Sudah dua hari ini Dika tidak masuk kelas. Kelas seakan hambar tanpa ada keusiln dan celotehan Dika. Rendra pun merasakannya, ya Dika teman bahkan sahabat pertama Rendra. Walaupun Rendra kesal pada Dika karena mengacuhkannya dikantin kemarin lalu, tapi Rendra juga khawatir tentang keadaan Dika.Sehabis pulang sekolah sengaja Rendra mampir ke warung Pak Rinto, karena Rendra belum tau rumah Dika.Dika orangnya lumayan tertutup dalam hal pribadi ataupun keluarganya. Gimana tidak, si Dika kalau berangkat hampir selalu terlambat dan pulang pun selalu buru-buru meninggalkan gedung sekolah. Kasihan sebenarnya kehidupan Dika, menggantikan posisi seorang ibu yang sudah 2 tahuh meninggal dunia karena sakit Asma yang dideritanya.Setelah tiba diwarung Pak Rinto ternyata warung itu tutup, dan kebetualan ada tukang parkir sedang berteduh dari sinar mentari di warung tersebut. Rendra pun bertanya kepada tukang parkir mengenai Pak Rinto.“Maaf pak, ini ko warungnya tutup yah? Apa sudah habis ato ema
Tya, Dewi dan Lusi pun menyaksikan Dika dan Rendra yang membuntuti Pak Yadi menuju kantor terheran-heran. Pasalnya mereka selalu bebarengan dan akrab biasanya.Dalam benak Tya terlintas pertanyaan kenapa mereka bertengkar, tapi Tya memang lugu dan tak berfikiran salah satu alasan mereka bertengkar adalah dirinya.“Kenapa mereka Ty? Ngrebutin elu apa Ty?” ucap Dewi“Ssstt...” Tya memberi kode agar Dewi tak membahas itu karena takut ketahuan Lusi.“Emangnya gue kenapa? Masa gara-gara gue? Gue ngapa-ngapain enggak koh” gumam Tya dalam hati sambil berfikir.“Gampang lah ntar tak tanya Rendra aja, penasaran gue.” lanjut gumam Tya masih mencari jawaban mereka bertengkar, karena biasanya Rendra dan Dika akrab bangetPelajaran sekolahpun telah usai dengan diawali bell berbunyi, semua murid bergemuruh pulang ke habitatnya masing-masing eh kerumahnya masing-masing hehehe..ya walau ada yang masih betah disekolah, sekedar nongkrong didepan gerbang sekolah.Tya sudah terbiasa naik angkot, dikarena
“Ko kamu diem aja Dik?” tanya Tya yang sudah mulai kesal juga dengan sikap Dika yang kekanak-kanakan.“Maap Ty, lagi males ngomong aja. Dan sebenernya kalian gak usaho repot-repot segala maen kesini.” jawab Dika“Lagi sariawan loe, males ngomng gt? Kita kesini mau njengukin Pak Rinto bukan elo.” Rendra yang semakin kesal ma Dika.“Ne anak didiemin mulu malah ngelunjak. Kalo gak mandeng bokap loe n adik-adik loe, udah tak hajar loe. Sekalian mau balas tonjokan loe tadi disekolah.” umpat Rendra dalam hati.“Udah, ko malah pada adu mulut. Pa mau dilanjutin berantemnya tadi disekolah?” Tya menengahi. “Dah dong, baikan gih. Ayo salaman.” Tya menyuruh Dika dan Rendra berbaikan.Tadinya Dika diam saja saat Rendra mengulurkan tangannya, tetapi dengan colekan Pak Rinto ke Dika sehingga Dika menerima jabatan tangan Rendra. Walau Dika masih kesal pada Rendra.“Pak, kita pulang dulu. Udah sore, takut ujan juga.” lanjut Tya“Iya neng, makasih sudah berkenan menjenguk bapak.” ucap Pak Rinto dibalas
Dari kejadian kemarin Rendra dan Dika kelihatan lebih akrab, mereka jadi saling mengerti satu sama lain. Dika pun sekarang duduk sebangku dengan Rendra. Kejadian itu membuat isi kelas jadi senang karena celoteh Dika keluar lagi dari mulutnya.“Ty,liat itu Dika. Dah baikan ternyata ma Rendra.” ucap Dewi melihat Dika duduk sebangku dengan Rendra“Syukurlah, kn jd adem liatnya.” jawab Tya“Ia, dan kelas jadi rame seperti biasanya.” Dewi memandang Dika. “Eh, ty kalo diliat-liat Dika sebenarnya ganteng juga ya ty?” Dewi masih memperhatikan Dika.“Cie, kayaknya suka memperhatikan Dika jadi mulai tumbuh dah benih-benih cinta.” ledek Tya“Ih, tya. Gara-gara loe seh, gue jadi suka memperhatikan Dika.”“Loh, ko gara-gara gue? Ada hubungannya gitu?” Tya keheranan.“Iya lah, secara gue sahabat loe. Dan mereka berantem gara-gara loe jadi gue sebagai sahabat loe ngikut merhatiin dah.” Dewi malu-malu kucing gak mau kalah“Dika anak yang baik dan rajin loh wi, kalo suka pepet aja wi ahaha.” Tya melede
Entah mengapa Dewi seakan sepi dengan suasana gaduh dikelas. Suasana gaduh tak kala para Guru sedang rapat yang mengakibatkan ruangan kelas tidak mendapatkan pengajaran alias pelajaran kosong. Dewi hanya diam termenung dan sesekali tersenyum tak kala Lusi bercerita tentang sodaranya dari Medan itu.Lusi menceritakan bahwa Beni, sodaranya akan kuliah di kota ini. Itu berarti Beni akan menetap disini. Walau Lusi sudah mengajak Beni jalan-jalan keliling kota namun belum sekalipun Lusi memperkenalkan Beni, baik kepada Tya maupun Dewi.Hingga suatu ketika tiba ulang tahun Lusi yang diadakan cukup mewah mengingat Lusi memang dari keluarga terpandang. Ayah Lusi menjabat sebagai Presiden Direktur tempat papah Tya bekerja, dalam artian papah Tya bekerja di perusahaan milik Ayahnya Lusi. Dan juga berarti papahnya Rendra sekantor juga dengan ayahnya Lusi."Oia, sampe lupa. Bulan depan gue ultah neh. sweet seventeen gt, bakalan meriah pokoknya" cerita Lusi. "Kalian berdua wajib datang" Lusi menun
Entah mengapa diistirahat yang kedua ini Dewi memilih pergi ke perpustakaan dari pada ke kantin seperti biasanya. Tya yang sejatinya lebih akrab dengan Dewi pun memilih menemaninya dibanding ajakan Lusi yang meminta ke kantin. Lusi melihat Rendra dan Dika ke kantin hingga dirinya memutuskan mengejar ke kantin untuk menggalakkan aksinya menarik perhatian Rendra.“Ayo ah ke kantin.” ajak Lusi setelah melihat Dika dan Rendra berlalu keluar kelas. Lusi berfikir mereka berdua pasti ke kantin dan dirinya bertujuan akan menyusulnya.“Ayo Wi.” ajak Tya sembari merapikan buku pelajaran Biologi yang telah usai tadi.“Ogah ah,gue mau ke perpustakaan.” ucap Dewi datar dan beranjak dari tempat duduknya.“Ke perpustakaan?” kompak Lusi dan Tya berucap kaget, pasalnya Dewi sekalipun belum pernah menginjakkan kakinya di perpustakaan.“Iya, emangnya kenapa?” Dewi berlalu akan keluar kelas.“Wi, tunggu. Gue ikut.” Tya mengejar Dewi dan mensejajarkan langkahnya menuju perpustakaan serta menjnggalkan Lusi
Seusai pelajaran sekolah usai, seperti biasa Lusi mengajak pulang bersama Dewi tapi Dewi menolak dengan alasan ingin ke rumah Neneknya. Akhirnya pun Lusi pulang seorang diri dengan motor maticnya. Setelah Lusi berlalu, Dewi menghampiri Tya dan berencana ingin berkunjung ke rumah Tya.“Ty, aku maen ketempat loe yah?” pinta Dewi sembari menggandeng lengan Tya.“Loe gak bareng Lusi tadi?” malah Tya bertanya tanpa menjawab pertanyaan Dewi, karena Tya pun dengan senang hati jika Dewi ingin bermain ke rumahnya.“Ih, boleh kaga? Malah tanya yang laen.” Dewi sedikit kesal karena jawaban yang diharakan malah dibalas dengan pertanyaan.“Eleh-eleh, gitu aja ngambek. Boleh donk, masa seh gak boleh. Ayuh.” ajak Tya dan mereka pun menuju halte didepan tepatnya sebelah kanan gerbang sekolah.Angkot yang ditunggu mereka pun belum muncul juga. Memang angkot yang menuju rumah Tya jarang yang lalu-lalang. Lama juga mereka menunggu angkot sampai Rendra dan Dika yang melihatnya pun menghampiri dan memberi
Aroma masakan Bu Mirna seperti biasa menggoda siapapun yang menciumnya namun tak dengan Dewi kali ini. Tya yang lapar karena istirahat ke-2 nya tadi dihabiskan di perpustakaan pun langsung menghampiri Mamahnya di dapur.“Masak apa Mah?” tanya Tya walau dirinya sudah tahu dan melihat langsung menu masakan Bu Mirna yang terhidang dimeja makan. Siang ini menu masakan Bu Mirna cukup sederhana yakni oseng kangkung dengan lauk tahu dan tempe goreng, tak lupa sambal terasi kesukaan Tya pun menjadi pelengkap menu masakan Bu Mirna.“Siang tante.” sapa Dewi sembari bersalaman mencium punggung tangan Bu Mirna.“Ih, ne anak.” tangan Tya ditepuk Bu Mirna tak kala akan mencomot tahu goreng yang tersaji beralaskan piring keramik putih. “Cuci tanganmu dulu, sayang. Trus ganti baju dulu sana.” Bu Mirna mendorong tubuh mungil anak gadisnya.“Mamah, Tya mo icip dikit.” rengek Tya seraya tubuhnya menahan dorongan tangan Bu Mirna yang menyuruhnya berganti baju dahulu. “Tya laper berat Mah.” lanjut rengek
Lusi dengan langkah pongahnya mendekati Dewi dan berkata, "Lo, nggak salah duduk?" Dewi hanya diam enggan menjawab pertanyaan Lusi, bahkan dirinya sama sekali tak menatap wajah Lusi yang tengah berbicara padanya. Dirinya bahkan asyik membuka buku, berpura-pura membaca walau entah apa yang ia baca.Meja yang tengah jadi sandaran ke-dua tangan Dewi saat membaca buku digebrag keras oleh telapak tangan kanan Lusi, Jengkel dengan kelakuan Dewi yang mengacuhkannya. "Ok, Lo akan tau balasan apa yang kau buat!" Lusi langsung melangkah ke luar kelas, tak menghiraukan bel masuk tengah berbunyi, mood belajarnya seakan hilang. Guru Pelajaran yang tengah memasuki kelas pun ditabraknya, bahu sang guru disenggo dan hampir saja buku yang beliau bawa sempat terjatuh. Siswa lain di kelas itu terperangah akan kelakuan Lusi, tak sedikit dari mereka yang saling bicara berbisik membicarakan kelakuan Lusi, menebak-nebak sebab kejadian barusan. Hingga membicarakan persahabatan Geng Trio-kwek, baru saja ke
Lusi sempat memperhatikan sikap Tya dan Rendra. Ya, Lusi sudah menyadari bahwa Rendra benar-benar mencintai Tya, terlihat dari sorot matanya. Namun, dirinya juga ingin memiliki Rendra. Lebih tepatnya, tidak ada yang pernah menolak cinta atau sekedar mengacuhkan ajakan Lusi, dan Rendra adalah orang pertama yang tak menghiraukan dirinya.Wajahnya semakin memerah karena kesal, melihat sikap Rendra terhadap Tya. Namun, dirinya masih menahan amarah, tak ingin mengacaukan suasana."Ne, bros kamu," Ucap Rendra sesaat berpapasan dengan Tya sambil menyerahkan bros pink, terjatuh saat mereka bertabrakan tadi pagi."Oh, makasih," ucap Tya singkat, menerima bros tersebut. Tak banyak berbicara, mengingat hubungan dua sejoli ini sekarang tengah renggang.Rendra langsung berlalu setelah memberikan bross itu, Tya hanya terpaku tanpa menoleh ke blakang, tak melihat kepergian tambatan hatinya kini. Rendra pun melaju tanpa mengharap perhatian dari Tya.Dewi yang menyadari suasana seakan kaku langsung me
Tya yang sudah menuntaskan ritual buang air kecil pun mulai memasuki kelas, dan mulai duduk di bankunya."Eh, kerudung kamu kenapa? Sini aku bantu benerin," ucap Zulfa melihat hijab Tya sedikit acak tak rapi. Sambil tersenyum, ia mulai membantu merapikan jilbab yang dikenakka sahabatnya. Memaklumi baru saja berhijab sehingga masih belum rapi, pa lagi kalau sudah beraktifitas, terkadang lipatan kerudung pada sisi pipi miring karena aktifitas tersebut."Mana bros pink mungil kamu," lanjut Zulfa menanyakan akseoris yang tadi pagi ia lihat dikenakan Tya untuk mempercantik tatanan kerudung."Iya, tadi aku cari di toilet nggak nemu. Entah ilang di mana," jawab Tya mencoba mengingat di mana bross pink-nya terjatuh."Entar, tunggu ... neh aku ada. Buat kamu." Zulfa mulau mencari dan mengambil bros miliknya dalam tas. Mulai memasangakan bros bergambarkan angsa berwarna silver dengan berlian berwarna ungu tepat di mata angsa, seakan mata tersebut menyala."Makasih, Zul." Tya mengucapkan terima
Tya terkejut dan tatapannya kini menoleh ke arah Zulfa, seakan meminta jawaban akan bungkusan yang baru saja ia terima."Buka saja," jawab Zulfa singkat sembari tersenyum.Dengan rasa penasaran Tya membuka bungkusan yang terbalut koran tersebut, tampak dua buah stelan seragam, seragam pramuka dan OSIS berwarna putih abu-abu. Dahi Tya menyengrit, belum juga mengerti akan maksud Zulfa tentang seragam tersebut. Menghilangkan rasa bingungnya, ia mulai berkata, "Seragam, Zul?""Ia, seragam lengan panjang buat kamu." Zulfa mulai mendekat dan membelai rambut Tya, dan berucap, "Sudah saatnya kamu berhijab, Ty.""Zul...." Tya hendak menolak dengan ingin melontarkan argumen menurut sudut pandangnya. Tya yang masih bimbang dengan ajakan Zulfa mulai membuka mulutnya, ingin berdalih tuk mengemukakan alasan. Namun, perkataannya langsung dipotong Zulfa.Jari telunjuk kanan Zulfa langsung menempel di bibir Tya, seakan memberi kode, tak ingin mendengar alasan sahabatnya itu yang belum ingin berhijab. Z
Pagi itu Tya di depan gerbang rumah, menunggu Kak Andi yang akan mengantarkannya ke sekolah. Tak disangka, Rendra pun sama, baru saja keluar dari gerbang rumah, menggunakan motor gedenya dan berlalu begitu saja tanpa menegur atau sebatas menoleh pada Tya."Begini banget seh cintaku, rasanya bak permen Na*o-nano, manis asam asin rame rasanya," ucap Tya dalam batin. Pandangan sayunya terfokus melihat kepergian Rendra, hingga motor itu tak terlihat di ujung jalan. Ada secuil rasa kecewa yang dirasa Tya."Ayo, Dek. Malah ngelamun," ajak Kak Andi tatkala sudah berada di depan gerbang rumah, mendapati Tya sedang menatap jalan yang dilalui Rendra, kini tengah sepi."Eh, i--a," kata Tya terkejut akan sapaab Kak Andi.Merekapun menuju ke sekolah, di mana Tya mengenyam pendidikan. Setibanya di gerbang sekolah, Tya berpamitan pada Kak Andi dan segera melewati gerbang, mulai memasuki lingkungan sekolah.Saat melewati koridor kelas, ujung hati Tya terasa pilu, ada seberkas rasa perih seakan teriri
Tya berpamitan ke toilet karena penat, acara tak kunjung dimulai seperti tertera dalam undangan. Wajahnya tertunduk saja saat menuju toilet, ia pun menabrak Rendra yang tengah keluar dari dalam toilet."Lo gak papa?" tanya Rendra sembari memapah Tya berdiri."Gak papa ko."Setelah mendengar jawaban dari Tya, Rendra pun cepat berlalu dari hadapan Tya. Ada rasa yang aneh dalam hati Tya, rasa yang tertinggal saat kini Rendra seakan mengacuhkannya.Dengan sedikit menghirup udara dengan napas panjangnya, Tya pun bergegas menuju toilet. Di dalam toilet, ia hanya membasuh mukanya. Memberi kesejukan di wajahnya, walaupun kucuran air itu tak bisa membasuh hatinya yang sedang gundah gulana.Suara cek speaker dari ruang aula terdengar dari toilet, menandakan akan dimulainya acara. Tya pun bergegas kembali menuju alula, berkumpul dengan calon pengurus lainnya.Betapa terkejutnya Tya tatkala akan menghampiri Zulfa, terlihat di kedua manik Tya bahwa Rendra tengah berada dalam shaf kelompok calon pe
"Hey, ko ngelamun? Ayo cepet ambil air wudhu sana, aku tunggu di dalam," tutur Zulfa, membuyarkan lamunan Tya.Tya pun beranjak dari duduknya menuju tempat wudhu, bersuci diri dari hadats kecil. Ia meraih tas yang diletakkannya di samping tempat dia berpaku melamun tadi, dibawa menuju ke dalam masjid. Diletakannya tas itu di samping lemari kecil yang berisikan beberapa mukena.Tya meraih salah sepasang mukena yang ada dalam lemari kaca tersebut, memakainya tuk menutupi seluruh tubuhnya, kecuali wajahnya yang manis dan kedua telapak tangannya.Zulfa menempatkan diri di shoft paling utama barisan putri, mulai berdiri tatkala iqomah sudah dikumandangkan. Tya dengan segera berdiri bersebelahan dengan Zulfa, mulai khusyuk menjalankan sholat dzuhur yang diimami oleh Kak Irham, presidium Rohis tahun ini.Seusai sholat dzuhur Tya yang sedang memakaikan sepatu dikedua kakinya celingukan mencari keberadaan Rendra. Namun, tak kunjung dia temukan. "Mungkin sudah pulang," batinnya."Apa gara-gara c
“Ty, itu si Marko bikin rusuh. Dia sedang bersiap melakukan aksi katakan cinta, dan denger-denger loe yang akan jadi targetnya. Dia mo nembak Lo,” ucap Dewi menerangkan. Belum sempat Tya membalas perkataannya, Dewi langsung berpamitan, “Dah yah, gue ditunggu Lusi.” Dewi buru-buru karena tak ingin diketahui, akan menambah marah Lusi. Namun, dirinya pun masih care terhadap Tya. Sejenak Tya memperhatikan kepergian Dewi, sahabatnya itu sekarang jarang bersamanya. Ada rasa kangen akan masa dahulu saat bersa. Namun, hubungan itu merenggang karena Rendra. "Padahal gue ma Rendra tak seperti apa yang ia banyangkan. Dah lah, percuma gue ngejelasin. Toh, dia tetep gak percaya," lirih Tya mematung, berpijak di salah satu anak tangga. Lamunan Tya terbuyarkan dengan suara gaduh di lantai dasar, kedua manik Tya terbelelalak melihat spanduk yang bertuliskan 'Anantya, I LOVE U'. Kini langkahnya berbalik, menaiki anak tangga yang hampir saja ia selesai turuni. "Apa-apaan itu si Marko!" gumam Tya semb
Saat masuk kelas Zulfa keheranan mendapati Dewi tengah duduk dibangkunya. Lusi yang melihat mimik muka Zulfa heran langsung berkata “Lo duduk dibelakang, bareng ma Tya.” Datar Lusi berkata tanpa ekspresi bahkan tanpa menoleh baik kearah Zulfa maupun Tya, pandangan Lusi lurus kedepan dengan wajah sinis.Zulfa adalah salah satu siswi berhijab, terurai menutupi dadanya. Dia aktif dalam kegiatan Rohis, salah satu organisasi sekolah yang bergerak dibidang keagamaan islam. Menjabat divisi da'i yakni kepanjangan dari divisi dakwah dan iptek, menuntut ia berpengetahuan luas, tentunya mengenai agama islam. Tak heran dia terpilih menjadi divisi tersebut karena memang Zulfa sosok yang bisa dibilang kutu buku. Walaupun sifat Zulfa introvert, akan tetapi jika mengenal dia lebih dekat, orangnya lumayan asyik dan bisa diajak sharring.Zulfa meletakkan tas dan sebuah kresek hitam berisi baju renang lengan panjang berikut hijabnya yang tengah basah, seragam renang yang tadi digunakannya dalam praktek o