Share

Bab 15

Author: Siska_ayu
last update Last Updated: 2023-02-17 13:15:37

Aku sedikit terkejut dengan penawaran Bang Raka. Meskipun dari dulu kami memang dekat, tapi aku belum pernah pergi berdua saja dengannya. Apa aku nunggu Bang Irsyad saja sampai urusannya selesai? Tapi seminggu itu terlalu lama. Aku bosan di rumah sendirian, meskipun ada Mbok Rum. Kalau di kampung, aku bisa ikut ibu atau bapak ke kebun atau ke sawah.

"Gimana, Nay?" tanya Bang Irsyad.

"Gimana apanya?" jawabku pura-pura tak mengerti.

"Itu tawaran Raka buat nganterin kamu," tutur Bang Irsyad.

Aku menatap Bang Raka, "Emang Abang ga sibuk ya? Nanti ngerepotin," ujarku.

"Enggak, kan pekerjaan bisa dihandle Irsyad," jawab Bang Raka sambil tersenyum ke arah Bang Irsyad.

Ya, usaha cuci mobil yang dikelola Bang Irsyad memang sebagian besar modal dari Bang Raka. Makanya Bang Irsyad lebih giat mengontrol dan mengawasi usahanya itu.

Di kampung, Bang Raka memang berasal dari keluarga yang berada. Orang tuanya memiliki lahan persawahan yang luas. Belum lagi toko bahan bangunan.

Berbeda dengan keluar
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Dilema Istri Kedua   Bab 16

    Aku memang berniat akan bicara jujur sama ibu dan bapak. Tapi bukan sekarang. Aku ingin mencari waktu yang tepat untuk memberi tahu kepada dua orang yang begitu menyayangiku itu. Apalagi sekarang aku cape banget. Hampir empat jam diperjalanan membuatku tubuhku terasa pegal-pegal."Nay, ditanya kok malah ngelamun." Ibu menepuk pundakku pelan."Maaf, Bu. Naya ga fokus." Aku pura-pura lupa pada pertanyaan Ibu. "Fahri gimana kabarnya?" Ibu mengulangi pertanyaannya."Mas Fahri ... Mas Fahri baik kok, Bu. Sehat," jawabku sambil berusaha sedikit tersenyum pada ibu. "Oh ya, Bu. Naya punya kabar gembira buat Ibu sama Bapak. Naya sedang hamil, Bu," tuturku antusias."Beneran, Nay?" tanya Ibu."Iya, Bu." Aku mengangguk meyakinkan."Masya Alloh Alhamdulillah .... Sebentar lagi Ibu akan punya cucu." Ibu mengusap wajahnya dengan kedua tangan. Matanya terlihat berkaca-kaca."Selamat ya, Nay." Ibu menggenggam tanganku."Selamat juga buat Ibu." "Kamu mau makan sekarang, Nay?""Enggak, Bu. Tadi di j

    Last Updated : 2023-02-17
  • Dilema Istri Kedua   Bab 17

    "Apa yang kamu katakan, Nay?" tanya Bapak sekali lagi."Iya, Pak. Mas Fahri sudah mempunyai istri. Namanya Khoirunnisa. Mereka sudah menikah selama empat tahun. Tapi karena Nisa nggak bisa punya anak, makanya Mas Fahri menikahiku," tuturku pada Bapak panjang lebar.Sementara Ibu terus mengelus punggungku. Namun kelopak matanya sudah menyimpan genangan air yang siap tumpah. Tangan Bapak terlihat mengepal kuat. Sementara tatapan matanya menyiratkan kemarahan dan kekecewaan. Ya, ini pasti menyakitkan. Bukan hanya untukku, tapi juga kedua orang tuaku. Kali ini Ibu berdiri, menghampiri bapak yang masih mematung dengan sorot mata memerah dan rahang mengeras. "Sabar, Pak. Tenang. Nanti jantungnya kumat lagi," ucap Ibu menenangkan. Lalu ibu menuntun Bapak agar kembali duduk di sofa.Ibu menyerahkan segelas air yang sudah tersedia di meja. Bapak meneguknya sampai habis. Sekarang, emosi bapak terlihat mulai mereda.Ibu kembali duduk di sampingku. "Coba ceritakan semuanya pada Ibu sama Bapak,

    Last Updated : 2023-02-18
  • Dilema Istri Kedua   Bab 18

    Dering alarm dari gawaiku berdering nyaring. Membuatku yang sedang tidur nyenyak langsung bangun seketika. Meraba-raba mencari letak gawai di atas nakas. Namun tidak kutemukan. Aku baru teringat kalau semalam aku tertidur sambil memeluk gawai. Ternyata gawaiku terbungkus selimut yang semalam kupakai. Langsung saja kumatikan alarm itu.Aku bangun, lalu duduk di ranjang untuk mengumpulkan kesadaranku. Mengangkat kedua tangan, merenggangkan otot-otot yang terasa lebih segar setelah bangun tidur.Tiba-tiba aku teringat pesan terakhir semalam dari Bang Raka, membuat bibirku tanpa sadar menyunggingkan senyum. Ah, kenapa aku jadi seperti ini. Tidak mungkin aku jatuh hati pada lelaki yang sudah kuanggap kakakku itu. Apa karena aku sedang patah hati, lalu Bang Raka selalu ada dengan perhatian dan kasih sayangnya. Membuat hatiku menjadi nyaman. Atau hanya sekedar pelarian dari rasa sakit yang sedang kualami? Entahlah. Yang pasti sekarang statusku masih istri Mas Fahri selama palu hakim belum

    Last Updated : 2023-02-21
  • Dilema Istri Kedua   Bab 19

    Sepulang dari sawah aku jadi lebih banyak diam. Teringat semua perubahan sikap Bang Raka padaku. Tatapannya bukan lagi tatapan seorang kakak pada adiknya, seperti hubungan yang terjalin di antara kami selama ini. Tak ada kecanggungan, tak ada kekakuan. Dan aku, merindukan sikapnya yang dulu. Yang selalu ceria, selalu mengganggu dan menggodaku dengan sikap jahilnya.Lebih dari sepuluh tahun aku mengenalnya. Saat aku masih sering bermain masak-masakan dengan rambut yang dikuncir dua dengan pita merah atau biru. Sedangkan dia sudah mengenakan seragam putih abu-abu. Aku teringat dulu saat dia sering main ke rumahku bersama Bang Irsyad. Terkadang dia membawa ciki, permen, coklat bahkan es krim untukku. Sebagai seorang anak kecil, tentu aku sangat senang dengan pemberiannya itu. Bahkan itu berlangsung sampai aku dewasa.Saking seringnya kami bertemu, kami menjadi sangat akrab. Namun keakraban kami merenggang saat Bang Raka dan Bang Irsyad memutuskan melanjutkan kuliah di Jakarta. Dan kami

    Last Updated : 2023-02-22
  • Dilema Istri Kedua   Bab 20

    Mas Fahri yang dari tadi hanya berdiri mematung, kini menghampiri bapak yang tergolek di lantai. Kepala bapak ada di pangkuan ibu. Pun aku ada di samping ibu."Kita bawa bapak ke rumah sakit," ujar Mas Fahri sambil berjongkok."Semua ini gara-gara kamu, Mas," bentakku sambil menatap tajam ke arahnya. "Maafkan aku, Nay. Tapi ini bukan waktunya untuk berdebat. Ayo bantu aku angkat bapak ke mobil. Sebentar-sebentar, aku buka dulu pintu mobilnya, biar nanti bapak langsung dimasukkan." Mas Fahri berlari menuju halaman rumah. Sesaat kemudian sudah kembali lagi.Karena tubuh bapak lumayan berat, aku, ibu dan Mas Fahri mengangkatnya bersama-sama. Setelah sampai di halaman, bapak langsung dimasukkan ke dalam mobil. Pun aku dan ibu ikut masuk ke dalam mobil. Ibu duduk di belakang menemani bapak. Sementara aku duduk di depan di sebelah Mas Fahri. Tubuhku rasanya gemetar, air mata terus bercucuran takut sesuatu yang buruk terjadi pada bapak. Ibu pun tak henti-hentinya menangis sambil bergumam,

    Last Updated : 2023-02-24
  • Dilema Istri Kedua   Bab 21

    Suara isakan mulai terdengar dari bibir Bang Irsyad. Dengan jelas aku bisa mendengar betapa hancurnya hati Bang Irsyad menerima kabar duka dariku."Apa yang terjadi sama bapak, Nay?" tanya Bang Irsyad sambil menangis."Penyakit jantung bapak kambuh, Bang."Ya, bapak meninggal karena penyakit jantung. Tapi itu semua disebabkan Mas Fahri. Aku hanya bisa mengucapkannya dalam hati. Tak ingin Bang Irsyad tahu yang sebenarnya terjadi."Abang pulang sekarang. Tunggu Abang ya, Nay. Abang ingin ikut memandikan bapak untuk terakhir kalinya. Abang masih ingin melihat wajah bapak." Bang Irsyad menangis tergugu."Iya, Bang. Tadi Naya sudah nelpon Bang Raka, dia sedang di jalan mau ke rumah Abang. Bang Irsyad ga boleh nyetir dalam kondisi seperti ini. Biarkan Bang Raka yang menyetir. Hati-hati di jalan ya, Bang. Naya tutup dulu."Sambungan pun terputus. Kumasukkan kembali gawai ke saku piyama. Mas Fahri belum juga kembali dari tempat administrasi. "Bapak, Nay. Bapak ....." Ibu yang dari tadi diam

    Last Updated : 2023-02-25
  • Dilema Istri Kedua   Bab 22

    Bang Irsyad menatap Ibu menunggu jawaban. Ibu terlihat menghela napas berat."Namanya juga takdir, Syad. Ajal itu bisa datang kapan saja. Jangankan bapak yang sudah berumur dan mempunyai riwayat penyakit jantung, yang masih muda saja banyak yang meninggal tiba-tiba." Jawaban ibu sungguh di luar dugaan. Hingga menyebabkan mataku membulat mendengarnya.Kutatap Mas Fahri yang masih mematung, dia seperti salah tingkah dan merasa bersalah. Mataku kembali menatap Ibu, wanita berhati lembut itu mengangguk pelan. Seolah mengerti dengan kebimbanganku.Bang Raka yang terus setia di samping Bang Irsyad, tak banyak bicara. Dia hanya ikut menyimak pembicaraan kami.Bang Irsyad terdengar menghela napas berat, kemudian berkata, "Tapi ini terasa begitu mendadak. Bahkan aku belum bisa membahagiakan bapak." Wajah Bang Irsyad begitu sendu."Ikhlaskan. Sering-sering kirim doa untuk bapak. Hanya itu yang sekarang bisa kita lakukan untuk membahagiakannya," pesan Ibu. Sungguh ibu terlihat begitu tegar. Mesk

    Last Updated : 2023-02-26
  • Dilema Istri Kedua   Bab 23

    Pagi aku sibuk membantu ibu membuat kue-kue basah. Saat kutanya untuk apa, Ibu bilang untuk menyumbang makanan di acara maulidan di pesantren. Ya, para warga sudah biasa membantu makanan untuk suguhan semampunya. Ada yang kue-kue basah, lemper, atau apapun itu. Bukan berarti pihak pesantren tidak mampu, tapi sebagian warga yang dekat lingkungan pesantren, ingin sedikit berbagi rezeki juga berharap mendapatkan pahala dengan membantu menyumbang makanan semampunya.Bang Irsyad sudah berangkat kemarin pagi. Naik bus karena mobil sudah dibawa Bang Raka dulu. Lelaki dengan sorot mata elang itu meninggalkan sejumlah uang cash untukku dan ibu. Untuk keperluan sehari-hari katanya. Biar tidak perlu repot-repot ke ATM karena jaraknya lumayan jauh.Sebenarnya tak enak mengandalkan kakak lelakiku itu untuk menafkahiku. Sementara ibu, sudah punya uang pensiunan bapak yang dikirim tiap bulan. Andai aku sedang tidak hamil, aku pasti akan bekerja untuk menafkahi diriku sendiri. Toh aku masih muda.Nam

    Last Updated : 2023-02-27

Latest chapter

  • Dilema Istri Kedua   Tamat

    Aku sempat begitu terkejut saat bangun melihat ada seorang lelaki di sampingku. Namun, aku buru-buru tersadar kalau sekarang aku sudah menjadi seorang istri kembali. Kutatap lelaki yang masih tidur pulas itu. Wajahnya begitu tampan dan teduh. Hanya saja, kecanggungan di antara kami belum benar-benar mencair. Semalam saja, tidur kami terhalang oleh bantal guling yang menjadi penyekat di antara kami.Aku beringsut turun dari ranjang, kemudian berjalan menuju kamar mandi. Mengambil air wudhu. Ketika aku membuka pintu kamar mandi, ternyata suamiku sudah terbangun."Sudah wudhu?" tanyanya sambil tersenyum.Aku mengangguk sambil membalas senyumannya."Kita solat berjamaah subuh. Aku wudhu dulu." Ustad Hafiz pun masuk ke kamar mandi.Setelah melakukan solat subuh berjamaah, Ustad Hafiz mengajakku untuk membaca Al-Quran sejenak sambil menunggu pagi datang. Lantunan ayat-ayat suci yang dibacanya terdengar begitu merdu di telinga. Membuat hatiku merasa begitu tenang dan damai."Mau pulang sekar

  • Dilema Istri Kedua   Bab 50

    Tak pernah kuduga sedikit pun apa yang Umi Fatimah ucapan barusan? Bercanda kah ia? Tapi beliau bukan tipe orang yang suka bercanda apalagi sedang membahas masalah serius seperti ini."Ma-maksud Umi, apa?" Dengan mimik yang masih keheranan aku bertanya."Umi berniat menjodohkan Naya sama anak Umi. Itu juga kalau Naya bersedia.""Maaf Umi. Naya merasa tidak pantas untuk menjadi pendamping Ustad Hafiz. Naya bukan wanita solehah. Naya juga cuma seorang janda yang sudah mempunyai anak. Tidak mungkin Ustad Hafiz mau sama Naya. Banyak wanita yang lebih baik di luar sana." Aku menunduk. Menyembunyikan genangan air mata yang mulai memenuhi kelopaknya."Sayang, apa yang salah dengan janda. Bukankah Nabi Muhammad saw juga dulu menikahi seorang janda? Gadis ataupun janda bukan tolak ukur seorang wanita baik atau tidak. Umi terlanjur sayang sama Naya juga Fea. Umi pasti seneng banget kalau Naya bisa menjadi menantu Umi.""Tapi Umi. Ustad Hafiz ...."Umi Fatimah tersenyum kepadaku, kemudian mengge

  • Dilema Istri Kedua   Bab 49

    Kenyataan yang baru saja kudengar, bagai meruntuhkan duniaku yang perlahan akan kembali bangkit. Aku mulai merasakan setitik harapan untuk masa depan yang indah bersama pendamping yang akan benar-benar menyayangiku dan anakku. Namun kini, bak roller coaster yang terjun dari ketinggian hingga ke dasar bumi. Hancur. Air mata makin mengalir deras membasahi pipi. Jantungku pun masih berpacu begitu cepat. Tubuhku yang tak berdaya masih ditopang oleh Bang Irsyad. Kutatap mata elang Abangku yang terlihat mengobarkan amarah."Kamu harus kuat, Naya." Bang Irsyad berbisik lirih di telingaku. Aku pun mengangguk. "Kalau kamu sudah merasa lebih baik, kita ke dalam," lanjutnya lagi.Aku berkali-kali mencoba menghirup napas dalam-dalam. Menetralkan debaran dan sayatan yang mengiris hati. Memasukkan lebih banyak oksigen ke dalam dadaku yang terasa sesak. Lagi-lagi karena pengkhianatan.Untuk terakhir kalinya aku menghirup napas sangat panjang, sambil mengusap jejak air mata di pipi. Stop Naya. Kam

  • Dilema Istri Kedua   Bab 48

    "Kok, buru-buru banget sih, Bang? Naya pikir, mau pendekatan dulu atau apa gitu." Aku masih mencoba untuk mengulur waktu sambil terus belajar memantapkan hatiku untuk mencintainya."Kita sudah cukup dekat sejak lama. Ngapain ditunda-tunda lagi."Rasanya ingin aku menjawabnya lagi. Tapi suara tangisan Syafea sudah mulai terdengar. Benar saja, ibu datang dengan membawa Syafea yang sedang menangis."Sepertinya, Fea ngantuk, Nay." Ibu menyerahkan Syafea padaku."Maaf, Bang. Naya mau nidurin Fea dulu." Bang Raka mengangguk sambil tersenyum. Aku pun bangkit dan mulai berjalan ke kamar untuk menyusui putriku.Kumandang azan duhur membangunkanku yang ikut tertidur di samping Syafea. Mungkin karena semalam aku susah tidur, makanya sekarang sampai ikut ketiduran. Kulirik Syafea yang masih tertidur lelap. Kemudian aku turun perlahan dari kasur.Aku sedikit terkejut saat keluar dari kamar, karena ternyata Bang Raka masih ada di sini. Aku pikir sudah pulang ke rumahnya. Taunya masih ada. Tidur ter

  • Dilema Istri Kedua   Bab 47

    Dengan air mata yang mulai berjatuhan dan hati berdebar, mataku memindai sekeliling. Pun dengan Umi Fatimah. Aku berjalan cepat ke arah tempat mengaji anak-anak tadi, badanku berputar menengok ke kiri dan ke kanan. Nihil. Tidak ada."Gimana, Nay? Ada?" tanya Umi dengan wajah panik.Aku menggeleng."Kita cari ke arah belakang masjid."Aku pun mengikuti umi menuju belakang masjid. Bahkan sampai mengelilinginya. Tidak ada tanda-tanda Syafea ada di sana. Aku dan Umi pun memutuskan untuk kembali ke depan.Dengan tubuh yang masih bergetar dan kaki lemas, aku terduduk lesu di teras masjid. Menangis sesenggukan sambil menangkup wajahku dengan kedua tangan."Syafea ...." Aku menangis memanggil nama putriku."Sabar. Kita cari sama-sama. Insyaallah, Fea baik-baik saja." Umi mengusap punggungku pelan.Saat aku masih terisak, samar kudengar celotehan Syafea dari dalam masjid. Wajahku langsung mendongak seketika. Aku dan Umi saling bertatapan. Sepertinya Umi pun mendengarnya. Seingatku tadi, pintu

  • Dilema Istri Kedua   Bab 46

    Setelah melaksanakan solat isya, seperti kebiasaan keluargaku dari kecil, kami berkumpul di tuang TV. Berbagi cerita, membahas segala hal. Rencananya, malam ini, aku ingin bertanya kepada ibu dan Bang Irsyad tentang pendapat mereka mengenai Bang Raka. Aku ingin mengatakan kalau Bang Raka ingin serius menjalani hubungan denganku.Syafea tengah tertidur di karpet ruang TV karena terlalu lelah bermain. Ini waktu yang tepat untukku berbicara karena tidak akan diganggu anakku. "Bu, Bang, Naya mau ngomongin sesuatu," ucapku pada Ibu dan Bang Raka dengan hati yang berdebar. Spontan Ibu dan Abangku itu langsung menatap ke arahku."Ada apa, Nay?" tanya Ibu. Sementara Bang Irsyad tidak bersuara. Hanya dari gestur tubuhnya, dia terlihat sudah siap untuk mendengarkan."Naya ... mau bertanya sesuatu pada Ibu dan Abang," kataku lagi seolah ragu."Iya, apa? Tanyakan saja," jawab Ibu."Naya ... Naya ... Maksud Naya, gimana pendapat Ibu sama Abang tentang Bang Raka? Sebenarnya, Bang Raka mengatakan s

  • Dilema Istri Kedua   Bab 45

    Setelah mengetahui masa lalu kelam Bang Irsyad, aku tidak pernah lagi membahas tentang Nisa dihadapannya. Ya, aku mengerti perasaannya. Kecewa, terluka. Dikhianati oleh orang yang begitu kita cintai itu sangat menyakitkan.Entah apa sebenarnya yang terjadi dengan masa lalu Nisa. Hanya dia sendiri yang tau. Namun, tak ada manusia yang cela tanpa dosa. Begitupun bagi seorang Nisa. Mungkin dulu dia telah berbuat khilaf hingga hamil diluar nikah. Meski aku sendiri tak tau bagaimana kondisi bayi yang dulu pernah dikandung oleh Nisa. Apakah ia pernah terlahir ke dunia, atau justru tidak sama sekali.Aku begitu sering bertemu Nisa, bahkan dia selalu menginap di rumahku jika aku sedang berada di Jakarta. Namun, aku tak pernah berniat sekalipun untuk bertanya tentang masa lalunya. Bahkan aku tak berhak untuk tau. Biarlah itu menjadi masa lalu Nisa dan Bang Irsyad yang mereka kubur selama ini.Waktu begitu terasa cepat berjalan. Hari ini tepat satu tahun usia Syafea. Tidak ada perayaan. Aku han

  • Dilema Istri Kedua   Bab 44

    Sekarang aku sudah pulang kembali ke kampung halamanku setelah seminggu berada di Jakarta. Meskipun ibu dan bapak mertua belum puas melepas rindu dengan cucunya, namun aku juga harus memikirkan perasaan ibuku sendiri yang lebih betah dan nyaman tinggal di kampung halamannya.Seperti biasa, sebelum pulang aku mampir dulu ke makam Mas Fahri untuk mendoakannya. Setelah di kampung, aku kembali dekat dengan Umi Fatimah. Sering berkunjung ke rumahnya sambil menggendong Syafea menikmati udara sore hari. Terkadang menemani umi mengajar anak-anak sekolah agama. Syafea suka anteng kalau di ajak ke madrasah melihat dan mendengar anak-anak mengaji. Semoga kelak ia akan menjadi anak yang solehah.Bang Raka juga kembali gencar mendekatiku, memperhatikanku. Setiap hari lelaki yang kukenal sejak lama itu video call atau sekedar mengirim pesan. Namun jika pesannya atau pembicaraannya sudah menjurus ke hal-hal yang belum kuinginkan, segera kualihkan pembicaraan ke topik lain. Dan sepertinya Bang Raka

  • Dilema Istri Kedua   Bab 43

    Umi Fatimah dan Ustad Hafiz pun sempat tertegun sebentar melihat adanya Bang Raka. Namun, beliau langsung tersenyum sambil sedikit membungkukkan tubuhnya."Umi, ini sahabat Abang saya. Baru saja datang dari Jakarta.""Bang, ini Umi Fatimah sama anaknya, Ustad Hafiz. Pemilik Pesantren Al-Huda."Umi Fatimah, Ustad Hafiz dan Bang Raka sama-sama menganggukkan kepala sambil tersenyum."Silakan duduk, Umi, Ustad. Maaf, saya tinggal ke belakang sebentar."Umi Fatimah dan Ustad Hafiz pun duduk di sofa bersisian. Sementara aku berlalu ke dapur."Ada tamu, ya, Nay?" tanya Ibu yang sedang menyiapkan makan siang saat aku menuangkan air putih ke dalam dua gelas air."Iya, Bu. Ada Umi Fatimah sama Ustad Hafiz.""Tumben, ada apa, ya?" "Enggak tau, Bu. Naya kan udah lama nggak ikut pengajian. Ribet sama Syafea. Ya sudah, Naya ke depan dulu."Aku pun kembali ke ruang tamu sambil membawa baki berisi dua gelas air putih. "Silakan diminum, Umi." Aku menyimpan gelas itu di meja di hadapan Umi Fatimah da

DMCA.com Protection Status