar. Dia memeriksa kartu itu dengan sangat teliti dari depan ke belakang, dan ternyata memang benar ada tulisan Tanuwijaya!Tiffany mengernyitkan alisnya dengan kesal saat menatap Jayla. "Bu Jayla, ini kartu temanku, tolong kembalikan pada kami. Aku cuma berjanji membelikanmu satu lipstik, tapi aku nggak pernah janji mau kasih kartu temanku padamu!"Jayla mendengus dingin, lalu menyelipkan kartu hitam itu ke tangan Tiffany. "Yakin kartu ini milik temanmu, bukan milikmu sendiri?"Wanita itu tertawa sinis. "Kartu ini jelas bertuliskan Tanuwijaya.""Setahuku, nggak banyak orang yang bermarga Tanuwijaya, dan yang bisa punya kartu hitam eksklusif seperti ini, jumlahnya jauh lebih sedikit. Sedangkan temanmu, sepertinya nggak ada hubungan sama Keluarga Tanuwijaya."Sambil berbicara, tatapannya yang dingin tertuju pada Tiffany. "Pantas saja kamu berani datang ke pusat perbelanjaan mewah dan beli lipstik semahal ini. Rupanya kamu sudah menjalin hubungan lagi sama K
"Silakan bayar di sini."Tiffany menggigit bibirnya dan refleks melirik ke arah Julie.Saat masuk ke toko ini, dia hanya berencana membeli satu lipstik. Dia ingin membuat Filda berpikir bahwa dirinya sedang berpura-pura menjadi putri Keluarga Japardi. Jadi, dia tidak membawa uang sebanyak itu.Awalnya, Tiffany mengira 4 juta sudah lebih dari cukup. Ternyata, dua lipstik saja seharga 7,2 juta.Di sampingnya, Jayla menguap. "Cepat sedikit, aku masih menunggu lipstik yang kamu janjikan lho!"Setelah berkata demikian, tatapan Jayla yang mengandung sedikit ejekan menyapu ke arah Tiffany. "Jangan bilang kalau kamu nggak membawa cukup uang? Atau mungkin kamu nggak rela menghabiskan uangmu dan ingin menarik kembali perkataanmu?"Pegawai yang berdiri di samping Jayla tersenyum tipis ke arah Tiffany. "Bu, kalau kamu merasa lipstik ini kurang cocok, kami masih punya pilihan lain dengan harga berbeda ....""Aku cuma tertarik dengan warna dan model ini." Jayla menyilangkan tangan di dada, menunjukk
Mata Jayla langsung membelalak!"Tiffany, maksudmu apa?" Dia menatap Tiffany dengan penuh amarah. "Kamu bilang aku jelek?""Nggak juga." Tiffany tersenyum tipis, lalu menyerahkan lipstik yang baru saja dicobanya kepada pegawai di kasir. "Aku ambil warna ini, tolong siapkan satu untukku."Pegawai itu dengan sigap mengambil lipstik dan segera pergi. Baru setelah itu, Tiffany menoleh ke arah Jayla yang masih berdiri di ambang pintu."Aku cuma mengatakan fakta. Saat ini aku nggak pakai riasan. Kamu pasti bisa melihat perbedaan antara dirimu yang memakai riasan dengan aku yang tanpa riasan.""Dan jangan asal menuduh. Aku nggak pernah bilang kalau kamu jelek. Itu ... kata-katamu sendiri."Selesai berbicara, Tiffany menguap, lalu melirik Jayla sekali lagi. "Biasanya di saat seperti ini, kamu pasti akan berbalik dan pergi dengan marah.""Di luar kelihatan seperti nggak mau mempermasalahkan, tapi sebenarnya dalam hati sadar kalau nggak punya bukti kuat untuk membantahku. Tapi, sekarang kamu mas
"Aku bahkan pernah lihat Bu Filda bertengkar dengan Pak Morgan hanya untuk memperjuangkan kesempatan bagi Zion!""Filda pernah bilang secara langsung kalau dia ingin membimbing Zion sampai sukses. Kalau bukan karena kedatanganmu, dia pasti sudah berhasil sekarang ...."Tiffany terdiam. Apa yang dikatakan Julie ... sama sekali tidak diketahuinya. Namun, setelah dipikir-pikir, ada beberapa hal yang kini mulai teringat kembali.Sepertinya ... memang ada saat-saat di mana dia dan Zion berada di posisi sebagai pesaing. Namun, karena mereka selalu bekerja sama dan punya hubungan yang cukup baik, Tiffany sama sekali tidak pernah menyadarinya.Kini setelah Julie mengungkitnya, semuanya menjadi jelas. Ternyata, Filda sudah lama menyimpan dendam padanya.Tiffany menghela napas. Semuanya sudah terjadi. Dia hanya bisa menjalani semuanya satu langkah demi satu langkah.Julie menemani Tiffany berkeliling mal untuk waktu yang cukup lama. Tiffany memang tidak terlalu tertarik pada barang-barang mewah,
Karena perilaku aneh Tiffany dalam beberapa hari terakhir, Morgan selalu merasa bahwa ada yang tidak beres dengannya.Jadi, ketika Tiffany meminta izin ke Morgan dan Kenji untuk pergi jalan-jalan bersama Julie, Morgan langsung memberi isyarat mata kepada Kenji.Kenji segera tersenyum dan menandatangani surat izin. "Tiff, kalau kamu sedang bad mood, lebih baik jalan-jalan dan jangan terlalu banyak berpikir!""Julie adalah sahabat terbaikmu, biarkan dia menemanimu dan membantu menyelesaikan masalah di hatimu! Nikmati saja jalan-jalanmu selama 2 hari, lalu kembali bekerja dengan semangat ya!"Tiffany tersenyum dan mengangguk sebelum berbalik pergi. Namun, begitu keluar dari kantor kepala departemen, dia menyadari bahwa surat izinnya tertulis untuk 2 hari.Dia pun mengernyit. Padahal, dia hanya meminta izin untuk sehari. Tanpa berpikir, dia berbalik dan membuka kembali pintu kantor.Di dalam ruangan, Kenji sedang berbicara di telepon. "Julie? Iya, iya, aku sudah mengizinkannya.""Pak Morga
Julie termangu sejenak. Tiffany sedang bad mood? Kenapa rasanya justru sebaliknya? Sepertinya suasana hati Tiffany sedang sangat bagus belakangan ini?Setiap hari, Sean selalu mengikuti Tiffany ke mana pun dia pergi. Sudah lama Julie tidak melihat Tiffany tertawa sebahagia ini."Sudah kuputuskan! Aku akan minta izin ke Direktur dan Kepala Departemen untukmu!" Sesudah mengatakan itu, Tiffany langsung menutup telepon dengan wajah riang.Di sisi lain, Sanny tampak terkejut saat melihat Julie. "Tiffany mau pergi jalan-jalan?"Julie mengernyit. Karena Tiffany, dia selalu memiliki kesan kurang baik terhadap Sanny. Sekarang, melihat Sanny begitu antusias malah membuatnya merasa kurang nyaman."Conan!" Sanny memberi isyarat mata kepada Conan.Conan segera mengeluarkan kartu hitam dari tas. "Kartu ini unlimited. Kamu temani Tiffany jalan-jalan. Apa pun yang dia suka, belikan saja untuknya."Julie terkejut menatap Sanny. "Kartu hitam unlimited ... kamu memercayakannya kepadaku begitu saja?""Kar
"Menawar harga saat belanja di pasar? Bukankah itu hal yang seharusnya dilakukan oleh seorang ibu?" Tiffany melirik Sean dengan kesal. Nada suaranya terdengar kurang yakin.Meskipun membantah, Tiffany tahu bahwa sejak datang ke Kota Kintan, tidak ada satu pun tindak-tanduknya yang mencerminkan identitasnya sebagai putri Keluarga Japardi.Namun, dirinya memang seperti itu. Sejak kecil, dia tumbuh di Desa Maheswari dan tidak pernah hidup bergelimang harta, juga tidak iri pada kehidupan seperti itu. Bahkan, dia menyukai kehidupannya yang sekarang.Yang jelas, Tiffany sudah mengatakan yang sebenarnya kepada Filda dan memberinya peringatan. Jika Filda tidak mau percaya, itu salahnya sendiri karena terlalu picik.Tiffany menarik napas dalam, lalu menatap Sean. "Jadi, selanjutnya kita tinggal menunggu musuh terjebak dalam perangkap?"Sean mengangguk dan tersenyum. "Sambil menunggu, kamu bisa jalan-jalan dengan Julie."Tiffany mengernyit. "Jalan-jalan?""Benar." Tatapan Sean memancarkan sediki