“Memang benarkan kalau temanmu itu adalah wanita penggoda?!” sungut Lia sambil terus menjambak rambut Kiki dengan kuat. “Sudah kukatakan dia tidak seperti itu, masih saja mulutmu yang tidak sekolah itu berkicau!” Kiki menarik rambut Lia sampai banyak rontok. “Argh! Sialan Kamu!” Lia melihat rambut yang dia rawat sepenuh hati rontok sangat banyak karena ulah Kiki, langsung menerjang wanita tersebut dengan membabi-buta. Yah tentu saja dia marah karena dia selalu menyisihkan gajih untuk merawat rambut tersebut, dia ingin menjadi tampil cantik di perusahaan Wira lantaran mau menarik salah satu karyawan lelaki di sana. “Makanya kalau jadi orang itu mulutnya dijaga!” geram Kiki. Saat suasana makin memanas, Riana menuju ke dapur ingin mengambil minum karena haus dia harus melihat kedua wanita yang sedang berkelahi berguling-guling di lantai. Terlihat jelas penampilan mereka sangat acak-acakan dan kotor akibat saling menyerang sedari tadi. Riana langsung berlari memanggil satpam untuk me
“Ibu Wulan!” Lia terkejut melihat Wulan berada di belakangnya.Wulan memilih duduk di samping Lia. “Iya, ini Aku, apa Kamu menerima tawaranku tadi?”“Em, Saya takut kalau melakukan hal itu,” Walau Lia sangat kesal kepada Riana, dia tetap tidak mau melakukan hal yang jauh dan bisa membuat dirinya dipecat. Buktinya saja kemarin sempat terbesit hal jahat tetapi urung dia lakukan.“Kamu tidak usah takut, toh yang penting tidak ada yang tahu. Oh, iya satu lagi, bicaralah santai kepadaku karena Aku bukan Sekertaris lagi di perusahaan,” bujuk Wulan.Toh menurut Wulan kalau Lia ketahuan paling dipecat oleh Wira seperti dirinya dan juga rencana yang akan mereka lakukan tidak akan membuat dia mendapatkan posisi Sekertaris lagi di perusahaan Wira. Hanya saja diaakan mendapatkan posisi itu di tempat lain, perusahaan saingan Wira dengan satu syarat harus mengambil satu berkas penting milik Wira untuk meraih kerja sama dengan orang luar negri.“Benarkah Saya boleh berbicara santai dengan, Ibu Wulan
“Apa-apa’an sih Kamu, Wira!? Kaki Mama jadi sakit!”Rupanya yang disenggol Wira sedari tadi bukan kaki Riana melainkan kaki mamanya sendiri, pantas saja Riana tidak merespon sedari tadi.“Maaf, Ma, tadi Aku kira tikus.” Wira menunduk malu, malu sekali dirinya sekarang di depan sang Mama dan Riana.Desi yang menyadari kalau sang Putra ingin menggoda Riana, tetapi malah salah sasaran tidak ingin memperpanjang urusan lebih jauh. “Iya, tidak masalah, tapi lain kali jangan diulangi lagi. Sakit kakiMama sekarang karena ulahmu,”“Baik, Ma,” sahut Wira menahan malu.Riana mengulum senyum, dia juga menyadari kalauWira mau menggodanya lagi seperti di kantor dengan terus menyenggol kakinya, sayang malah salah sasaran.“Alhamdulillah, sudah kenyang,” ucap Tante Desi setelah mereka selesai makan malam.“Kalau begitu, Aku bantu Mbok buat cuci piring.” Riana berdiri, dia membereskan semua piring kotor.“Jangan, Riana! Nanti Kamu malah kelelahan,” larang Desi.“Tidak papa kok, Tante, hanya membantu m
“Apa yang Anda lakukan, Pak?!” Riana kaget melihat Wira menjilat bekas sisa makanan yang menempel di bibirnya. “Hanya melakukan hal biasa saja,” sahut Wira. “Itu kotor, Pak, lain kali jangan lakukan lagi!” “Menurutku tidak kotor karena berasal dari Kamu,” goda Wira. “Hah?! Tetap saja itu kotor mau berasal dari Saya atau tidak! Pokoknya jangan lakukan lagi, Saya sangat tidak menyukainya!” gerutu Riana. “Iya-iya, Aku tidak akan melakukannya lagi untuk ke depannya.” Wira menompang kepalanya di atas satu tangan sambil menatap Riana lekat. “Pak, Saya sedang berbicara serius.” Riana bersedekap dada menatap Wira, menurutnya lelaki itu sedang mempermainkan dirinya. “Aku juga serius,” “Tapi wajah Bapak tidak terlihat seperti itu,” “Lalu wajahku terlihat seperti apa?” Wajah Wira mendekati Riana, karena posisi mereka sekarang terhalang oleh meja. Riana memalingkan wajahnya tidak mau melihat wajah Wira yang sekarang hanya berjarak beberapa inchi saja. “Seperti mempermainkan Saya.” “Kala
Reynald menyugar rambutnya kasar, dia tidak bisa menjelaskan kalau gajih di sini sangat besar sehingga sangat sayang untuk keluar dari perusahaan tersebut hanya karena wanita cantik saja. Perjuangan untuk sampai di posisi ini pun sangat sulit dan yang pasti kalau dia berhenti akan dimaki oleh ibunya nanti. Kapan lagi mendapakan gajih Manjer lebih besar dari perusahaan lain? “Tidak bisa! Aku sedari awal sudah bekerja di sini, jadi mana mungkin Aku mau berhenti semudah itu!”gerutu Reynald marahlantaran sikap Diandra yang menurutnya terlalu berlebihan. “Jadi Kamu tidak mau berhenti bekerja dari sini?!” ucapan yang Reynald katakan membuat Diandra semakin marah. Reynald yang melihat Diandra semakin emosi, dia segera melembutkan suaranya karena takut kehilangan wanita cantik itu, “Bukan begitu maksudMas, Sayang, mencari pekerjaan sekarang sangat sulit sekali kalau Mas tidak kerja bagaimana rencana pernikahan kita? Mana mungkin ‘kan Kamu mau menikah hanya ijab kabul saja?” bujuk Reynald.
“Em,” Rania terlihat sangat ragu, jujur dia merasa malu kalau meminta dari lelaki yang bukan siapa-siapa dirinya. Sedangkan suaminya saja dia tidak pernah meminta apapun, saat dia meminta tidak pernah dikasih. “Kamu jangan ragu, karena kamu sendirikan tahu kalau aku bisa membelikan apa pun untukmu,” ucap Wira meyakinkan, walau sekilas terdengar sombong bagi siapa pun yang mendengarnya. “Nanti aku malah dikira wanita matre.” Riana mengelus lengannya, yah dia takut disebut wanita seperti itu. “Tidak ada yang akan menyebutmu matre. Kalau aku tidak membelikan apa pun untukmu nanti malah kesannya aku lelaki yang tidak bermodal atau pelit karena mengajak seorang wanita jalan tapi tidak dibelikan makan dan apa yang diingikan wanitanya, padahalkan aku orang yang mampu,” “Tapi tetap saja rasanya sungkan,” Riana masih bersikeras untuk dibelikan sesuatu. “Apa kamu minta dibelikan pesawat, jet, atau pulau pribadi?” Wira bertanya dengan menautkan kedua alisnya. “Hah?! Mana mungkin aku meminta
“Hati-hati, Pak, kopinya masih panas!” ucap Riana cemas.Wira langsung mengambil sapu tangan yang berada di kantong celananya dan bergegas membersihkan wajahnya karena ada sisa-sisa kopi yang berantakan di sana.“Lain kali sebelum diminum, dinginkan dulu,”“Aku terlalu haus sampai tidak sadar kalau kopinya masih panas,” Wira berbohong untuk menyembunyikan perasaan yang dia rasakan.“Apa mau saya ambilkan air putih? Soalnya kpoinya masih panas,” tawar Riana.“Kan bisa ditiup?” “Minuman atau makanan yang masih panas tidak boleh ditiup, tidak baik untuk kesehatan. Nanti perlahan akan dingin sendiri kok, karena ACCdi ruangan inikan menyala.” Riana mengambilkan air putih untuk Wira.Wira menyambut segelas ari putih yang Riana berikan kepadanya, tanpa sadar tangan mereka saling bersentuhan membuat jantung Wira yang baru tenang kembali berdetak dengan kencang. Lelaki itu bergegas mengambil gelasnya dengan kasar, dia takut kalau R
"Mungkin ini semua karena Wira menyukainya sehingga membuatku menjadi sangat semangat dan tidak bisa menahan diri untuk tidak mendekatkan mereka secepat mungkin. Apa lagi setelah aku tahu kalau Wira pernah kecolongan," gumam Desi lirih. "Sabar lah, Bu, kalau jodoh tidak akan kemana." Mbok mengelus pundak Desi lembut, berharap sang majikan tidak bertindak gegabah."Terima kasih, Mbok." Desi menggenggam tangan wanita paruh baya itu erat."Ayo kita masuk saja, Bu, Mbok buatkan pisang goreng sama teh hangat." Mbok menggandeng lengan Desi erat, mereka bergandengan tangan sambil berjalan masuk.*"Kita mau ke mana?" tanya Riana. "Kita makan dulu di restoran." Wira menyahut sambil terus fokus menyetir."Em," Riana ingin berbicara tetapi dia merasa ragu.Mendengar suara Riana yang terdengar ingin mengatakan sesuatu, membuat Wira menoleh. "Katakan saja, tidak usah ragu seperti itu.""Saya mau makan di pinggir jalan atau warung makan saja boleh? Soalnya saya tidak terbiasa makan di restoran,