Share

Bab 10

Penulis: Siska_ayu
last update Terakhir Diperbarui: 2023-02-13 13:54:18

Bang Irsyad begitu terkejut setelah membuka kacamata hitam yang kugunakan. Sudah dipastikan mataku bengkak, wajahku sembab dan menyedihkan.

"Apa yang terjadi, Nay? Kenapa matamu sampai sembab seperti itu?" Bang Irsyad memegang bahuku. Matanya menatap sendu ke mataku.

Hening.

Lidahku kelu. Dadaku begitu sesak bahkan untuk sekedar bernapas. Aku kembali menghambur memeluk Bang Irsyad. Menangis sesenggukan, menumpahkan semua rasa sakitku di dada bidangnya.

Bang Irsyad seakan mengerti rasa sakitku. Dia hanya memelukku erat, tanpa berkata, tanpa suara. Dia juga mengusap-usap punggungku lembut. Membuat kenyamanan seketika menyeruak dalam dada.

"Non, ini minumnya." Kedatangan Mbok Rum membuatku mengurai pelukan dari tubuh bang Irsyad. Wanita yang sudah bekerja hampir tiga tahun di rumah kakakku itu menyimpan dua gelas sirop jeruk di atas meja. Entah kenapa Mbok Rum selalu saja memanggilku dengan Non, padahal aku sudah menikah. Bahkan, aku sering memintanya untuk memanggilku dengan nama saja.
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
sampah banget kau nay dg drama mu
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Dilema Istri Kedua   Bab 11

    Bang Irsyad dan Nisa terlihat saling pandang untuk beberapa saat. Namun, sesaat kemudian mereka terlihat seperti salah tingkah. Nisa kembali berjongkok meraih bahu Mas Fahri, "Ayo, Nisa bantu Mas," ucap Nisa sambil membantu Mas Fahri berdiri.Bang Irsyad terlihat memalingkan wajahnya. Entah pernah ada hubungan apa antara Nisa dan Bang Irsyad dulu. Kenapa aku merasa belum pernah bertemu dengan Nisa. Kalau memang Nisa pernah menjadi orang yang spesial buat Bang Irsyad, dia pasti pernah memperkenalkan aku padanya.Mas Fahri terlihat memegangi perutnya. Tentu saja, dia pasti kesakitan. Bukankah Bang Irsyad dulunya pelatih bela diri saat duduk di bangku SMA? Jadi, jangan remehkan jotosannya."Berani-beraninya kamu menyakiti dan mempermainkan perasaan adikku. Dasar br*ngsek. Kamu juga telah menipu dan membohongi aku sebagai kakaknya," ujar Bang Irsyad berapi-api.Bang Irsyad terus memaki Mas Fahri. Telunjuknya tepat mengarah ke wajah Mas Fahri. Mas Fahri tak berkutik. Dia hanya diam memat

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-14
  • Dilema Istri Kedua   Bab 12

    "Maaf, Non. Mbok tadi udah berusaha ngelarang masuk," tutur Mbok Rum. Wajahnya tertunduk menyiratkan penyesalan."Enggak apa-apa, Mbok." Aku berusaha membuat suasana seolah baik-baik saja.Mbok Rum berjalan ke dapur meninggalkanku yang masih terpaku menatap Mas Fahri."Nay, Mas mohon pulang, ya. Maafkan aku. Aku yakin kita bisa melewati ini bersama-sama."Aku membuang muka. Berusaha menyembunyikan netra yang mulai berkabut. "Nay." Mas Fahri semakin mendekat kemudian berniat memegang tanganku."Nay, tanganmu berdarah," pekik Mas Fahri panik.Segera kutepis tangannya."Luka ini tidak ada apa-apanya dibanding lukaku di dalam sini." Aku menepuk-nepuk dada cukup keras. Berharap himpitan batu yang begitu menyesakkan itu berkurang.Butiran-butiran yang tadi sebisa mungkin kutahan, akhirnya mengalir juga. Sakit, hatiku sungguh masih teramat sakit. BrukkTiba-tiba Mas Fahri berlutut, memegang kedua kakiku."Mas mohon maafin aku, Nay. Kalau kamu menyuruhnya bersujud di kakimu agar kamu bersed

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-15
  • Dilema Istri Kedua   Bab 13

    Aku masih berusaha mencerna perkataan Bang Raka. Rasanya tidak percaya kalau Bang Irsyad yang menghamili Nisa. Tapi kenapa Nisa meminta Bang Irsyad yang harus bertanggung jawab menikahinya? Ah, sungguh ini sangat rumit. Bagaikan benang kusut yang tak tau ujungnya."Hei, kok malah ngelamun?" Ucapan Bang Raka membuyarkan lamunanku."Enggak, Bang. Aneh aja, kenapa Nisa harus meminta Bang Irsyad menikahinya kalau anak yang dikandungnya bukan anak Bang Irsyad?" Bang Raka terlihat mengangkat bahu, menandakan ia tak tahu."Kok, bisa ya, wanita se-alim Nisa hamil di luar nikah?" tanyaku penasaran."Maksudnya alim gimana?" timpal Bang Raka."Ya ... kan Nisa bajunya juga sangat tertutup dengan jilbab yang lebar.""Iyakah?" Alis Bang Raka terlihat bertaut. "Dulu, enggak tuh. Penampilannya biasa aja kayak ABG yang lainnya," lanjutnya."Masa sih, Bang? Tapi sekarang penampilannya tertutup banget.""Mungkin sekarang dia sudah berubah. Kan orang enggak ada yang tahu, hidayah munculnya kapan," jawab

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-15
  • Dilema Istri Kedua   Bab 14

    Aku tersadar ketika menjelang pagi. Kutatap sekeliling, aku sudah terbaring di atas ranjang dengan tubuh tertutup selimut. Teringat semalam, aku pingsan begitu saja saat baru saja akan keluar dari lift. Sepertinya Bang Raka yang membawaku ke dalam kamar.Bang Irsyad terlihat masih pulas tertidur di sisiku. Sementara Bang Raka, tidak terlihat, sepertinya dia tidur di kamarnya.Perlahan aku turun dari ranjang, kemudian melangkah menuju kamar mandi. Mengambil air wudu untuk melaksanakan salat subuh dua rakaat. Karena sepertinya waktu subuh sudah masuk.Saat keluar dari kamar mandi, Bang Irsyad sudah terbangun. Dia masih duduk di tepi ranjang."Gimana keadaan kamu sekarang, Nay?" Raut wajahnya menggambarkan kecemasan. "Abang semalaman khawatir banget sama kamu.""Sudah baikan, Bang. Mungkin cuma kecapean atau masuk angin. Soalnya kan semalam lihat pemandangan puncak dari atas hotel. Anginnya kenceng banget." Aku berusaha meyakinkan Bang Irsyad agar ia tak khawatir."Syukurlah kalau begitu

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-16
  • Dilema Istri Kedua   Bab 15

    Aku sedikit terkejut dengan penawaran Bang Raka. Meskipun dari dulu kami memang dekat, tapi aku belum pernah pergi berdua saja dengannya. Apa aku nunggu Bang Irsyad saja sampai urusannya selesai? Tapi seminggu itu terlalu lama. Aku bosan di rumah sendirian, meskipun ada Mbok Rum. Kalau di kampung, aku bisa ikut ibu atau bapak ke kebun atau ke sawah."Gimana, Nay?" tanya Bang Irsyad."Gimana apanya?" jawabku pura-pura tak mengerti."Itu tawaran Raka buat nganterin kamu," tutur Bang Irsyad.Aku menatap Bang Raka, "Emang Abang ga sibuk ya? Nanti ngerepotin," ujarku."Enggak, kan pekerjaan bisa dihandle Irsyad," jawab Bang Raka sambil tersenyum ke arah Bang Irsyad.Ya, usaha cuci mobil yang dikelola Bang Irsyad memang sebagian besar modal dari Bang Raka. Makanya Bang Irsyad lebih giat mengontrol dan mengawasi usahanya itu.Di kampung, Bang Raka memang berasal dari keluarga yang berada. Orang tuanya memiliki lahan persawahan yang luas. Belum lagi toko bahan bangunan. Berbeda dengan keluar

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-17
  • Dilema Istri Kedua   Bab 16

    Aku memang berniat akan bicara jujur sama ibu dan bapak. Tapi bukan sekarang. Aku ingin mencari waktu yang tepat untuk memberi tahu kepada dua orang yang begitu menyayangiku itu. Apalagi sekarang aku cape banget. Hampir empat jam diperjalanan membuatku tubuhku terasa pegal-pegal."Nay, ditanya kok malah ngelamun." Ibu menepuk pundakku pelan."Maaf, Bu. Naya ga fokus." Aku pura-pura lupa pada pertanyaan Ibu. "Fahri gimana kabarnya?" Ibu mengulangi pertanyaannya."Mas Fahri ... Mas Fahri baik kok, Bu. Sehat," jawabku sambil berusaha sedikit tersenyum pada ibu. "Oh ya, Bu. Naya punya kabar gembira buat Ibu sama Bapak. Naya sedang hamil, Bu," tuturku antusias."Beneran, Nay?" tanya Ibu."Iya, Bu." Aku mengangguk meyakinkan."Masya Alloh Alhamdulillah .... Sebentar lagi Ibu akan punya cucu." Ibu mengusap wajahnya dengan kedua tangan. Matanya terlihat berkaca-kaca."Selamat ya, Nay." Ibu menggenggam tanganku."Selamat juga buat Ibu." "Kamu mau makan sekarang, Nay?""Enggak, Bu. Tadi di j

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-17
  • Dilema Istri Kedua   Bab 17

    "Apa yang kamu katakan, Nay?" tanya Bapak sekali lagi."Iya, Pak. Mas Fahri sudah mempunyai istri. Namanya Khoirunnisa. Mereka sudah menikah selama empat tahun. Tapi karena Nisa nggak bisa punya anak, makanya Mas Fahri menikahiku," tuturku pada Bapak panjang lebar.Sementara Ibu terus mengelus punggungku. Namun kelopak matanya sudah menyimpan genangan air yang siap tumpah. Tangan Bapak terlihat mengepal kuat. Sementara tatapan matanya menyiratkan kemarahan dan kekecewaan. Ya, ini pasti menyakitkan. Bukan hanya untukku, tapi juga kedua orang tuaku. Kali ini Ibu berdiri, menghampiri bapak yang masih mematung dengan sorot mata memerah dan rahang mengeras. "Sabar, Pak. Tenang. Nanti jantungnya kumat lagi," ucap Ibu menenangkan. Lalu ibu menuntun Bapak agar kembali duduk di sofa.Ibu menyerahkan segelas air yang sudah tersedia di meja. Bapak meneguknya sampai habis. Sekarang, emosi bapak terlihat mulai mereda.Ibu kembali duduk di sampingku. "Coba ceritakan semuanya pada Ibu sama Bapak,

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-18
  • Dilema Istri Kedua   Bab 18

    Dering alarm dari gawaiku berdering nyaring. Membuatku yang sedang tidur nyenyak langsung bangun seketika. Meraba-raba mencari letak gawai di atas nakas. Namun tidak kutemukan. Aku baru teringat kalau semalam aku tertidur sambil memeluk gawai. Ternyata gawaiku terbungkus selimut yang semalam kupakai. Langsung saja kumatikan alarm itu.Aku bangun, lalu duduk di ranjang untuk mengumpulkan kesadaranku. Mengangkat kedua tangan, merenggangkan otot-otot yang terasa lebih segar setelah bangun tidur.Tiba-tiba aku teringat pesan terakhir semalam dari Bang Raka, membuat bibirku tanpa sadar menyunggingkan senyum. Ah, kenapa aku jadi seperti ini. Tidak mungkin aku jatuh hati pada lelaki yang sudah kuanggap kakakku itu. Apa karena aku sedang patah hati, lalu Bang Raka selalu ada dengan perhatian dan kasih sayangnya. Membuat hatiku menjadi nyaman. Atau hanya sekedar pelarian dari rasa sakit yang sedang kualami? Entahlah. Yang pasti sekarang statusku masih istri Mas Fahri selama palu hakim belum

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-21

Bab terbaru

  • Dilema Istri Kedua   Tamat

    Aku sempat begitu terkejut saat bangun melihat ada seorang lelaki di sampingku. Namun, aku buru-buru tersadar kalau sekarang aku sudah menjadi seorang istri kembali. Kutatap lelaki yang masih tidur pulas itu. Wajahnya begitu tampan dan teduh. Hanya saja, kecanggungan di antara kami belum benar-benar mencair. Semalam saja, tidur kami terhalang oleh bantal guling yang menjadi penyekat di antara kami.Aku beringsut turun dari ranjang, kemudian berjalan menuju kamar mandi. Mengambil air wudhu. Ketika aku membuka pintu kamar mandi, ternyata suamiku sudah terbangun."Sudah wudhu?" tanyanya sambil tersenyum.Aku mengangguk sambil membalas senyumannya."Kita solat berjamaah subuh. Aku wudhu dulu." Ustad Hafiz pun masuk ke kamar mandi.Setelah melakukan solat subuh berjamaah, Ustad Hafiz mengajakku untuk membaca Al-Quran sejenak sambil menunggu pagi datang. Lantunan ayat-ayat suci yang dibacanya terdengar begitu merdu di telinga. Membuat hatiku merasa begitu tenang dan damai."Mau pulang sekar

  • Dilema Istri Kedua   Bab 50

    Tak pernah kuduga sedikit pun apa yang Umi Fatimah ucapan barusan? Bercanda kah ia? Tapi beliau bukan tipe orang yang suka bercanda apalagi sedang membahas masalah serius seperti ini."Ma-maksud Umi, apa?" Dengan mimik yang masih keheranan aku bertanya."Umi berniat menjodohkan Naya sama anak Umi. Itu juga kalau Naya bersedia.""Maaf Umi. Naya merasa tidak pantas untuk menjadi pendamping Ustad Hafiz. Naya bukan wanita solehah. Naya juga cuma seorang janda yang sudah mempunyai anak. Tidak mungkin Ustad Hafiz mau sama Naya. Banyak wanita yang lebih baik di luar sana." Aku menunduk. Menyembunyikan genangan air mata yang mulai memenuhi kelopaknya."Sayang, apa yang salah dengan janda. Bukankah Nabi Muhammad saw juga dulu menikahi seorang janda? Gadis ataupun janda bukan tolak ukur seorang wanita baik atau tidak. Umi terlanjur sayang sama Naya juga Fea. Umi pasti seneng banget kalau Naya bisa menjadi menantu Umi.""Tapi Umi. Ustad Hafiz ...."Umi Fatimah tersenyum kepadaku, kemudian mengge

  • Dilema Istri Kedua   Bab 49

    Kenyataan yang baru saja kudengar, bagai meruntuhkan duniaku yang perlahan akan kembali bangkit. Aku mulai merasakan setitik harapan untuk masa depan yang indah bersama pendamping yang akan benar-benar menyayangiku dan anakku. Namun kini, bak roller coaster yang terjun dari ketinggian hingga ke dasar bumi. Hancur. Air mata makin mengalir deras membasahi pipi. Jantungku pun masih berpacu begitu cepat. Tubuhku yang tak berdaya masih ditopang oleh Bang Irsyad. Kutatap mata elang Abangku yang terlihat mengobarkan amarah."Kamu harus kuat, Naya." Bang Irsyad berbisik lirih di telingaku. Aku pun mengangguk. "Kalau kamu sudah merasa lebih baik, kita ke dalam," lanjutnya lagi.Aku berkali-kali mencoba menghirup napas dalam-dalam. Menetralkan debaran dan sayatan yang mengiris hati. Memasukkan lebih banyak oksigen ke dalam dadaku yang terasa sesak. Lagi-lagi karena pengkhianatan.Untuk terakhir kalinya aku menghirup napas sangat panjang, sambil mengusap jejak air mata di pipi. Stop Naya. Kam

  • Dilema Istri Kedua   Bab 48

    "Kok, buru-buru banget sih, Bang? Naya pikir, mau pendekatan dulu atau apa gitu." Aku masih mencoba untuk mengulur waktu sambil terus belajar memantapkan hatiku untuk mencintainya."Kita sudah cukup dekat sejak lama. Ngapain ditunda-tunda lagi."Rasanya ingin aku menjawabnya lagi. Tapi suara tangisan Syafea sudah mulai terdengar. Benar saja, ibu datang dengan membawa Syafea yang sedang menangis."Sepertinya, Fea ngantuk, Nay." Ibu menyerahkan Syafea padaku."Maaf, Bang. Naya mau nidurin Fea dulu." Bang Raka mengangguk sambil tersenyum. Aku pun bangkit dan mulai berjalan ke kamar untuk menyusui putriku.Kumandang azan duhur membangunkanku yang ikut tertidur di samping Syafea. Mungkin karena semalam aku susah tidur, makanya sekarang sampai ikut ketiduran. Kulirik Syafea yang masih tertidur lelap. Kemudian aku turun perlahan dari kasur.Aku sedikit terkejut saat keluar dari kamar, karena ternyata Bang Raka masih ada di sini. Aku pikir sudah pulang ke rumahnya. Taunya masih ada. Tidur ter

  • Dilema Istri Kedua   Bab 47

    Dengan air mata yang mulai berjatuhan dan hati berdebar, mataku memindai sekeliling. Pun dengan Umi Fatimah. Aku berjalan cepat ke arah tempat mengaji anak-anak tadi, badanku berputar menengok ke kiri dan ke kanan. Nihil. Tidak ada."Gimana, Nay? Ada?" tanya Umi dengan wajah panik.Aku menggeleng."Kita cari ke arah belakang masjid."Aku pun mengikuti umi menuju belakang masjid. Bahkan sampai mengelilinginya. Tidak ada tanda-tanda Syafea ada di sana. Aku dan Umi pun memutuskan untuk kembali ke depan.Dengan tubuh yang masih bergetar dan kaki lemas, aku terduduk lesu di teras masjid. Menangis sesenggukan sambil menangkup wajahku dengan kedua tangan."Syafea ...." Aku menangis memanggil nama putriku."Sabar. Kita cari sama-sama. Insyaallah, Fea baik-baik saja." Umi mengusap punggungku pelan.Saat aku masih terisak, samar kudengar celotehan Syafea dari dalam masjid. Wajahku langsung mendongak seketika. Aku dan Umi saling bertatapan. Sepertinya Umi pun mendengarnya. Seingatku tadi, pintu

  • Dilema Istri Kedua   Bab 46

    Setelah melaksanakan solat isya, seperti kebiasaan keluargaku dari kecil, kami berkumpul di tuang TV. Berbagi cerita, membahas segala hal. Rencananya, malam ini, aku ingin bertanya kepada ibu dan Bang Irsyad tentang pendapat mereka mengenai Bang Raka. Aku ingin mengatakan kalau Bang Raka ingin serius menjalani hubungan denganku.Syafea tengah tertidur di karpet ruang TV karena terlalu lelah bermain. Ini waktu yang tepat untukku berbicara karena tidak akan diganggu anakku. "Bu, Bang, Naya mau ngomongin sesuatu," ucapku pada Ibu dan Bang Raka dengan hati yang berdebar. Spontan Ibu dan Abangku itu langsung menatap ke arahku."Ada apa, Nay?" tanya Ibu. Sementara Bang Irsyad tidak bersuara. Hanya dari gestur tubuhnya, dia terlihat sudah siap untuk mendengarkan."Naya ... mau bertanya sesuatu pada Ibu dan Abang," kataku lagi seolah ragu."Iya, apa? Tanyakan saja," jawab Ibu."Naya ... Naya ... Maksud Naya, gimana pendapat Ibu sama Abang tentang Bang Raka? Sebenarnya, Bang Raka mengatakan s

  • Dilema Istri Kedua   Bab 45

    Setelah mengetahui masa lalu kelam Bang Irsyad, aku tidak pernah lagi membahas tentang Nisa dihadapannya. Ya, aku mengerti perasaannya. Kecewa, terluka. Dikhianati oleh orang yang begitu kita cintai itu sangat menyakitkan.Entah apa sebenarnya yang terjadi dengan masa lalu Nisa. Hanya dia sendiri yang tau. Namun, tak ada manusia yang cela tanpa dosa. Begitupun bagi seorang Nisa. Mungkin dulu dia telah berbuat khilaf hingga hamil diluar nikah. Meski aku sendiri tak tau bagaimana kondisi bayi yang dulu pernah dikandung oleh Nisa. Apakah ia pernah terlahir ke dunia, atau justru tidak sama sekali.Aku begitu sering bertemu Nisa, bahkan dia selalu menginap di rumahku jika aku sedang berada di Jakarta. Namun, aku tak pernah berniat sekalipun untuk bertanya tentang masa lalunya. Bahkan aku tak berhak untuk tau. Biarlah itu menjadi masa lalu Nisa dan Bang Irsyad yang mereka kubur selama ini.Waktu begitu terasa cepat berjalan. Hari ini tepat satu tahun usia Syafea. Tidak ada perayaan. Aku han

  • Dilema Istri Kedua   Bab 44

    Sekarang aku sudah pulang kembali ke kampung halamanku setelah seminggu berada di Jakarta. Meskipun ibu dan bapak mertua belum puas melepas rindu dengan cucunya, namun aku juga harus memikirkan perasaan ibuku sendiri yang lebih betah dan nyaman tinggal di kampung halamannya.Seperti biasa, sebelum pulang aku mampir dulu ke makam Mas Fahri untuk mendoakannya. Setelah di kampung, aku kembali dekat dengan Umi Fatimah. Sering berkunjung ke rumahnya sambil menggendong Syafea menikmati udara sore hari. Terkadang menemani umi mengajar anak-anak sekolah agama. Syafea suka anteng kalau di ajak ke madrasah melihat dan mendengar anak-anak mengaji. Semoga kelak ia akan menjadi anak yang solehah.Bang Raka juga kembali gencar mendekatiku, memperhatikanku. Setiap hari lelaki yang kukenal sejak lama itu video call atau sekedar mengirim pesan. Namun jika pesannya atau pembicaraannya sudah menjurus ke hal-hal yang belum kuinginkan, segera kualihkan pembicaraan ke topik lain. Dan sepertinya Bang Raka

  • Dilema Istri Kedua   Bab 43

    Umi Fatimah dan Ustad Hafiz pun sempat tertegun sebentar melihat adanya Bang Raka. Namun, beliau langsung tersenyum sambil sedikit membungkukkan tubuhnya."Umi, ini sahabat Abang saya. Baru saja datang dari Jakarta.""Bang, ini Umi Fatimah sama anaknya, Ustad Hafiz. Pemilik Pesantren Al-Huda."Umi Fatimah, Ustad Hafiz dan Bang Raka sama-sama menganggukkan kepala sambil tersenyum."Silakan duduk, Umi, Ustad. Maaf, saya tinggal ke belakang sebentar."Umi Fatimah dan Ustad Hafiz pun duduk di sofa bersisian. Sementara aku berlalu ke dapur."Ada tamu, ya, Nay?" tanya Ibu yang sedang menyiapkan makan siang saat aku menuangkan air putih ke dalam dua gelas air."Iya, Bu. Ada Umi Fatimah sama Ustad Hafiz.""Tumben, ada apa, ya?" "Enggak tau, Bu. Naya kan udah lama nggak ikut pengajian. Ribet sama Syafea. Ya sudah, Naya ke depan dulu."Aku pun kembali ke ruang tamu sambil membawa baki berisi dua gelas air putih. "Silakan diminum, Umi." Aku menyimpan gelas itu di meja di hadapan Umi Fatimah da

DMCA.com Protection Status