Hari ini aku akan pergi bersekolah, aku pergi mengendarai sepeda seorang diri. Aku tak menghiraukan orang lain aku dengan seragam rapi berangkat menuju sekolah, hampir tidak ada senyum terpampang di wajah ku dan juga aku kebanyakan menunduk jika ada orang terutama orang yang sudah tua..
Setiba di sekolah aku memarkirkan sepeda seperti biasanya, aku melangkah da menapaki menuju ke ruangan kelas. Disana aku melihat ada anak murid baru, tampak dia juga sepertinya pindahan dari kota juga. Anak-anak di ruangan kelas mengerumuninya. Mereka berbisik-bisik terutama siswi nya, seolah mereka membicarakan aku dan melirik ke arah ku, dan seorang siswi angkat bicara “kalo murid yang satunya baik ramah mau diajak bicara, ko yang satu lagi enggak ya”, kemudian mereka tertawa. Aku dengan sikapku yang biasa saja tak menghiraukannya.
Murid baru itu seorang laki-laki, dia mencoba untuk mendekatiku, namun murid yang lain seolah menghalangi. Aku bergurau dalam hatiku memangnya sebaik apa dia mungkin hanya diluar saja, lagian dia bukan teman ku aku menganggap mereka hanya orang lain.
Tak lama setelah itu bel berbunyi kemudian siswa dan siswi berlarian ke lapangan untuk baris-berbaris. Sesudah di bariskan dan diberikan arahan semua siswa dan siswi segera memasuki ruangan kelas masing-masing.
Tak berselang lama seorang guru tampak berjalan menuju ruangan kelas kami, semakin mendekat ternyata itu adalah wali kelas kami, kemudian dia memasuki ruangan dan menyapa kami.
Selamat pagi anak-anak?
Pagi bu (siswa/i menjawab)
“Baiklah kalian tahu bahwa ibu sebenarnya tidak masuk kelas kalian hari ini, nah sekarang ibu menggantikan pak Purnomo sementara waktu ini karena bapak itu sedang ada pelatihan. Baiklah disini sudah kalian lihat jelas ada seorang siswa baru disini. Baiklah kamu silahkan maju perkenalkan dirimu!.”
“Baik bu, perkenalkan nama saya Doni Hendrawan, saya biasa dipanggil Doni saja. Saya pindah dari sekolah SMA Negeri Jakarta. Kepada teman-teman sekalian salam kenal ya”
Begitulah dia memperkenalkan dirinya didepan kelas, dengan segera wali kelas kami menyuruhnya untuk duduk di sebelahku, karna anggota kelas kami berjumlah 29 orang dan kini dengan adanya dia menjadi 30 orang, kebetulan aku duduk sendirian karena aku tidak ingin diganggu. Aku tidak bisa menolak permintaan guru ku dan dia pun duduk di sebelahku.
Dia mengulurkan tangannya kedepan ku, ‘Salam kenal ya nama kamu siapa?’
Aku dengan biasa saja menyambut tangannya, ‘namaku Axel’.
Begitu dia duduk disampingku guru kembali melanjutkan pelajaran.
Usai pelajaran selesai dan waktunya istirahat dia bertanya kepada ku, “kamu anak pindahan juga ya?”
“Iya,
Dari sekolah mana?
Dari Lampung Barat, kemudian aku menutup buku dan memasukkan ke dalam tas ransel hitamku dan pergi meninggalkan dia.
Tapi dia menanyakan kepadaku agar dia ikut denganku
Boleh aku ikut dengan mu?
Namun aku tidak menjawab dan pergi begitu saja seolah aku tidak mendengarkannya.
Hatinya mungkin bertanya-tanya kenapa aku begitu cuek kepada orang lain.
Aku menyusuri tangga menuju perpustakaan sekolah, seperti biasa aku membaca buku-buku pelajaran, walaupun aku terlihat seperti seorang yang malas sebenarnya aku rajin membaca buku itu karena dulu aku senang sekali membaca buku dengan almarhum Doni.
Tak sengaja aku mendengar beberapa orang membicarakanku, aku bisa mendengarnya karena di sebelah perpustakaan itu ada ruangan untuk diskusi kelompok. Sepertinya suara itu seperti suara Doni si murid baru. Dia bertanya beberapa hal tentang ku, “kalian dekat dengan Axel tidak?”
kemudian siswa yang lain menjawab, “tidak selama dia ada dan masuk di kelas aku belum pernah berbicara panjang padanya hanya bicara singkat saja”
“O begitu ya, aku mau nanya lagi dia memang begitu orangnya ya?”
Seorang siswa lain juga menjawab, “yang kami tahu dia ga suka di ganggu sih apalagi kalo ngajak dia main atau apa dia pasti gak senang gitu mungkin ada masalah kali ya tapi memang dari kelas 11 dia ga suka bergaul sama orang lain”
Setelah mendengar itu aku bergumam dalam pikiranku, ‘aku tidak butuh kalian ko’
Waktu istirahat pun berlalu aku kemudian bergegas menuju kelas ku.
Begitupun pelajaran dilaksanakan seperti biasa hingga pulang sekolah.
Si murid baru mencoba lagi untuk mengajakku berkomunikasi, namun aku tidak menghiraukannya aku pergi begitu saja tanpa mengajaknya pulang bareng atau tidak.
“Axel kamu pulang lewat mana?” tanya si murid baru.
“Aku lewat arah jalan Sei Batang” jawabku dengan singkat.
“Yaudah aku duluan ya Axel!”
“mmm” jawabku dengan menggumam dan sedikit mengangguk.
Keesokan harinya pagi-pagi aku berangkat ke sekolah dengan mengendarai sepeda berwarna hitam bergaris putih. Aku melihat Dion membonceng seorang wanita tua bersamanya sepertinya sedang akan ke rumah sakit, karena dia belum memakai seragam sekolah. Namun tampaknya dia tidak memperhatikanku di jalan dia memacu sepeda motornya dengan serius. Aku bergumam dalam hati ku,”Kemarin begitu sok akrab dengan ku sekarang bunyikan klakson saja tidak mau memang dasar cuman sok akrab aja.”
Setiba aku di sekolah bel sudah berbunyi tampaknya aku terlambat sedikit dari biasanya, aku bergegas meletakkan tasku di kursi dan menuju ke barisan untuk mendengarkan arahan dari kepala sekolah. Setelah beberapa menit kemudian Doni si murid baru tiba dan terlambat akibatnya dia ditahan di depan barisan, namun aku tidak menghiraukannya mungkin dia tadi terlambat karena mengantarkan neneknya. Akhirnya mereka dihukum jalan jongkok dna setelah itu kembali ke barisan. Selesai hukuman itu diberikan kepada mereka, teman yang lain menanyakan kenapa dia terlambat datang ke sekolah. Dan mereka berbisik-bisik di depanku, namun biasa saja bagiku.
Berhari-hari berlangsung biasa saja kegiatanku di sekolah dan dirumah sama seperti biasanya. Hingga suatu ketika saat di sekolah guru mengumumkan agar semua siswa kelas 12 agar berperan aktif dalam perayaan hari ulang tahun berdirinya sekolah tepatnya ke-76 tahun . Semua siswa kelas 12 harus berperan aktif dalam acara ini mengingat kami sebagai kakak kelas jadi harus bisa memberikan contoh bagi adik kelas yang lain.Acaranya akan dilaksanakan dua minggu lagi, berbagai perlombaan diselenggarakan untuk memeriahkan hari ulang tahun sekolah. Ada perlombaan drama, puisi, beragam perlombaan seni mulai dari tarik suara sampai dengan menari, dan juga beragam acara kecil untuk memeriahkan acara tersebut.Seperti biasa aku tidak suka ambil bagian, namun kali ini aku dipilih untuk mengikuti lomba menyanyi dan akan bernyanyi diiringi Doni sebagai pemusiknya.
Persiapan hanya dua minggu saja untuk mempersiapkan semuanya. Doni si murid baru mendatangi ku ke rumah setelah pulang sekolah. Dia dengan kendaraan roda dua bermerek Honda memarkirkan kendaraannya di samping rumahku. Aku yang memandangi dia dari lantai dua kamarku tidak menyangka dia akan datang hanya untuk latihan. Dia mengetuk pintu rumah, ibuku membuka pintu dan berkata “siapa ya? “ Doni pun menjawab “saya teman sekelas Axelio bibi, saya mau latihan nyanyi untuk acara ulang tahun sekolah” “O teman Axel ya, ya sudah masuk saja sebentar bibi akan panggilkan Axel dulu di kamarnya”. “Baik bibi”. “Axel, nak itu ada teman kamu lo di depan dia udah nunggu itu” “iya Bu sebentar” “Kamu ada teman ko ga bilang sama ibu sih, kan ibu bisa sering nyuruh dia kesini nemenin kamu” “Dia cuman teman sekelas ga lebih ko bu, lagian dia murid baru ko” “Ya gapapa dong nanti kalau lama-kelamaan kan bisa jadi akrab juga, siapin minuman buat kalian ya” Aku menuruni tangga berdua dengan ib
Dengan diadakan acara ini semua siswa siswi di sekolahku merasa gembira, terutama saat kepala sekolah mengatakan bagi yang memenangkan lomba akan dijadikan sebagai utusan dari sekolah untuk melaksanakan lomba festival yang akan dilaksanakan untuk menyambut tujuh belas agustus. Bagi para pemenang lomba bernyanyi juga akan berkesempatan untuk menyanyikan lagu bertema kebangsaan di depan bapak bupati.Doni tampaknya begitu semangat. Kemudian ketika dia menanyakan sesuatu pada ku saat berada di dalam kelas mengenai perasaan ku jika bisa menang lomba ini.“Bagaimana menurutmu apakah kita bisa memenangkan pertandingan ini?”“Mungkin saja bisa” dengan wajah biasa saja namun dalam hati ‘ya pastilah’ .
Hari menjelang siang matahari sudah berada pada posisi menunjukkan pukul 12.00 wib. Langit begitu cerahnya tanpa dihiasi awan sedikitpun. Aku menatap langit dari jendela kamarku yang berada di lantai dua. Entah mengapa aku sangat senang sekali memandangi langit, tidak ada alasan yang pasti membuatku senang sekali memandangi langit, mungkin saja aku suka dengan warna biru dan juga terkadang hatiku tenang rasanya bila memandang langit yang indah ini, tapi terkadang juga karena aku sedang sedih, atau sedang merasa marah dan muak, atau meratapi kekalahanku seolah aku menanti jawaban dari angkasa biru. Sekarang aku adalah siswa di salah satu sekolah di desa ku tempat kepindahan ku dari Lampung. Di desa aku kerap dipanggil dengan sebutan Axel. Nama lengkap ku adalah Axelio Felix.Setelah sekian tahun aku pindah dari Lampung Barat, aku tak juga kunjung menemukan seseorang yang dapat kujadikan teman ba
Dengan diadakan acara ini semua siswa siswi di sekolahku merasa gembira, terutama saat kepala sekolah mengatakan bagi yang memenangkan lomba akan dijadikan sebagai utusan dari sekolah untuk melaksanakan lomba festival yang akan dilaksanakan untuk menyambut tujuh belas agustus. Bagi para pemenang lomba bernyanyi juga akan berkesempatan untuk menyanyikan lagu bertema kebangsaan di depan bapak bupati.Doni tampaknya begitu semangat. Kemudian ketika dia menanyakan sesuatu pada ku saat berada di dalam kelas mengenai perasaan ku jika bisa menang lomba ini.“Bagaimana menurutmu apakah kita bisa memenangkan pertandingan ini?”“Mungkin saja bisa” dengan wajah biasa saja namun dalam hati ‘ya pastilah’ .
Persiapan hanya dua minggu saja untuk mempersiapkan semuanya. Doni si murid baru mendatangi ku ke rumah setelah pulang sekolah. Dia dengan kendaraan roda dua bermerek Honda memarkirkan kendaraannya di samping rumahku. Aku yang memandangi dia dari lantai dua kamarku tidak menyangka dia akan datang hanya untuk latihan. Dia mengetuk pintu rumah, ibuku membuka pintu dan berkata “siapa ya? “ Doni pun menjawab “saya teman sekelas Axelio bibi, saya mau latihan nyanyi untuk acara ulang tahun sekolah” “O teman Axel ya, ya sudah masuk saja sebentar bibi akan panggilkan Axel dulu di kamarnya”. “Baik bibi”. “Axel, nak itu ada teman kamu lo di depan dia udah nunggu itu” “iya Bu sebentar” “Kamu ada teman ko ga bilang sama ibu sih, kan ibu bisa sering nyuruh dia kesini nemenin kamu” “Dia cuman teman sekelas ga lebih ko bu, lagian dia murid baru ko” “Ya gapapa dong nanti kalau lama-kelamaan kan bisa jadi akrab juga, siapin minuman buat kalian ya” Aku menuruni tangga berdua dengan ib
Berhari-hari berlangsung biasa saja kegiatanku di sekolah dan dirumah sama seperti biasanya. Hingga suatu ketika saat di sekolah guru mengumumkan agar semua siswa kelas 12 agar berperan aktif dalam perayaan hari ulang tahun berdirinya sekolah tepatnya ke-76 tahun . Semua siswa kelas 12 harus berperan aktif dalam acara ini mengingat kami sebagai kakak kelas jadi harus bisa memberikan contoh bagi adik kelas yang lain.Acaranya akan dilaksanakan dua minggu lagi, berbagai perlombaan diselenggarakan untuk memeriahkan hari ulang tahun sekolah. Ada perlombaan drama, puisi, beragam perlombaan seni mulai dari tarik suara sampai dengan menari, dan juga beragam acara kecil untuk memeriahkan acara tersebut.Seperti biasa aku tidak suka ambil bagian, namun kali ini aku dipilih untuk mengikuti lomba menyanyi dan akan bernyanyi diiringi Doni sebagai pemusiknya.
Hari ini aku akan pergi bersekolah, aku pergi mengendarai sepeda seorang diri. Aku tak menghiraukan orang lain aku dengan seragam rapi berangkat menuju sekolah, hampir tidak ada senyum terpampang di wajah ku dan juga aku kebanyakan menunduk jika ada orang terutama orang yang sudah tua..Setiba di sekolah aku memarkirkan sepeda seperti biasanya, aku melangkah da menapaki menuju ke ruangan kelas. Disana aku melihat ada anak murid baru, tampak dia juga sepertinya pindahan dari kota juga. Anak-anak di ruangan kelas mengerumuninya. Mereka berbisik-bisik terutama siswi nya, seolah mereka membicarakan aku dan melirik ke arah ku, dan seorang siswi angkat bicara “kalo murid yang satunya baik ramah mau diajak bicara, ko yang satu lagi enggak ya”, kemudian mereka tertawa. Aku dengan sikapku yang biasa saja tak menghiraukannya.Murid baru itu
Hari menjelang siang matahari sudah berada pada posisi menunjukkan pukul 12.00 wib. Langit begitu cerahnya tanpa dihiasi awan sedikitpun. Aku menatap langit dari jendela kamarku yang berada di lantai dua. Entah mengapa aku sangat senang sekali memandangi langit, tidak ada alasan yang pasti membuatku senang sekali memandangi langit, mungkin saja aku suka dengan warna biru dan juga terkadang hatiku tenang rasanya bila memandang langit yang indah ini, tapi terkadang juga karena aku sedang sedih, atau sedang merasa marah dan muak, atau meratapi kekalahanku seolah aku menanti jawaban dari angkasa biru. Sekarang aku adalah siswa di salah satu sekolah di desa ku tempat kepindahan ku dari Lampung. Di desa aku kerap dipanggil dengan sebutan Axel. Nama lengkap ku adalah Axelio Felix.Setelah sekian tahun aku pindah dari Lampung Barat, aku tak juga kunjung menemukan seseorang yang dapat kujadikan teman ba