Sean benar-benar menepati janjinya.Keesokan sore, ketika dosen kalkulus itu datang ke kelas, ternyata seluruh siswa benar-benar sudah hadir. Siswa yang hendak ke luar negeri tidak jadi berangkat dan yang di luar kota juga telah dibawa kembali.Bahkan, soal ujian telah dicetak ulang dengan materi yang baru.Dosen itu berdiri di depan kelas sambil melihat soal ujian dengan kagum. Soal-soal ini bahkan lebih menantang dibandingkan soal yang dibuatnya sebelumnya! Dia sampai tergoda ingin memberikan ujian ini ke seluruh siswa di sekolah.Ujian berjalan lancar, tanpa satu pun siswa yang mengeluh tentang kesalahan Tiffany.Seminggu kemudian, kaki Tiffany sudah hampir sembuh sepenuhnya."Tiffany, hati-hati!"Di kantor, dosen kalkulus memasukkan semua lembar ujian ke dalam kotak, lalu menutupnya dengan rapat menggunakan selotip sebelum menyerahkannya pada Tiffany. "Tenang saja, semua lembar ujian sudah disalin di sini. Jadi, kalau tercecer lagi juga semuanya tetap aman!"Tiffany hanya bisa terd
"Waktu nenekmu sakit beberapa bulan lalu juga kami melakukan penggalangan dana. Sekarang kamu sudah kembali ke keluargamu dan keluargamu juga kaya sekali ...."Julie yang berdiri di sampingnya mengerutkan alis dengan erat. "Maksud kalian, mau suruh Tiffany untuk traktir kalian makan dan karaoke?"Semua orang terdiam. Ketua kelas kemudian mengangguk dan berkata, "Benar. Masalah ujian ulang kemarin juga kesalahan Tiffany. Seharusnya nggak keterlaluan kalau kami memintanya untuk traktir makan, bukan? Lagi pula, dengan statusnya sekarang ... hal seperti ini pasti bukan masalah buatnya."Julie memutar matanya. "Uang Tiffany juga bukan sepenuhnya miliknya, kalian nggak merasa ini keterlaluan?"Sejak menikah dengan Sean, Tiffany yang keras kepala itu bahkan belum membeli apa pun dengan uangnya. Tidak mungkin dia akan memakai uang Sean untuk mentraktir semua orang makan dan karaoke.Ketua kelas menatap Julie dengan kesal, "Sekarang Tiffany sudah seperti seorang putri. Semua uang keluarganya pa
Ekspresi Tiffany berubah ketika mendengar omongan Julie. Sesaat kemudian, Tiffany merapatkan bibir dan bertanya, "Gimana kalau ... nggak minum anggur? Semuanya mahasiswa, nggak apa-apa kalau nggak minum anggur merah."Julie terdiam. Lalu, dia mengetuk kepala Tiffany dan menegurnya, "Dasar bodoh! Aku bilang uangmu nggak cukup untuk bayar satu botol anggur merah karena biaya di sana mahal! Satu botol bir sudah jutaan. Sekali makan bisa puluhan juta! Kalau kamu ajak satu kelas, kira-kira bisa ratusan juta! Dana beasiswamu yang hanya 20 juta itu nggak akan cukup!"Tiffany cemberut. Dia berkata, "Aku tahu ...."Tiffany mengira hanya bir yang mahal. Melihat reaksi Tiffany yang lugu, Julie mengerenyotkan bibir dengan tidak berdaya. Julie berucap, "Sudah begini, bisa nggak kamu panik? Sekarang sudah jam 4. Mereka semua akan pergi Restoran Violet jam 8 nanti malam! Gimana kamu bisa cari ratusan juta dalam 4 jam?"Setelah itu, Julie menjejalkan ponsel Tiffany ke tangan Tiffany. Dia menyuruhnya,
"Sayang .... " Tiffany berulang kali mencoba untuk merekam pesan suara, tetapi selalu menghapusnya. Dia merasa sangat malu. Tidak hanya malu, tetapi juga ... tidak berbobot.Empat menit setelah Tiffany mencoba untuk merekam suara, seorang gadis yang sedang menghafal kosakata di pojok tidak tahan lagi. Dia langsung menghampiri Tiffany dan berkata, "Buat apa sepusing itu untuk semangati pacarmu?"Gadis itu, meneruskan, "Dengarkan aku. Kalau kamu bilang 'Sayang, aku cinta kamu, semangat!', itu jauh lebih berguna dari yang kamu coba bilang dari tadi!"Tiffany terdiam. Dia menatap gadis itu dengan ragu dan bertanya, "Benaran?""Tentu saja!" Gadis itu memutar mata, lalu memberi tahu Tiffany, "Pacarku selalu bersemangat setiap kali dengar aku bilang aku cinta dia!"Mata Tiffany berbinar! Di bawah bantuan dan motivasi gadis itu, Tiffany akhirnya merekam pesan suara yang tepat dan mengirimnya. Pesan suara Tiffany sangat sederhana. Tiffany hanya mengatakan, "Sayang, aku cinta kamu. Semangat!"Ti
Saat ditarik ke dalam taksi oleh Julie, Tiffany masih memegang pen yang dia gunakan untuk menghitung. Tiffany menatap Julie dengan bingung dan bertanya, "Ada apa?""Pak, ke Restoran Violet!" kata Julie. Baru setelah mobil dijalankan, dia menghela napas lega. Dia menceritakan segalanya kepada Tiffany.Tiffany terdiam. Dia juga tidak menyangka ketua kelas akan benar-benar mengajak teman sekelas makan di Restoran Violet sebelum dia yang menjadi pembayar sampai. Mereka begitu percaya dia sangat kaya dan bersedia mentraktir mereka makan? Baiklah, dia memangnya seharusnya pergi. Akan tetapi, dia tidak menyangka ...."Cepat telepon Sean!" Julie mendorong Tiffany dan berkata lagi, "Sekarang masalahnya harus diselesaikan dengan uang. Suruh Sean transfer uang dulu!"Tiffany mengangguk. Alhasil, dia meraba sekujur tubuhnya dan memasang ekspresi tidak berdaya. "Terlalu buru-buru tadi, nggak bawa ponsel."Julie langsung menjejalkan ponselnya ke tangan Tiffany. Dia berujar, "Pakai punyaku!"Tiffany
Teman-teman sekelas langsung memprotes. "Bukannya kamu sudah janjikan kami ...."Tiffany membantah, "Aku memang janji akan traktir kalian makan, tapi nggak janji di tempat macam ini, 'kan? "Ketua kelas mengernyit dan sedikit jengkel. Dia berujar, "Tapi aku sudah kabari kamu di Restoran Violet tadi sore dan kamu juga sudah setuju!"Tiffany tersenyum. Dia mengejek, "Ketua kelas, kamu jelas pikir aku ini orang luar kota dan nggak tahu Restoran Violet itu tempat macam apa."Tiffany mengingat kembali kejadian tadi sore. Dia berkata, "Aku setuju saat kamu bilang di Restoran Violet. Lalu, kalian semua langsung menghilang. Sebenarnya, kalian nggak ada kesibukan. Kalian hanya takut aku tahu tempat macam apa Restoran Violet ini, 'kan? "Saat serius, otak Tiffany yang selalu bisa mendapat nilai maksimal dalam ujian menjadi sangat jernih. Tiffany berkata lagi, "Kalau aku yang traktir, harusnya aku yang tentukan standar dan jumlah pengeluaran transaksi."Tiffany melanjutkan, "Dengan kata lain, kal
Julie kegirangan sampai ingin bertepuk tangan untuk Tiffany! Benar saja. Meskipun Tiffany ceroboh dalam banyak hal, Tiffany memiliki pikiran yang jernih dalam masalah besar.Ekspresi ketua kelas menjadi sangat masam. Dia menatap Tiffany dengan agresif dan berkata, "Tiff, nggak bisa kamu hitung begitu. Ketua kelas melanjutkan, "Kami semua sudah bantu saat kamu kesulitan. Walau ... walau nggak banyak uangnya, itu juga berguna bagi kalian, 'kan? Kamu nggak bisa meremehkan kebaikan kami karena sumbangan kami terlalu sedikit!"Tiffany tersenyum padanya dan membantah, "Aku tahu berterima kasih, tapi kalian nggak bisa minta aku bayar seratusan juta untuk kalian karena sifatku yang setia kawan!" Tiffany melanjutkan, "Seratusan juta sudah bisa menyelamatkan dua anak yang menderita penyakit mematikan, bisa mendirikan sekolah dasar yang baik untuk kampung halaman kita. Jangankan aku nggak punya uang sebanyak itu. Kalaupun ada, aku hanya akan pakai untuk hal-hal yang lebih berarti, bukan untuk .
Di koridor, seorang wanita berpakaian merah lewat dan mengernyit mendengar keributan. "Ada apa?"Manajer umum restoran yang berdiri di samping segera menjelaskan, "Ada sekelompok mahasiswa yang datang makan. Mereka nggak bisa bayar, jadi buat keributan."Valerie bertanya sambil mengernyit, "Sudah lapor polisi?""Belum. Soalnya ada salah satu mahasiswa yang bisa bayar. Mereka lagi memaksanya bayar," balas manajer umum.Valerie terkejut mendengarnya. Mahasiswa sekarang benar-benar nakal. Dari celah pintu, Valerie mengintip ke dalam. Ketika melihat wanita yang ditodong pisau, Valerie memicingkan mata. Ternyata dia."Dia bukan orang yang bisa kita usik. Beri tahu manajer di dalam, mereka nggak usah bayar lagi." Valerie menyunggingkan senyuman mencela.Kemudian, Valerie melirik wanita yang ditodong pisau lagi dan merenung sejenak sebelum berujar, "Kalian provokasi mahasiswa yang pegang pisau itu. Setelah lihat darah, baru kasih mereka gratis. Jangan sampai ada korban. Kalau sudah beres, baw
Tiffany duduk di sofa sambil menatap kedua pria di depannya. Setiap kata yang mereka ucapkan jelas terdengar olehnya. Setiap kalimat yang mereka sampaikan, dia mengerti maksudnya.Namun, dia tetap merasa tidak memahami apa pun.Kenapa dia tiba-tiba menjadi anak Keluarga Japardi? Kenapa pamannya, Kendra, tiba-tiba dianggap sebagai penculik anak? Kenapa dia sekarang disebut sebagai putri dari pemimpin Keluarga Japardi dan Keluarga Rimbawan?Bagaimana mungkin dia memiliki orang tua yang begitu luar biasa? Lalu, jika memang begitu, mengapa sepanjang hidupnya dia selalu dihina, dicap bodoh, dan dianggap tidak lebih dari seorang gadis desa yang sederhana?"Aku tahu ini sulit untuk kamu terima," ujar Derek sambil tersenyum pasrah. Dia mengambil setumpuk laporan hasil tes DNA dari tasnya dan meletakkannya di tangan Tiffany.Tumpukan laporan itu tebal sekali."Ini adalah hasil dari berbagai lembaga pengujian DNA ternama di dunia.""Tiffany, aku tahu kamu pintar, dan sebagai mahasiswa kedokteran
"Tiffany, kamu itu terlalu banyak memikirkan orang lain. Kenapa kamu nggak lebih sering memikirkan dirimu sendiri? Apa kamu benar-benar nggak mau jadi cucuku?""Mau." Tiffany tetap berdiri di tempatnya dengan senyum sopan. "Tapi, Kakek, orang tuaku meninggalkanku di tumpukan sampah sejak kecil. Aku ditemukan dan diambil oleh pamanku dari sana.""Saat aku berusia enam tahun, aku jatuh sakit parah. Pamanku bilang ibuku ingin membawaku pulang untuk tinggal bersamanya. Aku sangat ketakutan sampai penyakitku semakin parah.""Akhirnya, waktu aku hampir sekarat dan hampir mendapatkan surat peringatan kritis dari dokter, pamanku berjanji padaku bahwa dia nggak akan pernah mengembalikanku ke rumah orang tuaku seumur hidup."Setelah berkata demikian, Tiffany tersenyum dan mengangkat wajahnya untuk menatap Derek dan Bronson. Namun, matanya yang jernih menyiratkan kegetiran yang rumit.Tatapan itu membuat kedua pria dewasa itu saling berpandangan dengan ekspresi canggung sebelum menghela napas pan
Ekspresi terkejut Bronson saat memegang sendok membuat Tiffany merasa gugup. Dia menggigit bibirnya. "Paman Bronson, ada masalah sama masakannya?"Ikan asam pedas ini adalah salah satu hidangan andalannya. Paman dan bibinya sebenarnya tidak pernah membuat ikan asam pedas untuknya.Namun, setelah menikah dengan Sean, karena Sean mengatakan dia suka makan ikan, Tiffany mulai belajar memasaknya. Ketika pertama kali melihat resep ikan asam pedas, dia langsung menyukai cara memasaknya. Tiffany selalu merasa percaya diri dengan kemampuan memasaknya.Namun, mengapa setelah Bronson mencicipi ikan asam pedas buatannya, dia menunjukkan reaksi seperti itu?Tangan Bronson yang memegang sendok sedikit bergetar. Dia berbalik menatap Derek dengan penuh rasa haru. "Dia benar-benar ... dia benar-benar!"Ini adalah rasa masakan Nancy! Sudah 19 tahun sejak Nancy pergi. Selama 19 tahun itu, dia tidak pernah lagi mencicipi masakan buatan Nancy.Namun kini, dia bisa merasakan rasa masakan itu kembali di hid
Orang pertama yang masuk ke rumah adalah Zara yang mengenakan gaun panjang hitam ketat.Ketika Tiffany membawa hidangan terakhir ke meja makan, dia mengangkat kepala dan melihat gadis itu berdiri di dekat pintu sambil tersenyum ke arahnya. Tiffany hampir tidak bisa memercayai matanya!Zara yang berdiri di depannya sekarang tidak lagi memancarkan kesan dingin dan dewasa seperti saat pertama kali mereka bertemu, atau tampak manja seperti ketika dia mengenakan gaun Lolita di rumah Keluarga Japardi. Zara saat ini tampak bersih, rapi, percaya diri, dan ceria.Mungkin ... ini adalah versi asli dari Zara yang seharusnya."Apa yang membuatmu terpesona seperti itu?" Zara tersenyum tipis ke arahnya. "Pak Bronson dan Pak Derek sudah tiba."Setelah itu, Zara bergeser ke samping. Di belakangnya, di dekat pintu masuk, berdiri Derek dan Bronson yang membawa banyak tas berisi hadiah.Kedua pria itu berdiri di ambang pintu, menatap Tiffany dengan sorot mata yang penuh semangat dan kehangatan. "Tiffany.
Ibu Raiyen langsung tersadar. "Bos, Anda ....""Ya." Pemilik toko menjawab dengan puas sambil menyilangkan tangan di dada. "Aku nggak memasukkan terlalu banyak, cuma empat atau lima jarum halus yang sulit terlihat.""Jarum-jarum ini dilapisi dengan sesuatu yang akan membuat orang tua merasa gatal luar biasa."Ibu Raiyen membelalakkan matanya dengan terkejut. "Anda melakukan ini ... nggak takut kalau dia akan kembali mencari Anda nantinya?""Apa yang perlu ditakuti?" Pemilik toko memutar matanya. "Gimana dia mau membuktikan bahwa aku yang masukkan jarum-jarum itu, bukan dia sendiri yang menyelipkannya karena ada dendam sama orang tua itu?""Tanpa bukti, dia nggak bisa berbuat apa-apa padaku."Ibu Raiyen tercengang untuk beberapa saat, lalu akhirnya menatap pemilik toko dengan penuh rasa kagum, bahkan mengacungkan jempol. "Anda memang cerdik. Aku benar-benar nggak kepikiran sampai ke sana."Seandainya saja dia berpikir seperti itu sebelumnya, untuk apa lagi dia berseteru dengan Tiffany?
Wanita itu ternyata memang ibu dari Raiyen."Bagaimana keadaannya sekarang?" Tiffany tersenyum sopan kepada ibu Raiyen, tetapi kakinya perlahan mundur.Berhubung ibu Raiyen ada di sini dan terlihat begitu membencinya, Tiffany merasa tidak perlu membeli barang dari toko ini. Bagaimanapun, masih banyak toko pakaian lainnya. Kenapa harus cari masalah sendiri?"Hah, bagaimana mungkin dia baik-baik saja sekarang!" Ibu Raiyen menatap Tiffany dengan penuh amarah. "Kamu mengirimnya ke kantor polisi, catatan buruk itu tertulis di dokumennya. Dia dikeluarkan dari sekolah dan sekarang dia cuma bisa bersekolah di sekolah kecil di dekat sini!"Wanita itu melangkah semakin dekat ke Tiffany, kemarahan di matanya semakin memuncak. Tiffany mengerutkan alisnya. Karena malas berdebat lebih jauh, dia berbalik hendak pergi."Bu!" Baru saja Tiffany berbalik, suara antusias seorang wanita terdengar dari belakangnya."Bu!" Pemilik toko pakaian buru-buru keluar dan menarik lengan Tiffany. "Kenapa belum sempat
Sean menggelengkan kepala dengan pasrah sambil memegang wajah Tiffany yang putih dan tirus. "Kenapa kamu tahu kamu bukan? Bagaimana kalau ternyata kamu memang Nona keluarga Japardi yang hilang bertahun-tahun lalu?"Tiffany terpaku sejenak, lalu tersenyum. "Mana mungkin ada kebetulan sebanyak itu."Meskipun dia sangat merindukan kehangatan keluarga, pamannya pernah mengatakan bahwa dia ditemukan di tumpukan sampah saat kecil. Sejauh yang diketahui Tiffany, Nona Keluarga Japardi yang hilang itu adalah anak yang sangat disayangi oleh orang tuanya.Keyakinan dan tatapan tegas Tiffany membuat hati Sean terasa sakit. Dia tahu Tiffany sangat menyukai Derek dan dia tidak percaya bahwa Tiffany tidak ingin menjadi cucu pria tua itu.Bagi Sean, sikap tegasnya ini hanya karena ... dia tidak percaya dirinya bisa memiliki latar belakang dan keluarga seperti itu. Mungkin ini adalah keputusasaan dan rasa rendah diri yang terpatri di dalam dirinya.Sean menghela napas panjang dan mempererat pelukannya
"Ya." Sean menundukkan kepala, menatap wajah Tiffany yang putih dan tenang saat tertidur.Pikirannya melayang kembali ke saat di rumah sakit sebelumnya. Dalam keadaan setengah sadar, dia mendengar suara Tiffany yang penuh rasa sakit dan putus asa. Secara refleks, dia mematahkan belenggu orang-orang itu dan berlari ke arah Tiffany sekuat tenaga ....Tiffany adalah satu-satunya obat penawarnya. Satu-satunya hal yang paling sulit dia lepaskan.Sean mengangkat tangannya untuk menyentuh bulu mata Tiffany yang panjang. Sebuah senyuman tipis terukir di sudut bibirnya. Tiffany adalah seseorang yang sangat menghargai ikatan keluarga.Jika dia tahu bahwa orang tua kandungnya masih hidup dan masih peduli padanya ... dia pasti akan sangat bahagia, bukan?Meskipun Sean tidak terlalu yakin bahwa pertemuan Tiffany dengan Niken adalah hal yang baik. Namun, karena Derek sudah mengatakan hal ini, dia memilih untuk percaya bahwa semuanya akan berjalan ke arah yang baik.Dengan pemikiran itu, Sean mengang
Sean terbangun pada malam hari. Saat dia membuka matanya, Tiffany sudah duduk di tepi tempat tidur, menggenggam tangannya sambil tertidur. Di dalam kamar, selain dia dan Tiffany, ada Bronson, Zara, Derek, dan Darmawan.Sean mengerutkan kening sedikit, lalu dengan bantuan Sofyan, dia memaksakan diri untuk bangun dari tempat tidur. "Paman Bronson, Kakek Derek.""Kenapa manggil Paman dan Kakek? Sekarang sudah seharusnya manggil Ayah dan Kakek." Derek menghela napas pelan, "Kami sudah tahu semuanya, jadi kami datang ke sini khusus untuk mendukung Tiffany."Sean sontak terpaku. Dia mengangkat pandangannya ke arah Zara yang berdiri di belakang Bronson. Zara tersenyum padanya, lalu memalingkan wajah.Sean merenung sejenak dan segera memahami alasan di balik semua ini. Dia tidak menyangka Sanny akan menyuruh Genta untuk menyerangnya. Namun, Zara bisa menduganya.Bisa dibilang, setelah lebih dari satu dekade bersama, Zara lebih mengenal Sanny dibanding dirinya sendiri. Fakta bahwa Keluarga Japa