Sean sedikit terharu. Kenaifan Tiffany sungguh memprihatinkan. Saat ditertawakan dan dicemooh oleh orang-orang, Tiffany tidak memikirkan diri sendiri, melainkan khawatir apakah Sean sedih.Sean mengembuskan napas. Ketika dia ingin menggenggam tangan Tiffany, dia mendengar suara Kendra yang rendah dan tegas. "Tiff, bawa Pak Sean pulang!"Begitu Kendra muncul, orang-orang berhenti mengalihkan target mereka dari Tiffany ke Kendra. Seseorang mengejek, "Ckckck, masih berani keluar? Anak gadis yang sudah dibesarkan sebesar ini malah dinikahkan dengan orang buta!"Penduduk desa lain menyahut, "Iya. Demi ibunya, dia bahkan nggak pikirkan kebahagiaan gadis itu."Penduduk desa lain menyanggupi, "Benar. Nggak nyangka sekali. Kelihatannya jujur, tapi apapun bisa dia lakukan ...."Tiffany mengepalkan tangan dengan erat karena komentar orang-orang yang ketus. Kendra memperhatikan reaksi Tiffany lebih dulu. Kendra membentak, "Kenapa marah? Mereka salah omong? Cepat pulang!"Teriakan Kendra memadamkan
Sean berkata lagi, "Ethan yang tinggal di sebelah sudah nikah tiga tahun dan punya dua anak. Dua-duanya seperti Ethan, polos dan imut. Anak cewek kepala desa sudah SMA tahun ini dan nilainya tinggi. Dia mungkin bisa menjadi gadis desa kedua yang diterima di universitas."Sean meneruskan, "Ada juga anjing telantar, namanya Heri. Heri setiap hari berkeliling di desa dan minta makan ke semua rumah ...."....Sean dengan ekspresi kosong menuturkan semua yang Tiffany ceritakan padanya malam itu. Ekspresi Santo makin masam, sedangkan penduduk-penduduk desa di sekeliling menundukkan kepala.Jika tidak diberitahukan oleh Tiffany, bagaimana bisa orang kota yang mulia mengetahui tentang hal-hal di desa? Tiffany sudah pergi ke tempat yang lebih baik, tetapi bersedia mengungkit kampung halaman pada orang lain, serta menceritakan banyak kejadian di desa .... Tiffany benar-benar menyukai dan mencintai desa ini. Mereka malah ....Seorang pria yang tinggi dan kekar berjalan keluar dari kerumunan dan
Penduduk desa di sekeliling mulai berbisik satu sama lain. Menurut mereka, apa yang Sean katakan itu masuk akal. Meskipun Sean adalah orang cacat, setidaknya Sean jauh lebih baik dibanding suami Wenda yang selalu masuk penjara karena aksi preman. Santo mengatakan Tiffany tidak bahagia karena menikah dengan orang cacat. Apakah kebahagiaan yang dimaksud adalah seperti anaknya sendiri?Omongan Sean tidak hanya membuat para penduduk desa berbisik satu sama lain, juga membuat wajah Santo dan Wenda menjadi amsam.Wenda menggertakkan gigi sambil berteriak, "Kenapa tiba-tiba sebut suamiku? Suamiku memang masuk penjara, tapi dia tetap bisa lindungi aku setelah keluar nanti!"Wenda memelototi Tiffany dengan jengkel. Dia mengejek, "Nggak kayak kamu, malah nikah dengan suami yang cacat. Dia bahkan nggak bisa lindungi kamu!""Benarkah?" ucap Sean sambil tersenyum. Detik berikutnya, Sean langsung bergeser ke depan Wenda dan menamparnya. Lalu, Sean mundur kembali ke sisi Tiffany. "Aku nggak tampar wa
Itu sebabnya, Ethan memperlakukan Sean dengan sangat ramah. Setelah ketiganya tiba di rumah Ethan, Tiffany langsung berbaur dengan anak-anak di sana. Dia mulai bermain bersama dua bocah yang memanggilnya bibi.Ethan menuangkan secangkir teh untuk Sean sambil bertanya, "Kapan kamu berencana punya anak sama Tiffany?"Sean memegang cangkir teh itu, tetapi matanya tidak pernah lepas dari wajah Tiffany. Melihat caranya menggoyangkan mainan gemerincing untuk menghibur anak-anak, dia tak kuasa membayangkan bagaimana jika suatu hari nanti wanita itu melahirkan anaknya ....Sean membalas sambil tersenyum lembut, "Kami berserah pada takdir."Apabila dikaruniai anak, mereka akan menjaganya dengan baik. Jika Tiffany tak kunjung hamil, Sean akan berusaha lebih keras.Ethan membalas sambil tersenyum, "Kamu harus memperlakukan Tiffany dengan baik. Dia itu kasihan banget. Sejak lahir, dia sudah dibuang ke desa terpencil seperti ini."Ethan menyesap tehnya sebelum melanjutkan, "Tahun ketika Tiffany dit
Sean tetap duduk dengan tenang di tempatnya. Matanya masih tertutup oleh kain sutra hitam. Dia tetap makan dan minum dengan santai, seolah-olah tidak memperhatikan apa yang sedang dilakukan Wenda.Wenda mulai melepaskan mantel luar yang dikenakannya, lalu beralih membuka rok dan memperlihatkan tubuhnya yang berminyak dan kurang terawat.Dari balik kain hitam yang menutupi matanya, tatapan Sean memancarkan kemuakan. Namun, dia tahu apa yang sedang direncanakan wanita itu. Itu sebabnya, dia memilih diam dan tidak menghentikannya.Dengan hanya mengenakan pakaian dalam, Wenda berdiri di depan Sean sambil menatapnya untuk beberapa saat. Pria ini benar-benar tampan. Tiffany sungguh beruntung bisa mendapatkan suami seperti ini.Seandainya Wenda bertemu pria ini lebih awal, bahkan jika Sean buta atau lumpuh hingga tak bisa berjalan, dia tetap rela menikah dengannya.Meski di luar Wenda berpura-pura ikut mengejek Tiffany dan menganggapnya menikah dengan pria yang buruk, sebenarnya dia sangat ir
Bayu merenung sejenak, lalu menghela napas dengan ekspresi tak berdaya. Dia akhirnya berucap, "Benar juga .... Siapa yang akan mengaku sudah berbuat salah?"Orang-orang di sekitar mulai berbisik-bisik dan membicarakan situasi tersebut. Di sisi lain, tangan Tiffany mengepal erat di sisi tubuhnya. Dia tahu, Sean tidak mungkin tertarik pada wanita seperti Wenda.Jika Sean benar-benar pria yang mudah tergoda oleh wanita, mana mungkin dia menahan diri pada malam pernikahan mereka?Dengan gigi terkatup, Tiffany menatap tajam Wenda sambil berseru, "Kamu bohong! Kamu memfitnah suamiku!"Wenda tersenyum sinis. Dia menatap Tiffany seperti sedang melihat orang bodoh, lalu bertanya, "Aku memfitnah? Kamu pikir aku sebodoh itu untuk mengorbankan harga diriku cuma demi fitnah seorang pria buta?""Lagian, kenapa aku harus fitnah dia? Apa yang istimewa dari seorang pria buta hingga aku perlu melakukan itu?" tanya Wenda.Wajah Tiffany memerah karena marah. Dia membantah dengan suara keras, "Kamu memang
Sean membalas sambil tersenyum, "Oke."Tiffany mengernyit, lalu berbalik dan menggenggam tangan suaminya. Dia memanggil, "Sayang ...."Tiffany tahu, mereka pasti tidak akan memberinya kesempatan untuk membuktikan apa pun karena sudah merencanakannya dengan matang.Kalau Sean tetap berkata seperti itu dan pada akhirnya tidak bisa memberikan bukti, mereka benar-benar harus membayar 1 miliar.Nominal itu membuat Tiffany merasa sakit hati. Saat neneknya sakit dulu, biaya pengobatannya 1,2 miliar. Bahkan saat dia menikah dengan Sean, pria itu hanya mengeluarkan 1,2 miliar sebagai mahar.Sekarang karena jebakan licik dari orang-orang ini, mereka diminta membayar 1 miliar. Mereka jelas akan dirugikan!Melihat kekhawatiran di wajah istrinya, Sean menunduk dan mengecup lembut pipinya sambil berujar, "Percayalah padaku."Santo mencibir sambil melipat tangan di dada. Dia menatap Tiffany dan Sean, lalu berucap dengan sikap merendahkan, "Kalau memang punya bukti, tunjukkan saja!"Sean membalas semb
"Tunggu." Sean tersenyum tipis sambil menuangkan teh untuk dirinya sendiri dengan tenang. Dia berucap, "Chaplin, putar lagi video yang tadi menunjukkan apa yang dikatakan oleh Pak Santo.""Oke." Chaplin dengan patuh menarik mundur bilah waktu di video ponselnya. Dari ponsel, terdengar rekaman percakapan antara Sean dan Santo."Kalau aku bisa membuktikan bahwa aku nggak melakukan pelecehan terhadap Wenda, apa kalian juga akan kasih 1 miliar kepadaku sebagai ganti rugi atas fitnah yang kalian lakukan? Soalnya rasanya nggak nyaman difitnah oleh kalian di depan begitu banyak orang.""Oke. Tapi, kalau kamu nggak bisa menunjukkan buktinya, uang 1 miliar itu nggak boleh kurang sepeser pun!"Setiap kata dalam percakapan itu bergema di dalam ruangan dan membuat suasana menjadi sangat tegang.Raut wajah Santo berubah total. Dia segera berucap, "Itu cuma omongan sesaat. Soalnya aku benar-benar kira Wenda dilecehkan olehmu. Perkataan itu nggak bisa dianggap serius!"Bayu buru-buru mencoba meredaka
"Ahhhhh!!!""Sakit sekali!!!"Di ruang bawah tanah klinik Charles, Zara dikurung dalam ruangan sempit seperti penjara. Dia memegang kepalanya dengan kesakitan, berguling-guling di lantai.Meskipun dipisahkan oleh pintu besi yang tebal, Tiffany bisa merasakan keputusasaan dan penderitaan dalam jeritannya yang menyayat hati.Wajah Tiffany menjadi pucat. Dia menatap Charles dan bertanya, "Apa ... nggak ada cara lain?""Nggak ada." Charles memejamkan mata. Wajahnya terlihat agak pasrah. "Kita sudah melakukan banyak cara untuk memblokir sinyal di sini, tapi kita masih belum bisa memotong semua sinyal seperti yang kita lakukan di pegunungan."Dengan ekspresi serius, Charles membolak-balikkan dokumen di tangannya. "Cip yang ditanam di otaknya sudah terlalu lama hingga hampir menyatu dengan darahnya. Sangat sulit untuk dikeluarkan.""Satu-satunya cara untuk menghentikan rasa sakitnya dan membebaskannya dari kendali mereka ...." Charles menutup dokumen. "Adalah dengan menghancurkan terminal kon
Julie berlari ke depan dan meraih kerah baju Samuel, lalu mengayunkan tinjunya dengan keras.Samuel pun melawan dan menghindar. Julie terus mengikutinya dan terus menghujaninya dengan tinju."Awas!" Saat keduanya sudah dekat dengan tebing, Tiffany segera menarik lengan Julie. Sementara itu, Julie menarik Samuel. Keduanya tergantung di tebing.Di bawahnya adalah jurang yang curam. Namun, kekuatan Tiffany terlalu kecil. Dia sama sekali tidak bisa menarik kedua orang itu."Biar aku saja." Mark menggantikan posisi Tiffany. Dia memegang tangan Julie dan menariknya ke atas.Charles dan Zara juga membantu. Namun, Julie dan Samuel sama-sama terluka. Karena kejadian ini, acara terpaksa dihentikan lebih awal."Perjalanan kali ini benar-benar nggak lancar." Setelah duduk di bus yang akan kembali ke Kota Aven, Lucy bersandar di jendela sambil mengeluh.Hari pertama kebakaran. Hari kedua mendaki gunung, lalu Julie dan Samuel hampir jatuh dari tebing."Lain kali sebelum mengadakan acara, harus lihat
Suasana sunyi senyap. Semua orang yang ada di lereng gunung berhenti bergerak. Yang terdengar hanya suara angin dan kicauan burung.Julie membuka mulutnya, terkejut melihat Samuel yang berlutut di depan Zara. "Samuel, kamu....""Julie, maafkan aku." Samuel menatapnya dengan wajah penuh penyesalan."Dulu aku kira aku menyukaimu. Aku kira aku akan selalu menyukaimu dan menjagamu .... Sampai akhirnya aku bertemu Zara."Samuel menatap Zara dengan tatapan yang serius dan penuh ketulusan. "Setelah bertemu Zara, aku baru sadar, di dunia ini ada gadis yang begitu memesona. Dia cantik, imut, lembut. Julie, jangan salahkan aku karena nggak setia. Kamu benaran nggak mirip dengan wanita."Samuel bahkan enggan untuk menatap Julie lebih lama. "Selain cantik, sifat dan cara berpikirmu terlalu seperti pria. Mungkin ini karena kamu tumbuh tanpa didikan ibu.""Jangan bicara omong kosong!" Julie maju dengan cepat dan langsung meraih kerah baju Samuel. "Coba kamu ulangi perkataanmu lagi!"Kehilangan ibu se
Zara menatap Tiffany sambil tersenyum manis. Matanya melengkung karena bahagia. Dia memberi tahu, "Aku sudah dikendalikan orang selama 13 tahun. Selama ini, aku hampir nggak punya teman."Zara menjelaskan, "Aku berteman sama Penny juga karena S bilang dia orang yang pendendam dan suka memanfaatkan kekuasaan untuk menindas orang lain. Orang seperti itu lebih mudah dimanfaatkan dan bersedia bekerja keras untukku. Itu sebabnya aku berteman dengannya."Zara menghela napas, lalu menatap Tiffany dengan tatapan serius dan tulus. Dia melanjutkan, "Tiffany, kamu adalah orang pertama yang benar-benar ingin aku jadikan teman."Tiffany terpaku sejenak, lalu menggaruk kepalanya sambil tersenyum canggung. Dia membalas, "Haruskah aku bilang aku merasa sangat terhormat ...."Ketika kebakaran besar terjadi kemarin, sebenarnya Tiffany tidak berpikir apa-apa saat menyelamatkan Zara. Dia hanya merasa bahwa bagaimanapun juga, itu adalah nyawa seseorang.Sebagai seseorang yang bercita-cita menjadi dokter, j
Julie melirik Samuel dengan dingin, tetapi tidak mengatakan apa-apa. Mark yang berusaha menahan tawanya pun menatap Zara. Dia bertanya dengan santai, "Nona Zara, kamu nggak bisa makan sendiri ya?"Zara tetap bersandar lemah di sofa. Dia membalas dengan nada lembut, "Tubuhku nggak kuat. Bukannya kamu tahu kalau aku baru saja mengalami kebakaran tadi malam?"Usai berkata demikian, Zara melirik Samuel dengan ekspresi manis. Dia memuji, "Samuel, kamu benar-benar baik. Lihatlah, orang lain cuma bisa mengejekku. Tapi, kamu benar-benar peduli padaku."Tiffany kehabisan kata-kata. Kalau saja dia tidak tahu bahwa semua ini hanyalah kepura-puraan Zara, dia mungkin sudah muntah di tempat.Samuel malah terlihat salah tingkah. Wajahnya memerah saat dia menggeleng sambil menimpali, "Zara, jangan memujiku seperti itu. Ini memang kewajibanku."Julie langsung berdiri dengan raut wajah dingin. Dia pergi sambil membanting pintu dengan keras. Zara tersenyum puas dan bahkan sempat mengedipkan mata ke arah
"Jadi ...." Sean menarik napas dalam-dalam. Kedua tangannya memegang wajah Tiffany dengan lembut. Dia menatapnya penuh kesungguhan, lalu bertanya, "Kalau aku bilang, ke depannya aku akan kasih Zara lebih banyak perlindungan, apa kamu akan marah?"Tiffany tertegun sebelum bertanya, "Perlindungan yang kamu maksud itu apa?""Aku mau ... memperlakukannya seperti adik sendiri," jawab Sean.Sepasang mata Sean yang dalam menatap Tiffany dengan tulus dan serius. Dia melanjutkan, "Aku nggak bisa memikirkan cara lain yang lebih baik untuk menebusnya. Jadi aku berpikir, gimana kalau kita menganggapnya sebagai adik kita? Kita akan menjaga dan melindunginya sampai dia nikah.""Kerugian yang ditimbulkan kakakku padanya, memang seharusnya ditebus oleh diriku yang adalah adiknya," tambah Sean.Tiffany menggigit bibir dan tidak bisa langsung menjawab apa-apa. Sebenarnya dia bisa memahami keinginan Sean. Namun ... dia tidak bisa melupakan bagaimana dulu Zara sangat ingin mendekati Sean, bahkan berusaha
Tiffany duduk di ruang tamu. Dia menyaksikan Charles melakukan akupunktur pada Zara selama beberapa waktu sebelum akhirnya menguap kecil dan naik ke lantai atas.Saat itu sudah lewat pukul 1 dini hari. Berhubung siang tadi Tiffany tidur cukup lama di dalam bus, di waktu seperti ini barulah dia mulai merasa sedikit mengantuk.Pada jam seperti ini, Sean pasti sudah tertidur. Dengan perasaan sedikit bersalah, Tiffany membuka pintu kamar perlahan. Saat ini, dia sebenarnya tidak tahu bagaimana cara menghibur Sean atau membuatnya berhenti memikirkan banyak hal.Setelah menyelesaikan rutinitas malam dengan cepat, Tiffany berjalan menuju ranjang dengan langkah hati-hati dan memeluk pinggang pria itu yang kokoh dan berotot."Sayang ...," bisik Tiffany pelan sambil memejamkan mata, diikuti dengan sebuah helaan napas kecil.Selama ini, Sean selalu membantu Tiffany dan menyelesaikan semua masalah yang dihadapinya, baik yang besar maupun kecil. Sementara itu, bagian yang bisa dibantunya untuk Sean
Zara tersenyum manis dengan mata yang melengkung. Dia menambahkan, "Gimana kalau besok aku biarkan kamu menciumku di depan semua orang? Biar harga dirimu kembali deh."Sebenarnya, ini ide yang cukup bagus. Samuel masih ingat betapa memalukannya dia saat dihajar oleh Mark terakhir kali. Akhirnya dia hanya mendengus kesal, tanpa coba mendekat lagi.Charles sedang duduk di sofa. Dia menyilangkan kakinya sambil berkomentar, "Dasar penakut dan hidung belang." Setelah itu, Charles melirik Tiffany dan bertanya sambil mengangkat alis, "Selera temanmu cuma begini?"Tiffany hanya bisa terdiam. Dia tahu, Julie menjalin hubungan dengan Samuel mungkin hanya karena kesal atau ingin balas dendam.Namun, Tiffany baru menyadari bahwa Samuel ternyata orang yang begitu tidak bisa diandalkan .... Hanya dengan beberapa kata dari Zara, dia langsung luluh."Sudahlah, jangan marah lagi," ujar Zara sambil tersenyum lembut pada Samuel. Dia melanjutkan, "Kamu pulanglah dan istirahat. Aku jamin dia nggak akan mel
Seisi vila jatuh dalam keheningan. Tiffany, Zara, dan Charles yang menyaksikan kehebohan ini hanya bisa melongo. Di sisi lain, wajah Samuel sudah terlihat sangat masam.Julie menepis tangan Mark dan berseru, "Gila kamu! Aku hanya pacaran normal, apa maksudmu dengan merusak diri? Kamu sudah menolakku, kenapa aku nggak boleh ...."Mark menggertakkan gigi. Matanya terlihat berapi-api.Julie menatapnya dengan mata berkaca-kaca. Dia terlihat putus asa dan sedih saat berkata, "Mark, aku benar-benar nggak tahu apa maumu! Selama 19 tahun aku hidup, ada berbagai pemuda yang mengejarku. Tapi, aku nggak pernah meladeni mereka. Aku mengakukan cinta padamu karena ingin berada di sisimu dan menjagamu ...."Julie menarik ingusnya. Pada akhirnya, dia tidak menceritakan masalah ginjalnya.Air mata jatuh berderai di pipinya. Julie menggertakkan gigi dan melanjutkan, "Kamu menolakku. Kamu menyuruhku untuk menghargai orang yang ada di depanku."Julie melirik ke arah Samuel dan berucap lagi, "Jadi, aku men