Bab36Olivia tersentak, ketika tangan kecil Dewa, menyentuhnya. Refleks dia menjauh, dan melihat kesekitar. 'Bagaimana mungkin, Dewa tahu keberadaannya? Apa Ammar ada di dekat sini?'Olivia langsung memundurkan langkah, memasang sikap waspada."Bu ...." Dewa kebingung, melihat sikap yang Olivia tunjukkan."Bagaimana kamu tahu saya disini?" Olivia bertanya dengan suara gemetar. Dia takut, takut kembali bertemu dengan Ammar. "Dewa kemari bersama Ayah, Bu. Ayah bilang ibu telah kembali, kenapa ibu nggak pulang ke rumah?""Dimana ayahmu?" Olivia semakin merasa cemas dan sangat khawatir."Ibu kenapa seperti ketakutan? Ayah sepertinya ada di bawah, Bu. Ayah cuma mengantar Dewa ke depan pintu kamar ibu. Ayah bilang, ayah ada keperluan masih.""Bbeenar dia gak ada disini?" "Iya."Seketika itu juga, Olivia langsung memeluk Dewa dengan erat. Air matanya tumpah, membasahi baju mungil lelaki tampan itu.Dewa juga menangis, mencurahkan kerinduannya pada Olivia. Selama ini, Ammar selalu memperli
Bab37"Bu, ada apa?" Dewa merasa heran, dengan reaksi yang ibunya tunjukkan, ketika melihat ayahnya."Dewa, tunggu ayah di bawah. Ayah harus bicara berdua sama ibu," pinta Ammar dengan tenang. Meskipun ada perasaan berat dihati.Dewa yang penurut, langsung memangguk patuh, dengan ucapan ayahnya.Tatapan Ammar, menyiratkan kemarahan yang mendalam, dan hal itu bisa dirasakan Olivia."Pulanglah bersama kami, Olivia ....""Seharusnya kita tidak perlu lagi saling mencari lagi, Pak. Anda bisa berbahagia, bersama dengan kak Zoya.""Jangan kekanak- kanakkan, Olivia. Kita ini sudah menjadi orang tua. Memangnya kamu tidak kasihan sama Dewa?"Olivia terdiam."Ini bukan hanya tentang saya, tentang kita, tapi tentang anak kita, Olivia. Tentang Dewa, yang masih butuh kasih sayang, dia tidak tahu apa- apa, jangan hukum dia, saya mohon," lirih Ammar.Suara lelaki itu bergetar.Olivia terhenyak, bingung harus mengambil keputusan apa? Kini Dewa sudah tumbuh besar, apakah Olivia sanggup menyakiti hati
Bab38"Lama tidak berjumpa, Olivia." Dion berkata sembari mendekat. Ia menyodorkan tangannya, berharap bisa berjabat tangan dengan wanita itu.Olivia menyambut tangan itu, tanpa melihat ke arah Àmmar, yang memasang wajah masam."Baik." Wanita cantik itu mengulas senyum tipis, membuat dada Dion berdebar."Kupikir kamu tidak akan kembali lagi, Olivia. Rupanya, setelah beberapa tahun menghilang, kini kamu datang lagi, ada tujuan apa?" tanya Zoya, menatap tajam, tapi masih disertai dengan senyuman tipisnya."Olivia adalah istri saya, ibu dari anak saya. Jadi wajar, dia kembali, bahkan dia memang harus kembali. Karena kami berdua, masih punya tanggung jawab, untuk membesarkan Dewa, dengan kasih sayang orang tua yang lengkap," jelas Ammar."Hhmm, Ammar ...." Zoya menatap dalam ke arah mata hitam lelaki itu."Kamu begitu romantis, sayangnya tidak ada cinta yang tulus," desah Zoya.Ammar mengernyit."Bukan ranah kamu, untuk membahas masalah perasaan dan cinta saya. Sebaiknya tertiblah layakny
“Terima kasih sudah hadir di acara pertunangan saya dan wanita yang selama ini sangat saya cintai.” Dion tampak tersenyum sembari mencium tangan wanita di sampingnya. “Mengenai Olivia Janeta yang selama ini kalian kenal sebagai istri saya, secepatnya dia akan saya ceraikan. Sebab sejak awal, wanita licik itu menipu saya agar bisa menikahinya.” Ucapan pria berstatus suamiku itu sontak menghancurkan hati. Tubuhku bahkan gemetar hebat karena tak menerima itu semuanya.Aku menipunya? Untuk apa?Selama ini, aku tulus mencintainya--melakukan apapun untuk membahagiakannya, menyiapkan segala keperluannya, agar dia merasa nyaman hidup denganku. Sekalipun pernikahan kami hanyalah kesalahan 1 malam, yang entah ulah siapa itu, aku pun tidak tahu!Namun tak kusangka jika Dion terus saja menuduhku menjebaknya meski aku sudah menjelaskan, hanya karena aku menyukainya sejak lama!Dan puncaknya, malam ini....Jelas, aku ingin meninggalkan ballroom mewah yang menyesakkan dada ini. Hanya saja, aku
Napasku memburu, aku nyaris kehilangan kesadaran, ketika bertemu teman- teman, yang rupanya memang tengah mencariku."Itu Oliv," pekik salah satu dari mereka."Astaga, dari mana saja kamu, Liv. Kami seharian cari kamu," sahut yang lainnya."Menyusahkan saja! Seharian kami sibuk mencari kamu, benar- benar menyebalkan ...." Aku tidak merespon apapun, selain terus menarik napasku berulang kali, sembari meraup udara dengan rakusnya. Karena aku benar- benar kelelahan berlari pontang panting dalam ketakutan."Lain kali jangan sok tau, ini tuh hutan lebat. Kamu bisa saja tersesat dan sulit ditemukan." Suara berat itu memicu perhatianku."Menyusahkan," lanjutnya.Aku menatap ke arahnya. Dion dengan wajah masamnya, menatap juga ke arahku.Hati ini berdenyut nyeri, ketika melihat ke arahnya. Dion berdiri dekat dengan Karina, wanita yang memang juga dekat dengan Dion. Padahal aku sudah melihat masa depanku, jika tetap menyukai lelaki ini. Tapi tidak mudah, membuang rasa suka menjadi benci, aku
"Lepaskan!" Aku menarik tanganku dari pegangannya.Lelaki tampan itu menatapku dengan sedikit heran."Aku sudah katakan, kalau aku tidak akan mengejar kamu lagi. Jadi kamu tidak perlu terganggu lagi, kan.""Trik murahan," cibirnya. Usai berkata, dia pun langsung berbalik badan dan menjauh pergi dari hadapanku.Dinda mendekat."Liv, ini pertama kalinya, aku lihat kamu seperti ini ke Dion. Padahal sebelumnya, kamu itu tunduk banget sama dia, bahkan kalau Dion marah, kamu sanggup memohon- mohon maaf dengannya. Tapi ini? Wow, luar biasa ...." Dinda bertepuk tangan, kemudian memelukku dengan eratnya.Terlihat sekali, dia nampak lega dan bahagia, dengan semua perubahanku."Semangat Oliv. Aku tahu ini tidak mudah, tapi aku yakin, kamu bisa terbebas dari obsesi kamu ini," ujar Dinda lagi, memberikanku semangat."Oke ...." hanya itu jawabanku sembari tersenyum manis. Jelas ini tidak mudah, karena ini masalah perasaan. Tapi demi nyawaku sendiri, aku harus bisa.Bayangan kematian tragis itu sang
"Sudah puas bicaranya?" Ucapan Dion menghentikan langkahku, yang berniat terus menjauh.Sebelum aku melempar tanya, tiba- tiba Karina keluar, dengan kedua pengikutnya itu."Dion, jangan marah sama Olivia. Dia tidak bermaksud jahat, aku yang salah bicara dengannya," ujar Karina bersandiwara.Jengah dan bosan sebenarnya kalau sudah begini. "Trik apalagi ini?" bentak Dion, membuat aku mengernyit."Dion jangan marah begitu, kasihan Olivia ..." lagi- lagi Karina bersuara, membuatku sangat muak."Lihatlah Karina, dia begitu baik dan lembut. Bahkan dihadapan Dion saja, dia masih membela wanita tidak tahu malu ini," ujar Siska."Jijik," lanjut Lani, yang juga salah satu pengikut Karina.Aku menghembuskan napas malas."Berhenti membuat masalah, Olivia. Minta maaflah pada Karin, jangan menyinggungnya," pinta Dion."Minta maaf untuk apa? Salahku dibagian mana?" "Dion sudahlah. Olivia tidak salah, aku yang salah," kata Karin dengan suara bergetar.Luar biasa benar wanita busa ini."Aku tahu kam
"Ayah tidak mau tahu, setelah lulus ini, kamu harus bisa mengambil hati Dion," tegas ayah. "Aku tidak mau," jawabku. "Kamu ...." Ayah terlihat semakin marah, membuat ibu langsung menenangkannya. "Ayah tahan, tahan ayah," pinta ibu dengan lembut. Ibu melihat kearahku. "Sayang, kamu ke kamar dulu, istirahat. Ibu tahu kamu capek, dan mengenai ayah, biar ibu yang ngomong," ucap ibuku, yang hanya kutanggapi dengan anggukan. Aku terdiam di dalam kamar, ketika menatap layar ponsel. Disana terlihat pemberitahuan acara pesta perpisahan, yang diadakan oleh Ronald, salah satu anak konglomerat, yang juga bagian dari teman sekelas kami. "Apakah aku harus datang?" Aku membatin. Dan tidak lama kemudian, pintu kamarku diketuk. Setelah diketuk, pintu terbuka. Sosok ibu berdiri di depan pintu, sembari memegangi gagangnya. "Boleh ibu masuk?" tanyanya dengan lembut, sambil tersenyum kecil. Aku mengangguk, dan ibu pun masuk, satu tangan ibu, terlihat memegang sesuatu. "Ini ada undang
Bab38"Lama tidak berjumpa, Olivia." Dion berkata sembari mendekat. Ia menyodorkan tangannya, berharap bisa berjabat tangan dengan wanita itu.Olivia menyambut tangan itu, tanpa melihat ke arah Àmmar, yang memasang wajah masam."Baik." Wanita cantik itu mengulas senyum tipis, membuat dada Dion berdebar."Kupikir kamu tidak akan kembali lagi, Olivia. Rupanya, setelah beberapa tahun menghilang, kini kamu datang lagi, ada tujuan apa?" tanya Zoya, menatap tajam, tapi masih disertai dengan senyuman tipisnya."Olivia adalah istri saya, ibu dari anak saya. Jadi wajar, dia kembali, bahkan dia memang harus kembali. Karena kami berdua, masih punya tanggung jawab, untuk membesarkan Dewa, dengan kasih sayang orang tua yang lengkap," jelas Ammar."Hhmm, Ammar ...." Zoya menatap dalam ke arah mata hitam lelaki itu."Kamu begitu romantis, sayangnya tidak ada cinta yang tulus," desah Zoya.Ammar mengernyit."Bukan ranah kamu, untuk membahas masalah perasaan dan cinta saya. Sebaiknya tertiblah layakny
Bab37"Bu, ada apa?" Dewa merasa heran, dengan reaksi yang ibunya tunjukkan, ketika melihat ayahnya."Dewa, tunggu ayah di bawah. Ayah harus bicara berdua sama ibu," pinta Ammar dengan tenang. Meskipun ada perasaan berat dihati.Dewa yang penurut, langsung memangguk patuh, dengan ucapan ayahnya.Tatapan Ammar, menyiratkan kemarahan yang mendalam, dan hal itu bisa dirasakan Olivia."Pulanglah bersama kami, Olivia ....""Seharusnya kita tidak perlu lagi saling mencari lagi, Pak. Anda bisa berbahagia, bersama dengan kak Zoya.""Jangan kekanak- kanakkan, Olivia. Kita ini sudah menjadi orang tua. Memangnya kamu tidak kasihan sama Dewa?"Olivia terdiam."Ini bukan hanya tentang saya, tentang kita, tapi tentang anak kita, Olivia. Tentang Dewa, yang masih butuh kasih sayang, dia tidak tahu apa- apa, jangan hukum dia, saya mohon," lirih Ammar.Suara lelaki itu bergetar.Olivia terhenyak, bingung harus mengambil keputusan apa? Kini Dewa sudah tumbuh besar, apakah Olivia sanggup menyakiti hati
Bab36Olivia tersentak, ketika tangan kecil Dewa, menyentuhnya. Refleks dia menjauh, dan melihat kesekitar. 'Bagaimana mungkin, Dewa tahu keberadaannya? Apa Ammar ada di dekat sini?'Olivia langsung memundurkan langkah, memasang sikap waspada."Bu ...." Dewa kebingung, melihat sikap yang Olivia tunjukkan."Bagaimana kamu tahu saya disini?" Olivia bertanya dengan suara gemetar. Dia takut, takut kembali bertemu dengan Ammar. "Dewa kemari bersama Ayah, Bu. Ayah bilang ibu telah kembali, kenapa ibu nggak pulang ke rumah?""Dimana ayahmu?" Olivia semakin merasa cemas dan sangat khawatir."Ibu kenapa seperti ketakutan? Ayah sepertinya ada di bawah, Bu. Ayah cuma mengantar Dewa ke depan pintu kamar ibu. Ayah bilang, ayah ada keperluan masih.""Bbeenar dia gak ada disini?" "Iya."Seketika itu juga, Olivia langsung memeluk Dewa dengan erat. Air matanya tumpah, membasahi baju mungil lelaki tampan itu.Dewa juga menangis, mencurahkan kerinduannya pada Olivia. Selama ini, Ammar selalu memperli
Bab35Karena Zanuar orang yang juga disegani, tentu saja Ammar meragu, untuk menutup area Bandara, demi menangkap Olivia.Akhirnya, Ammar memutuskan untuk memilih jalan lain, dan lebih hati- hati lagi. Agar dia tidak gagal, menangkap Olivia.Ammar juga mencari tahu, setiap pergerakkan Olivia.Dua hari kemudian, Zanuar datang langsung ke kantor Ammar, untuk bertemu dengan lelaki itu. Ammar sempat mengernyit, kenapa Zanuar menemuinya.Dilanda rasa penasaran, Ammar pun mempersilahkan Zanuar untuk masuk ke kantornya.Lelaki berusia 55 tahun itu, dengan tubuh yang masih tegap berisi, menatap Ammar dengan dingin.Dia duduk, kemudian membenarkan tata letak kacamatanya, baru melihat ke arah Ammar dengan tajam."Kamu mengirim orang, untuk memata- matai kami? Ada masalah apa, pak Ammar?" tanya Zanur.Ammar tidak heran, jika Zanur bertanya hal ini. Sebab, orang- orangnya sudah memberitahu, kalau salah satu team mereka, tertangkap anak buahnya Zanuar."Tolong sampaikan pesan saya, pada wanita yan
Bab34"Olivia ...." Ammar panik dan berlari cepat. Dia menghubungi semua anak buahnya, untuk ikut mencari jejak Olivia. Sementara Zoya, mulai membersihkan jejak- jejak keterlibatannya. "Tutup semua akses Bandara!!" Ammar berteriak di telepon kepada para orang suruhannya.Lelaki itu mengemudi dengan kecepatan penuh. Tubuhnya gemetar,pikirannya kacau. Ada sesal mendalam di hatinya kini, karena lalai menjaga Olivia.Namun disaat dia sedang kacau dan panik. Zoya mengirimkannya sebuah foto, yang membuat Ammar semakin murka."Sialan! Wanita itu rupanya berani main' main sama aku," teriak Ammar.Kemudian, dia kembali menghubungi para anak buahnya."Tangkap wanita itu! Jangan biarkan dia lolos." Amarah Ammar semakin memuncak, dia benar- benar ingin sekali mengamuk.Sayangnya, jejak Olivia benar- benar lenyap. Ammar kalah, tidak bisa menemukan keberadaan Olivia begitu saja.Padahal, semua kekuatan sudah dia kerahkan.Bahkan seminggu telah berlalu, Olivia menghilang bagaikan di telan bumi. P
Bab33Zoya tersenyum, ketika Ammar pergi dari ruangan. Zoya menatap Olivia dengan ejekkan."Segitunya ya, minta perhatian dari Ammar," ejek wanita itu."Kamu tidak sadar ya, kalau kamu itu, hanya dia jadikan pelampiasan kekecewaannya padaku. Kamu pikir, dia menikahimu karena cinta? Tidak Olivia ...."Olivia masih cukup begitu lemah, jadi tidak begitu ingin menanggapi ucapan Zoya."Aku benar- benar kasihan, sepertinya kamu memang terlahir sial ya. Cinta sama Dion, malah di abaikan, eh nikah sama Ammar, hanya jadi bahan pelampiasan. Huuu, kasihan ....""Pergilah! Saya butuh istirahat," pinta Olivia pada Zoya. Namun Zoya malah terkekeh, kemudian mendekati wanita itu dan berbisik."Aku bahagia sekali, melihat kamu seperti ini. Kamu pantas menderita, Olivia."Olivia tidak perduli, dia juga tidak menanggapi ucapan, serta gelak tawa Zoya.Belum sempat Zoya bersuara lagi, suara langkah kaki terdengar. Zoya menjauhkan diri dari Olivia, kemudian bertingkah layaknya kakak yang baik dan perhatian
Bab32Ammar mengepalkan tinju, mendengar permintaan Olivia. Dia sengaja membawa Zoya ke apartemen mereka, berharap mendapatkan reaksi cemburu dari Olivia.Namun, dia sendiri malah kebingungan, menilai reaksi Olivia.Ammar mencengkram lengan Olivia, menatap tajam pada istri sahnya itu."Kamu mau menciptakan keluarga yang berantakan pada anak saya yang masih bayi itu?""Jangan pernah bermimpi, untuk bercerai. Karena sampai kapanpun, saya tidak akan pernah menceraikan kamu, paham!!""Untuk apa pernikahan toxic ini? Saya lelah menjalaninya, saya nggak bahagia, Ammar.""Jadi kalau cerai dari saya, kamu bahagia. Kemudian, kamu akan menikahi Dion, begitu tujuan kamu, Olivia ....""Lagi- lagi kamu bawa Dion? Memangnya saya ada bilang, kalau saya akan kembali mengejar Dion?""Saya tidak percaya kamu, Olivia.""Saya tidak perduli, Tuan Ammar yang terhormat. Mari kita bercerai, kita tidak cocok. Anda bisa memulai lagi hubungan yang baru, bersama wanita anda," tegas Olivia, kembali menyulut emosi
Bab31"Ammar, jangan ...." Olivia memelas, berharap Ammar tidak menyentuhnya."Kenapa kamu menolak saya? Apa karena Dion?" Olivia menjawab dengan menggeleng lemah."Lalu apa. Saya suami sah kamu, Olivia. Saya berhak atas semua, yang ada pada dirimu.""Ammar, beri saya waktu.""No. Kamu milik saya, dan saya berhak atas kamu ...."Meskipun Olivia berusaha menghindar, Ammar tidak melepaskannya. Lelaki itu menyentuhnya dengan kasar, dan tidak ada kelembutan disana.Olivia menangis, merasakan sakit ditubuhnya. Meskipun Olivia memohon, Ammar tidak menghiraukannya.Bahkan, Ammar dengan kasar melahap bibir Olivia, hingga membengkak. Air mata mengalir, membasahi wajah cantiknya.Dan Ammar, melakukan itu nyaris tak kenal waktu. Kapanpun dia ingin, dia akan melakukannya.Olivia merasa tidak tahan lagi. Namun, dia juga tidak tahu, harus bagaimana lagi. Ponselnya pun Ammar sita, bahkan hanya ada babysitter yang ada di apartemen mereka. Sedangkan urusan memasak dan membersihkan apartemen, Ammar b
Bab30Olivia panik, melihat tatapan tajam Dion, dan cengkraman yang semakin kuat. Olivia menangis, dan berniat untuk berteriak.Namun, Dion langsung memindah tangannya, menahan kepala Olivia, dan mendaratkan ciuman pada bibir wanita itu.Olivia terkejut, ketika bibir mereka bertemu, Ammar masuk ke kamar rawatnya."Olivia!!" Ammar berteriak, Dion langsung melepaskan pegangan tangannya dari kepala Olivia."Dion, Olivia! Apa yang sedang kalian lakukan?" teriak Ammar dengan marah.Olivia menangis."Dia melecehkan saya, Ammar ...."Dion berusaha tenang, dan menatap Ammar."Untuk apa saya melecehkan dia, Paman? Bukannya semua orang juga tahu, kalau dia begitu menyukai saya. Bahkan tadi dia mengakui, terpaksa menikahi Paman, hanya untuk membalas saya," jelas Dion.Ammar mengepalkan tinju."Itu tidak benar, Ammar. Dia menyakitiku, dan memaksaku berciuman," kata Olivia."Terserah saja kalau sudah begini. Paman mau percaya saya, atau wanita itu. Yang jelas, bukan saya orang ketiga dia antara ka